Saturday, October 05, 2024

Mengapa Hijrah ke China.

 



Sore itu saya makan malam dengan Florence dan Yuni. Kebetulan Yuni ada business trip dari Hong Kong ke Jakarta. Yuni kini CFO Yuan Holding.  " Mengapa kamu sampai memutuskan hijrah bisnis ke China? tanya Aling. 


“ Saya sering dapat pertanyaan seperti itu. Selama ini saya diamkan saja. Karena kalaupun saya jelaskan. Orang tetap tidak akan bisa terima alasan itu. Ini soal pilihan hidup saya. Dan saya sendiri yang melewatinya dengan segala resiko.  Engga penting amat mau tahu alasan saya.” Kata saya.


“ Ayolah jelaskan. Sebagai sahabat, saya ingin tahu. Setidaknya jadi pembelajaran bagi saya. Karena kalau kamu cerita selalu ada hikmat dibalik itu.” Kata Aling. Saya tersenyum. Tentu sebagai sahabat dia beralasan untuk tahu secara jujur apa alasan saya. Saya juga tidak perlu aktualisasi di hadapan sahabat. Dia sudah kenal saya luar dalam tentang saya.


“ Baiklah..”kata saya mengawali. “ setelah kegagalan bisnis berkali kali dalam rentang waktu 15 tahun sejak usia 25 tahun. Saya tersadarkan. Saya pekerja keras. Jujur dengan mitra, bahkan terkesan naif. Ternyata itu semua adalah sumber kelemahan saya. Artinya saya tidak cukup cerdas dengan hidup saya. 


Mentor saya etnis China yang juga mantan pendeta. Menasehati saya. Kamu tahu kelemahan kamu, tetapi kamu tidak mengenal kelemahan orang lain. Itu sama saja kamu tidak jujur terhadap diri kamu sendiri. Orang lain itu sama saja dengan diri kamu. Artinya kalau kamu mengenal orang lain, kamu juga mengenal diri kamu sendiri. Kamu tidak perlu takut akan hasil yang akan diraih. Pada akhirnya apapun hasilnya, kamu tetaplah sebagai pemenang. 


Nasehat itu seperti cahaya terang di depan. Saya seperti terlahirkan kembali. Saat itu usia saya tepat 40 tahun.Pada usia itu saya sudah menggenapkan rukun Islam ke Lima. Saya sudah berhaji.  Orang bijak berkata. Life at begin forty. Mulai saat itu saya lakukan revolusi mental. Kelemahan saya tidak bisa hidup di negeri saya. Mungkin orang lain bisa. Tetapi tidak bagi saya. Saya orang yang kreatif. Bahkan dari kecil saya dikenal anak yang hiperaktif. Akal saya sangat kreatif untuk survival dan lingkungan saya tidak mendukung itu. 


Betapa tidak. Saya perlu mitra skill management untuk menjalankan kreatifitas saya. Karena saya disleksia. Empat kali saya gagal karena dikhianati oleh mitra saya sendiri. Saya perlu sumber daya keuangan. Di Indonesia, perbankan sangat mahal cost of fund nya. Saya harus bayar bunga dan meng entertain oknum bank. Ketemu dan bermitra dengan investor, yang ada saya justru di hostile disaat mekar. Perizinan usaha yang bukan hanya tidak mudah. Tetapi lelah melayani banyak maunya pejabat.


Itulah alasan sederhana mengapa saya harus hijrah dari Indonesia. Mengapa China jadi pilihan? Awal tahun 2000an, China seperti raksasa yang bangkit dari tidur Panjang. Raksasa menggeliat. Semua sector berkembang dengan pesat. Itu semua terjadi karena pemerintah menjaga ritme drap pembangunan dengan disiplin tinggi dalam penerapan hukum. Hampir semua wirausaha dari negara maju seperti Korea, Jepang, AS, dan Eropa datang ke China. China bukan lagi kota tertutup. Tetapi sudah menjelma menjadi kota cosmopolitan.


Walau saya tidak punya pabrik.Menjalankan bisnis Maklon atau toll manufacturing, atau Cut Make Trim. Baru dua tahun di China dan dibantu oleh 1 staf. Saya bisa ekspor pakain jadi ke Eropa dan AS lebih 40 kontainer sebulan. 100  kali lebih besar dari pencapaian saya di Indonesia selama 15 tahun. Itu berkat sumber pembiayaan ekpor sangat mudah. Supply chain partners tersedia luas dan murah. 


Bagaimana ceritanya sampai mendirikan pabrik? tanya Florence. Baiklah saya ceritakan sedikit sebagai awal dan kelanjutan. Satu waktu tahun 2008 saya ketemu dengan pengusaha dari Perancis. Dia beri saya contoh gagang kacamata. Menurutnya itu dilapisi dengan emas. Harga dia buka USD 200. Saya liat perhatikan gagang kacamata itu. Yang saya tahu, merek yang dia jual seharga USD 2000. Kenapa dia beli murah sekali.? Dia sudah berusaha dapatkan pabrik di China engga ada yang bisa supply dengan harga itu. Saya berpikir positif saja. Ini peluang. Saya minta sample dan berjanji dalam seminggu saya akan temui dia lagi.


Saya datang ke pabrik gagang kacamata di China. Kebetulan yang punya teman saya. Saya minta dia produksi dengan material yang saya tentukan. Dia setuju. Dia buka harga USD 20. Saya tersenyum. “ Ya udah buat contoh barang. Kalau buyer saya setuju, kita kontrak jangka panjang. “ Kata saya. Setelah contoh barang jadi. Saya terbang ke Paris ketemu dengan buyer saya. Dia lihat contoh itu.


 “ R&D kami akan periksa produk ini. Kalau material benar dan presisi ya kita kontrak.” Katanya. Saya diam saja. Dia minta saya tunggu di Paris.


Tiga hari kemudian dia setuju kotrak dengan harga USD 200. Tetapi ketika baca kontrak, saya menolak spec. “ Ini spec engga seperti contoh yang kamu beri.”


‘ Tetapi R&D saya bilang sama. Design juga precisi. “


“ Kalau sesuai spec harga jual sedikitnya USD 1000, tapi harga yang anda tetapkan USD 200. Ya itulah yang bisa saya buat.”


“ jadi apa materialnya?


“ Itu dilapisi Tungsten. Emas palsu. Tetapi dengan kadar mendekati 90% asli. “ Kata saya. Dia kaget. Dia tatap saya lama.


“ Serius?


“ Ya”kata saya tegas.


“ Ok. Kalau begitu kita akan bicarakan jangka panjang.” Katanya antusias.


Singkat cerita setelah melalui perundingan ketat. Butuh 18 kali saya mondar mandir China dan Eropa. Kesepakatan dibuat. Pabrik dia yang ada di Italia, Jepang dia tutup. Dia jadikan saya sebagai affiliate factory di China. Blue print design produck dia serahkan ke saya. Akhirnya saya bangun pabrik dengan offtaker dari dia. Dana dari pinjaman bank of china. Modal kerja dari kredit ekspor di Perancis. Sampai sekarang pabrik tetap jalan.


Bagaimana saya dapatkan kemitraan global bangun pabrik? Pertama, saya harus kuasai product knowledge. Saya bertanya kepada ahli material. Di China lembaga riset banyak dan mereka membuka diri tempat bertanya. Apapun pertanyaan kita mereka jawab dan beri solusi. Itu gratis. Dari mereka saya tahu alternatif material emas yaitu Tungsten. Mereka juga beritahu darimana bahan baku saya dapat dan bagaimana mengolahnya untuk lapisan gagang kacamata.


Kedua, saya berusaha bersikap jujur kepada buyer atas produk saya. Kalau mereka suka maka saya ajukan posisi sebagai bagian dari bisnis Global mereka. Saya tidak minta modal dari mereka tetapi posisi ekslusif sebagai produsen dan mereka sebagai offtaker. Sehingga mereka focus kepada market dan saya focus produksi. Win to win.


Selama 5 tahun membangun usaha di China, saya kerja lebih 18 jam sehari. Tidak ada hari libur. Saya kelilng dunia memasarkan produk.Semua pabrik yang saya dirikan marketnya secure. Bahan baku juga secure. Teknologi mampu dikembangkan terus. Seperti pabrik elektronika menjadi supply chain untuk Apple, Huawei, Boeing dan industri MRI. Agro industri sebagai pemasok industri pangan dan pharmasi. Singkatnya semua bisnis dibangun dengan business model suppy chain global.


Walau sejak tahun 2010 semua unit business bernaung dalam holding company terdaftar di Hong Kong. Namun semua unit bisnis saya yang dirikan. Itu semua bayi saya. Tentu saya hapal semua detail business process. Saya tahu kalau kotrak penjualan sekian, bahan baku sekian, jam kerja sekian, dan biaya tetap sekian. Dan saya bersukur dapat mitra dan juga sahabat saya yang hebat dalam skill menegement. Berkat mereka proses management bisa menghasilkan laba dan usaha tumbuh terus walau saya tidak lagi aktif dalam operasional. 


Di China saya temukan atmosfir bisnis dan dipertemukan Tuhan dengan orang orang tulus menjaga saya.  Namun bagiamanapun saya tetaplah putra ibu saya. Habitan saya ada di Indonesia. Di usia menua saya tidak ada sesal dengan masa lalu saya. Semua adalah proses yang setiap orang harus melewatinya dan menemukan hikmah karenanya.

 

No comments:

Mengapa Hijrah ke China.

  Sore itu saya makan malam dengan Florence dan Yuni. Kebetulan Yuni ada business trip dari Hong Kong ke Jakarta. Yuni kini CFO Yuan Holding...