Awalnya salah satu teman ajak kumpul ngopi. Saya sanggupi, Saya jadi pengundang. Mereka senang. Saya pilih tempat yang enak untuk rendezvous . Yang datang hanya enam orang aja. Yang perempuan ada 2 orang. Pria ada 4 orang. Kami berteman sejak usia 20. Kami tadinya satu team group Salesman pada PMA, Hanya beda product. Saya sales supply chain industry. Mereka product jadi. Belakangan satu demi satu berhenti.
Aldi, berhenti karena diterima di universitas di Surabaya. Dia milih kuliah. Setelah itu berkarir di BUMN. Doni, dia juga berhenti kerja karena harus pulang kampung ke Medan. Orang tuanya meninggal. Dia berkarier di Pemda. Rizal, berhenti karena diterima kerja di perusahaan Minyak lepas pantai. Rizki, juga berhenti karena diterima kerja di Pertamina. Mira, dia pulang ke Kalimantan karena orang tuanya minta dia menikah. Linda, berhenti kerja karena diterima di UI.
“ Nasip Kalimantan sejak era Soeharto sampai sekarang jadi bancakan. Selalu SDA nya dikuras. Tadinya hutan ditebang oleh industriawan kayu. Kemudian kulit bumi di kupas penambang batubara. Kemakmuran masih kalah jauh dengan salah satu negara bagian Malaysia. Bagaimana mungkin SDA tidak bisa mendisitribusikan keadilan bagi rakyat Kalimantan” Kata Mira.
“ Exploitasi sumber daya itu karena bisnis. Dan kalau terjadi ketidak adilan, itu juga bisnis. Biasa saja.” Kata saya tersenyum. Berusaha berdamai dengan realitas.
“ Biasa gimana? Mira mengerutkan kening. “ Negara lain bisa kok menciptakan kemakmuran lewat SDA. Tuh lihat Malaysia. Bahkan yang engga punya SDA bisa tetap Makmur. Tuh contohnya Singapore “ Lanjut Mira.
“ Kalau Malaysia makmur dan Singapore makmur, itu juga karena bisnis. Rakyatnya memang qualified mengelola sumber daya tanpa tergantung asing. 90% mereka bisa Bahasa inggris. Dan penguasanya manfaatkan itu untuk tumbuhnya ekonomi. Beda dengan kita. Yang punya mindset pedagang tidak lebih 10% dari populasi. Apalagi yang punya mindset industry, lebih sedikit lagi. Selebihnya mindset pegawai.
Misal, kalau ada asing datang untuk minta konsesi SDA. Pemerintah memberi izin untuk pengusaha lokal karena uang. Pengusaha lokal mau jadi proxy asing karena uang. Sampai kapanpun proses kemandirian tidak akan terjadi. Pengusaha dan pemerintah lebih memilih jadi sleeping partners dan rakyat jadi pekerja. Pemerintah dan rakyat sama saja. Pemeritah kan cermin dari masyarakatnya. Ketidak berdayaan dan lack vision memang cenderung membuat orang mudah korup. “ kata saya tersenyum.
“ Nah artinya kan soal Pendidikan. “ kata Aldi. “ Mengapa pemerintah tidak focus aja dulu perbaiki kualitas Pendidikan agar kita bisa kelola sendiri sumber daya alam kita. Itu lebih baik daripada menyerahkan kepada asing dan pemodal.” Lanjut Aldi.
“ Masalahnya Pendidikan itu kan engga gratis. Perlu ongkos untuk guru dan sarana pendukungnya. Perlu perbaikan gizi agar otak anak didik bisa tumbuh baik. Sementara biaya itu uang cash. Kan engga bisa belanja pakai asset SDA yang belum diolah. Darimana duitnya ? tanya saya.
Mereka terdiam saling pandang.
“ Ya dari hutang. “ Saya jawab sendiri seraya tersenyum. “ Nah, engga ada skema hutang bisa di-apply kalau tidak pasti sumber pembayarannya. Kreditur usulkan agar kita membuka peluang investasi asing pada SDA. Dari investasi itu akan mendatangkan pajak dan bagi hasil atau royalty. Berhutangpun bisa qualified. Kitapun punya uang untuk berinvestasi pada Pendidikan. Itulah business. Uang adalah akal sehat dan selalu hukum kausalitas berlaku. Engga ada yang gratis” Lanjut saya.
“ Sekarang kan banyak orang terpelajar lulusan universitas terbaik dari dalam maupun luar negeri. Mengapa tidak diambil alih peran asing itu. Dan olahlah SDA itu seluas luasnya untuk kemakmuran domestik. Mengapa ? tanya Aldi. Itu pertanyaan lebih kepada kebingungan sendiri melihat realitas negeri. Sulit berubah karena debt trap, yang memaksa negeri ini harus exploitasi semua sumber daya untuk bayar utang yang dari tahun ketahun terus bertambah. Jumlah penduduk besar tidak jadi asset malah jadi liabilities.
“ Masalahnya Al, rakyat tidak punya akses permodalan. Modal dikuasai oleh segelintir orang dan mereka dekat dengan ring kekuasaan. Kita, jangankan modal, ketemu pejabat saja susah sekali. Kecuali watu pemilu. Gimana kita mau olah SDA? Jawab Rizal atas pertanyaan Aldi. Jawaban atas ketidak berdayaan dan skeptis.
“ Itulah masalah kita. Masalah sebagian besar rakyat. Awalnya Pendidikan sebagai alasan tidak bisa olah SDA.. Setelah dapat Pendidikan, beralasan lagi karena tidak ada modal. Andai modal diberi, ada lagi alasan, tidak ada tekhnologi. Kalaupun tekhnologi disediakan, alasanya akan ada lagi. Engga ada market ekspor. Kalaupun market ada, alasan ada lagi. Susah market ekspor ketat kompetisinya. Ya kan. “ Kata saya tersenyum “ Artinya sumber masalah itu bukan pada Pendidikan, tetapi soal mindset. Ya kebanyakan mindset survival daripada mindset growth..” Sambung saya.
“ Bisa jelaskan apa itu mindset survival ? Tanya Rizal. Saya senyum aja. " Lebih 30 tahun kita tidak jumpa. Ale, berubah. Jadi pencerah dia. " Lanjut Rizal melirik kepada yang lain. Munngkin satire. Karena hanya saya yang tidak sarjana. Tetapi tidak ada salahnya saya jawab pertanyaannya.
“ Kamu lebih memilih jadi pegawai daripada wirausaha. Karena kamu takut ambil resiko hidup sebagai wirausaha yang tidak pasti income nya. Kamu selalu kawatir dengan masa depan yang belum terjadi, makanya mudah terjebak dengan paranoia. Polis Asuransi jadi tempat berlindung. Bank tempat menabung. Sifat memilih jalan aman. Padahal ketika kamu merasa aman sebenarnya kamu tidak aman. Pendidikan proses belajar berhenti setelah jadi sarjana” Kata saya.
“ Kalau mindset growth ? tanya Aldi.
“ Kamu focus kepada pengembangan diri. Bisa aja sebagai pengusaha atau professional. Sebagai pengusaha kamu membangun network lewat komunitas bisnis dalam dan luar negeri. Meningkatkan kualitas skill dan menegement lewat kursus dan Pendidikan. Dari itu kamu berkembang karena waktu. Dalam prosesnya kamu bisa saja gagal, jatuh, terluka. Kamu akan terus berusaha untuk bangkit lagi. Bagi kamu pengalaman sumber pendidikan dan belajar sepanjang usia“Kata saya.
“ Apa motivasi untuk terus bangkit dari kejatuhan ? Tanya Mira.
“ Karena kamu tahu arti berkembang, yaitu keras kepada diri sendiri, kerja keras dan resilience karena Tuhan. Tadinya jalan setapak keatas bukit itu tidak ada. Tentu itu bukan jalan. Tetapi karena ada satu orang lewat, jalanpun tercipta. Artinya mindset growh membawa kita kepada hikmah. Menjadi visioner dan kreatif ditengah keterbatasan yang ada. Walau high profit namun tetap humble. “ Kata saya. Mereka terdiam. Hening. Saya seruput kopi.
“ Bagaimana bisa memahami itu. Terutama kamu.? Kita kan berteman sejak muda. Saya kenal kamu miskin dan tidak terelajar “ Tanya Linda. Dari tadi dia hanya menyimak. Dia tanya itu saya maklum. Karena dia bekerja kepada pengembangan SDM.
“ Pemahaman itu tidak datang dari bangku sekolah formal. Tetapi datang dari keluarga. Didikan keluarga. Dari kecil, saya udah dididik orang tua untuk mengutamakan akal. Budaya Minang memang begitu. Hidup berakal agar mati beriman. Kami dipaksa menerima realitas namun tidak dikendalikan realitas. Orang lain berkata. Hindari resiko. Kami memilih hadapi resiko dan mengubahnya menjadi peluang. Setiap daerah punya adat dan kebudayaan luhur untuk menjadi manusia berakal. Hanya mungkin karena pengaruh luar rumah dan pergaulan membuat orang terdistorsi dari nilai nilai budayanya.” Kata saya.
“ Ale, kata “ Aldi. “ Diantara kita hanya kamu doang yang giginya masih utuh. Dan belum tua banget dibandingkan kami. Masih fresh banget. Padahal usia kita sama. Hanya bertaut 1 atau 2 tahun doang. Ada penyakit bawaan ?
“ Alhamdulilah engga ada penyakit bawaaan. Saya sehat saja. Gula, kolestrol asam urat dan darah normal semua. Tapi tetap aja tua. Penampilan doang keliatan fresh “ kata saya.
“ Ah pasti ada resepnya. Apa? Kata Mira. Saya senyum aja sambil kibaskan tangan “ Jawab dong” Kejar Mira.
“ Mungkin saya beda dengan kalian. Kalian jadi sales hanya batu loncatan karena tidak diterima di universitas atau daripada nganggur. Kalau ada kesempatan yang lebih baik ya kalian pindah. Hidup kalian terencana dengan baik. Kapan tamat kuliah, kapan kerja tetap dan kapan menikah.
Saya engga begitu. Saya engga punya kemewahan memilih. Ada barang, engga ada pembeli ya saya cari pembelinya. Ada pembelinya, engga ada barang. Ya saya cari barangnya. Engga ketemu, ya saya bikin barang itu. Gitu aja. Muter gitu saja. Karena saya engga punya sumber daya di tangan untuk berkembang mudah. Ya dapat uang saya putar ke bisnis , ada kesempatan kursus ya saya tambah pengetahuan, Gitu aja.” Kata saya.
“ Terus..” Kejar linda.
“ Ketemu perempuan ya saya pacarin. Saya ajak nikah, dia engga mau, ya saya terima aja jodoh dari orang tua. Setelah itu saya jaga aja istri sampai setua ini. Gitu aja. Karena saya sendiri tidak punya pilihan banyak. ”
Linda ketawa. “ Kenapa lue ketawa? tanya Aldi.
“ Inga Ale pacaran sama Aling. Aneh ya cewek cantik mau aja sama dia. Dia kan mixlife dengan Aling. “ Kata Linda.
“ Hah..Rizki terperangah. " Aling top sales kita dulu ya” lanjutnya.
“ Ya” kata Linda seraya melirik saya dengan tersenyum. Saya senyum masam.
“ Kok di kantor keliatan mereka tidak pacaran “ Rizki mengerutkan kening. " Justru Aling keliatan pacaranya sama David. " Lanjut Rizki.
“ Nah itu memang aneh “ kata Mira. “ Saya juga engga percaya” Sambung Mira.
Saya senyum aja.
“ Sesederhana itu sikap hidup Ale. Makanya keliatan enjoy aja dia” Kata Doni menatap saya.
“ Mau gimana lagi.? Hidup ini, sesuai kata hati, pasti tidak sesuai denga kehendak hati. Begitupula sebaliknya. Ya terima saja. Mengalir saja. Kalau ada kesempatan happy ya happy lah. Walau itu dengan cara sederhana sekalipun. Kalau harus berhenti, ya berhenti aja. Kalau harus tidur ya tidur. “ Kata saya tersenyum.
“ Ah sepertinya hidup kamu terlalu utopia. Pastilah ada sisi engga enaknya. Apalagi kita kan makhluk social” kata Linda.
“ Linda, seru saya menatap sejurus dan kemudian kepada semua mereka. “ Hidup ini memang paradox. Tapi kita bisa buat apa? Banyak orang tidak logis dan egois. Kita tetap harus mencintai mereka. Kalau kita berbuat baik, orang akan menuduh kita tidak tulus. Tetaplah berbuat baik. Jika kita sukses, kita akan mendapatkan teman palsu dan musuh sejati. Jangan takut. Tetaplah raih sukses itu.
Kebaikan kita hari ini akan dilupakan besok. Tetaplah berbuat baik. Kejujuran dan keterus-terangan membuat kita rentan. Tetaplah jujur dan terus terang. Ide besar dan kerja besar bisa jatuh karena hal kecil. Apa yang kita bangun bisa hancur kapan saja Tetaplah berpikir besar dan membangun. Orang cenderung follow yang hebat dan yang lemah terabaikan. Tetaplah peduli kepada yang lemah. Orang yang kita bantu ternyata menyerang kita.Tetaplah membantu.
Jadi, hidup bukan apa yang kita pikirkan tetapi apa yang kita perbuat. Bukan apa yang kita dapat, tetapi apa yang kita beri. Bukan apa yang kita pelajari tetapi apa yang kita ajarkan. Hidup bukan mengejar jumlah tetapi nilai. Kelengkapan diri dihadapan Tuhan. “ kata saya.
Mereka saling pandang. “ Ale sama denga kita, menua. Tadinya kita prihatin dengan hidup dia yang miskin dari desa. Ternyata dia kaya, kaya spiritual. Makanya dia berubah karena waktu dan tetap sehat . “ kata Aldi. " Mungkin karena team sales dia kan kebanyakan etnis China, seperti Abeng, Akhiat dan Aming, Aling, David. Mereka kan sekarang jadi boss semua. Tetapi hanya Ale yang masih mau berteman dan ketemu kita. Yang lain susah dihubungi. Kita juga males ketemu mereka. " sambung Aldi. Saya senyum aja. Engga perlu saya bahas sikap personal orang lain. Setiap orang punya hak menilai kita.
No comments:
Post a Comment