Saturday, April 16, 2022

Politik berbisik.

 



Dia kukenal dengan baik. Aku anggap dia sebagai sahabat. Entah bagaimana dia menganggapku. Mengapa ? karena dia sendiri tidak pernah merindukanku. Kecuali kalau dia perlu sesuatu dariku. “ Kamu kan di jalur bebas hambatan. Kepada siapa lagi aku minta bantuan kalau bukan ke kamu. Kalau di jalurku kan banyak sekali rambu rambu, dan terutama citra politik harus kujaga dengan baik. Rakyat sebagai konsumen politik masih perlu moralitas. “ Katanya. Usia kami hanya bertaut 3 tahun. Dia lebih muda. Tetapi karena dia wanita, jarak umur itu membuatku harus lebih banyak mengalah. 


Tahun 98 dia ikut dalam barisan gerakan reformasi bersama sama mahasiswa menjatuhkan Soeharto. Dengan bangganya dia telp aku dari Senayan. “ perjuangan pro demokrasi mendapatkan peluang untuk menggantikan rezim diktator Soeharto.” Katanya. Sore itu aku lihat berita TV, Soeharto mengundurkan diri. Digantikan Habibie. TV juga meliput mahasiswa sujud sukur kepada Tuhan atas berita itu. Aku hanya tersenyum. 


Sebenarnya aku ingin tertawa, tetapi senyum sudah cukup menggambarkan suasana hatiku untuk berdamai dengan kenyataan. Proses sejarah terulang lagi. Betapa tidak? Sebelum Soeharto mengundurkan diri, aku dapat kesempatan sejarah untuk hadir di suatu tempat di kantor Ormas Islam pertemuan antara tokoh Islam, pro demokrasi dan TNI.  Di situ sudah dibahas secara detail, yang kesimpulannya Soeharto tamat. 


Yang menarik dari diskusi itu adalah keluhan TNI. “ Pengusaha lebih merasa aman dan nyaman berdekatan dengan keluarga Soeharto, khususnya sejak putra putri Soeharto berbisnis. Eksistensi kami sebagai pengawal orde baru sudah tidak lagi dianggap. Saatnya rezim harus dihabisi. Secara kultural dan real politik. Kekuatan Indonesia ada pada kelompok Nasionalis, Islam dan TNI. Kalau tiga itu sudah satu satu suara, selesai urusannya” Kira kira begitu keluhan yang berujung solusi. 


Tokoh nasionalis yang merupakan pro demokrasi dan tokoh islam yang selama ini dibonsai. Bangkit percaya diri melawan rezim Soeharto. Selama ini mereka kalah karena TNI back up rezim. Semua sepakat. Tapi budaya politik di Indonesia itu, 70% tidak nampak di permukaan. Para mereka yang bersepakat itu perlu kuda  penerjang  dan corong berhadapan secara vulgar dengan  rezim Soeharto. Kuda itu adalah para tokoh pergerakan. Corong itu adalah mahasiswa. 


“ Kamu  tabuh genderang sesuai irama  anak anak kita di kampus. Agar mereka menari mengikuti irama gendang. Nanti, TNI dan Polri akan buka gerbang Senayan untuk jadi panggung kolosal para anak anak itu menyuarakan reformasi. “ Demikian kelakar salah satu peserta diskusi kepada tokoh pergerakan reformasi,  yang juga mentor politik mahasiswa. “ Habibie, hanya sebatas mempersiapkan  pemilu. Setelah Pemilu, akan dihabisi. Selanjutnya kita akan berbagi posisi.” Lanjutnya.  Tentu tidak  ada yang gratis. Semua pihak yang terlibat menjatuhkan rezim akan dapat peluang berkuasa.


Makanya setelah pertemuan itu, aku sudah malas baca berita koran, TV. Bagiku itu semua omong kosong. Yang diberitakan itu hanya 30% peristiwa politik. Yang 70% sudah selesai di ruang bisik bisik. Omongan pakar, pengamat, tokoh gerakan , ormas, itu hanya drama yang memuakan. Hasil akhirnya adalah konspirasi elite untuk mereka berkuasa. 


Itu sebab aku tidak perlu kaget, bila kebijakan yang lahir dari DPR sejak reformasi, hanya untuk kepentingan tiga golongan itu saja. Sistem nya adalah 3 kartu. Kalau salah satu kartu tertutup yang berkuasa akan jatuh. Jadi harus full house kartunya agar bisa terus berkuasa. Jatuhnya Gus Dur, dan akhirnya kalah Megawati dalam pemilu 2004, karena sistem main begitu. 10 tahun SBY berkuasa dengan soft landing, itu karena kartunya full house. SBY punya prinsip zero enemy atau bahasa vulgar, “ mari berbagi”


***


“ Kita ketemuan ya.” Katanya namun terkesan mendesak. Tapi sebagai sahabat yang sudah lama kami tidak bersua, aku tidak punya pilihan walau berat.


“ Engga bisa mendadak begitu. Ini hari libur. Waktuku untuk keluarga. “ 


“ Jam 17.45 ketemuannya.” Katanya tak peduli alasanku. Tempat dia juga yang tentukan. Biasanya aku juga yang bayar walau dia yang pesan table di resto. Tapi oklah. Aku berusaha untuk datang sesuai keinginanannya. Tentu aku terpaksa geser buka bersama dengan keluarga. Yang tadinya di rumah pindah ke resto tempat aku akan bertemu dengannya.


“ Familyman kamu? Katanya menyambutku di tablenya.


“ Mau gimana lagi. Usia saya tidak muda lagi.”  kataku sekenanya.


“ Banyak sekal rumor sekitar aksi demo mahasiswa kemarin. Itu dipicu oleh adanya wacana perpanjangan masa jabatan presiden yang didengungkan oleh tiga pimpinan partai dan tiga menteri Jokowi. “ Katanya mengawali. Aku siap menyimak.


“ Kalau kita baca hasil survey Litbang Kompas pada 17 hingga 30 Januari 2022. Ada fenomena menarik, apalagi survey itu dari Kompas yang tingkat akurasinya 99 %. Suara partai 5 besar bergeser significant. Kini tiga besar adalah PDI Perjuangan yang memperoleh 22,8 persen, serta Gerindra 13,9 persen. Demokrat berada di angka 10,7 persen, itu sama saja meningkat luar biasa. Kalau oktober 2021, hanya 5,4 %, survey terakhir jadi 10,7%, Itu artinya naik dua kali lipat. Sementara PDIP hanya naik 3,7%, Gerindra naik 5,1%. Apa artinya? kalau terus sampai 2024, elektabiltas Demokrat bisa diatas Gerindra, bukan tidak mungkin sama dengan PDIP. Jadi masuk akal kalau ada partai yang elektabilitasnya drop menginginkan Pemilu ditunda. Kamu tahukan alasannya?


“ Apa ? Tanyaku inginkan perspektif dia.


“ Pastilah ada agenda bisnis. Mungkin saja ada pengusaha punya kepentingan bisnis sampai tahun 2025. Kalau itu diamankan, mereka bisa jadi sponsor pemilu. Dan ini pasti tidak deal dengan partai yang elektiblitas tinggi. Dealnya dengan partai yang sudah drop. Dan kebetulan ring kekuasaan presiden yang bukan non partai punya kemampuan mengendalikan partai itu untuk mengusung capres pilihan mereka. Ya pemain non partai itu memang inginkan presiden lemah seperti Jokowi. Sehingga kelak yang berkuasa sebernarnya mereka. Katanya, pak Jokowi sudah tanya menterinya yang mau maju capres. Eric, Airlangga, Sandi, Prabowo, semua mengakui, ya akan maju” 


“ Terus..”


“ Kemana sebenarnya pengusaha berlabuh dalam konteks permainan politik menjelang Pemilu  2024? 


“ Saya tidak bisa komentar. Karena Kepres PEMILU belum diteken Jokowi. “


“ Asumsi besok Kepres Pemilu diteken. Gimana pendapat kamu?


“ Menurut saya. Pertama, Pengusaha itu melihat agenda pemerintah terhadap kasus BLBI. Maklum yang sekarang masuk konglo kan mereka yang terkena kasus BLBI. Kedua, skema pembangunan IKN. Maklum ini menyangkut dana ratusan triliun dan peserta tender luar biasa banyaknya. Ketiga, ada beberapa kasus besar melibatkan pengusaha dan elite yang masih tersandera. Nah, tiga hal itu saja masalahnya. 


Kebetulan saat sekarang, tiga hal itu dikendalikan  oleh ring kekuasaan  presiden yang non partai. Jadi wajar saja kalau PDIP sebagai pengusung Jokowi tidak lagi sepenuhnya berada di kekuasaan. Mereka focus kepada elektabilitas saja. Makanya mereka tidak perlu ragu berbeda dengan sikap menteri Jokowi. LIhat aja kasus Mubes kudeta PD. Migor dan terakhir kenaikan BBM “ Kataku.


“ Ya wajar kalau ada pernyataan anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Masinton Pasaribu yang menyebut Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan sebagai Brutus di dalam lingkaran Istana Presiden Jokowi. “Katanya. Aku senyum saja.  Setelah itu kami bicara soal lain yang tidak penting. Aku lebih banyak mendengar. Sekedar pinjamkan kuping untuk dia curhat. 


Usai pertamuan itu. AKu teringat omongan dari teman pengusaha yang ikut dalam pembicaraan antara Jokowi dan Megawati, usai Pilpres 2019 “ Kenapa terus pertahankan LBP? Tanya bu Mega. Jawaban Jokowi sederhana “ Apa engga boleh saya percaya kepada teman saya”  Menurut teman saya. Dari raut wajah Bu Mega, itu sudah menyiratkan “ Anda sudah tidak bersama saya lagi.” Artinya sejak itu sikap PDIP secara politik sudah sangat jelas. Mega tidak bisa lagi kendalikan Jokowi. 


Selanjutnya PDIP berharap pemerintahan berjalan baik, kalau engga, PDIP akan utamakan citra partai untuk kritik, bila perlu bersuara oposisi. Pilpres tidak lagi jadi prioritas. Partai yang jadi prioritas. Kalaupun nanti Capres yang diusung PDIP menang, ya itu bonus.

Friday, April 15, 2022

Pantas dicintai..




And even if the sun refused to shine


Even if romance ran out of rhyme

You would still have my heart until the end of time

You're all I need…


***

Saat kali pertama kakiku menginjak Bandara Incheon tahun 2006, 28 oktober tekad sudah bulat. Aku harus bisa jadi pemenang. Usiaku 43 tahun. Usia matang setelah melewati usia emasku yang penuh luka dan kecewa akibat kegagalan demi kegagalan. Aku sudah established. Aku sudah punya bisnis di China yang sedang berkembang. Kini aku harus memasuki medan perang baru,  Korea. Ini medan perang yang tidak mudah. Pengusaha korea semua adalah pengusaha yang sudah eksis di China. Mereka berpengalaman dalam hal marketing. Menguasai network sumber daya. 


Umunnya para pebisnis korea adalah almamater universitas hebat. Mereka umumnya adalah bintang kampus. Sukses dalam karir mengantar mereka jadi pengusaha. Sementara aku, apalah. Gagal jadi mahasiswa. Tidak punya pengalaman berkarir di perusahaan kelas global. Aku hanya terdidik dari proses kegagalan demi kegagalan. Di negeri kusendiri aku tak mampu jadi elang. Hanya jadi ayam kampung. Tetapi aku tetap dengan tekad. Sama seperti ketika aku masuk ke China. Mungkin saja aku akan kalah atau gagal. Tetapi aku tidak mau kalah dengan mudah.  


Aku check in di hotel. Bukan hotel bintang 5. Hanya hotel bintang IV. Usai check in, aku menghubungi temanku. Kami makan malam. Aku utarakan niatku untuk berbisnis supply chain di Korea. “ B, mending kamu lupakan niat itu. Di sini mental petarung pengusaha  5 kali lebih hebat dari China. Mereka semua berkelas dunia. Umumnya mereka tamatan sekolah di AS. Pengusaha besar Korea masih terikat dengan marga dan almamater untuk menentukan rekanan. Kamu siapa ? 


Selama seminggu aku temui teman teman di Seoul yang tadinya ralasi bisnisku di CHina. Semua menyarankan agar aku lupakan tekadku. Tetapi itu justru membuat aku pantang mundur. Pasti ada celah bagiku untuk ambil bagian. Koneksi kuat dengan pabrikan di China, itulah modalku. Minggu kedua, aku putuskan untuk membuka kantor di Seoul. Tetapi terbentur proses perizinan PMA. Modal disetor cukup besar. Aku tidak punya cukup uang. Kecuali kalau bisnisku sudah established, tidak sulit aku dapatkan modal untuk pengembangan.


Pada satu sore desember, salju turun di Seoul. Aku berlari ke arah cafe kecil. Cafe itu hanya menyediakan kopi dan kue. Meja hanya ada empat. Aku duduk. Pesan kopi. Pelayannya wanita. Hidungnya mancung.  Tinggi mungkin 172 Cm. Seperti wanita korea di border utara. Mungkin wanita itu punya blasteran tar tar. 


“ Anda dari mana asalnya ”Katanya dalam bahasa inggris setelah menyediakan kopi hangat. 


“ Indonesia” Kataku.


“Oh Indonesia. Saya pernah kerja di Jakarta sebagai menager Restoran. Empat tahun.” katanya dalam bahasa indonesia lumayan bagus. Aku senang. Seperti ada cahaya menuntunku dalam kegegelapan.


‘ Wah hebat. Bahasa indonesia kamu bagus” Kataku. 


“ Ya saya suka semua tetang Indonesia, Orangnya baik semua. Putri saya lahir di Jakarta. “ 


“ Oh ya. Suami kamu orang Indonesia? Tanya saya. Dia tidak jawab. Karena harus melayani tamu lain. Dia kembali lagi ke table saya. “ Tidak. Orang korea, tetapi kami cerai setalah putri kami berusia 3  tahun. Saya  kembali ke korea paska kerusuhan mey 1998.  Memulai usaha cafe ini. “ Katanya. Saya mengangguk. Dia kembali sibuk melayani anak anak beli kue.  Ternyata dia boss dan juga pelayan cafe. Dia perkenalkan namanya Mrs Kang.


Tak berapa lama ada anak wanita ABG masuk ke cafe. “ Itu putri saya. Namanya  Yuna. “ Katanya menunjuk anak ABG  duduk di table kasir.  Anak itu menganguk ke arah saya.  Kami asik mengobrol. Dia punya banyak kenangan di Jakarta. Sayapun ceritakan obsesiku berbisnis di Seoul. Dia menyimak. “ Saya kenal beberapa pengusaha di Indonesia. Tapi yang nekat hanya kamu, barangkali. Tetapi saya yakin kamu akan sukses. “


“ Kenapa kamu yakin?


“ Dari mata kamu. Tidak ada rasa kawatir apapun. Kamu penuh semangat.”


***

Besoknya aku datang lagi ke cafe itu sorenya. Dia tersenyum. “ B, sibuk ya hari ini” sapanya.


“ Ya “Kataku  tersenyum. Tanpa aku pesan dia sudah datang dengan Kopi hangat. “ Katakan apa rencana kamu ?


“ Saya mau buka perusahaan di korea. Tetapi syarat untuk jadi PMA sangat sulit dan mahal. Saya orang asing. Modal juga terbatas. Semua relasi saya di sini, tidak berminat bermitra dengan saya. Mungkin tidak percaya dengan rencana bisnis saya yang mengadalkan supply chain China.” Kataku.  


Dia pergi melayani tamu yang datang. Setelah itu dia kembali. “ memang begitu syaratnya. Korea sudah memasuki negara maju. Standar kami sangat ketat. “ Katanya. Dia kembali sibuk dengan pelanggan. Aku diam saja di table. Sambil berpikir apa yang harus aku lakukan.


“ Sejam lagi saya tutup, Mengapa tidak datang ke apartement saya. Kita ngorbol di rumah saya yang sederhana”: Katanya menawarkan. Aku mengangguk walau sungkan. Karena baru kenal tapi di undang wanita berkunjung ke rumahnya. 


Rumah Kang ternyata hanya 1 blok dari cafe itu. Dia tinggal di lantai dua. Tangga dari samping. Ukuran apartement itu mungkin tak lebih 36 M2. Hanya ada dua kamar yang sempit. Untuk dia dan putrinya.  Dia persilahkan aku duduk di tikar dari rotan. Tidak ada sofa. “ Saya masak dulu. Hanya memanaskan makanan saja. 30 menit saya sudah kembali dengan makan malam kita” katanya tersenyum.  Saat dia masak sempat aku candid.  


Kami makan malam bersama putrinya. Putrinya sedang berusaha belajar bahasa inggris. Kang memotifasi nya untuk belajar dengan baik. Aku belajar bahasa korea dari putrinya dan sambil mengajarinya bahasa inggris. Kang membantuku meluruskan dalam bahasa korea. Karena dia fasih bahasa Indonesia. Suasana di rumah itu jadi akrab. Layaknya seperti sebuah keluarga. Kadang mereka tertawa ketika saya melafalkan bahasa korea. Besoknya saya datang langsung ke apartemen Kang. Mereka sambut dengan antusias.


Lima kali aku berkunjung. Aku mengatakan kepada Kang.:” Aku harus kembali ke Hong Kong. Visa saya sudah hampir habis” 


“ B, boleh saya usul. “ Kata Kang. Saat itu Yuna sudah tidur di kamarnya. Tinggal kami berdua saja. “ Gimana kalau saya dirikan perusahaan. Saya akan beri kuasa penuh kepada kamu untuk kelola. Nanti kalau sudah established. Kamu bisa ambil saham itu lewat akuisisi. Namun kamu tidak perlu bayar apapun. “ Lanjutnya. AKu tahu Kang, sangat paham. Dia terpelajar. Pernah sebagai menager restoran. Kinipun dia pengusaha cafe. 


Aku terharu. Usulanya itu membuat aku berpikir. Aku terdiam. Mengapa dia begitu percaya kepadaku Padahal kami bertemu belum sebulan. Malam itu kami saling berdiam lama sampai akhirnya mata beningnya sudah ada dihadapanku dan menenggelamkanku dalam kenyaman dan rasa aman.   Saat itu aku tahu dia jatuh cinta kepadaku. Atau tepatnya kepasrahan tanpa sekat. Kepasrahan Musa di Bukit Sinai ketika menerima 10 perintah Tuhan. Kami akhiri semua itu dengan senyum penuh arti. Setelah itu semua persepsiku tentang Kang sudah berbeda sekali. 


***

Keesokannya aku kembali ke Hong Kong. Seminggu kemudian aku kembali ke Seoul. Malamnya Kang datang ke Hotelku. Dia menyerahkan dokumen pendirian perusahaan. “ Besok kita ke notaris untuk legalisir status kamu sebagai mandatori saya. Selanjutnya terserah kamu.” Kata Kang. 


Aku serahkan uang USD 30,000 untuk biaya yang dia keluarkan mendirikan perusahaan. Tetapi dia menolak dengan memelukku. “ Kenapa B.?  kamu beri saya uang, itu menyakitkan B. Aku tak berharap apapun dari kamu. Aku mencintai kamu, tak penting kamu suka atau tidak. Terima sajalah aku sebagai sahabat.” katanya dengan airmata berlinang. Saat itu aku terasa tenggelam dalam keegoanku. Andai dia menerima uangku atau minta kompensasi lebih, tidak akan mengurangi rasa hormatnya dan aku tidak merasa berhutang. Tetapi dia menolak. Itu dia telah membeli jiwaku. Ini takdirku. Aku harus membayar secara pantas. Apapun itu.


Keesokannya aku pergi ke notaris bersama Kang. Proses legasiir statusku sebagai mandatory selesai dalam 1 jam. Sejak itu Kang hanya bertindak sebagai proxy. Namun dia tidak mau terlibat dalam bisnisku.” Biarlah aku dengan bisnisku di cafe itu. Kamu focus aja di bisnis kamu. Kalau ada waktu sempatkanlah mampir ke aparment kami. AKu dan Yuna merindukan kamu “ Katanya. 


***

Kang carikan apartement murah untukku sewa. termasuk kantor untuk aku sewa. Selama 3 bulan modalku hampir habis. Tapi Kang terus memberiku semangat. Selama 5 tahun mengembangkan bisnis di Seoul memang aku jarang bertemu dengan Kang. Karena kesibukanku. Tiga hari aku di Seoul dan tiga hari di China. Kang tidak pernah telp aku. Dia benar benar mengerti aku. Tapi aku usahakan setiap bulan sekali datang ke apartemennya. Dia dan Yuna menyambutku dengan hangat.  Kami seperti sebuah keluarga. Dan Kang sangat pandai memanjakanku sebagai pria. Selalu membuatku nyaman.


Tahun 2011 aku merestruktur bisnisku yang tersebar di beberapa negara dalam satu holding di Hong kong. Aku membentuk team untuk melaksanakan restruktur itu. Salah satu perusahaan di Seol yang sahamnya atas nama Kang dialihkan ke dalam holding. Proses akuisisi dilakukan secara formal. Kang dapat dana dari Team akusisi. SIDC di Seoul semakin besar dan karyawan sudah ribuan. Akupun sudah sangat sibuk. Tidak ada waktu lagi bertemu dengan Kang. Diapun tidak telp. Ada keinginanku mau telp Kang. tetapi aku tidak siap ketemu karena kesibukan. Moga Kang mengerti.


Tahun 2013, aku terkejut di lobi. Ada Yuna berdiri. Dia mendekatiku ketika keluar dari Lift. Dia tersenyum namun tidak bisa menutupi wajah sedihnya. Aku punya pirasat tidak baik. “ Yuna, kamu baik baiok saja” 

“ Ya paman” Dia menunduk dan seperti hendak menangis. Saya pegang bahunya.  Dia menyerahkan amplop. Dalam amplop itu ada rekening bank atas nama Kang dan kartu debit " Ale, ini uang hasil pelepasan saham atas namaku, saya kembalikan. Saya tidak pernah ambil. Tolong terima  uang ini. Cinta yang kamu berikan selama ini lebih dari cukup untuk saya.” 


Aku tatap lama Yuna. “ Mama meninggal sebulan lalu. Karena kanker. Hanya seminggu di rumah sakit.” Kata Yuna. Terasa seketika langit runtuh menimpaku
. Aku merasa sangat egois. Mengapa aku biarkan dia menderita sendiri dengan penyakitnya. Seharusnya aku ada di sampingnya disaat dia menderita dan menjelang ajal. Apalagi aku baru sadar. Pemberian uang kepadanya atas pelepasan saham, ternyata itu menyakitkan baginya. Terbukti dia tidak terima. Hanya itu caranya membuktikan cintanya tulus. Bukan meminta tetapi memberi. Cintanya begitu Agung. Aku tidak pandai berterimakasih. Kehangatan setiap inci tubuhnya membayang di pelupuk mataku. Airmataku jatuh,  


Segera aku peluk Yuna. “ Ingat ya Yuna, Mulai hari ini dan selanjutnya Paman akan jadi ayah kamu. Paman janji akan jaga kamu. Akan selalu ada untuk kamu” Kataku dengan air mata berurai. Yuna memelukku erat. “ Berkai kali Yuna mau telp Paman mengabarkan mama sakit. Tetapi mama larang. ALasanya jangan gangu dan jangan merepotkan paman. Pesan mama  kepada Yuna, apapun yang terjadi harus baik kepada paman. Pastikan amplop itu sampai ke paman”


“ Mama kamu sangat baik sayang. Terlalu baik. Paman salah dan sangat salah” Kataku. “ Besok kamu ke Hong kong. Tinggal sama Paman ya. Mau ya Yuna” sambungku. Yuna mengangguk. Matanya sembab.


***

Aku ceritakan semua tentang Kang kepada Wenny. Wenny terharu. “ B, aku akan anggap dia sebagai anaku sendiri. Aku akan jaga dia. Percayalah.” kata Wenny. Setelah itu, Wenny mengabarkan bahwa Yuna diterima di Seoul University.  Wenny terbang ke Seoul menyiapkan apartement untuk Yuna dan rekening bank untuk dia terima biaya hidup dan pendidikannya. Wenny berjanji akan telp Yuna setiap minggu sekali.  Tempat pulang Yuna adalah rumah Wenny. Dia merasakan ketulusan itu. Kadang kami makan malam di rumah Wenny seperti sebuah keluarga.


Tahun 2016 Yuna lulus dari Seoul University. Aku sempat hadir waktu dia wisuda. Ternyata sejak kuliah, selama 1 tahun dia magang di SIDC Korea. Sebelumnya dia tidak pernah cerita. Tahun 2020 dia dipindahkan ke Shanghai sebagai Manager di bawan anak perusahaan SIDC , unit bisnis tekhnologi. 


Kemarin aku bertemu dengan Yuna di Jakarta. “ Aku ditugaskan mempersiapkan kantor perwakilan SIDC di jakarta. “ Katanya dengan percaya diri tinggi.


“ Loh kenapa kamu? Kan kamu sekarang di Vietnam di unit bisnis manufaktur elektronika”


“ Eksekutif di Shanghai sulit keluar negeri karena situasi COVID. “ Katanya tersenyum. Kami makan malam di Robot Cafe. “ Mereka di SIDC tidak ada yang mengenal hubungan anda dengan mendiang ibuku. Tetapi karirku sangat bagus di SIDC’


“ Karena kamu memang hebat.  Hebat, seperti ibumu.” Kataku ketika mengantarnya ke lobi Ritz carlton.


“ Apakah anda mencintai ibuku? 


Aku tersenyum. “ mengapa kamu tanyakan itu, sayang? 


“ Ibu Wenny selalu menjagaku sejak ibuku wafat. Dia juga memotifasiku agar belajar keras dan bekerja keras.  Ibu Wenny baik banget. Sudah seperti ibuku sendiri. Kalau aku ke Hong Kong itu terasa sekali dia sangat tulus mencintaiku. Pernah waktu kuliah aku sakit. Dia terbang ke Seoul dan menjagaku sampai sembuh. Dia selalu ada untukku. Kata ibu Wenny, semua dia lakukan karena perintah anda. “ kata Yuna 


“ Cinta mama kamu sangat agung, sayang..Dengan pengorbanan dan ketulusannya, ia telah membeli jiwa saya. Dia sudah delivery semua arti cinta dan persahabatan. Dia pantas mendapatkan semua, termasuk hati saya. Mencintai mama kamu adalah kemewahan bagi saya, Saya harus pastikan kamu baik baik saja. Itu amanah dari mama kamu. Hanya itu cara saya membayar, akan jadi beban sepanjang usia saya. Jaga diri yang baik ya sayang ” Kataku. Yuna berlinang airmata.


Sunday, April 10, 2022

Marhaen

 




Dia wanita yang kupanggil Ibu. Perempuan perkasa yang setiap hari bertelanjang kaki menyusuri pematang sawah yang becek. Kemudian membiarkan kakinya terendam dalam kubangan Lumpur. Badan membungkuk menggemburkan tanah dengan kakinya yang kokoh. Suaranya nyaring mengendalikan kerbau menyusuri setiap jengkal sawah kami. Ibu dan Kerbau adalah pasangan serasi. Pasangan yang sadar dengan takdirnya. Pasangan yang harmonis diantara petak sawah yang menghampar dan ladang yang rimbun. Dan kami , anak anaknya adalah bagian penonton suatu drama kehidupan yang juga dulu ibu pernah lalui ketika masih kanak kanak. Kehidupan memang bergerak lambat dan tradisi ini menjadikan kami selalu akrap dengan kerbau dan sawah.


Ibu , adalah juga bagi kumpulan wanita dikampung kami. Semuanya berbaris rapi menjadi lebah pekerja karena para ayah turun kekota menjadi kuli atau apa saja untuk membangun kota. Kepulangan para ayah tidak lagi menjadi sebuah penantian. Para ibu hanya tahu bahwa mereka harus membunuh rasa birahinya hanya untuk sebuah harapan dari kota. Hingga setiap jengkal tanah dikampung ini hanya dipenuhi oleh para ibu yang kelelahan ketika malam datang. Keesokan paginya mereka harus kembali berbaris bersama kerbau kesayangannya. Layaknya suami , sang kerbau menjadi sahabat setia dan juga tempat makian bila kerbau itu malas bergerak. Tapi sang suami tetap menjadi harapan.


Yang menjadi kenangan terindah bagiku dan ini kelak yang akan selalu kurindu.Adalah memberikan tumpukan jerami kepada kerbau dan ibu akan membakar sebagian kotoran kerbau untuk menghangatkan tubuh kami dari sengat dingin malam dan juga untuk menghindarkan kami dari sengatan nyamuk. Semua tersusun dengan sangat sistematis. Antara kerbau dan kami saling melengkapi.Desa ini bila senja tanpa seluet elang menari nari. Pria tempat kehangatan bagi ibu ibu tidak lagi hadir dikala senja datang merangkak malam. Ibu nampak tidak lagi peduli karena selalu ada harapan bila ayah pulang. Membenamkan diri dalam kesuyian malam dalam kelelahan adalah irama hidup yang kadang membosankan namun ibu akan selalu baik baik saja.


Satu saat ketika Ayah pulang, maka keceriaan terpancar diwajah ibu dan juga kami. Maka hari hari berikutnya terasa sangat lain. Ibu lebih banyak bersolek. Apa lagi Ayah datang membawa oleh oleh bedak berwarna warni dari kota. Bibir ibu nampak ranum dan juga pipinya. TV berwarna yang dibawa Ayah dari kota menceritakan banyak impian untuk ku “ Kamu harus melihat dunia luar. Kamu harus seperti dunia yang ada diluar sana. “ Begitu kata Ayah memberikan semangat untuk ku. Hari hari berikutnya, Kerbau ku tak lagi nampak. Dia sudah digantikan oleh motor bebek baru berwarna merah. Juga ibu tidak perlu lagi bersusah payah membusukan jerami disawah kami. Karena ayah membawa pupuk dari kota untuk ditebar. Juga Ayah membawa bibit bibit terbaik dari kota. Semuanya “ agar ibu tidak perlu berlelah disawah dan dapat menikmati hasil banyak” demikian Ayah.


Kami merasa berubah dan harapanpun semakin besar bahwa kami akan menjadi lebih baik dari sebelumnya. Waktu bergerak maju , impian kami jauh lebih maju tapi anehnya kami tetap saja ditempat kami bahkan tak lagi merasa berpijak ditanah kami. Apa pasal? Sawah kami menghasilkan padi namun tidak memberikan kami cukup uang untuk dimakan karena harus berbagi dengan Koperasi untuk membayar pupuk dan bibit dan juga upah traktor menggemburkan sawah. Juga kami harus membayar cicilan hutang keperluan ibu membeli kulkas, membayar kredit motor dan banyak lagi. Lambat laun ayah sudah jarang bicara tentang keindahan hidup di kota. Tentang mimpi kelap kelip lampu kota dimalam hari. Tentang rumah megah berlapis marmer. Dan ibu sudah tak pernah lagi memintal rambutku yang panjang. Ibu selau pergi ketika aku terlelap dalam tidurku dan baru kembali setelah ayam berkokok. Tapi aku yakin ibu akan baik baik saja.


Aku tidak pernah tahu kenyataan yang sebenarnya tentang kota. Ingin sekali aku datang kekota melihat semua yang Ayah ceritakan, seperti bintang filem, mobil mewah, gedung tinggi dan banyak lagi yang selama ini hanya kulihat dari televisi. Dalam keinginan dan impian itu, akupun tidak begitu tertarik lagi belajar disekolah , apalagi ketika Motor bebek kesayangan ibu sudah tidak ada lagi untuk mengantarku kesekolah. Aku tidak mau berlelah jalan kaki kesekolah atau merusak sepatu cantikku. Aku rindu kota, tapi juga aku merindukan ibu yang tidak lagi ada ketika aku sangat membutuhkannya. Ayah hanya bilang ” Ibu mencari uang”. Aku sendiri bingung, sejak kapan Ibu pandai mencari uang.? Yang kutahu ibu adalah sahabat kerbauku disawah dengan arit ditangan menyiangi kebun kami. Tapi aku yakin , ibu akan baik baik saja.


Satu waktu yang tidak pernah aku lupakan , ketika malam aku terjaga. Aku sangat merindukan Ibu. Kulihat disebelah kamar , Ibu tidak ada. Ayah juga tidak ada. Aku mencoba melangkah keluar rumah. Berjalan menembus pekatnya malam. Diujung jalan desa terdengar suara musik sayup sayup dan suara tawa orang ramai. Kesanalah aku pergi. Disana aku lihat ayah sedang bermain remi dengan bertemankan bir hitam. Kemana Ibu ? Aku tidak melihat ibu. Langkahku terus bergerak mencari ibu. Dari kejauhan nampak ibu ku sedang berdiri didepan losmen kumuh. Ibu tersenyum kepada siapa sajan yang lewat atau kadang kala bercanda dengan tukan becak yang mangkal didepan losmen. Apa yang sedang dikerjakan ibu?. Aku tidak tahu. Tapi aku yakin , ibu akan baik baik saja.


Kini waktu berjalan terasa lambat seiring dengan semakin jarangnya aku melihat ibu dan Ayah dirumah. Memasak , menanak nasi dan mencuci adalah bagian dari keseharianku. Tapi setidaknya aku tidak harus bercengkrama dengan kerbau. Atau menggiring kerbau kesawah. Karena sawah sudah dijual. Kebun sudah juga dijual setelah sebelumnya kerbaupun terjual. Keinginan dan impian yang dibawa oleh TV , tidak lagi bisa kami dengar karena TV pun sudah lama terjual. Kami tidak punya apa apa lagi. Kecuali jasad dan impian yang masih tersisa walau tak bisa diungkapkan. Kami hanya butuh makan untuk membuat hari hari dalam impian kami tetap hidup. Itupun semakin sulit. Tapi kami yakin ,kami akan baik baik saja.


Kini, aku tidak lagi ada didesa bersama mimpiku. Aku berada di etalase dengan lampu temaram. Tubuhku menjadi tontonan orang orang yang melirik setiap melintas di depan etelage. Aku tersenyum bersama semua mereka yang ada didalam rumah kaca ini. Harapan kami disini , hanyalah berharap agar ada orang yang memanggil kami dan membeli kesenangan sesaat yang dapat kami berikan untuk membayar impian kami. Beginilah akhir dari cerita bila akhirnya aku ada disini bersama mimpiku dan juga sama dengan semua mereka yang terkapar tanpa masa depan karena terampas oleh mesin kepengohan dari budaya yang salah. Aku tidak akan menyalahkan ibu dan ayahku. Karena mereka juga adalah korban dari sebuah negeri yang gagal menjadi dirinya sendiri.


"Kalau kau melempar jumroh di Tanah Suci, ingatlah Tanah Air kita ini. Tancapkan di hatimu bahwa batu-batu yang kau hunjamkan itu merajam setan-setan kota maupun desa di tanah suci kita ini, yang tak sempat disingkirkan karena presiden pertama keburu ditumbangkan. Lihatlah, sekarang, di samping setan kapitalis birokat, muncul pula setan banggarong atas nama korporat. Mereka pesta-pora, gentayangan bermobil mewah meraung-raung suka-suka di Senayan sana, di Jakarta sana. Rajamlah mereka dengan batu-batumu itu. Rajamlah, sahabatku"


***


Ceritakan kepadaku tentang marhaen” Kata Wenny.


“ Kenapa kamu tanya itu? Darimana kamu tahu soal marhaen?


“ Saya pemerhati politik asia. Saya suka baca semua literatur tentang sosialisme.” Kata Wenny. “ Ceritakan kapada saya secara sederhana apa itu Marhaen, yang katanya ajaran bapak Soekarno yang fenomenal itu”


“ Saya akan uraikan secara sederhana prinsip perjuangan kaum marhaen. Mungkin tidak tepat. Tetapi inilah yang saya pahami sesuai otak jadul saya.


Pertama. Marhaen tidak menolak subsidi. Namun subsidi yang tepat sasaran. Subsidi bagus, asalkan subsidi untuk produksi. Kalau konsumsi yang berlaku bagi siapa saja, marhaen menolak. Seperti kasus subdisi BBM. ERa SBY, PDIP menolak kenaikan harga BBM ,tanpa ada subsidi pendirian industri hulu migas ( kilang). Jadi PDIP bukan menolak kenaikan BBM tetapi menolak tidak adanya program subsidi pendirian kilang BBM. Demi kemandirian, kaum marhaen siap lapar, bahkan mungkin mati.


Kedua. Marhaen menolak rakyat miskin diorganisir secara ekonomi lewat kekuatan politik semacam gerakan Koperasi era Soeharto. Marhaen maunya, negara hadir memberikan akses kepada rakyat terhadap pasar, modal dan tekhnologi. Sekali lagi, ingat. Hanya AKSES. Bukan pemberian free of charge. Harus disertai dengan kolaborasi dan sinergi antara yang besar dan kecil, Tugas negara memfasilitasi agar tidak ada aneksasi bagi yang kuat kepada yang lemah. itu aja.


Ketiga. Marhaen, menolak ekonomi dikuasai negara lewat konglomerasi BUMN atau Swasta. Karena itu akan melahirkan karte kaum berjuis, dan akhirnya melahirkan Oligarki ekonomi. Tetapi mendukung ekonomi gotong royong. Caranya? harus ada cluster tiga pilar, BUMN, swasta Besar dan UKM. Tiga pilar ini dijaga dengan ketat, lewat reformasi ruang agraria. Sehingga modal dan SDA negara terdistribusi dengan adil dan proporsional. Seperti apa ? Seperti bank Tanah, pusat logstik atau skema stokis, pajak progressive atas harta.


Keempat. Marhaen, mendukung keadilan ekonomi itu lewat penyediaan sarana transfortasi massal yang murah. Infrastruktur ekonomi publik seperti jalan , jembatan, bandara, pelabuhan dan kereta, bendungan irigasi. Agar rakyat kecil bisa mengakses keadilan ekonomi dimana saja mereka berada, Tidak ada lagi yang terisolasi. Empat itu saja. “ Kata saya. 


“ Apakah salah? “ Kata Wenny. “ kalau mereka memimpin negeri anda ? Karena mengelola ekonomi dengan standar marhaen itu murah meriah. Eggga perlu canggih amat untuk bisa makmur. Karena negeri anda sudah dirahmati Tuhan dengan SDA besar, dan yang diperlukan hanya niat baik dan keberpihakan kepada rakyat yang lemah.” Kata Wenny. Saya senyum aja. 


“ Sekarang jelaskan bagaimana perspektif kamu tentang sosialisme ala China”


Wenny terdiam seakan berpikir. “ Baiklah saya akan bercerita.” Kata Wenny, Saya siap menyimak “ Dari sebuah desa kepemimpinan terbentuk. Dari sebuah Desa orang diuji berjalan di titian. Dari sebuah desa orang dikenal , dipuji dan diasingkan. Hukum komunitas terkecil ini mempunyai hukum alam. Yang baik dihormati dan yang jahat diasingkan. Budaya terbangun, ketulusan dijalankan. 


Beda sekali dengan dikota. Orang bergerak dalam diam namun penuh curiga dan awas. Segala kebusukan dan kesalehan bersatu, menjadikan semuanya tak jelas dilihat dengan mata kepala. Dari kumpulan orang orang inilah budaya santun, tulus , terdegradasi menjadi budaya individualistis. Tapi bagaimanapun. Desa tetaplah memanggil rasa rindu nurani siapa saja untuk menemukan kesejatiannya.


Begitupula yang dirasakan oleh seorang Salesman gagal mengejar impiannya di Kota. Namun di Desa dia mendapatkan senyuman dan harapan, yang selama dikota jarang dia dapatkan. Tak perlu terkejut bila kedamaian dibalas dengan ketulusan untuk berbuat dapat melahirkan kekuatan diluar akal sehat. Sesorang ini adalah dia. Diapun akhirnya didaulat menjadi Lurah di Desa. 


Hanya karena di Desa yang miskin kepemimpinan tidak memberikan pendapatan berlebih kecuali rasa hormat. Namun bagi dia, itu adalah segala galanya. Diapun sadar bahwa dia bukanlah siapa siapa. Hanya salesman gagal di kota. Tak pula pernah mengenyam bangku kuliah. Namun, itulah dia, yang menyandang predikat sebagai pemimpin dari komunitas desa miskin. Mungkinkah.


Lantas apa yang di lakukannya ? Dia mengusulkan rencana sederhana. Yaitu agar petani tidak lagi bertanam padi,  tapi singkong dan jagung. Mengapa ? Sudah sekian lama kehidupan petani selalu miskin karena hasil padi tidak lagi mencukupi biaya hidup. Terus bertanam padi adalah mati konyol dan bodoh. Bagaimana dengan singkong dan jagung ? Singkong dan jagung akan dijual ke pabrik pengolahan di kota dan dia minta pabrik agar ampasnya diserahkan kedia untuk dijadikan bahan baku pembuat piring dan mangkok. 


Dia minta bantuan universitas mendesign mesin mixing dan press , molding untuk mengolah ampas jadi piring dan mangkok. Produk ini akan dipasarkan ke restoran cepat saji sebagai kemasan sekali pakai. Dari mana biaya membangun pabrik ? Ini ide gila. Engga ada bank yang akan biayai. Apalagi diusulkan oleh komunitas desa miskin. Namun tanpa diminta, semua rakyat desa menjual ternak sebagai satu satunya harta tersisa untuk mendapatkan uang membeli mesin. Bangunan dikerjakan gotong royong.


Penduduk desa begitu percaya dengan dia sebagai pemimpin. Semua sepakat tanpa tanya untuk beralih menanam singkong dan jagung. Perubahan ini ada resiko karena mereka terancam tidak makan apabila program gagal. Tapi mereka tidak melihat hal buruk menanti. Sebuah keyakinan untuk sebuah hope akan lebih baik daripada hidup bergantung kepada kesehajaan yang terhina dan tak terpelihara. Setiap hari kepala desa hadir di tengah mereka di kebun sampai akhirnya panen. Hasil panen ternyata melimpah dan dia berhasil memasarkan produk itu ke pabrik. Dan sekaligus mendapatkan ampasnya.


Setelah ampas diolah jadi piring dan mangkok. Berbulan bulan dia memasarkan produk itu, tapi tidak ada yang berminat mencoba. Namun dia tidak pernah menyerah. Sampai akhirnya ada restoran yang mau mencoba tanpa membayar dengan kondisi apabila konsumen restoran suka maka akan dibayar. Apa yang terjadi kemudian? Ternyata konsumen suka dan pesanan datang secara tunai. Akhirnya produknya menjadi terkenal. 


Rakyat desa di samping mendapatkan hasil penjualan singkong dan jagung , juga dapat penghasilan tambahan dari keuntungan menjual produk dari ampas. Rakyat desa yang tadinya miskin kini makmur. Mereka bersatu menghadapi masalah , mengambil resiko untuk berubah , berkerja keras untuk meraihnya.


Nah, keberhasilannya mengundang perhatian Partai. Diapun terpilih sebagai Bupati. Apa yang membuat dia terpilih ? ternyata karena hobinya mengumpulkan sampah plastic. Partai menganggap dia orang yang pantas untuk menjaga kota tetap bersih. Padahal tujuannya mengumpulkan sampah plastic agar tanah tidak tercemar. 


Ketika dia jadi bupati. Setiap hari , dalam perjalanan dari rumah kekantor, dia selalu menyempatkan diri untuk menanam satu pohon disetiap tanah lowong. Tidak ada rakyat yang berani mengganggu pohon itu karena dia yang tanam. Lima tahun dia berkuasa, kota yang gersang, tumbuh menjadi kota yang sejuk.dan penuh bunga. 


Keberhasilannya , ternyata bukan hanya mengundang perhatian pemerintah daerah tapi juga pemerintah pusat. Diapun diundang untuk datang kepusat. Jabatan tinggi sudah menantinya. Tapi ketika itu ditawarkan kepadanya , dia menolak dan lebih memilih untuk cepat pension. Ketika hal ini ditanyakan kepadanya , dengarlah jawabannya:


“ Sepuluh tahun menjadi pemimpin , usia saya serasa bertambah 1000 tahun. Selama itupula saya tidak pernah menikmati yang seharusnya saya nikmati. Apa itu, ? waktu!. Setiap hari , 18 jam waktu saya terpakai untuk mengabdikan diri kepada rakyat. Sehingga saya lupa tanggal ulang tahun istri saya. Lupa kapan terakhir saya mendapatkan bayi kedua saya. Saya lupa menjahit jas saya yang robek. 


Menjadi pemimpin itu, bagaikan hidup diatas bara. Setiap detik, bukanlah hal yang menyenangkan. Kalau anda ingin memberikan hadiah kepada saya , maka biarkanlah saya menikmati pension saya dengan damai. Jangan pernah berpikir sayalah yang terbaik, Karena kehidupan tidak akan pernah berhenti hanya karena ketidakadaan saya. Kita hanya butuh satu keyakinan, beri kesempatan kepada siapa saja untuk berbuat karena nuraninya dan selesai. “


***


Kisah diatas terjadi disalah satu distrik di provinsi Yunnan, China. Budaya China memaknai politik terdiri dari unsur kekuasaan , aturan dan keteladanan. Kekuasaan tanpa moralitas adalah Penjahat, Aturan tanpa keadilan adalah penjajahan, Keteladanan tanpa akhlak dan keikhlasan adalah Penipuan. Kekuasaan adalah politik yang datang karena kebutuhan untuk ” menyelesaikan” bukan retorika untuk pencitraan. 


Untuk ”menyelesaikan” bukanlah kemudahan dibalik banyak fasilitas jabatan yang menempel dalam simbol simbol kekuasaan. Tapi deretan derita dan kelelahan untuk ” menyelesaikan”. Bila ini disadari oleh semua kita maka tentu tidak ada lagi yang berani sombong mengejar kekuasaan atau jabatan. Tidak ada lagi yang mau merekayasa Undang Undang Politik untuk terus berkuasa. Tidak ada lagi fitnah. Tentu tidak adalagi kelaparan dan kematian karena kemiskinan. mungkinkah…? Kata Wenny. Dia tidak menggurui saya apa yang benar atau salah. Tetapi dia menggaris bawahi bahwa kepemimpinan dan niat baik adalah kunci utama untuk perubahan lebih baik.


“ Oh i see.  Paham saya. Leadership..” Kata saya.


“ My dear friend, kemajuan dunia karena keberanian untuk berubah. Kadang orang yang berani berubah terkesan gila dan tidak rasional. Dia pemberontak dan melihat sesuatu secara berbeda. Dia tidak menyukai keteraturan. Dan dia  tidak menghormati status quo. Dia  tidak menyerah dengan keadaan dan tidak suka mengeluh menyalahkan orang lain atau pemerintah. 


Kita boleh setuju atau tidak , memuliakan atau menjelekkan dia. Tapi satu hal yang tidak dapat kita lakukan adalah mengabaikan dia. Karena dia mengubah keadaan. Dia mendorong orang ke depan dan mengabaikan orang yang terlalu banyak alasan karena takut berubah.


My dear friend, yang diperlukan pemimpin yang punya niat baik untuk berani melawan ketidak adilan sosial. Bukan melawan dengan revolusi phisik,  tetapi revolusi mindset. Jangan takut untuk berubah menjadi lebih baik. Ingat bahwa orang-orang yang cukup nekat untuk berpikir bahwa mereka dapat mengubah dunia, adalah orang-orang yang berbuat dan mengambil resiko karena itu.. Mereka adalah hero dan peradaban terbentuk karena adanya orang orang pemberani untuk berubah. Itulah sebenarnya esensi dari ajaran Soekarno, tentu dari perspektif saya. Pilihlah dia yang pantas memimpin sesuai pemikiran Marhaen, kalian akan jadi negara besar dan terhomat. Maafkan kalau saya salah. Kata Wenny. 

Hijrah dari atmosfir kemiskinan

  ” Udah tembus 16 ribu rupiah harga beras sekilo. Gula juga udah tembus 17 ribu rupiah. Cepat sekali berubah harga. Sebentar lagi listrik j...