Friday, April 22, 2022

Tidak ada yang mudah

 






Tahun 2010, saya liat ada wanita  duduk di ruang tunggu receptionis kantor di Seoul “ Siapa wanita itu? Tanya saya kepada receptionist.

“ Tamu bagian sumber daya.”

“ Saya perhatikan sudah sering dia datang. Kenapa?

“ Sebaiknya saya tanya ke bagian sumber daya.”

“ Tunggu sebentar. “ kata saya melirik keras. “ Kenapa dia menanti. Siapa suruh? Tanya saya.

“ Maaf pak. Saya sudah suruh pergi. Karena bagian sumber daya sudah menolak bertemu.” Kata petugas receptionis. Saya lirik tamu itu dan melangkah mendekatinya. Dia segera berdiri dan memberi hormat dengan membungkuk. “ Kamu bisa bahasa inggris? Kata saya dalam bahasa korea terpatah patah. “ Yes but not well. “ katanya. 

“ Ok, follow me.” Kata saya.  Dia mengikuti saya masuk ke dalam kantor. 


Dia sempat terkejut ketika masuk kamar kerja saya. “ masuk lah. “ kata saya. Dia melangkah ragu. “ Anda CEO? Tanyanya. Saya senyum saja.


“ Saya punya waktu 10 menit. Bicaralah. “ Kata saya. Karena saya tidak ingin dia terus datang. Saya yakin bagian sumber daya punya alasan kuat menolak wanita ini. Tentu sudah sesuai SOP.  Tetapi saya harus hormati kegigihannya untuk dapatkan deal. Kalau engga, mana mungkin dia mau terus datang. Pasti dia punya alasan.


“ Saya mengajukan proposal untuk investasi ini” Katanya mengeluarkan botol chili pasta ( Sauce cabe). Aromannya memang ciri khas korea.


“ Ini produk sudah biasa di korea. Apa yang menarik untuk investasi? 


“ Saya racik sendiri. Punya rasa khusus. Sehat dan  punya standar untuk  dipabrikasi.” Katanya. Saya panggil bagian sumber daya. Tak  berapa lama bagian sumber daya datang. “ Kamu punya proposal wanita ini.” Kata saya melirik  wanita itu. “ Saya nona Kim” kata wanita itu. 


“ Ya Nona Kim. Sudah ajukan proposal. Tapi tidak layak “ Kata Bagian sumber daya.

“ OK kamu tunggu disini. Saya minta dia presentasi depan saya.  “ Saya lirik wanita itu. “ Kim, kamu punya waktu 5 menit presentasikan kepada saya. Saya siap dengar.” Kata saya. Dengan cepat dia presentasikan. Keliatan dia sangat kuasai detail produk dan market. 


Saya pandang lama dia setelah usai presentasi. 


 “ Ok, “ Kata saya. “ Apakah kamu punya restoran yang mau jadi uji coba produk kamu? biaya uji coba saya bayar. Saya perlu tiga restoran. Waktu  uji coba 1 bulan. “ Kata saya. 


“ Pak, uji kesehatan semua sudah saya dapatkan dari lab pemerintah. Saya sudah produksi ini secara rumahan. Market bagus.” 


“ Saya berbisnis dengan standar saya. Bukan standar kamu. Mau ikuti saya?


“ Baik pak. Saya akan dapatkan” Kata nya. 


“ Ok saya tunggu” Kata saya seraya berdiri dari tempat duduk saya. Dia membungkuk dan melangkah keluar ruangan saya.


***


Sebulan kemudian saya tidak lagi dengar berita dari Nona Kim.  Satu waktu di musim dingin saya liat ada wanita berdiri depan restoran. Dia sedang membagikan botol sauce cabe kepada pengunjung yang keluar dari restoran. Setiap pengunjung yang dapat cabe sauce, dia minta kartu namanya. Saya kenal itu Kim. Saya dekati “ Ada apa kamu di sini?


“ Pemilik restoran, mau jadikan sauce cabe saya untuk  uji coba kalau 20 pelanggannya suka. Kalau tidak. Dia tidak mau”


“ Bagaimana kamu tahu mereka suka produk kamu? 


“ Setelah seminggu saya akan telp mereka untuk tanyakan pendapat mereka. Kalau mereka suka, saya minta mereka mengendorse produk saya.  Tapi tidak banyak yang mau terima telp saya dan mau endorse. ” Katanya murung. 


“ Kamu baik baik saja? 


“ Baik baik saja. Terimakasih. Mohon sabar ya pak. Saya pasti datang memenuhi sarat yang anda tentukan. Tiga restoran siap uji coba. “ katanya membungkuk.


Sebulan kemudian Kim datang ke kantor. Saya terima kedatangannya di kamar kerja saya. Dia perlihatkan dokumen profile tiga restoran yang siap uji coba. Saya baca profile dari tiga restoran itu. Saya lirik dia. Saya tahu dia sudah melewati banyak kesulitan untuk dapatkan dukungan dari tiga restoran itu. “ Kim. saya akan libatkan team survey market. Mereka akan monitor minat konsumen. Kamu harus produksi sesuai kebutuhan selama 1 bulan. Saya bayar biaya produksi kamu”


“ Siap pak.” 


“ OK, karena business process akan start. Kamu harus teken perjanjian dengan kami. Kita akan jadikan produk ini sebagai business venture.  Kamu setuju?


“ Siap pak.” 


“ Ok kamu silahkan temui bagian sumber daya” Kata saya.


Sebulan kemudian saya dapat laporan dari bagian sumber daya, Bahwa semua pelanggan dari tiga restoran itu puas dengan cabe sauce produksi Kim. Saya baca data survey dan statistik minat konsumen atas beberapa menu. Saya puas. Sekarang masuk tahap perencanaan bisnis untuk proses produksi massal.  Saya buat catatan kepada bagian sumber daya : Pastikan supply chain cabe.  Caranya? hitung Kompetisi mendapatkan supply. Hitung berapa produksi cabe setahun. Berapa produksi sauce cabe dari beberapa pabrik yang ada. Hitung market korea. Libatkan Kim sejak dari awal studi.


***

Sebulan kemudian saya dapat laporan. Bahan baku cabe sulit di dapat karena harus bersaing dengan agro industri yang sudah ada. Umumnya mereka sudah terikat dengan petani lewat ekosistem bisnis dan financial.  Kalaupun dipaksakan, harga akan mahal. Itu butuh waktu lama untuk  bisa menjamin supply kebutuhan produksi yang feasible. 


“ Tapi  pak, kami dapat data produksi cabe china besar sekali. Sistem supply chain mereka bagus, Didukung sitem logistik yang solid. Daerah penghasil Cabe ada di Guizhou, Hunan, Jiangxi, Sichuan, Shaanxi, Hebei, Henan and Jilin. “ Kata bagian sumber daya. Saya terus baca laporan data statistik produksi cabe China. 


‘ Cost produksi analisis gimana ? 


“ Bapak bisa baca lampiran dalam laporan. Perbedaan cost 60% daripada diproduksi di Korea. Kalau dihitung pajak impor. Masih bisa bersaing dengan harga lebih murah 30%. “ 


Saya berdiri,  berjalan di ruangan kantor saya. Wara wiri seraya berpikir.  Semua diam.  Hening. Tak berapa lama saya lirik Kim, wajahnya pucat seperti sedang menanti keputusan.  Ada kasihan melihatnya. Saya tidak mau membuhuh harapan orang yang sudah struggle. Apalagi dia telah melewati banyak hambatan sampai pada tahap ini.


“ Ok semua keluar. Tinggal Kim di ruangan ini.” Kata saya kepada staff. Mereka keluar. Saya tatap Kim dengan seksama. Dia masih terlalu muda. Usianya masih 25 tahun. Terlalu besar angan angannya. Tetapi dia sudah buktikan dia serius.


“ Kim, saya punya rencana bisnis” Kata saya. Dia menyimak. “ Saya akan bangun pabrik pengolahan cabe produksi kamu di CHina. Tetapi itu PMA. Perusahaan kamu di korea akan kerjasama dengan perusahaan kami di China untuk produksi. Sementara perusahaan kami di Korea akan jadi market underkater.  Tahap awal kita tidak jual langsung ke market retail. Tetapi jadi supply chain pabrik sauce cabe yang ada di korea. Mereka yang distribusikan.  Harga kita lebih murah 30%. Itu akan mendorong mereka untuk kontrak dengan kami. “ kata saya. Saya perhatikan dia menyimak. 


“ Tapi untuk itu kita harus dapatkan market offtaker dari pabrikan di korea. Itu dasar saya dapatkan dukungan pembiayaan dari Bank di China. " 


" Jadi kita tidak berproduksi dengan merek. Hanya jual produk antara kepada Pabrik pengolahan di Korea. Mengapa ? Tanya Kim keliatan bingung.


" Karena investasi di merek itu sangat mahal. Untuk pemula engga mudah bertahan. Apalai mereka mereka yang eksis itu sudah sangat solid ekosistem bisnisnya. " 


" Tapi pak.." dia masih berusaha mempertahankan argumennya.


" Nona Kim..." Seru saya mendekatinya, Duduk disampingnya di sofa. " Dalam bisnis kita harus cerdas. Hindari perang yang bukan medan kita. Selalu ada ruang untuk kita cocok bertarung dengan kapasitas kita. Bukan soal menang atau kalah, tetapi bertahan dan kemudian tumbuh berkelanjutan. Dengan rencana produksi kita sebagai pemasok  pabrikan, kita mengubah pesaing jadi mitra. Sinergi tercipta atas dasar saling mendukung. Kelak akan tumbuh sama sama. Paham?


" Ya pak. Paham" Kim tersenyum dan tercerahkan dia.


" Nah tugas kamu, berusahalah dapatkan off taker market itu. Saya punya network dengan beberapa pemegang saham pabrik sauce cabe di korea. Tugas kamu lobi mereka. Yakinkan mereka untuk jadikan kita sebagai mitra supply chain. Data survey product,  minat konsumen dan lain lain gunakan itu untuk yakinkan pabrikan. Saya siap investasi untuk risk management mereka.  Promosi produk sebulan delivery dengan harga diskon 40%. “ Kata saya. 


“Siap pak. “ Katanya membungkuk. Dia keluar dari ruangan saya.


Dua bulan kemudian dia datang temui saya. “ Pak, ada dua pabrik siap kontrak. Kapasitas setahun 1500 ton. Delivery bulan pertama harga diskon jadi USD 3000. Tetapi selanjutnya harga USD 6000/ton. Dia menyerahkan draft perjanjian dari dua pabrikan. Saya baca dan tersenyum.  Saya rentangkan kedua tangan saya. Dia menghambur dalam pelukan saya. “ Terimakasih pak. “ katanya menahan isak tangis. Saya tahu tidak mudah dia dapatkan kontrak itu. 


“ Kamu hebat Kim. Minggu depan setelah kontrak dengan pabrikan,  kamu ikut saya ke Hunan, china. Kita bangun pabrik kamu ya” Kata saya.


***


Tahun 2011 pabrik usai dibangun di Hunan. Tiga bulan pertama sukses melewati uji pasar. Target market yang ditetapkan tercapai. Pabrik juga dapat sertifikasi BRC, ISO, HACCP, Halal, Kosher. Tahun 2012 Kim dapat dana sponsor dari pemerintah korea, yaitu program pembiayaan perusahaan korea di luar negeri. Sehingga hutang bank di china bisa dia lunasi dan Kim terhindar resiko perubahan kurs.  Apa yang kami dapat ? sumber daya untuk mendukung kemampuan kami dalam bisnis supply chain berskala global. Produk Kim sudah masuk pasar Eropa, Jepang, china, Taiwan dan AS. Saya sudah tidak pernah lagi bertemu dengan Kim. Karena dia sudah sangat sibuk di Korea dan china. 


*** 

Tahun 2015.

Saya ke Seoul.  “ Kim mau bertemu anda pak ? Apa bisa ? kata sekretaris saya.  Saya sungkan ketemu. Karena saya sudah pensiun dari SIDC. Saya datang ke Korea untuk menghadiri pernikahan mantan sekretris saya, Lena. Tapi akhirnya saya bersedia juga datang. Itu karena dia sendiri telp saya “ Pak B, i miss you. Beri kesempatan saya ketemu. Sejam aja” Katanya.


“ Kenangan yang tidak pernah lupa kebersamaan dengan anda. Ingat engga. Waktu kita tinjau kebun Cabe di Hunan. Kamu urut kaki saya yang keram.  Saat itu saya lihat cara  kamu urut saya. Benar benar nature. Benar benar kamu kawatirkan saya. Apalagi kamu gendong saya sampai ke rumah penduduk. Setelah saya pulih, saya tak pernah lupa kata kata kamu, maafkan saya Kim. Kamu jadi begini. Seharusnya kamu tidak perlu ikut survey. Tetapi saya tidak punya pilihan. Kamu harus lihat sendiri pontensi sumber daya, Itu cara saya agar kamu punya passion untuk berproduksi, Ya kan. “ Katanya tersenyum. 


“ Setiap hari saya kerja keras. Setiap proses produksi saya awasi dengan ketat. Setiap cost keluar saya kelola dengan baik. Saya selalu teringat kamu. Ketulusan kamu, mahal sekali. Kamu telah memaksa saya keras kepada diri saya sendiri. Dan kini lihatlah saya..” Katanya merentangkan tangan” Saya jadi business lady. Usia 30 tahu saya sudah punya pabrik dengan ribun karyawan. Usia emas saya diberkati bertemu denga kamu B. I do love you”  Katanyan dan memeluk saya. 


Kami habiskan malam itu dengan minum Soju. Saya tetap kontrol diri namun KIm” Saya pantas mabuk malam ini. Kapan lagi saya bertemu dengan mentor, my shadow love, and my everything.” Katanya. Ya terpaksa saya gendong dia keluar restoran. Tunggu kendaraan kantor jemput kami. Saya tuntun dia kedalam kendaraan dengan hati hati seraya  berbisik " jaga diri kamu baik baik ya sayang. Semoga kamu temukan suami yang bisa membawa kebahagian kedalam hidup kamu. Saya bukan pilihan yang tepat." Kata saya. Berpesan kepada supir antar kim sampai apartement.



Moral cerita 

Sukses Kim bukan dicapai dengan mudah. Dia harus buktikan produknya diterima konsumen. Dan untuk itu dia berani memulai dalam skala kecil namun dengan mimpi besar. Dia harus melewati hambatan dari segala sudut. Semua pihak meragukan dia namun tidak membuat mimpi dia padam. Terus bersemangat tanpa kehilangan harapan. Kerja keras mengaktualkan janji dan mimpi membuat dia mampu melewati banyak hambatan. Disaat peluang terbuka lebar, ia harus bayar dengan kerja keras melewati business process day by day. Kalau dia sukses, itu karena dia pantas mendapatkannya. 

Saturday, April 16, 2022

Politik berbisik.

 



Dia kukenal dengan baik. Aku anggap dia sebagai sahabat. Entah bagaimana dia menganggapku. Mengapa ? karena dia sendiri tidak pernah merindukanku. Kecuali kalau dia perlu sesuatu dariku. “ Kamu kan di jalur bebas hambatan. Kepada siapa lagi aku minta bantuan kalau bukan ke kamu. Kalau di jalurku kan banyak sekali rambu rambu, dan terutama citra politik harus kujaga dengan baik. Rakyat sebagai konsumen politik masih perlu moralitas. “ Katanya. Usia kami hanya bertaut 3 tahun. Dia lebih muda. Tetapi karena dia wanita, jarak umur itu membuatku harus lebih banyak mengalah. 


Tahun 98 dia ikut dalam barisan gerakan reformasi bersama sama mahasiswa menjatuhkan Soeharto. Dengan bangganya dia telp aku dari Senayan. “ perjuangan pro demokrasi mendapatkan peluang untuk menggantikan rezim diktator Soeharto.” Katanya. Sore itu aku lihat berita TV, Soeharto mengundurkan diri. Digantikan Habibie. TV juga meliput mahasiswa sujud sukur kepada Tuhan atas berita itu. Aku hanya tersenyum. 


Sebenarnya aku ingin tertawa, tetapi senyum sudah cukup menggambarkan suasana hatiku untuk berdamai dengan kenyataan. Proses sejarah terulang lagi. Betapa tidak? Sebelum Soeharto mengundurkan diri, aku dapat kesempatan sejarah untuk hadir di suatu tempat di kantor Ormas Islam pertemuan antara tokoh Islam, pro demokrasi dan TNI.  Di situ sudah dibahas secara detail, yang kesimpulannya Soeharto tamat. 


Yang menarik dari diskusi itu adalah keluhan TNI. “ Pengusaha lebih merasa aman dan nyaman berdekatan dengan keluarga Soeharto, khususnya sejak putra putri Soeharto berbisnis. Eksistensi kami sebagai pengawal orde baru sudah tidak lagi dianggap. Saatnya rezim harus dihabisi. Secara kultural dan real politik. Kekuatan Indonesia ada pada kelompok Nasionalis, Islam dan TNI. Kalau tiga itu sudah satu satu suara, selesai urusannya” Kira kira begitu keluhan yang berujung solusi. 


Tokoh nasionalis yang merupakan pro demokrasi dan tokoh islam yang selama ini dibonsai. Bangkit percaya diri melawan rezim Soeharto. Selama ini mereka kalah karena TNI back up rezim. Semua sepakat. Tapi budaya politik di Indonesia itu, 70% tidak nampak di permukaan. Para mereka yang bersepakat itu perlu kuda  penerjang  dan corong berhadapan secara vulgar dengan  rezim Soeharto. Kuda itu adalah para tokoh pergerakan. Corong itu adalah mahasiswa. 


“ Kamu  tabuh genderang sesuai irama  anak anak kita di kampus. Agar mereka menari mengikuti irama gendang. Nanti, TNI dan Polri akan buka gerbang Senayan untuk jadi panggung kolosal para anak anak itu menyuarakan reformasi. “ Demikian kelakar salah satu peserta diskusi kepada tokoh pergerakan reformasi,  yang juga mentor politik mahasiswa. “ Habibie, hanya sebatas mempersiapkan  pemilu. Setelah Pemilu, akan dihabisi. Selanjutnya kita akan berbagi posisi.” Lanjutnya.  Tentu tidak  ada yang gratis. Semua pihak yang terlibat menjatuhkan rezim akan dapat peluang berkuasa.


Makanya setelah pertemuan itu, aku sudah malas baca berita koran, TV. Bagiku itu semua omong kosong. Yang diberitakan itu hanya 30% peristiwa politik. Yang 70% sudah selesai di ruang bisik bisik. Omongan pakar, pengamat, tokoh gerakan , ormas, itu hanya drama yang memuakan. Hasil akhirnya adalah konspirasi elite untuk mereka berkuasa. 


Itu sebab aku tidak perlu kaget, bila kebijakan yang lahir dari DPR sejak reformasi, hanya untuk kepentingan tiga golongan itu saja. Sistem nya adalah 3 kartu. Kalau salah satu kartu tertutup yang berkuasa akan jatuh. Jadi harus full house kartunya agar bisa terus berkuasa. Jatuhnya Gus Dur, dan akhirnya kalah Megawati dalam pemilu 2004, karena sistem main begitu. 10 tahun SBY berkuasa dengan soft landing, itu karena kartunya full house. SBY punya prinsip zero enemy atau bahasa vulgar, “ mari berbagi”


***


“ Kita ketemuan ya.” Katanya namun terkesan mendesak. Tapi sebagai sahabat yang sudah lama kami tidak bersua, aku tidak punya pilihan walau berat.


“ Engga bisa mendadak begitu. Ini hari libur. Waktuku untuk keluarga. “ 


“ Jam 17.45 ketemuannya.” Katanya tak peduli alasanku. Tempat dia juga yang tentukan. Biasanya aku juga yang bayar walau dia yang pesan table di resto. Tapi oklah. Aku berusaha untuk datang sesuai keinginanannya. Tentu aku terpaksa geser buka bersama dengan keluarga. Yang tadinya di rumah pindah ke resto tempat aku akan bertemu dengannya.


“ Familyman kamu? Katanya menyambutku di tablenya.


“ Mau gimana lagi. Usia saya tidak muda lagi.”  kataku sekenanya.


“ Banyak sekal rumor sekitar aksi demo mahasiswa kemarin. Itu dipicu oleh adanya wacana perpanjangan masa jabatan presiden yang didengungkan oleh tiga pimpinan partai dan tiga menteri Jokowi. “ Katanya mengawali. Aku siap menyimak.


“ Kalau kita baca hasil survey Litbang Kompas pada 17 hingga 30 Januari 2022. Ada fenomena menarik, apalagi survey itu dari Kompas yang tingkat akurasinya 99 %. Suara partai 5 besar bergeser significant. Kini tiga besar adalah PDI Perjuangan yang memperoleh 22,8 persen, serta Gerindra 13,9 persen. Demokrat berada di angka 10,7 persen, itu sama saja meningkat luar biasa. Kalau oktober 2021, hanya 5,4 %, survey terakhir jadi 10,7%, Itu artinya naik dua kali lipat. Sementara PDIP hanya naik 3,7%, Gerindra naik 5,1%. Apa artinya? kalau terus sampai 2024, elektabiltas Demokrat bisa diatas Gerindra, bukan tidak mungkin sama dengan PDIP. Jadi masuk akal kalau ada partai yang elektabilitasnya drop menginginkan Pemilu ditunda. Kamu tahukan alasannya?


“ Apa ? Tanyaku inginkan perspektif dia.


“ Pastilah ada agenda bisnis. Mungkin saja ada pengusaha punya kepentingan bisnis sampai tahun 2025. Kalau itu diamankan, mereka bisa jadi sponsor pemilu. Dan ini pasti tidak deal dengan partai yang elektiblitas tinggi. Dealnya dengan partai yang sudah drop. Dan kebetulan ring kekuasaan presiden yang bukan non partai punya kemampuan mengendalikan partai itu untuk mengusung capres pilihan mereka. Ya pemain non partai itu memang inginkan presiden lemah seperti Jokowi. Sehingga kelak yang berkuasa sebernarnya mereka. Katanya, pak Jokowi sudah tanya menterinya yang mau maju capres. Eric, Airlangga, Sandi, Prabowo, semua mengakui, ya akan maju” 


“ Terus..”


“ Kemana sebenarnya pengusaha berlabuh dalam konteks permainan politik menjelang Pemilu  2024? 


“ Saya tidak bisa komentar. Karena Kepres PEMILU belum diteken Jokowi. “


“ Asumsi besok Kepres Pemilu diteken. Gimana pendapat kamu?


“ Menurut saya. Pertama, Pengusaha itu melihat agenda pemerintah terhadap kasus BLBI. Maklum yang sekarang masuk konglo kan mereka yang terkena kasus BLBI. Kedua, skema pembangunan IKN. Maklum ini menyangkut dana ratusan triliun dan peserta tender luar biasa banyaknya. Ketiga, ada beberapa kasus besar melibatkan pengusaha dan elite yang masih tersandera. Nah, tiga hal itu saja masalahnya. 


Kebetulan saat sekarang, tiga hal itu dikendalikan  oleh ring kekuasaan  presiden yang non partai. Jadi wajar saja kalau PDIP sebagai pengusung Jokowi tidak lagi sepenuhnya berada di kekuasaan. Mereka focus kepada elektabilitas saja. Makanya mereka tidak perlu ragu berbeda dengan sikap menteri Jokowi. LIhat aja kasus Mubes kudeta PD. Migor dan terakhir kenaikan BBM “ Kataku.


“ Ya wajar kalau ada pernyataan anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Masinton Pasaribu yang menyebut Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan sebagai Brutus di dalam lingkaran Istana Presiden Jokowi. “Katanya. Aku senyum saja.  Setelah itu kami bicara soal lain yang tidak penting. Aku lebih banyak mendengar. Sekedar pinjamkan kuping untuk dia curhat. 


Usai pertamuan itu. AKu teringat omongan dari teman pengusaha yang ikut dalam pembicaraan antara Jokowi dan Megawati, usai Pilpres 2019 “ Kenapa terus pertahankan LBP? Tanya bu Mega. Jawaban Jokowi sederhana “ Apa engga boleh saya percaya kepada teman saya”  Menurut teman saya. Dari raut wajah Bu Mega, itu sudah menyiratkan “ Anda sudah tidak bersama saya lagi.” Artinya sejak itu sikap PDIP secara politik sudah sangat jelas. Mega tidak bisa lagi kendalikan Jokowi. 


Selanjutnya PDIP berharap pemerintahan berjalan baik, kalau engga, PDIP akan utamakan citra partai untuk kritik, bila perlu bersuara oposisi. Pilpres tidak lagi jadi prioritas. Partai yang jadi prioritas. Kalaupun nanti Capres yang diusung PDIP menang, ya itu bonus.

Friday, April 15, 2022

Pantas dicintai..




And even if the sun refused to shine


Even if romance ran out of rhyme

You would still have my heart until the end of time

You're all I need…


***

Saat kali pertama kakiku menginjak Bandara Incheon tahun 2006, 28 oktober tekad sudah bulat. Aku harus bisa jadi pemenang. Usiaku 43 tahun. Usia matang setelah melewati usia emasku yang penuh luka dan kecewa akibat kegagalan demi kegagalan. Aku sudah established. Aku sudah punya bisnis di China yang sedang berkembang. Kini aku harus memasuki medan perang baru,  Korea. Ini medan perang yang tidak mudah. Pengusaha korea semua adalah pengusaha yang sudah eksis di China. Mereka berpengalaman dalam hal marketing. Menguasai network sumber daya. 


Umunnya para pebisnis korea adalah almamater universitas hebat. Mereka umumnya adalah bintang kampus. Sukses dalam karir mengantar mereka jadi pengusaha. Sementara aku, apalah. Gagal jadi mahasiswa. Tidak punya pengalaman berkarir di perusahaan kelas global. Aku hanya terdidik dari proses kegagalan demi kegagalan. Di negeri kusendiri aku tak mampu jadi elang. Hanya jadi ayam kampung. Tetapi aku tetap dengan tekad. Sama seperti ketika aku masuk ke China. Mungkin saja aku akan kalah atau gagal. Tetapi aku tidak mau kalah dengan mudah.  


Aku check in di hotel. Bukan hotel bintang 5. Hanya hotel bintang IV. Usai check in, aku menghubungi temanku. Kami makan malam. Aku utarakan niatku untuk berbisnis supply chain di Korea. “ B, mending kamu lupakan niat itu. Di sini mental petarung pengusaha  5 kali lebih hebat dari China. Mereka semua berkelas dunia. Umumnya mereka tamatan sekolah di AS. Pengusaha besar Korea masih terikat dengan marga dan almamater untuk menentukan rekanan. Kamu siapa ? 


Selama seminggu aku temui teman teman di Seoul yang tadinya ralasi bisnisku di CHina. Semua menyarankan agar aku lupakan tekadku. Tetapi itu justru membuat aku pantang mundur. Pasti ada celah bagiku untuk ambil bagian. Koneksi kuat dengan pabrikan di China, itulah modalku. Minggu kedua, aku putuskan untuk membuka kantor di Seoul. Tetapi terbentur proses perizinan PMA. Modal disetor cukup besar. Aku tidak punya cukup uang. Kecuali kalau bisnisku sudah established, tidak sulit aku dapatkan modal untuk pengembangan.


Pada satu sore desember, salju turun di Seoul. Aku berlari ke arah cafe kecil. Cafe itu hanya menyediakan kopi dan kue. Meja hanya ada empat. Aku duduk. Pesan kopi. Pelayannya wanita. Hidungnya mancung.  Tinggi mungkin 172 Cm. Seperti wanita korea di border utara. Mungkin wanita itu punya blasteran tar tar. 


“ Anda dari mana asalnya ”Katanya dalam bahasa inggris setelah menyediakan kopi hangat. 


“ Indonesia” Kataku.


“Oh Indonesia. Saya pernah kerja di Jakarta sebagai menager Restoran. Empat tahun.” katanya dalam bahasa indonesia lumayan bagus. Aku senang. Seperti ada cahaya menuntunku dalam kegegelapan.


‘ Wah hebat. Bahasa indonesia kamu bagus” Kataku. 


“ Ya saya suka semua tetang Indonesia, Orangnya baik semua. Putri saya lahir di Jakarta. “ 


“ Oh ya. Suami kamu orang Indonesia? Tanya saya. Dia tidak jawab. Karena harus melayani tamu lain. Dia kembali lagi ke table saya. “ Tidak. Orang korea, tetapi kami cerai setalah putri kami berusia 3  tahun. Saya  kembali ke korea paska kerusuhan mey 1998.  Memulai usaha cafe ini. “ Katanya. Saya mengangguk. Dia kembali sibuk melayani anak anak beli kue.  Ternyata dia boss dan juga pelayan cafe. Dia perkenalkan namanya Mrs Kang.


Tak berapa lama ada anak wanita ABG masuk ke cafe. “ Itu putri saya. Namanya  Yuna. “ Katanya menunjuk anak ABG  duduk di table kasir.  Anak itu menganguk ke arah saya.  Kami asik mengobrol. Dia punya banyak kenangan di Jakarta. Sayapun ceritakan obsesiku berbisnis di Seoul. Dia menyimak. “ Saya kenal beberapa pengusaha di Indonesia. Tapi yang nekat hanya kamu, barangkali. Tetapi saya yakin kamu akan sukses. “


“ Kenapa kamu yakin?


“ Dari mata kamu. Tidak ada rasa kawatir apapun. Kamu penuh semangat.”


***

Besoknya aku datang lagi ke cafe itu sorenya. Dia tersenyum. “ B, sibuk ya hari ini” sapanya.


“ Ya “Kataku  tersenyum. Tanpa aku pesan dia sudah datang dengan Kopi hangat. “ Katakan apa rencana kamu ?


“ Saya mau buka perusahaan di korea. Tetapi syarat untuk jadi PMA sangat sulit dan mahal. Saya orang asing. Modal juga terbatas. Semua relasi saya di sini, tidak berminat bermitra dengan saya. Mungkin tidak percaya dengan rencana bisnis saya yang mengadalkan supply chain China.” Kataku.  


Dia pergi melayani tamu yang datang. Setelah itu dia kembali. “ memang begitu syaratnya. Korea sudah memasuki negara maju. Standar kami sangat ketat. “ Katanya. Dia kembali sibuk dengan pelanggan. Aku diam saja di table. Sambil berpikir apa yang harus aku lakukan.


“ Sejam lagi saya tutup, Mengapa tidak datang ke apartement saya. Kita ngorbol di rumah saya yang sederhana”: Katanya menawarkan. Aku mengangguk walau sungkan. Karena baru kenal tapi di undang wanita berkunjung ke rumahnya. 


Rumah Kang ternyata hanya 1 blok dari cafe itu. Dia tinggal di lantai dua. Tangga dari samping. Ukuran apartement itu mungkin tak lebih 36 M2. Hanya ada dua kamar yang sempit. Untuk dia dan putrinya.  Dia persilahkan aku duduk di tikar dari rotan. Tidak ada sofa. “ Saya masak dulu. Hanya memanaskan makanan saja. 30 menit saya sudah kembali dengan makan malam kita” katanya tersenyum.  Saat dia masak sempat aku candid.  


Kami makan malam bersama putrinya. Putrinya sedang berusaha belajar bahasa inggris. Kang memotifasi nya untuk belajar dengan baik. Aku belajar bahasa korea dari putrinya dan sambil mengajarinya bahasa inggris. Kang membantuku meluruskan dalam bahasa korea. Karena dia fasih bahasa Indonesia. Suasana di rumah itu jadi akrab. Layaknya seperti sebuah keluarga. Kadang mereka tertawa ketika saya melafalkan bahasa korea. Besoknya saya datang langsung ke apartemen Kang. Mereka sambut dengan antusias.


Lima kali aku berkunjung. Aku mengatakan kepada Kang.:” Aku harus kembali ke Hong Kong. Visa saya sudah hampir habis” 


“ B, boleh saya usul. “ Kata Kang. Saat itu Yuna sudah tidur di kamarnya. Tinggal kami berdua saja. “ Gimana kalau saya dirikan perusahaan. Saya akan beri kuasa penuh kepada kamu untuk kelola. Nanti kalau sudah established. Kamu bisa ambil saham itu lewat akuisisi. Namun kamu tidak perlu bayar apapun. “ Lanjutnya. AKu tahu Kang, sangat paham. Dia terpelajar. Pernah sebagai menager restoran. Kinipun dia pengusaha cafe. 


Aku terharu. Usulanya itu membuat aku berpikir. Aku terdiam. Mengapa dia begitu percaya kepadaku Padahal kami bertemu belum sebulan. Malam itu kami saling berdiam lama sampai akhirnya mata beningnya sudah ada dihadapanku dan menenggelamkanku dalam kenyaman dan rasa aman.   Saat itu aku tahu dia jatuh cinta kepadaku. Atau tepatnya kepasrahan tanpa sekat. Kepasrahan Musa di Bukit Sinai ketika menerima 10 perintah Tuhan. Kami akhiri semua itu dengan senyum penuh arti. Setelah itu semua persepsiku tentang Kang sudah berbeda sekali. 


***

Keesokannya aku kembali ke Hong Kong. Seminggu kemudian aku kembali ke Seoul. Malamnya Kang datang ke Hotelku. Dia menyerahkan dokumen pendirian perusahaan. “ Besok kita ke notaris untuk legalisir status kamu sebagai mandatori saya. Selanjutnya terserah kamu.” Kata Kang. 


Aku serahkan uang USD 30,000 untuk biaya yang dia keluarkan mendirikan perusahaan. Tetapi dia menolak dengan memelukku. “ Kenapa B.?  kamu beri saya uang, itu menyakitkan B. Aku tak berharap apapun dari kamu. Aku mencintai kamu, tak penting kamu suka atau tidak. Terima sajalah aku sebagai sahabat.” katanya dengan airmata berlinang. Saat itu aku terasa tenggelam dalam keegoanku. Andai dia menerima uangku atau minta kompensasi lebih, tidak akan mengurangi rasa hormatnya dan aku tidak merasa berhutang. Tetapi dia menolak. Itu dia telah membeli jiwaku. Ini takdirku. Aku harus membayar secara pantas. Apapun itu.


Keesokannya aku pergi ke notaris bersama Kang. Proses legasiir statusku sebagai mandatory selesai dalam 1 jam. Sejak itu Kang hanya bertindak sebagai proxy. Namun dia tidak mau terlibat dalam bisnisku.” Biarlah aku dengan bisnisku di cafe itu. Kamu focus aja di bisnis kamu. Kalau ada waktu sempatkanlah mampir ke aparment kami. AKu dan Yuna merindukan kamu “ Katanya. 


***

Kang carikan apartement murah untukku sewa. termasuk kantor untuk aku sewa. Selama 3 bulan modalku hampir habis. Tapi Kang terus memberiku semangat. Selama 5 tahun mengembangkan bisnis di Seoul memang aku jarang bertemu dengan Kang. Karena kesibukanku. Tiga hari aku di Seoul dan tiga hari di China. Kang tidak pernah telp aku. Dia benar benar mengerti aku. Tapi aku usahakan setiap bulan sekali datang ke apartemennya. Dia dan Yuna menyambutku dengan hangat.  Kami seperti sebuah keluarga. Dan Kang sangat pandai memanjakanku sebagai pria. Selalu membuatku nyaman.


Tahun 2011 aku merestruktur bisnisku yang tersebar di beberapa negara dalam satu holding di Hong kong. Aku membentuk team untuk melaksanakan restruktur itu. Salah satu perusahaan di Seol yang sahamnya atas nama Kang dialihkan ke dalam holding. Proses akuisisi dilakukan secara formal. Kang dapat dana dari Team akusisi. SIDC di Seoul semakin besar dan karyawan sudah ribuan. Akupun sudah sangat sibuk. Tidak ada waktu lagi bertemu dengan Kang. Diapun tidak telp. Ada keinginanku mau telp Kang. tetapi aku tidak siap ketemu karena kesibukan. Moga Kang mengerti.


Tahun 2013, aku terkejut di lobi. Ada Yuna berdiri. Dia mendekatiku ketika keluar dari Lift. Dia tersenyum namun tidak bisa menutupi wajah sedihnya. Aku punya pirasat tidak baik. “ Yuna, kamu baik baiok saja” 

“ Ya paman” Dia menunduk dan seperti hendak menangis. Saya pegang bahunya.  Dia menyerahkan amplop. Dalam amplop itu ada rekening bank atas nama Kang dan kartu debit " Ale, ini uang hasil pelepasan saham atas namaku, saya kembalikan. Saya tidak pernah ambil. Tolong terima  uang ini. Cinta yang kamu berikan selama ini lebih dari cukup untuk saya.” 


Aku tatap lama Yuna. “ Mama meninggal sebulan lalu. Karena kanker. Hanya seminggu di rumah sakit.” Kata Yuna. Terasa seketika langit runtuh menimpaku
. Aku merasa sangat egois. Mengapa aku biarkan dia menderita sendiri dengan penyakitnya. Seharusnya aku ada di sampingnya disaat dia menderita dan menjelang ajal. Apalagi aku baru sadar. Pemberian uang kepadanya atas pelepasan saham, ternyata itu menyakitkan baginya. Terbukti dia tidak terima. Hanya itu caranya membuktikan cintanya tulus. Bukan meminta tetapi memberi. Cintanya begitu Agung. Aku tidak pandai berterimakasih. Kehangatan setiap inci tubuhnya membayang di pelupuk mataku. Airmataku jatuh,  


Segera aku peluk Yuna. “ Ingat ya Yuna, Mulai hari ini dan selanjutnya Paman akan jadi ayah kamu. Paman janji akan jaga kamu. Akan selalu ada untuk kamu” Kataku dengan air mata berurai. Yuna memelukku erat. “ Berkai kali Yuna mau telp Paman mengabarkan mama sakit. Tetapi mama larang. ALasanya jangan gangu dan jangan merepotkan paman. Pesan mama  kepada Yuna, apapun yang terjadi harus baik kepada paman. Pastikan amplop itu sampai ke paman”


“ Mama kamu sangat baik sayang. Terlalu baik. Paman salah dan sangat salah” Kataku. “ Besok kamu ke Hong kong. Tinggal sama Paman ya. Mau ya Yuna” sambungku. Yuna mengangguk. Matanya sembab.


***

Aku ceritakan semua tentang Kang kepada Wenny. Wenny terharu. “ B, aku akan anggap dia sebagai anaku sendiri. Aku akan jaga dia. Percayalah.” kata Wenny. Setelah itu, Wenny mengabarkan bahwa Yuna diterima di Seoul University.  Wenny terbang ke Seoul menyiapkan apartement untuk Yuna dan rekening bank untuk dia terima biaya hidup dan pendidikannya. Wenny berjanji akan telp Yuna setiap minggu sekali.  Tempat pulang Yuna adalah rumah Wenny. Dia merasakan ketulusan itu. Kadang kami makan malam di rumah Wenny seperti sebuah keluarga.


Tahun 2016 Yuna lulus dari Seoul University. Aku sempat hadir waktu dia wisuda. Ternyata sejak kuliah, selama 1 tahun dia magang di SIDC Korea. Sebelumnya dia tidak pernah cerita. Tahun 2020 dia dipindahkan ke Shanghai sebagai Manager di bawan anak perusahaan SIDC , unit bisnis tekhnologi. 


Kemarin aku bertemu dengan Yuna di Jakarta. “ Aku ditugaskan mempersiapkan kantor perwakilan SIDC di jakarta. “ Katanya dengan percaya diri tinggi.


“ Loh kenapa kamu? Kan kamu sekarang di Vietnam di unit bisnis manufaktur elektronika”


“ Eksekutif di Shanghai sulit keluar negeri karena situasi COVID. “ Katanya tersenyum. Kami makan malam di Robot Cafe. “ Mereka di SIDC tidak ada yang mengenal hubungan anda dengan mendiang ibuku. Tetapi karirku sangat bagus di SIDC’


“ Karena kamu memang hebat.  Hebat, seperti ibumu.” Kataku ketika mengantarnya ke lobi Ritz carlton.


“ Apakah anda mencintai ibuku? 


Aku tersenyum. “ mengapa kamu tanyakan itu, sayang? 


“ Ibu Wenny selalu menjagaku sejak ibuku wafat. Dia juga memotifasiku agar belajar keras dan bekerja keras.  Ibu Wenny baik banget. Sudah seperti ibuku sendiri. Kalau aku ke Hong Kong itu terasa sekali dia sangat tulus mencintaiku. Pernah waktu kuliah aku sakit. Dia terbang ke Seoul dan menjagaku sampai sembuh. Dia selalu ada untukku. Kata ibu Wenny, semua dia lakukan karena perintah anda. “ kata Yuna 


“ Cinta mama kamu sangat agung, sayang..Dengan pengorbanan dan ketulusannya, ia telah membeli jiwa saya. Dia sudah delivery semua arti cinta dan persahabatan. Dia pantas mendapatkan semua, termasuk hati saya. Mencintai mama kamu adalah kemewahan bagi saya, Saya harus pastikan kamu baik baik saja. Itu amanah dari mama kamu. Hanya itu cara saya membayar, akan jadi beban sepanjang usia saya. Jaga diri yang baik ya sayang ” Kataku. Yuna berlinang airmata.


Mengapa Hijrah ke China.

  Sore itu saya makan malam dengan Florence dan Yuni. Kebetulan Yuni ada business trip dari Hong Kong ke Jakarta. Yuni kini CFO Yuan Holding...