Sunday, March 16, 2025

Attitude yang utama..

 


Saya bersama Aling sedang jalan di Mall menuju Grand Hyatt untuk ketemu relasi.   “ Pak Ale ya? ” tegur wanita paruh baya mendekati saya.


“ Ya siapa ya.” Jawab saya tersenyum.


“ Tahun 1980an bapak ngajar kursus akuntasi ya. “

 

“ Ya. Betul. Anda siapa ?


“ Saya murid bapak. “ Katanya.


“ Oh ya. ‘ saya menyalaminya. Dia sambut dengan senyum cerah.


“ Tadinya saya kerja di perusahaan distributor. Berkat belajar akuntasi dari bapak saya banting setir jadi pengusaha. Awalnya jadi suplier pabrik elektronik perusahaan Jepang. Suplier packaging. Terus berkembang dirikan pabrik Pompa Air. Tahun 2000 saya pindahkan pabrik ke Ho Chin Minh. Terus kerjasama dengan China dirikan pabrik Packaging plastik. Sekarang sudah berkembang ke bioplastik. “


“ Sukses ibu.” Kata saya senang.


“ Ketika awal mendirikan perusahaan, yang pertama kali saya rekrut adalah staf akuntasi. Karena saya tahu fungsi akuntasi, disiplin saya jaga dengan baik. Karena tanpa disiplin, akutansi engga ada gunanya. Itu hanya jadi catatan tanpa makna. Perkembangan perusahaan tentu terjadi. Tetapi sistem akuntansi tidak berubah. Itu saya jaga terus dengan disiplin. Seperti saya memisahkan fungsi pencatatan dan fungsi arus kas. Standar kepatuhan dokumen untuk pemasukan maupun pengeluaran saya jaga dengan disiplin.


Karena perusahaan sudah berkembang dan tidak lagi sederhana, saya apply  standar akuntasi Database online. Kalau saya tidak punya visi akuntasi tidak mungkin saya berani berinvestasi untuk sistem IT, database akuntasi terpusat. Dengan sistem itu, walau saya pensiun, saya tetap bisa monitor bisnis day by day darimanapun, tanpa saya harus capek ketemu dengan direksi atau ngobrol dengan mereka minta penjelasan. Kalau ada masalah bisa cepat saya selesaikan. “ Katanya.


Saya mengangguk dan tersenyum senang.


“ Setiap saya ada masalah bisnis, saya selalu ingat bapak. Ternyata setiap masalah bisnis, itu hanya masalah komunikasi dalam bahasa bisnis. Saya bisa bermitra dengan siapapun karena bahasanya sama. Saya bisa mengelola sumber daya perusahaan karena menggunakan bahasa bisnis. Ya akuntasi, bahasa bisnis dengan prinsip konsistensi, precisi, dan transfaransi. Jadi setiap saat kita bisa focus kepada proses itu, tentu laba akan datang dengan sendirinya. “ Katanya lagi.


“ Benar, bu. “Kata saya mengangguk angguk. “ Akuntasi bukan hanya sekedar pecatatan dan kepatuhan, tetapi soal etik menegakan trust. Kata kuncinya keras lah kepada diri sendiri. Jangan pernah anggap uang perusaan sebagai masalah personal. Jangan anggap laba itu hak deviden, tetapi jadikan liabilities personal agar laba itu bisa meningkatkan value struktur permodalan untuk perusahaan sehat dan sustain. “ Kata saya. Dia acungkan jempol. Kemudian saya undur diri dan katanya dia akan selalu mendoakan saya. Amin.


***


“ Kenapa kamu tidak pernah cerita soal jadi guru vokasi akuntasi. Padahal  saya berteman dengan kamu sejak tahun 84. “ Kata Aling setelah sampai di fountain Grand Hyatt.


“ Saat itu tahun 82. Karena gagal masuk universitas. Saya belajar otodidak pembukuaan. Kemudian saya ikut ujian negara. Lulus. Dapat sertifikat Bond A/B dan APM. Saya juga belajar otodidak Akuntasi. Tentu tidak sulit. Karena saya sudah kuasai pembukuan atau penata buku. Lucunya, saya belajar akuntasi sambil ngajar kursus akuntansi. Dan lulus ujian negara accounting advance sama sama dengan murid kursus saya. “ 


“ Gimana sampai ada motivasi belajar akuntansi? Tanya Aling.


“ Saya punya mentor ex pendeta. Dia motivasi saya. Katanya, kalau kamu mau jadi pengusaha, yang pertama kali kamu harus kuasai  adalah bahasa bisnis. Bahasa bisnis itu hanya satu yaitu akuntasi.  Kemana saja kamu pergi Bahasa nya sama. “ Kata saya. Aling mengangguk. 


Ale, kenapa Yuan itu utangnya besar banget “ Kata Aling seraya perlihatkan neraca keuangan ke saya tahun 2024. “ Itu angka off balance sheet. “ Kata saya. “ Coba liat utang konsolidasi on balance sheet. “ Sambung saya tersenyum.


Aling perhatikan laporan keuangan Yuan dengan seksama. Saya diamkan saja. “ Oh kecil banget ya. Hanya 15% dari total asset. “ ALing bengong. “ Gimana bisa begitu ?


“ Karena Yuan berhutang tidak melibatkan neraca holding. Tetapi anak perusahaan. Itupun menggunakan Special Purpose Vehicle atau SPV. Utangnya bersifat non recouse. Collateral pinjaman adalah proyek itu sendiri yang diwakili oleh SPV. Artinya Yuan hanya meminjam untuk investasi. Sementara modal kerja pakai equity dari Yuan sendiri. “Kata saya.


“ Artinya Yuan hanya pinjam uang untuk menambah asset dan income dimasa depan. Sementara untuk biaya operasional seperti bayar gaji dan lain lain dari uang Yuan sendiri. Kalau proyek gagal,  yang disita SPV. Sementara Yuan aman saja.“ Kata Aling menympulkan. “ Makanya tidak sulit dapatkan pinjaman dan bunga murah. Tentu cepat bisa exit lewat bursa atau penerbitan obligasi berjangka panjang. “Lanjut Aling.


“ Itu namanya berhutang untuk produksi. “Kata saya tersenyum. “ atau istilahnya leverage terhadap uang cash yang ada di holdng.” Sambung saya.


“ Engga ngerti gua “ kata Aling.


“ Contoh Yuan punya laba ditahan USD 100 juta. Itu bisa membiayai USD 1 miliar proyek lewat perbankan dan pasar uang. Terjadi leverage sebesar 10 kali. Nah peningkatan asset dari hutang ini akan mempercepat pertumbuhan usaha. Tumbuh 5% saja pertahun, itu artinya 50% /tahun dari laba ditahan “ Kata saya.


“Wow..” Aling melotot “ Gimana bisa begitu ? Tolong jelaskan. Pendekatan philosofi nya ” Pinta ALing.


“ Pemahaman jadul ekonomi. Utang itu terkait dengan jaminan phisik yang dianggap setara dengan utang. Biasanya jaminan diatas 100% dari utang. Berkembangnya ilmu pengetahuan, pendekatan ilmu ekonomi tidak lagi berdasarkan utang dan jaminan seperti itu.  Tetapi sudah memasukan unsur value di masa depan. Untuk tahu value di masa depan, digunakan matematika quantitative.


Nah karena ekonomi dihitung berdasarkan matematika maka philosopi terhadap pemasukan dan pengeluaran tentu berubah. Hutang tidak lagi dianggap sebagai pemasukan atau penerimaan. Pembayaran hutang tidak lagi dianggap sebagai pengeluaran. “ kata saya.


“ Mengapa ? 


“ Hutang yang diterima itu berhubungan dengan value,  yang nilainya tidak mungkin sama. Contoh kamu berhutang untuk bangun pabrik. Utang sebesar Rp. 100 juta. Tetapi setelah proyek jadi, disitu ada SDM, bahan baku dan tekhnologi, pasar. Nilainya tentu berbeda dengan besaran utang. Nilainya bisa dua kali atau lebih. ini yang disebut dengan value.  Era sekarang berbisnis atau negara, sama saja. Yang dikejar adalah value. “ kata saya.


“ Artinya berapapun hutang bertambah akan semakin meningkatkan nilai dan kapasitas. “ Aling menyimpulkan.


“ Benar " Kata saya acungkan jempol. " Coba perhatikan persamaan terhadap rasio utang dimana hutang berbanding terbalik terhadap harta. Kan semakin besar utang, rasio utang semakin rendah. Karena asset bertambah lebih besar. Itu disebut dengan project derivative value.” Kata saya.


“ Tetapi kan banyak kasus default utang. Baik negara maupun korporate. Padahal mereka selalu beralasan. Tidak perlu kawatir. Utang pada rasio aman. Kenapa jadi paradox begitu ? tanya Aling.


“ Kan sudah diberi tahu tadi, yaitu berhutang untuk create value di masa depan.  Itu tidak berada di ruang hampa. Ada syarat utama yang harus dipenuhi, yaitu  attitude. Attitude itu dilihat  dari track record di masa lalu dalam mengelola commitment berhutang. Disiplin menjalankan sistem akuntasi yang akuntable, menghindari fraud  akuntansi, focus kepada business plan. Tidak pragmatis. Tetapi visioner.  “ Kata saya.


“ Konkrit nya gimana ? tanya aling.


“ Ya kekuatannya ada pada SDM yang high grade. Pengelolaan resiko bisnis yang prudent dan didukung stake holder berbasis business model dan ekosistem.“Kata saya.


“ Oh ngerti gua. Kenapa Yuan berinvestasi di SDM, riset dan ekosistem bisnis. Terjawab sudah. “ Kata ALing. Dia memandang saya lama. Seperti baru mengenal saya. 


“Coba negara kita menerapkan strategi seperti itu. Selesai masalah Indonesia.  “ Kata ALing. “ Tapi ini uang APBN dipakai untuk konsumsi dan bayar belanja rutin. Malah defisit. Engga cukup tersisa untuk ekspansi. Utang malah dipakai untuk bayar utang. Sedih banget ya. Walau debt to GDP rendah, tetapi value engga nambah. Sejak era Soeharto sampai kini tidak terjadi transformasi ekonomi dari SDA ke Industri. Makanya sedikit aja terjadi penurunan harga komoditas SDA, fundamental ekonomi berderak“  Sambung Alng. Saya senyum aja.

Saturday, March 08, 2025

Tidak sulit kalau punya niat baik.

 






Saya kangen Yuni. Ingat berepa tahun lalu dulu saya tugaskan dia mendampingi team Yuan dan SIDC untuk aksi akuisisi jalan tol di China. Peluang datang dari Matius, Fund Manager dari Morgan. Dia menawarkan salah satu ruas tol yang ada di Cina untuk diakuisisi. Sebenarnya harga terlalu mahal kalau berpatokan dengan IRR atas arus kas yang ada. Hanya 1% dari bunga bank atau obligasi. Engga ada ruang untuk risk management.  Namun menjadi menarik karena ruas tol itu terhubung dengan rencanan pemerintah China akan buka palabuhan hub logistik connected dengan ASEAN. 


Saya bisa jadikan jalan tol itu sebagai fitur business model bidang  logistik.  Tentu asalkan dapat peluang konsesi membangun hub logistik.  Setelah saya minta kepada CEO Yuan Holding untuk follow up peluang bisnis itu. Saya hanya berdoa semoga Yuan bisa melaksanakannya dengan baik. Namun tetap saya pantau dan  kerena itu mengharuskan saya bertemu dengan team Yuan.


Saya mau semua team inti bertemu saya. Team datang lengkap. Teresia dan Mia dari AMG SIDC New York dan diperbantukan untuk memperkuat team  Yuni dari Yuan Holding. George dari London juga datang. 


“ Ada empat aspek terkait dengan structure fund. Intinya saya harus pastikan semua aspek dan step terkait dengan skema pembiayaan reliable. “ kata saya saat mengawali rapat. “ Silahkan siapa yang mau bicara.” Lanjut saya.


Yuni tampil kedepan. Dia perlihatkan layar presentasi. Jalan toll ini masih tersisa konsesi selama 15 tahun. Tarif ditentukan oleh pengelola. Data revenue selama 5 tahun kebelakang atas dasar  traffic kendaraan. Rata rata setiap tahun meningkat significat. Setelah akuisisi, kita ubah bisnis model dengan menjadikan jalan tol sebagai supplementary pusat logistik yang akan dibangun, hitungan tingkat IRR sangat atraktif “ Yuni paparkan di layar presentasi data statistic traffic dan revenue.


“ Dari Analisa ekonomi berdasarkan financial engineering kita bisa terbitkan revenue bond sebagai project financial solution. “ Lanjut Yuni dengan memaparkan forecasting value bond dari setiap perubahan revenue dari pusat logistik dan peningkatan taffic. Juga membandingkan dengan bond sejenis yang ada di pasar. Semuanya reliable 


“ Ok. “ Kata saya. Apa yang disampaikan Yuni hanya resume dari semua aspek investasi yang sudah dianlisa secara rigid.” Yakinkan saya soal forecasting income. “ Tanya saya.


Mia tampil di depan layar presentasi. Dia memang ahli matematika kuantitative. “ Ruas toll ini melewati tiga Kawasan baru yang dikembangkan pemerintah. Namun jalan negara yang disediakan pemerintah sama bagusnya dengan jalan Tol. Kami mengukur makro ekonomi pengembangan wilayah terkait dengan pendapatan dari ruas tol ini dan juga dari pusat logistik. Ternyata data menunjukan progress pengembangan pusat ekonomi baru berkorelasi significant dengan peningkatan pendapatan tol, yang pasti akan menguntungkan pusat logistik


Mia memperlihat Analisa data yang di hitung dengan model matematika kuantitative. Luar biasa. Semua aspek dihitung dengan rigid. Sehingga forecasting income bisa dipertanggung jawabkan secara akademis.


“ Jadi setahun setelah akuisisi kita bisa lanjutkan ekspansi bangun ruas toll ke pusat logistic yang rencana akan dibangun dua tahun lagi. “ Lanjut Mia memperlihatkan layer berikutnya. Data Analisa peningkatan traffic dan pendapatan pusat logistik. “ Atas dasar pertimbangan visi besar pemerintah memberikan konsesi  jalan toll ini, kita tidak perlu ragu. Karena data membuktikan sejak 10 tahun lalu semua proyek pengembangann wilayah on schedule. “ katanya. 


“ Ok. Sekarang gimana dengan structure fund dan skema pembiayaan. Saya mau tahu hitungannya.” Kata saya. Teresia tampil di depan. Dia memang ahli financial engineering. Layar presentasi tampil dengan judul Bond back SBLC. “ Kita akan menerbitkan structure fund berbasis revenue yang di securitisasi lewat bond back SBLC. Cost of fund 5% untuk credit enhancement sebagai dasar penerbitan SBLC non callable“ katanya.


Lewat layar presentasi, Teresia perlihatkan  structure cost dari bond back SBLC. Semua aspek dan probality dihitung secara matematika. Sehingga tingkat minimal guarantee revenue atas bond sebesar 4% pertahun bisa acceptable bagi market untuk tenor bond 15 tahun dan secure bagi kami. Begitu juga dengan forecasting harga bond selama 15 tahun.  Sangat exciting bagi investor. 


“ OK, gimana dengan skema pembiayaan ? tanya saya.


George tampil di depan. Dia perlihatkan layar presentasi sebelum bicara. “ dari skema ini, kita melibatkan asset menegement sebagai custodian, bank confirming dan issuer SBLC. Juga meiibatkan underwriter bond yang full commitment, dan trustee sebagai payment agent untuk financial closing. " Kata George. Saya perhatikan gambar organisasi pembangunan proyek untuk ekspansi ruas toll dan pusat logistik yang melibatkan project meneger kelas dunia dan EPC trile A. Lengkap dengan term sheet nya dan drawdown schedule.


" Kita sudah ada LOI dari masing masing institusi dengan rate triple A. Hasil simulasi penjualan bond kemungkinan oversubscribe“ sambung George.  Dia memang jago dalam hal structure financing. Saya mengangguk puas.


“ Ok, masalah kalian apa sekarang ? tanya saya. Saya tatap mereka satu persatu. Semua mata mengarah kepada Yuni. “ Kami belum bisa deal dengan provider yang bisa delivery credit enhancement untuk penerbitan SBLC. Karena diperlukan cash collateral sebagai linked CDS. “Kata Yuni. Saya mengangguk dan telp seseorang. Usai telp, “ Yun, saya sudah hubungi EFG di swiss. Mereka bersedia support untuk credit enhancement. Urus itu.” Kata saya .


“ Siap Pak. “ kata Yuni. Kemudian saya tatap mereka satu persatu. Saya tidak meragukan profesionalitas mereka. Apalagi untuk sampai tahap ini bukanlah mudah. Pasti melewati kerja keras." Silahkan lanjut kerja. Pastikan tahun ini bisa financial closing. “ Kata saya segera berdiri. Rapat bubar.  Tahun itu juga financial closing terjadi. Selanjutnya saya dapat laporan rutin. Semua on schedule dan cash flow bagus.



***

Hari ini saya akan bertemu lagi dengan Yuni. Dia memang sedang businss trip ke Jakarta. Saya minta dia dampingi saya meeting dengan teman. “ Mengapa kenaikan Yield obligasi German dan Jepang begitu mengkawatirkan terhadap kenaikan suku bunga the fed ” tanya teman saya.


Saya melirik kepada Yuni untuk minta menjelaskan. Yuni mengangguk. 


“ Bank itu hidup dari likuiditas yang bersumber dari dana pihak ketiga atau deposan.  “ Kata Yuni mengawali. “ Kelebihan dana yang masuk dibandingkan penyaluran kredit, menimbulkan masalah bagi bank. Karena maklum uang yang diterima bank itu berbunga. Setiap detik agronya jalan. Nah agar mereka tidak bleeding, maka uang deposan itu di invest kepada surat utang negara. Mengapa? Karena alasan surat utang negara nol risk. 


So, selanjutnya bank menikmati spread antara bunga yang diterima dari obligasi dengan bunga deposan. Tentu itu lumayan besar untuk ngongkosi biaya operasi bank. Namun yang jadi masalah, skema pembelian Obligasi pemerintah sebagai sumber income bisa menimbulkan moral hazard. Fungsi bank sebagai intermediary untuk sector real menjadi berkurang. Bank sudah bekerja seperti rente. 


“ Tentu tidak sehat dalam jangka Panjang. “ Kata teman.


“ Ya. Terutama menggerogoti fungsi uang sebagat alat produksi. Pada gilirannya akan memperlemah fundamental makro ekonomi negara. Uang lebih banyak beredar di sector moneter. Ini mendorong naiknya tingkat inflasi. Yang memaksa bank central naikan suku bunga. Nah sifat investasi surat utang atau bond atau obligasi itu, semakin tinggi bunga, semakin tinggi resiko dan semakin tinggi yield yang diperdagangkan di pasar.


Makanya engga aneh bila the fed menaikan suku bunga yang berdampak naiknya yield obligasi. Engga aneh bila kenaikan yield otomatis menjatuhkan asset bank berupa surat utang negara. Misal,  kalau yield obligasi tenor 10 tahun 5%/tahun, itu value nya tinggal 80%. Apa jadinya kalau dua digit. Itu bisa tinggal 50%. Otomatis nilai asset bank pada neraca ikut jatuh juga. Kejatuhan nilai asset memaksa bank harus tambah modal disetor. Kalau engga, CAR terancam dan tidak lagi eligible menerima tabungan. Ya collapse. Demikian perjelasan Yuni.


“ Lantas bagaimana dengan nasip SBN Indonesia? Tanya teman.


“ Naiknya yield obligasi Jerman dan Jepang, itu lebih mengerikan dampaknya bagi SBN Indonesia. Mengapa? Karena selama ini yang mempengaruhi kenaikan suku bunga the fed adalah dua negara ini. Maklum dua negara ini merupakan kreditur AS. Kalau Yield obligasi mereka naik, akan memaksa the fed menaikan suku bunga agar spread melebar dan obligasi AS tetap sebagai pilihan bagi investor.  Nah, kalau the fed naikan suku bunga, otomatis berdampak secara global. 


Surat utang negara lain Yield nya akan terkerek naik, termasuk SBN. Kenaikan Yield SBN ini akan berdampak serius terhadap neraca  Lembaga keuangan termasuk  bank. Maklum sebagian besar asset bank, asuransi dan Dapen dalam bentuk SBN. Saat sekarang SBN yang menjaid asset bank mencapai 20 % dari total SBN yang beredar. Belum lagi SBN yang menjadi asset  BI mencapai 25 % dari total SBN yang diterbitkan.” Kata Yuni.


  Apa jadinya kalau yield SBN terus naik? 


“ Ya  asset bank ikut jatuh? Ya sistemiik. Keruntuhan massal.” Jawab Yuni dengan santai.


“ So..” Teman bagi antusias ingin tahu lebih jauh.


“ Kalau trend kenaikan yield obligasi Jerman dan Jepang tidak segera dimitigasi dengan cepat oleh pemerintah Indonesia, ini akan sangat berbahaya. “ Kata Yuni dengan tersenyum.


“Solusinya apa?


“ Saya menyarankan pemerintah segera melakukan langkah kebijakan yang terencana dan jadikan keadaan ini sebagai momentum untuk perbaikan neraca hutang secara holistic. “ 


“ Gimana caranya?   Kejar teman.


“ Untuk tahu bagaimana memitigasi resiko itu, tapi kita harus tahu apa akar masalahnya sehingga Yield obligasi meningkat. “


“ Ya apa itu?  Kejar teman lagi. Saya senyum aja. 


“ Ya, karena baik pemerintah maupun bank central satu orchestra terhadap defisit. Pemerintah melakukan ekspansi fiscal lewat defisit dan bank central memonetisasi nya. Klop kan. Jadi bank central sudah masuk ke wilayah politik. Engga lagi focus sebagai Lembaga independent yang berpihak kepada market dan keeping trust. Makanya setiap pengumuman lapran defisit fiscal pemerintah, pasti disikapi negative oleh pasar. Terjadilah sell off, yang membuat yield meningkat. “ Kata Yuni.


“ Gimana solusinya? Tanya teman. 


 “ Ada tiga langkah kebijakan. “ Kata  Yuni. 


Yuni  menghela napas. 


Pertama, pemerintah harus mengurangi defisit fiscal. Caranya penggal APBN sampai 10%. Tapi bukan penggal untuk dialihkan sector lain. Benar benar potong anggaran sehingga APBN kita surplus. Kalau APBN surplus, tekanan terhadap kenaikan Yield obligasi bisa diredam. Trust pasar kembali. Resiko kenaikan yield bisa dimitigasi. Tetapi itu tidak selesai begitu saja. 


Harus ada upaya strategis menjaga momentum pertumbuhan ekonomi ? Tanpa investasi kan engga mungkin ada growth. Engga usah kawatir.  “ kata Yuni tersenyum. “ Pemerintah bisa lakukan financial engineering untuk create revenue bond berbasis sumber daya alam. Tentu harus didukung dengan business model yang kuat lewat tersedianya infrastruktur pendukung baik sarana maupun regulasi. Mengapa? Agar resiko menjadi resiko bisnis yang bisa dimitigasi tanpa menjadi resiko negara. “ Lanjut teresia. 


“ Wah menarik nih.  caranya? Kata teman.


“ Setiap  unit revenue bond diterbitkan oleh SPV. Untuk menjamin transfaranci dan akuntable,  revenue bond itu di monetization menjadi structure fund  berdasarkan tujuan strategis, seperti Housing Development program, renewal energi, downstream minerba & oil and gas. Downstream Agro dan kelautan.” Kata Yuni.


  Apa mungkin pasar aka nada yang menyerap structure fund itu ? Apa tersedia peluang sumber daya keuangannya di pasar? “ Tanya teman berkerut kening.


“ Saat sekarang total putaran  structure fund di dunia mencapai diatas USD 50 triliun. Angka itu akan terus meningkat. Diperdagangkan lewat ETF. Tentu harus reliable dan market acceptable “ Kata Yuni.


“ Ya gimana ?


“ Pertama. Lewat financial engineering bisa dihitung resiko dan peluangnya. Dan ekosistem financial global saat sekarang menyediakan beragam produk risk menegement dan derivative, seperti CDS, credit link  note, yang eligible dan marketable. Target investor adalah sophisticated investor yang punya uang minimum USD 100 juta. Semakin exclusive financial resource semakin exciting bagi investor.


Kedua. Skema pengelolaan SPV itu lewat MBO yang punya reputasi international terhadap ESG. Melibatkan  sponsor yang menguasai tekhnologi dan market. Artinya penunjukannya jangan diserahkan kepada pertimbangan politik oligarki alias broker. Jadi, lakukan investor biding secara terbuka. Engga ada masalah kalau ternyata asing sebagai pemenang. Toh negara hanya focus kepada pajak dan penyerapan Angkatan kerja dan penerimaan devisa yang sekaligus penghematan devisa.


Ketiga, Skema pembiayaan adalah project financing. Pooling fund lewat revenue bond itu masuk ke trust account yang dedicated terhadap project management. Artinya SPV tidak terima uang. Tetapi terima project jadi. Tentu mensyaratkan  pembangunan proyek dilakukan oleh EPC yang triple A, yang punya akses pada sumber daya keuangan sesuai dengan skema pembiayaan berbasis revenue bond yang direncang lewat  financial engineering.


Dengan tiga term sheet itu, mendatangkan FDI tidak sulit. Tentu dengan ketentuan, pemerintah harus kick out semua pemain rente dan oligarki politik. Artinya kalau ingin menjadikan sumber daya negara sebagai comparative advantage, ya pastikan hukum tegak dan demokrasi established. Maka trust akan datang, uang akan mengalir dengan sendirinya sebagai mana business as usual. Kalau engga, sumber daya itu akan menadi kutukan. Dihabisi oleh oligarki manja yang hidup sebagai komprador. “ Kata Yuni.


“ Apakah anda contoh negara yang sukses lakukan skema itu? Tanya teman kemudian.


“ Anda bisa pelajari kasus Rwanda, Libia. Itu contoh vulgar. Negara yang terpuruk bisa bangkit dengan pertumbuhan ekonomi diatas 7%. Tidak ada yang tidak mungkin bagi pemerintah yang punya nait baik bekerja untuk kepentingan rakyat.” Kata  Yuni dengan tersenyum. Teman terhenyak dan terdiam. Entah apa yang dia pikirkan. Setelah teman pergi. Yuni antar saya pulang. 


“ Engga kebayang ya Uda. Yuni hanya tamatan SMA bisa memimpin orang orang pintar. “Kata Yuni saat dalam kendaraan.  Dua tahun lalu Yuni diangkat jadi CFO  Yuan Holding.

“ Karena kamu cerdas sebagai pemimpin. “ Kata saya sekenanya.

“ Yang lebih cerdas ya Uda. Yang bisa create Yuni orang kampung yang tamatan SMA bisa memimpin orang orang hebat lulusan perguruan tinggi terkemuka.” Kata Yuni merebahkan kepala ke pundak saya. " Senin besok Yuni langsung kembali ke Hong Kong ya uda. " Suara Yuni berbisik lembut. Saya mengangguk.

Attitude yang utama..

  Saya bersama Aling sedang jalan di Mall menuju Grand Hyatt untuk ketemu relasi.   “ Pak Ale ya? ”  tegur wanita paruh baya mendekati saya....