Wednesday, May 21, 2025

Kepentingan nasional atau personal?

 




Saya makan siang bersama Abeng, Akim, Akok dan Herman di  Kawasan Jayakarta. Kami berteman sejak tahun 80an. Saat usia muda sebagai salesman jalanan. Tentu usia kami kini tidak jauh beda. Diatas 60 tahun semua. Walau kami semua pengusaha dan berbeda bisnis. Namun persahabatan tetap terjalin sampai kini.  “ Hebat ya. “ Seru Herman. “ BYD perusahaan China berinvestasi di Subang. Investasi lebih Rp 15 triliun. Rencana tahun 2026 selesai dibangun. Kapasitas engga tanggung tanggung. Mencapai 150.000 unit kendaraan listrik. ” Lanjutnya


“ Belum lagi, PT Frisian Flag Indonesia sedang bangun fasilitas pabrik baru dengan luas 45 hektar, berkapasitas  400.000 kilogram susu segar setiap hari.” Kata Hermen dengan bersemangat. Dia satu satunya teman kami yang bukan pengusaha kreatif. Bisnisnya lebih berfocus kepada rente, bidang minerba dan pembangkit listrik. Memang dia kaya karena itu dan tak nampak berlelah urus bisnis. Mitra asing nya yang handle operation. Dia duduk manis dapat cuan.


Saya melirik Abeng yang tersenyum melihat ke Herman. 

“ Artinya ambisi Presiden untuk mencapai petumbuhan 8% bukan omong kosong. Walau sekarang menurut IMF, tahun ini diprediksi PDB tidak tumbuh diatas 5%. Namun ditahun tahun mendatang harapan itu ada. “ Kata Herman lagi.


“ Man, seru saya. “ BYD bangun pabrik di Subang hanya manufacture. Semua bahan seperti baterai, motor listrik, dan sistem elektronik, didatangkan dari China. Di sini hanya merakit saja. Begitu juga dengan Frisian Flag, 80% bahan baku susu dari impor. Hanya 20% local, itupun harga murah karena kualitas rendah.


Seperti halnya BYD dan Frisian Flag, mereka bangun pabrik dengan tujuan memanfaatkan pasar domestic kita yang besar. Nilai tambah terbangunnya TKDN dalam negeri tidak ada. Justru memperkuat basis produksi mereka kuasai pasar domestic dan Kawasan ASEAN. Dan kita hanya konsumen.  “ kata saya.


“ Loh gua dengar BYD dan Frisian Flag punya program peningkatan TKDN. Bahkan pemerintah beri insentif untuk itu.” Kata Herman.


“ Duh, kita semua tahulah. Aturan dengan kenyataan beda. Logika aja. Kalau pemerintah memang peduli kepada local konten, mengapa mengizinkan BYD buat pabrik di Indonesia. Kan kita tahu, BYD itu pabrik ekosistem EV, yang 70% part nya mereka produksi sendiri. Engga mungkin mereka mau patuhi TKDN. “ Kata Abeng tersenyum. 


“ Begitu juga dengan Frisian Flag, anak perusahaan dari Friesland Campina yang bermarkas di Belanda. Mereka kan raksasa food dan beverage kelas dunia. Mereka punya pabrik di 100 negara dan di sini mereka sudah beroperasi sebelum Indonesia merdeka “ Lanjut Abeng.


“ Ya benar, Kemarin Apple gagal investasi karena alasan TKDN. Seharusnya Apple belajar sama orang China dan Belanda gimana elus telor pejabat kita. “ kata Akok menyela. Semua ketawa. Saya senyum aja dan Herman tersenyum masam.


“ Tapi kan investasi masuk dan itu berdampak kepada pertumbuhan ekonomi dan menyerap Angkatan kerja. Benar engga?” Kata Herman berargumen menatap saya. 


“ Benar. “ kata saya tersenyum. “ Tetapi pertumbuhan ekonomi lewat investasi tidak selalu bagus kalau ingin mencapai pertumbuhan berkelanjutan. “ Kata saya.


“ Mengapa? Tanya herman.


“ Mereka yang invest itu kan datang ke Indonesia dengan mindset pedagang. Bukan mindset industry yang membutuhkan riset untuk kemandirian kita sebagai bangsa. Kalau pasar jenuh akibat persaingan dengan produk impor atau perubahan tarif, mereka akan redup dan hengkang ketempat lain. Kan itu sudah dibuktikan sejak era Soeharto. Pabrk datang dan pergi begitu saja. Kita tetap aja tidak mandiri. Malah terjadi deindustrialisasi “Kata saya.


“ Engga ngerti gua. “ kata Herman. Awi dan Abeng tersenyum melihat Herman mengerutkan kening.


“ Selama era Jokowi total  investasi APBN untuk infrastruktur mencapai Rp. 3000 triliun lebih. Kalau ditambah proyek PSN bisa mencapai Rp 4000 triliun lebih. Artinya setiap tahun lebih Rp. 400 triliun dana investasi. Hasilnya rata rata pertumbuhan PDB hanya mencapai 5%. Bandingkan dengan Vietnam dan Rwanda yang mampu mencapai pertuumbuhan diatas 6%. Padahal investasi mereka tidak sebesar kita. “ Kata saya.


“ Dan lucunya udah begitu besar investasi APBN dengan growth hanya 5%, makmur juga engga. Malah kemiskinan menurut bank dunia diatas 50% dari populasi.  Makanya perlu bansos dan subsidi sebagai bantalan ekonomi yang selama era Jokowi mencapai Rp 6000 triliun lebih.  Nah kini saat ruang fiscal terbatas, DSR terhadap penerimaan negara hampir 50%, tidak cukup uang untuk ekspansi, pertumbuhan malah drop. Paham lo man! “ kata Abeng. 


“ Artinya memang engga salah investasi bisa memicu pertumbuhan, tapi tidak  menjamin inklusif dan tidak menjamin terjadinya sustainable “ kata saya  menimpali untuk dipahami Herman. Memang diantara kami hanya Abeng yang sarjana ekonomi lulus tahun 86,


" Januari 2024, Mubadala Energy berhasil menemukan cadangan gas  di Blok Andaman II dan South Andaman,  lepas pantai Aceh. Ini merupakan salah satu cadangan gas terbesar di dunia. Rencananya tahun 2025 sudah final investment decision. Ini investasi raksasa. Tentu akan meningkatkan PDB kita. “ Kata Herman lagi dan ngotot.


“ Sampai sekarang engga jelas tuh kelanjutan dari Proyek itu. Memang engga mudah dan engga pasti. Yang pasti, Mubadala Energy udah dapat kontrak jual Gas ke Pupuk Indonesia, dengan produksi gas dari sumur Tangkulo-1. Rencana delivery akhir 2028. Dan kalaupun nanti Blok Andaman II dan South Andaman berproduksi, gua dengar semua di offtake oleh Pertamina. Jadi kita yang punya SDA, orang asing yang invest, market nya kita sendiri, dan lucunya market international price dengan mata uang USD. Bukan IDR. " Kata saya.


" Well, you know. In reality, our officials are not smart enough to be trusted to manage natural resources for national interests. They only work for personal interests. " Kata Abeng menimpali. Kami semua tersenyum. Walau kami jarang ketemu namun setiap pertemuan sangat menyenangkan. Seakan masih terasa muda. Ya teringat dulu waktu masih muda kami melata di jalanan untuk bertahan hidup sebagai salesman.


“ Jadi baiknya menurut lue gimana ? tanya Herman tetap focus ke saya tanpa peduli komentar Abeng. 


“ Sebaiknya industry yang mengandalkan pasar domestic dan bahan baku impor dikelola oleh BUMN. Jadi pemerintah bisa awasi langsung perkembangan local konten atau TKDN. Keterlibatan UMKM sebagai supply chain akan lebih banyak. Multiplier effect terjadi. Program sinergi riset antar lembaga pemerintah dan antar swasta bisa lebih terarah. Dengan itu kita bisa berharap tercapai kemandirian dalam jangka Panjang. Engga takut dengan hengkang nya asing. Sehingga pertumbuhan bisa sustain.” Kata saya.


“ Ah BUMN lagi.” Kata Akim kibaskan tangan. Padahal dari tadi dia diam Ternyata dia menyimak pembicaraan kami “ Sejak kapan BUMN melaksanakan tugas negara? Yang ada malah boncosin APBN, minta talangin utang bank karena rugi dan skandal korupsi ” Lanjut Akim.


  Aneh aja. “ Sela Akok. “ Di group gua engga pernah dengar tuh anak usaha yang berani minta suntikan modal  atau minta bailout utang bank. Laporan kwartal laba dan omzet turun, udah gua omelin dirutnya. "


“ Akhir tahun rugi, pecat semua dewan direktur yang engga Kok” kata Abeng ketawa.  

“ Kita kan bayar kerjaan, bukan bayar orang. Enak aja mereka hidup mewah dengan fasilitas perusahaan. Pas rugi ngeles. Kick out lah “ Timpal Akok. 


“ Susah sama lue orang. Paranoid terus“ kata Herman dengan nada kesal. 


" Ya bedalah dengan lue. Yang kaya raya karena bisnis konsesi. Harus elus telor terus pemerintah. " Kata Akok.


"Kritis itu sehat dan menyehatkan. Sama dengan bini di rumah. Engga berhenti ngomel salahin kita. Kan awet muda kita semua. " kata Akim.

4 comments:

Anonymous said...

👍

Anonymous said...

Benang kusut negri ku
Terima kasih Babo atas pencerahan² an nya
Sehat selalu ya Babo
🙏🏻😊🙏🏻

Anonymous said...

Saya salah satu orang yg ikut bekerja untuk Mubadala energy yg telah menemukan salah satu cadangan gas terbesar di dunia. Unit yg kita gunakan adalah Drillship 6th Generation ultra deepwater "west capella,, yg sewa per harinya sekitar USD 385.000-400.000 atau sekitar 6 Milyaran lebih lah lah per day nya.dan biaya klient per daynya selama mengoperasikan Drillship ini sekitar 1,6 Juta USD.Berdasarkan pemaparan yg mereka berikan ketika onboard kepada seluruh crew yg lagi onduty ketika itu, dengan USD 69.000 per jam nya.crew indonesia yg bekerja hampir 2 tahun selama Rig ini ber operasi tidak lah bisa di katakan sejahterah kecuali yg karyawan langsung.Kesenjangan penghasilan dengan crew luar tentu harus menjadi perhatian pemerintah melalui kementerian tenaga kerja dan jajaran nya agar tidak ada agency man power yg semena mena karena tidak di perhatikan Negara.

Anonymous said...

🤣🤣🤣

Ojol dan Exploitasi lewat skema

  Kadang dalam hidup kita perlu barang sejenak untuk menjauh dari keramaian. Namun tidak jauh dari keluarga besar. Begitu juga dengan saya. ...