Friday, January 07, 2022

Dia mentor saya..

 






Mentor  bisnis saya


Tahun 1997 saya bangkrut. Usia saya 34 tahun. Salah satu teman saya menyarankan untuk bekerja dulu. Dia rekomendasikan saya kepada perusahaan investment holding milik Singapore. Saya datang ke kantor di kawasan kuningan, jskarta.  Saya diterima di kamar kerja dirut perusahaan. Terkejut juga. Karena saya berharap ketemu dengan Manager. “ Pak jely jadi direktur pengembangan saya ya. Kita Develop perusahaan ini sesuai permintaan boss. “ katanya. Saya bingung. Namanya Wong.


“ Memamg saya punya pengalaman bisnis. Tapi saya engga pengalaman sebagai direktur perencanaan dan pengembangan yang harus mengikuti visi pemegang saham. Bisnis sendiripun saya berkali kali gagal. Saya ingin kerja disini hanya untuk bertahan hidup saja. Tetapi saya juga engga mau mengecewakan bapak. Posisi lain sajalah. Jadi office Boy juga saya mau” kata saya. Dia tersenyum.


“ Udah terima aja posisi direktur. Saya yang bertanggung jawab. Kamu laksanakan saja arahan saya. “ katanya. Akhirnya saya terima juga posisi itu. Saya tidak tanya berapa gaji saya. Apa fasiltas saya. 


Rapat pertama dengan dewan direksi saya hanya mendengar saja. Setelah rapat dia panggil saya” ini bisnis bagus. Semua Ok. Kamu cari tahu  kelemahannya. Coba pelajari dengan seksama. “ katanya menyerahkan daftar nama perusahaan. Dan buku data bisnis  Kristianto Wibisono.


“ Kenapa kita harus mencari kelemahannya”


“ Dari kelemahan itu kita create business. Pasti akan didukung oleh investor, banker  dan pemegang saham. “  katanya. Malah bikin saya bingung. 


“ Bukankah kita harus mengerti kelebihan bisnis orang lain, untuk kita bisa pelajari dan membangun hal yang sama dengan mereka. “ kata saya. Dia senyum saja. 


“ Lakukan saja arahan saya.”

Selanjutnya saya mulai melakukan studi terhadap bisnis yang bagus untuk tahu kelemahannya. Saya buat kelompok : bidang Mining, Agro, industri dan manufaktur, trading. Ada 5 staf inti yang saya pimpin untuk berkerja membantu saya. Saya jadi kecanduan kerja. Saya beli data riset dari beberapa lembaga riset dalam dan luar negeri. Saya juga lakukan desk research lewat internet. Ikut dalam beragam seminar. Pelototi data statistik. Dalam setahun, saya bekerja 18 jam sehari. Setiap ada masalah yang kurang saya pahami, pak wong mencerahkan saya dengan caranya yang special. Wawasan bisnsinya luas sekali. Network nya di china luas sekali. Akhirnya saya dapatkan peluang bisnis pada 5 bidang. 


Tahun 1998, terjadi krismon. Kemudian dibentuk BPPN. Saat itu boss kami di Singapore perintahkan saya untuk akuisisi aset lewat BPPN. Dia beri saya kekuasaan untuk tentukan apa yang cocok dibeli. Hasil studi saya sangat membantu menentukan target yang tepat. Sejak itu saya sibuk memimpin team ikut lelang. Setelah menang lelang, Saya juga terlibat merestruktur bisnis sesuai hasil studi saya. Namun setelah melakukan aksi beli beberapa perusahaan, saya mundur. Batin saya  tidak terima. Saya terlalu kejam membeli aset negara dengan harga diskon sampai 90%. Pak wong bisa terima pengunduran diri saya.


Kemudian saya diajak teman untuk kerja mulia mengalamatkan aset di bppn agar tidak jatuh ke asing. Saya terpacu kerja siang malam. Namun setelah selesai akuisisi, saya kecewa. Karena ternyata saya membantu srigala bangsa saya sendiri. Saya sedih. 


“ Mengapa saya terus gagal ketika turutkan hati nurani saya. Dan sukses kerika saya abaikan nurani saya. Saya mundur. “ kata saya kepada pak wong. Dia senyum saja. “ kamu engga salah namun kamu belum cerdas berdialogh dengan nurani kamu. Cobalah buka diri kamu seluas luasnya agar sudut pandang kamu juga luas. Nanti kamu akan temukan kebijakan dibalik hal yang kamu anggap salah, ternyata ada benarnya “katanya kemudian.


Tahun 2002, Teman ajak saya kerja jadi anggota team asistensi pemerintah. Saya terima saja. Saya ingin ikut ambil bagian memperbaiki keadaan negara yang sedang sakit. 1 tahun  misi itu selesai. Sisa anggaran saya kembali ke Sekjen ke menterian. Dia kaget. Aneh menurutnya. Itu artinya selama kerja saya tidak terima honor. 


Tahun 2004 saya dalam keadaan kehilangan kerjaan dan harapan, dengan bekal uang dari istri, saya hijrah ke china. Ternyata ilmu yang saya dapat selama bekerja dua tahun sebagai direktur pengembangan bisnis dibawah binaan pak Wong, sangat menolong saya bisa berkembang cepat. Di china peluang bisnis terbuka lebar. Walau tampa uang,  tidak sulit saya dapat uang untuk membangun bisnis. Semua bisnis yang saya bangun berangkat dari kelemahan bisnis yang telah exist. Bisnis saya tak lebih hanya solusi atau koreksi dari yang ada. Walau usaha sejenis, tapi warna dan rasa berbeda.  Semua sukses. 


Kepercayaan banker dan investor semakin besar dan semangat berkembang terus terpacu. Saya kerja 18 jam sehari tampa hari libur. Melintasi banyak negara. Dalam 5 tahun saya akuisisi sebanyak 34 unit bisnis tersebar di beberapa negera. Dari 4 subholding, terus berkembang secara sistem tanpa saya tahu pasti berapa jumlahnya sekarang. Namun itu semua membuat saya rendah hati. Ingat nasehat pak wong “ menaklukan dunia tidak sulit, yang sulit menaklukan diri sendiri. Rendah hatilah selalu”


Tahun 2015 saya bertemu dengan pak wong. Dia sudah berumur. Ternyata  dia membaca buku saya. Dia beli di toko buku Gramedia. Judulnya “ cintaku negeriku” itu buku motivasi bisnis. “ Jel, Minta tanda tangan buku ini. “ katanya dengan rendah hati. Saya tulis halaman pertama buku itu dengan tangan “ untuk pak Wong yang telah mendidik saya. Yang telah mengubah ayam kampung untuk jadi elang. Pak Wong, adalah kakak tersayang saya dan juga mentor saya dalam segala hal”


Sumber : Mydiary

Saturday, January 01, 2022

Sarman dengan sikap hidupnya.

 



Sarman. Dia sebenarnya mentor kehidupan bagi saya. Sebelum menikah, kalau hari libur ada waktu luang, saya berkunjung ke rumahnya. Tinggalnya di daerah Kota Bambu Tanah Abang, Jakarta. Tepatnya di pinggir kali ciliwung. Hidupnya sederhana. Sehari harinya dia berdagang di tanah Abang. Dia tamatan USU dan istri tamatan IKIP. Sebenarnya keluarga ini dari segi pendidikan adalah kelompok menengah. Dia punya dua putra masih berusia Balita. Yang tertua bernama Usman dan nomor dua, Ali.


Mengapa saya suka datang ke rumahnya? Pertama dia punya ikatan keluarga jauh dengan saya. Kedua. Saya suka berdiskusi dengan dia. Karena wawasannya luas. Di lemarinya banyak buku. Dia memang gemar membaca. Kadang saya pinjam bukunya untuk saya baca. Setelah saya kembalikan buku itu. Dia ajak saya diskusi soal buku yang sudah saya baca. Saat itu saya sedang jatuh cinta dengan paham tasauf. Dia dengan sabar mendengar argumentasi saya soal agama. Tetapi setiap dia bertanya, seakan menggiring saya untuk bertanya sendiri untuk cari tahu apakah argumentasi saya benar. Sementara dia tidak pernah salahkan saya.


Akhirnya saya kebingungan sendiri dengan pengetahuan saya tentang tasauf.  Satu saat dia berikan saya buku. “ Baca  buku ini.” Katanya. Itu buku tentang Ihya Ulumudian, Karya AL Ghazali. Tentu saya senang. Satu jilid dia pinjamin. Setelah baca, saya langsung suka. Akhirnya saya beli sendiri buku untuk jilid berikutnya. Sejak saya baca buku Ihya itu, diskusi jadi nyambung.


“ Kehidupan di dunia adalah kebohongan yang indah dan menggoda. Namun kematian adalah kebenaran yang menakutkan.  Kita merasa pintar, sebenarnya kita dungu. Orang yang cerdas, pastilah dia beriman.  Dia percaya dunia ini senda gurau saja dan lucu. Tetapi kelucuan membuat dia bijak. Jadi kalau mau tahu siapa yang Maha Lucu, ya Tuhan. Karena dia mendidik kita dengan kelucuan dan senda gurau saja. Makanya orang yang serius amat dengan dunia, wajarlah disebut dungu.” Katanya yang tak pernah saya lupa. Tertulis rapi dalam buku harian.


***

Satu saat setelah menikah. Saya mengalami kebangkrutan. Dalam kondisi terpuruk itu. IBu saya datang menemui saya di Jakarta. Ibu saya memeluk saya. Karena melihat kemiskinan saya. Tetapi saya tenang saja. “ Hidup ini hanya senda gurau saja. Engga perlu serius. Dunia engga penting.” Kata saya menyikapi hidup saya. Ibu saya berkerut kening. Saya ceritakan kepada ibu saya soal  buku Ihya Ulumuddin.


“ Zeli,  baca buku tafsir Al Azhar, karya Buya Hamka” Kata ibu saya dengan bijak.


“ Kenapa Mak” Tanya saya 


“ Hamka itu sepupu nenek kamu. Ayah dari nenek kamu itu dengan ayah Hamka, adalah putra dari Amrullah. Nenek kamu bernama Nurbaya Amrullah. Hamka bernama lengkapnya Haji Abdul Karim Amrullah. Buyut kamu Tokoh islam moderat. Jadi bacalah buku dari Hamka. Dia kakek kamu juga.”


“ Ya mak.” 


“ Hamka ditangkap oleh rezim Soekarno karena politik. Dia kehilangan ketenaran dan penghasilan sebagai penulis novel. Saat dia dipenjara, para penerbit bukunya menghentikan honor kepadanya. Dia ditangkap tanpa proses pengadilan. Nak, kamu bayangkan. Buya kehilangan penghasilan, kehilangan ketenaran dan hidup dibalik dinding penjara. Namun Buya tidak menyerah. Imannya semakin kuat.  


Kitab Tafsir itu Buya tulis di dalam penjara. Setelah dia bebas dari penjara. Dia kembali aktif menulis dan berdakwah. Dia focus dengan bisnisnya bidang penerbitan dan berdakwah saja.  Tak ada satupun dia menyesali sikap Soekarno menangkapnya. Dalam ceramahnya dia tidak pernah menghujat Soekarno. Bahkan buya memimpin sholat mayit untuk bung Karno. Tidak ada dendam. Itulah buah iman, anakku. Bahkan ketika dia berbeda pendapat dengan Soeharto, dia memilih mundur sebagai ketua MUI. Tidak ada dia hujat Soeharto. Tidak ada kebencian. “


Kalau kamu punya talenta berdagang itu karena kakek buyut kamu Amrullah adalah ulama yang juga pedagang hebat. Lihatlah Hamka. Walau dia ulama tetapi dia tidak cari uang lewat dakwah. Dia hidup dari bisnisnya sebagai penulis Roman dan Novel, penerbit dan pendiri Majalah Panjimas.” Kata Ibu saya yang sangat mencerahkan saya. Sejak itu saya gemar membaca kitab tafsir Hamka. Saya merasa seakan kakek menasehati saya untuk hidup berakal mati beriman. Sehingga saya paham makna tentang " hidup itu senda gurau saja." Benarlah, hanya kurang lebih setahun, saya sudah bisa bangkit lagi. 


**

Sarman datang ke saya, Karena dia bangkrut. Saya terima dia bekerja di bisnis saya. Tetapi hanya berlangsung setahun, saya terpaksa berhentikan. Mengapa? Dia pahami hidup ini senda gurau dan karenanya dia tidak serius dengan pekerjaannya. Saya merasa rugi bayarnya. “ Dalam dimensi Tuhan, Hidup  itu memang senda gurau, namun bukan berarti kita juga boleh bersikap sama dengan Tuhan. Kalau kita beriman kepada Tuhan, tugas kita menjalani hidup ini dengan serius. 


Karena hukum ketetapan Tuhan, itu hukum kausalitas. Hukum sebab akibat. Yang lemah dimakan oleh yang kuat. Orang bodoh dimakan orang pintar. Engga kerja engga makan. Engga dapat untung kalau engga siap rugi. Engga mungkin menang kalau tidak siap kalah.” Alasan saya memecatnya.  Namun secara personal, kalau dia datang ke rumah selalu saya terima dan beri uang untuk keperluan hidupnya.


Tahun 1997 putra tertua Sarman, Usman masuk Ponpes. Tahun 2002 putra keduanya, Ali, diterima kerja di Pemda. Sejak tahun  1998 saya tidak pernah ketemu lagi dengan dia. Karena kesibukan saya sebagai team asistensi pemerintah untuk economy recovery. Tahun 2004 saya hijrah bisnis ke luar negeri. Saya dapat kabar bahwa istrinya sudah meninggal karena kanker usus. Tahun 2016 saya dapat kabar dia berencana menetap di kampung, di Maninjau. Saat saya ada di Jakarta, dia datang ke rumah saya.” Sepertinya saya tidak bisa lagi bertahan tinggal di Jakarta. “ Katanya.


“ Gimana dengan anak anak” tanya saya.


“ Ali udah menikah. Hidupnya sudah stabil. Tetapi tidak pernah ingin bertemu saya. “ Katanya dengan wajah mendung. Saya bisa bayangkan. Hidup dimasa tua, miskin, terabaikan. Itu sangat menyakitkan. 


“ Usman sudah tamat dari Ponpes. Hidup sebagai guru ngaji. Dia belum juga menikah. Mungkin tidak ada wanita suka dia. Karena dia miskin. “ Katanya. Saya terharu. Saya beri dia ongkos untuk pulang kampung.


***

Tahun 2021 saya pulang kampung bersama keluarga. Saya sempatkan melihatnya. Namun dapat kabar di kampung bahwa dia  ada di bukit tinggi. Menurut putranya dia kena kanker getah bening.” Usman engga ada uang. Papa terpaksa Usman titipkan di rumah singgah yang dekat rumah sakit. Biar mudah lakukan terapi.”


“ Ali gimana? Sudah tahu dia kalau papanya sakit?


“ Dia sudah tahu. Hanya sekali videocon tetapi tidak ada uang dia kirim. 


“ Ini uang untuk biaya berobat papa kamu” Kata saya menyerahkan uang ke Usman. Kemudian saya pandang dia lama. “Rawat papa kamu dengan baik. Selalulah ada dekatnya. Biaya hidup kamu selama merawat ayah kamu, saya tanggung.” Lanjut saya. 


Setelah itu saya termenung lama. Mungkin Usman terpengaruh dengan sikap hidup papanya. Dan Ali, termasuk yang memberontak dengan sikap hidup papanya. Saya tidak tahu soal kebenaran sejati di hadapan Tuhan. Hidup memang soal pilihan. Salah benar, kepada Tuhan semua kembali.

Friday, December 31, 2021

Hutang...

 




Tadi malam Nazwa ke rumah tantenya untuk menikmati detik detik menjelang tahun baru. Jadi saya dan oma di rumah berdua aja. Saya baca lewat notepad di kamar kerja. Oma sedang merajut buat sweater. Dia tahu saya akan pergi lagi ke China. Sweater itu lapisan  pakain luar penahan dingin. Oma mendekati saya.” Papa sedang ngapain?


“ Ini papa lagi desk riset. Baca pendapat para ahli dan praktisi soal peluang investasi dan ancaman inflasi tahun 2022.”


“ Kenapa harus tahu pendapat mereka”


“ Bisnis kan harus terus bergerak ke depan. Itu perlu hutang. “


“ Apa kaitannya dengan inflasi?


“ Kan kalau inflasi tinggi, akan memaksa pemerintah menarik uang beredar dengan menaikan suku bunga. Dan otomatis uang perbankan pindah ke surat berharga yang diterbitkan bank sentral. Termasuk dana pensiun juga pindahkan dananya ke surat hutang negara. Akibatnya susah kita mau investasi. Karena uang nongkrong ditempat aman.”


“ Kan hutang itu gampang.Asalkan ada jaminan ya bank beri kredit. Engga ada resiko.”


“ Benar. Itu namanya mortgage. Kan engga semua hutang dalam bentuk mortgage” 


“ Mortgage itu apa?


“ Ya semacam KPR atau pinjaman dengan collateral aset.”


“ Emang ada bank atau lembaga mau beri pinjaman tanpa collteral aset ?


“ 90% hutang itu tanpa collateral” Kata saya tersenyum. Oma nampak mikir.


“Pah kenapa mereka mau beri hutang tanpa collateral?


“Itu ukurannya adalah bisnis yang dijalankan layak. Harus menguntungkan dan aman. Tidak memberi pinjaman kepada pemegang saham. Biaya tetap rendah, termasuk tunjangan direksi wajar atau tidak berlebihan.  Secara moral perusahaan dikelola dengan akuntable dan transparan tanpa ada nepotisme. Pendirinya dipercaya. ”

 

“ Oh gitu.  Engga ngerti mama. Terus gimana tahunya ukuran itu semua. Kan bisa aja diatur atur biar kelihatan hebat”


“ Kreditur itu engga bego. Gampang kok mengetahuinya.  Kalau perusahaan kesulitan uang untuk operasi hari hari. Nah itu artinya  ada masalah. Walau perusahaan keliatan  hebat, tetapi bagi kreditur itu dianggap sampah. Engga akan dapat pinjaman.” 


“ Contohnya ? kata Oma masih belum paham.


“ Garuda itu modalnya kurang lebih 10% dari total hartanya. Sisanya adalah hutang. Itu artinya dia bisa leverage 10 kali dari modal.  Pastilah dia hutang tanpa collateral. Kan collateralnya hanya ada 10%. “ 


“ Tetapi kan Garuda rugi. Kenapa masih bisa dapat hutang tanpa collateral?


“ Itu karena trust kepada pemerintah sebagai pendiri perusahaan. Jadi walau perusahaan rugi, kreditur tetap percaya selagi NKRI tetap berdiri. Tentu harus ada jaminan dari pemerintah. Nah baru ada masalah kalau pemerintah lepas tangan.  “ Kata saya. “ Contoh lagi, mama tahu kan bank? Lanjut saya


“ Ya tahulah.”


“ Nah bank itu, sesuai aturan modal minimal 10% dari total harta BAnk. Sisanya  atau 90 % harta berasal dari uang masyarakat. Itu kan sama saja dengan hutang. Kalau kita nabung dan deposit di bank, kita hanya dapat kertas selembar saja. Engga ada collateral bank berikan kalau dia hutang ke kita. Sampai disini paham ya mah”


“ Nah itu paham. Perusahaan Yuni itu hutang begitu juga?


“ Ya. Modal hanya Rp 50 miliar. Tetapi aset perusahaan Rp. 500 miliar. Sisanya Rp, 450  miliar hutang.  Itu artinya Yuni bisa leverage 9 kali dari modal yang ada.”


“ Di Hong kong juga?


“ Ya sama. Holding hanya punya modal 5% dari total harta. 95% dari hutang semua.


“ Kalau engga bisa bayar gimana”?


“ Sifat utang itu kan unsecure. Artinya penyelesaianya melalui pengadilan. Bukan sita jaminan. Kalau dalam proses pengadilan, perusahaan tidak salah, ya pihak kreditur tidak bisa paksa suruh kita bayar. Justru tugas kreditur harus memberikan solusi. Agar hutang bisa dibayar. Biasanya jarang berujung ke pengadilan. Kreditur lebih memilih jalan damai lewat restruktur hutang, seperti penjadwalan hutang, pemotongan bunga. dll "


“ Wah enak banget.”


“ Ya engga juga enak. Karena untuk memastikan kita engga melakukan kesalahan itu pekerjaan berat. Itu soal sikap mental pendiri perusahaan. Harus anti nepotisme. Harus patuh kepada hukum perseroan. Tidak boleh anggap perusahan itu milik sendiri. Tetapi milik orang banyak. Jujur itu penting. Sama juga pemerintah bisa gampang hutang. Itu karena management APBN bagus dan dunia tahu, secara personal Jokowi itu orang jujur dan tidak nepostime. Walau APBN terus defisit, orang tetap aja percaya beri negara hutangan. Padahal itu hutang unsecure. Tanpa ada sovereign atau jaminan negara.


“ Nah kalau sampai kita engga bisa bayar hutang dan dianggap bukan kesalahan kita. Kenapa ?


“ Itu bisa saja karena faktor ekternal, seperti tingginya suku bunga, infasi tinggi, aturan negara yang menyulitkan, pasar lesu..dan lain lain. “Kata saya tersenyum. Oma manggut manggut. 


“ Papa kan engga pernah nepotisme. Engga pernah hutang kepada perusahaan. Engga pernah korupsi. Mama tahu itu. Hidup kita sederhana saja kok.”


“ Ya enggalah. Emang siapa papa?. Hanya mantan pedagang kaki lima. Kalau orang mau beri hutang kepada perusahaan dan holding,  itu karena sikap mental papa doang. Lain itu ya management harus akuntabel dan transparan dan dilaksanakan secara profesional.” 


“ Mantan pedagang kaki lima, dagangannya sempak lagi” Kata oma tertawa. Saya senyum aja.  “ Nih sweater sudah jadi. Coba dipakai. Mama mau lihat. “ Kata Oma. Saya kenakan. 


Oma tersenyum senang lihat saya kenakan sweater.


" Alhamdulilah berkurang jelek suami gua..” Kata oma lihat saya  pakai sweater buah karya tangan dia sendiri.


***


“ Pah, itu pengusaha batubara tajir banget ya. Mereka punya private jet. Mobil mewahnya di dalam grasi puluhan. Engga pernah mereka pusing keliatannya dengan bisnis. “ 


“ Itu sama dengan contoh. Mama dapat izin dari lurah kelola tanah. Kemudian tanah itu mama suruh orang lain olah. Setiap hasil dari tanah itu, mama dapat bagian keuntungan. Mama engga keluar ringat dan modal, uang masuk. Dari bagi hasil itu, mama bagi dech lurah. “


“ Wah enak banget. Makanya mereka engga pusing ya. Paham. Tapi cerita sebenarnya gimana?“ Oma memang punya mindset business. Dia selalu punya rasa ingin tahu besar kalau bicara uang dan bisnis.


“ Mereka dapat konsesi batubara dari pemerintah. Untuk mengolah tambang itu kan perlu modal. Nah mereka minta kotranktor mengolahnya. Untuk ekspor kan perlu bayar pajak daerah dan pajak ekspor. Uang untuk  bayar pajak  itu berasal dari kontraktor juga. Biasanya kontraktor dapat bayaran dari pemilik konsesi berdasarkan jumlah produksi batubara. Kalau engga salah. Kontraktor dapat USD 20 per ton. Nah kalau harga jual batubara diatas USD 100. Hitung aja berapa dia untung.” Kata saya. Oma menyimak.


“ Terus kalau engga ada pembeli batubara gimana ?


“ Ya kontraktor yang beli sendiri.”


“ Siapa kontraktor itu?


“ Biasanya perusahaan logistik yang punya alat berat dan truk, seperti TU, Charterpilar dll. Atau  ada juga perusahaan asing yang jadi kontraktor merangkap pembeli” Kata saya tersenyum.


“ Wah enak banget. Hanya punya konsesi uang masuk. Tanpa resiko segala. Pantas aja mereka bisa terus bergaya. Karena engga mikirin resiko apapun.” Kata Oma.

 

“ Dapatkan konsesi itu sulit engga ?


“Engga juga.”


“ Gimana caranya?


“ Ya elus telor pejabat, gubernur, kepala daerah, menteri,  TNI/POLRI, termasuk Politisi dan Ormas.   Itu aja.” 


“ Telor?? Oma melotot kearah saya. Saya tersenyum menatapnya. Oma langsung ngakak. “ Kok istrinya izinkan sih suaminya kerja elus telor orang. “ 


“ Itulah pria mah. Para ayah itu menjadikan istri sebagai ratu dan anak sebagai raja, sementara di luar dia jadi budak. Elus telor orang. Tetapi para ayah menutup itu semua dengan uang melimpah demi kebahagiaan anak dan istrinya. Kalau salah biarkan untuk ayah saja. “ Kata saya tersenyum.


“ Untung papa engga bisnis begitu” Kata Oma. Dia genggam jemari saya. Ditatapnya mata saya. “ Dengar ya pah. Dari awal kita menikah, mama tidak melihat papa punya harta atau tidak. Ingat engga. Mama pernah bilang, Mama engga mau papa korbankan iman hanya karena ingin membahagiakan keluarga. Yakinlah engga akan berkah. Jadi engga apa papa capek dan beresiko. Engga apa tidak kaya seperti mereka.. Engga apa harus bisnis di luar negeri.  Engga apa apa. Kita lalui saja selagi halal. Karena itu maunya Tuhan. Barugi makonyo balabo. Bakaringek makonya mendapek.” 


“ Ya mah.”


“ ya udah. “


Kami terdiam. Seakan berpikir dengan diri kami sendiri. Tak berapa lama Oma, berkata “ Pah, ini soal Yuni..” Duh seperti petir menerjang. “ Ya mah”


“ Kenapa papa terlalu memanfaatkan dia. Berkali kali papa suruh dia mengerjakan pekerjaan yang rumit. Sampai ke luar negeri. Dia pernah lama di Vietnam dan di AS. Belum lagi di China. Bertahun  tahun dia engga ada waktu untuk anaknya. Kini setelah ada cucu, diapun engga ada waktu ketemu cucunya. Usianya engga muda lagi. Sebaiknya biarkan dia menikmati masa tuanya di Jakarta. Biarkan dia Focus ke bisnis dia di jakarta aja. Jangan lagi suruh dia untuk urusan pribadi papa. Dan lagi sudah sepantasnya dia menikmati masa tuanya karena masa mudanya melewati banyak kesulitan membesarkan perusahaan. “


“ Ya mah. Papa akan pikirkan”


" Jangan zolim sama orang. Mentang mentang orang butuh" 


" Ya mah.”

Oma terdiam.  Di balik sikapnya yang keras, hatinya lebih lembut dari saya. Lebih kaya iman. Sangat tahu diri. “ Tuhan, sabarkan aku untuk terus belajar dari kesalahanku, dan menerima sikap istri yang kadang bikin aku pening



Di Gambir itu...

 



 


Saya dari pasar ikan dengan kendaraan Yuni menuju jalan Thamrin. Di jalan Jayakarta saya mampir beli rokok di Indomaret. Selesai beli rokok, di pinggir jalan depan Indomaret ada pedagang grobakan. Saya dengar  pria itu sedang marah kepada wanita yang gendong bayi.  Keta katanya sangat kasar. Sepertinya pria itu suaminya. Marah karena istrinya datang dari kampung menyusulnya.


Wanita itu didorong oleh pria itu. Terjatuh bersama Balita. Entah mengapa saya spontan mendekati wanita itu. Menggendong balitanya. Balita itu menangis. Saya dekap dekatkan ke dada saya. Balita itu berhenti menangis. Dan wanita itu segera berdiri. Kembali dia mau mendekati pria itu. Tetapi dibentak dan dihujat dengan kata tak senonoh. Wanita itu terdiam. Di menoleh ke belakang meliat saya gerdong balitanya. Dia ambil balitanya dari saya. Airmatanya berlinang. Dia pergi.  


Saya terhenyak. Saya mematung meliat wanita itu berjalan menjauh dari suaminya. Saya kembali ke kendaraan Yuni. Ketika kendaraan mau jalan “ jangan jalan dulu.” sentak saya.

Saya berpikir keras. “ Apa yang harus saya lakukan. Apakah saya temui suaminya. Atau istrinya “ kata saya.\.

“ Uda, udah dech. Anggap saja ini cobaan mereka berdua. Biarkan mereka menyelesaikannya. Kita jalan aja. Doakan mereka. “

“ Ya tetapi ini terjadi di depan saya. Pasti ada pesan dari Tuhan untuk saya. Ini engga kebetulan. “ kata saya termenung.


“ Ya udah. Jalan “ kata saya akhirnya 


Setelah jalan beberapa menit saya liat wanita itu berjalan kaki sambil menggendong balitanya. Saya tak sanggup lihat dia jalan kelelahan. Setelah melewati wanita itu “ Yun berhentikan kendaraan. “ kata saya dan keluar kendaraan. Saya berlari mendekati wanita itu.


“ Ibu mau kemana? Tanya saya.


“ Mau ke gambir pulang. Naik kereta”


“ Mari saya antar ke gambir ya. “ kata saya dengan tersenyum. “ engga usah pak. 


“ Engga apa apa. Itu kendaraan saya” 


Dia mengangguk. Saya ambil balita dari gendongannya. Dia ikuti saya ke tenpat kendaraan parkir. Yuni buka pintu belakang. Wanita itu duduk di belakang bersama balitanya.


“ Saya yang salah pak. “ kata wanit itu. Suami saya harus bayar lapak ke preman dan bayar hutang ke rentenir untuk modal. Saya bingung ditagih terus sama rentenir. Suami saya engga pulang pulang” kata wanita itu.


“ Berapa suami ibu hutang ke rentenir “


“ Rp 8 juta. Tadinya hanya 6 juta. Itu udah sama bunga” 


“ Yun, kamu ada uang rupiah. Saya hanya ada dollar. “ kata saya. Yuni keluarkan uang dari tasnya satu ikatan Rp 10 juta pecahan Rp 100 ribu. Saya serahkan kepada wanita itu setelah sampai di Gambir. Wanita itu terkejut. Dia menangis sambil memeluk balitanya. Dia menggelengkan kepala seakan menolak. Namun saya paksa dia terima. “ Terimakasih pak.


“ Simpan yang rapi uangnya ya bu. “ kata saya. Dia masukan dibalik bajunya. 


Saya lanjut ke Thamrin. Di dalam kendaraan Yuni menangis. Duh kenapa semua menangis. Wanita sama saja 


“ ada apa kamu nangis !


“ Ingat 18 tahun lalu. Yuni diusir oleh suami karena Yuni engga bisa bayar hutang rentenir. Yuni keluar rumah malam malam. Gendong Yuli. Engga tahu kemana lagi minta tolong. Semua teman menolak. Orang tua di medan juga miskin. Akhirnya Yuni telp Uda. Pas uda bilang di Hongkong. Yuni rasanya habis harapan. Tetapi uda bilang akan kirim orang bantu YunI. Yuni tunggu di halte gambir 4 jam. Mana Yuli rewel terus nangis. Lapar dia. Akhirnya orang uda datang juga. Jam 1 pagi. Setelah itu hidup Yuni berubah. Ya ini tempat sangat bersejarah. Menjadi kenangan yang tak akan bisa hilang. “‘Kata Yuni. Saya genggam jemarinya.


“ Bertahun tahun Yuni selalu bertanya. Apa motive uda bantu Yuni. Yuni baru kenal udah 2 bulan. Itupun kenal karena Yuni Sales asuransi.  Yuni waktu telp dan ceritakan masalah Yuni ke uda. Itu tidak yakin akan dapat respon baik. Tetapi malah uda jawab singkat dan terbukti janji akan kirim orang itu bukan sekedar ngomong. Kini, dengan peristiwa barusan, barulah Yuni dapat jawaban tentang uda.”


“ Orang tua saya menasehati. Apabila kita melapangkan orang karana terlilit hutang, maka Tuhan akan lapangkan urusan kita. Tentu hutang untuk bertahan hidup, bukan hutang bisnis atau konsumerisme. Tapi karena nasehat itu dari ibu saya. Maka selalu saya jaga dan laksanakan. “


Jangan melewati batas..

  Tahun 2013 september, Holding Company yang aku dirikan sejak tahun 2006 berada dibawah pengawasan dari pihak yang ditunjuk oleh konsorsium...