Saturday, March 20, 2021

Hidup soal pilihan

 





Aku tahu kamu akan datang, cepat atau lambat,” kata Mari. “kita pasti bertemu” Kata Mari tersenyum. Itu pertemuanku di Bar pada suatu senja di Macao di Bar.


“Mari, bagaimana kamu berada di sini?” tanyaku takjub. Dia mengenakan blouse putih lengan pendek, memperlihatkan putih kulit lengannya. Celana jins membalut pinggangnya. Kuku-kuku jarinya ber-cutex merah. Mari sedang membereskan meja bar, menaruh gelas-gelas yang diangkatnya dari tempat pencucian di bibir pantry dalam posisi terbalik.


“How’s life…” tanyanya.


Aku terdiam tak tahu harus menjawab apa.


Kembali Mari tersenyum. Ia menuju alat pemutar lagu. Kuku-kuku jarinya yang juga ber-cutex merah menyala memencet tombol alat pemutar yang kelihatan sangat kuno modelnya. 


“Adanya ini…” katanya saat melihatku memerhatikan alat pemutar lagu tadi. “Aku tahu kamu menyukai ini…” lanjutnya. Mengalun lagu lembut berjudul You alway on my mind. “Problemnya pasti irama ya, iya kan?” ucap Mari seperti hendak menebak, mengapa aku tak menjawab pertanyaannya. “Kamu menyebut, semua adalah soal irama. Irama kamu sebenarnya di sini.”


“Bersamamu,” tukasku.


“Kamu masih suka merayu.”


“Aku sungguh-sungguh.”


“Aku tahu. Kamu jujur mengungkapkan apa yang kamu rasakan, meski aku juga tahu, kamu terlalu naif.”

Kali ini aku tersenyum. Mari selalu benar. 


***

Kedekatanku dengan Mari pada pertengahan tahun 80an. Aku ingat percakapan di masa awal perkenalan. Aku hanyalah pengusaha pemula yang sedang merintis jadi elang perkasa.


“ Pengusaha itu second class. Terlalu tinggi angan angan. Siapa yang bisa kaya di era Soeharto, hanya para budaknya. Pejabat lebih terhormat karena dia bersama Seoharto jadi penguasa diantara para budak kaum pengusaha.” Katanya bersatire ketika mendengar tawaranku bermitra dengannya dalam bisnis sebagai rekanan pemerintah.


Walau aku bisa mengajak Mari ke Baritoroom Hotel Indonesia makan malam. Mendengarkan dia melantunkan lagu keroncong “ Bandung selatan diwaktu malam.” atau lagu “ Aryati”  Walau Mari sering bantu aku bertemu dengan pejabat untuk mengatur tender, tetapi dia tidak pernah memberikan kesempatanku menciumnya. Sebagai istri simpanan jenderal, dia setia.


Lalu, suatu saat aku ingat. Mari datang ke Barito Room HI. Dia datang sendirian. Aku bersegera mendekatinya mengajaknya gabung di tableku. Wajahnya tidak seperti sebelumnya. Acuh dan sangat yakin dengan dirinya. Aku mengantarnya pulang. Tetapi dia menolak. Setelah aku paksa, diapun menyerah.  “Aku sudah tidak lagi tinggal di Menteng. “ Katanya mengalihkan pandangan ketempat lain. Kutatap dari samping. Mari nampak sangat bersedih. Tetapi itu cepat berlalu sebelum aku bicara Mari sudah membuka pintu kendaraan. “ Aku berhenti di sini saja. Di lampu merah.” Dia melambaikan tangannya dengan sedikit senyum. 


***

Tahun 2004 aku pernah bertemu dengan Mari di Singapore. Dia jadi pramuria tempat hiburan di cafe river side. Saat itu dia tawarkan tubuhnya untuk kubeli.” Bukankah kamu selalu mengingkan menciumku. Kini kamu bebas lakukan apa saja.  Booking lah aku. “ Katanya meracau dalam keadaan mabuk. Aku sedih melihat kehidupan Meri. Dia sahabatku. Usianya saat itu 35 tahun. Akhirnya terdampar jadi pelacur. 


Aku bayar booking Mari. Kuajak ke hotel satu kamar dengan Yuni. 

“ Kamu tidur dengan orang saya. Besok kita bicara.”  Kataku.

Dia gusar dan menendang nendangku. Meracau. “ Jangan kamu kira setelah membayarku, kamu bebas mencampakanku. Dari awal  aku mencintai mu, B.. “ katanya dengan airmata berlinang.

“ Kamu kan kenal aku, Mar. Aku tidak pernah membeli untuk sex. Kamu sahabatku. Aku inginkan kamu berubah.”  Setelah itu Mari pergi dan membenciku. Kami disconnect.


***

“Siapa dia?” tanya Mari melirik wanita di sebelahku. 

“ Dia sekretarisku. “

“ Sepertinya orang China?

" Bukan, tapi  Korea. "

" Apa dia harus selalu ada bersama kamu, termasuk di Bar ini ?

“ Aku…”aku tergagap. Mari tahu kelemahanku. “ Kamu tahu aku sangat tergantung dengan staf kalau sedang di luar negeri. Aku kan  disleksia. Banyak lupa nama tempat. “ 

“ Ya tahu. Kadang kamu seperti Balita. Semua hal tergantung wanita di samping kamu. Untung istri kamu wanita yang tabah. Tabah bersuamikan disleksia “

“ Sebentar lagi Bar ini akan ramai. Kamu datang terlalu awal” kata Mari. 

“ Aku hanya ingin makan Menu Indonesia. Sekretarisku ajak aku kemari. Katanya disini ada menu Indonesia.”

“ Gado gado ya.” Katanya. Aku menganguk. Mari menemani aku duduk. Sekretarisku punya alasan kuat untuk membiarkan aku berdua saja. Dia pergi keluar untuk keperluan tertentu.

“ Usiaku sudah hampir 50. Aku tidak bisa lagi hidup terperangkap dengan kercerdasan seperti masa mudaku dulu. Kini inilah aku. Jadi TKW bekerja di Bar.”

“ Udah berapa lama?

“ Udah hampir 10 tahun. “

“ Anak kamu ?

“ Aku tidak pernah menikah dalam arti sesungguhanya. “

“ Sesungguhnya ?

“ Ya punya keluarga. “ 


Mari terdiam seperti menanti aku merespon. “ Tolong ceritakan tentang kamu. Aku  ingin sekali tahu. Bagaimana dengan Yuni?” katanya.

“ Oh Yuni. Ada..ada di jakarta. “

“ Gimana usahanya ?

“ Masih tetap seperti dulu. Tetapi sekarang tentu berkembang lebih besar. Dia udah punya industri tableware,  Agro industri, dan perhotelan.”

“ Aku tahu.” kata Mari menatap kosong ke arahku. “  Kini baru aku sadari. Bahwa aku salah menyikapi hidup. Yuni lebih cerdas dari aku. Terutama cerdas memilih sahabat dan tahu berbagi kepercayaan. “


Aku hanya diam. Aku sedih melihat kehidupan Mari. . “ Andaikan dulu aku bisa sedikit menghargai kamu dan kita bisa bersahabat dengan terbuka. Mungkin aku bernasip sama dengan Yuni sekarang. Tetapi aku terlalu yakin dengan kehidupan too good to be true. Karena aku yakin mudah menaklukan pria dengan kecantikanku. Di saat usia menua, semua hilang begitu saja…”  kata Mari. 


Dia berdiri dari tempat duduk dan melangkah ke arah table Bar. Karena ada tamu yang datang.  Aku yakin Mari akan baik baik saja. Dia bisa menerima kenyataan hidupnya dan tetap tersenyum.

Hikmah cerita. Kesenangan dan kemudahan itu racun dalam hidup kamu. Janganlah mudah terlena. Jangan pula bersedih hati ketika bersikap benar,  kesulitan mendera. Karena itu sebagai tanda kamu berproses untuk jadi hebat

Saturday, February 27, 2021

Menikah karena Tuhan..

 



Saya punya sahabat, namanya, Steven. Dia kaya raya sebagai putra dari pengusaha Casino. Sampai dengan usia 40 dia belum juga menikah. Padahal dia ganteng. Tubuh atletis.  Pria sejati. Wanita cantik tak terbilang disekitar dia. Dari artis film sampai super model bermimpi ingin jadi istrinya. Tetapi itu tidak menjadikanya pria beristri. Wajahnya sangat femiliar bagi orang Hong Kong. Karena dia donatur tetap dalam acara balap formula 1. Namun orang Hong Kong tidak begitu lebay dengan orang tenar. Mereka engga tertarik untuk mengganggu privasi orang lain, seperti minta Sefly. Makanya dia bisa menikmati privasinya.


Apakah dia sengaja membujang? Saya tidak yakin begitu besar kekuatannya dibandingkan Tuhan. Sehingga bisa menolak jodoh. Yang pasti Tuhan punya cara tersendiri untuk mengirim jodoh kepadanya.  Saya ingin cerita sedikit bagaimana akhirnya Steve,  dapat jodoh.  Pada suatu saat di musim dingin tahun 2011. Saya dan Steve membuang waktu di sebuah cafe. Ini bukan caffe berkelas. Cafe biasa saja. Kami suka ditempat ini karena tidak jauh dari kantor kami.  


“ Walau saya pernah kalah bertaruh dengan kamu soal tidak semua wanita bisa dibeli. Namun saya tetap tidak yakin. Bahwa wanita suka harta dan kalau mereka akhirnya mau dengan saya karena uang saya. Makanya sampai saya anggap wanita itu komoditas. Terserah kamu anggap saya apa “ Katanya tersenyum. Saya tidak mau berdebat. Itu sudah sikap hidupnya. Saya tidak mungkin bisa mengubahnya. Yang jelas dia sahabat  saya dan dalam doa namanya saya sebut.


Tak berapa lama, ada wanita masuk ke cafe dan menghampir table kami. “ B, kenalkan ini pacar saya.” kata Steve. Saya terkejut. Apakah dia sedang becanda. Wanita itu saya yakin lebih tua dari Steven. Tidak  secantik wanita yang ada disekitarnya. Kulitnya tidak putih. Khas orang Bali. Saya mengangguk. Seraya menyalaminya. Saya diam saja. Ada apa ini.?


“ B. kamu sahabat saya. Selama ini kamu tak lelah mengingatkan saya untuk berubah. Dan inilah pilihan saya. Saya sudah melamarnya. Pestanya dua bulan lagi di LA. Orang tua saya ingin perstanya di Amerika. “ katanya. Saya tersenyum senang. Saya rangkul dia tanda saya bahagia dengan pilihannya.


“ Saya bertemu dia di Bali. Dia tidak kenal saya. Tidak tahu siapa saya. Dia bekerja sebagai room service di Hotel. Dia lihat saya diusir dari hotel karena deposit saya tidak mencukupi.  Dia menolong saya selama 10 hari di tempat tinggalnya yang sederhana. Keluarganya juga sangat ramah. Selama 10 hari dia sediakan tempat tinggal dan makan. Setelah itu saya pergi meninggalkan dia diam diam tanpa terimakasih. Tiga bulan kemudian saya datang lagi menemuinya. Dia tetap ramah kepada saya…Tapi…”


“ Tapi apa ?


“ Dia bilang, “ saya mengkawatirkan kamu. Saya kawatir ada apa apa dengan kamu. Tapi saya tidak tahu harus berbuat apa. Tidak tahu dimana alamat kamu. Setiap hari saya berdoa moga kamu baik baik saja.” 


“ Oh..”


“ Saya mengenalnya dan akhirnya memutuskan untuk menikahinya karena alasa sederhana. Tetapi yang sederhana itulah membuat saya berubah sikap secara ekstrim.


“ Apa alasan sederhana itu ?


“ Dia mengkawatirkan saya karena Tuhan dan dia tidak berharap apapun kecuali cinta Tuhan. Mencintai Tuhan, adalah juga mencintai manusia. Tanpa mengenal ras, kedudukan atau harta. “ Kata Steve.

“ Jadi kamu memang sengaja melakonkan diri sebagai orang miskin untuk mendapatkan kejujuran orang bersikap terhadap kamu? Kenapa ?


“ Kamu engga sadar ya. Selama ini setiap kata kata kamu, itu menjadi tantangan bagi saya untuk membuktikan.” 


“Emang apa sih nasehat saya itu.? Kata saya.


“ Kamu pernah bilang, kesombongan terbesar adalah menentukan jodoh seperti apa yang kita mau. Sikap sombong itu karena miskin spiritual. Pernikahan diatas kondisi yang kita suka tak ubahnya dengan pernikahan kapitalis. Tidak mungkin mendapatkan kebahagiaan.  Dan kamu benar. Saya akhirnya menikah bukan karena kondisi seperti yang saya mau. Tapi karena Tuhan melunakan hati saya untuk mencintai perempuan yang mencintai saya karena Tuhan.” 


Setelah menikah Steve berubah lebih bijak. Dia lebih focus mengembangkan bisnis diluar casino. Orang tuanya sangat memuja istrinya. Karena penuh perhatian dan cinta kepada mertua…

Kalau saya di undang makan malam di rumah Steven yang mewah, istrinya masak gado gado. Enak sekali. “ Steven, cerita kalau Pak B suka gado gado. Saya belajar masak gado gado “ kata istrinya tersenyum ke arah steven. Kalau ingin dapatkan makanan enak, pergilah ke Italia. Kalau ingin dapatkan kedamaian, pergilah ke Tibet. Tapi kalau ingin dapatkan cinta, pergilah ke Bali. Steven dapatkan cinta, dia dapat makanan enak  dan kedamaian sekaligus..

Thursday, February 25, 2021

Tidak dendam.

 





Kapal dagang ( phinisi) saya tenggelam dan hampir membuat saya meninggal teratung atung selama 3 minggu ditengah laut. Sayapun bangkrut. Itu tahun 1988. Hutang tak sanggup saya bayar. Terpaksa rumah disita. Saya titipkan istri dan anak usia balita kepada mertua. Karena saya tidak punya apa apa lagi untuk memulai langkah saya dalam bisnis.  Mertua saya bisa menerima. Ipar saya keliatan tidak suka. Setiap dia lewat depan saya. Dia ludahi muka saya. Saya diam saja. Saya sadar, Saya numpang. 


Saya keluar rumah dengan baju melekat di badan. Tidak punya uang. Ketika saya akan melangkah keluar, di teras rumah.  Istri saya bersimpuh di kaki saya. Dia pegang kedua kaki saya. Dia menangis. “ Apa salah suamiku. Dia hanya miskin. Kenapa kejam sekali. Makan saja hanya sekali di rumah”. Saya tahu saat itu betapa hancur hatinya. Dia tahu saya sangat butuh dukungan. Terutama dari keluarganya. Saat itulah saya jatuh cinta untuk kesekian kalinya kepada istri. Saya berjanji tidak akan mengecewakannya. 

“ Mah biarkan papa pergi. Jaga anak. Baik baik di rumah. Papa janji akan jemput mama dan anak. Doain ya.” Kata saya. Saya berusaha melepas kaki saya dari pagutannya. Akhirnya dia lepaskan. Dia lunglai. Saya dapat kode dari mertua agar terus saja jalan. “ Ayah, titip istri dan anakku.  Maafkan aku, ayah.” Kata saya. Sebelum saya pergi, kakak ipar saya masih sempat meludahi muka saya. Saya diam saja. Saya terus melangkah pergi.


Nabi Ayub pernah mengalami kebangkrutan. Semua harta habis. Teman menjauhi. Kemudian dia sakit kulit yang sangat bau. Anak dan istri menjauh. Diapun diasingkan di tempat sepi. Kawatir penyakitnya menular. Tetapi dalam keadaan bangkrut, didera penyakit, anak istri meninggalkannya, dan kesepian, dia tidak pernah menyalahkan Tuhan. Buktinya?  dia tidak pernah menyalahkan siapapun. Itu bukan antara dia dengan orang lain. Tetapi antara dia dan Tuhan saja. Rasa percaya diri dalam keimanan itulah yang menyelamatkannya.  Saya belum seperti Nabi Ayub. Saya masih sehat. Jdi saya tidak akan bersedih dan menyalahkan siapapun. Saya harus focus memperbaiki diri.


Saya pergi keluar rumah tanpa uang satusenpun. Hanya baju satu stel melekat dibadan. Saya sempat tidur di Monas semalam.  Akhirnya saya ingat teman lama. Florence. Saya telp tapi engga tahu dia ada dimana? yang saya ingat telp keluarganya di Riau. Saya telp. Keluarganya katakan bahwa Florence tinggal di Singapore. Mereka beri tahu nomor telpnya. Saya pergi Wartel telp Florence. 


" Ya, its me, Aling." terdengar suara Florence.


" Ling, ini gua Ale. Gua perlu uang. Usaha gua bangkrut" Saya tahan getaran suara. Karena malu.


" Ale, lue baik baik aja kan? terdengar suara Florence dengan nada kawatir.


" Ya gua baik baik saja"


" Gimana kabar istri dan anak lue?


" Di rumah mertua, Ling. Gua udah engga ada rumah lagi. Gua tinggal di luar rumah.  Engga tahu mau tinggal dimana"


" Duh ale, Sabar ya. Nah  lue cepetan ke kantor Pos, setelah gua kirim uang dan kirim bukti wesel ya. Berapa nomor fax nya ? Kata Florence. Saya berita tahu nomor fax Wartel.


" Lue tunggu 30 menit, gua kirim uang" kata Aling. 


" Terimakasih, Ling."


Benarlah, 45 menit saya dapat fax bukti kiriman uang Rp. 5 juta. Saat itu harga emas  Rp. 28.000. Kalau sekarang uang itu senilai Rp. 178 juta. Jadi saya bisa ngekos di Kawasan Cikini. Setiap hari saya keluar rumah. Setiap hari istri saya kirim makanan ke tempat kos saya sambil gendong balita saya. 


“ Papa dapat peluang bisnis Import pupuk dari teman orang Jepang. Kemarin Florence kirim uang Rp 5 juta. Papa sewa kantor. Sewa mesin Fax dan masih ada sisa Rp 3 juta. Ambil lah uang sisanya. “ kata saya. 


“ Engga usah. Pakai aja uang itu untuk biaya hari hari Papa. Eli dagang kecil kecilan. Barang kreditan. Papa tenang saja. Jaga kesehatan. Jangan kecewakan Florence sudah bantu Papa. Ingat engga. Itu engga sedikit uang. ” Katanya. 

Suatu hari saya ngobrol santai dengan tetangga yang kerja sebagai supir menteri. Otak survival saya langsung bergerak liar. Segera saya datangi teman yang masih kerja di perusahaan jepang,  importir mineral. Saya cerita bahwa saya bisa urus impor phospat. Dia senang. Dia siap beri saya fee USD 2 dollar per ton.


Melalui supir itu saya diatar ke rumah menteri. Saya yakin, pasti proposal saya ditolak. Lah koneksi hanya supir. Tapi saya tidak punya pilihan. Hanya itu harapan saya. Ternyata, apa yang terjadi ? Walau menteri itu terima saya diteras. Namun dia mau baca proposal saya. “ Kamu datangi yayasan ini. “ katanya. “ Nanti saya telp pengurusnya.” lanjutnya. Singkatnya hari itu juga saya bertemu dengan pengurus yayasan mau memberikan rekomendasi resmi untuk PT saya sebagai mitra impor phospat. Dalam seminggu saya dapat surat izin impor phospat dengan kuota 100.000 ton perbulan.


Biaya LC dan segalanya ditanggung perusahaan Jepang. Saya bisa bangkit lagi. Hanya dua bulan saya terpuruk dan terhina. Saat itu juga saya jemput istri dan anak saya.  Kami pindah ke rumah baru kami. Beberapa tahun kemudian, Ipar saya bangkrut. Dia pinjam uang ke saya. Saya pinjamin tampa sepengetahuan istri. Hutang itu tidak pernah dibayar. Sayapun tidak tagih. Tetapi suatu saat istri tahu saya pinjamin kakaknya. Dia marah kepada kakaknya. Saya lerai dan minta dia bersabar.


“ Papa tahu. Sampai kapanpun aku tidak akan bisa memaafkan kakak ku. Dia ludahi pria yang kucintai. Ayah dari anak ku.  Tapi papa malah bantu dia. Papa engga jaga perasaanku. “ kata Istri. Saya diam saja. Mau gimana lagi. Saya tidak bisa dendam. Apalagi dia adalah kakak istri dan keluarga kami. 


Namun karena itu, akhirnya istri bisa sadar. Diapun melupakan dendam. Mengapa ? Saya katakan” Papa bisa bangkit setelah bangkrut dan terhina. Itu hanya butuh waktu dua bulan. Tanpa pertolongan Tuhan, mana mungkin papa bisa bangkit. Kenapa papa harus dendam?  Benci kepada manusia? Ini bukan antara papa dan kakak kamu tetapi antara papa dan Tuhan. Tuhan engga suka orang pendendam. Itu yang diajarkan amak. “


Setelah itu saya bangkrut lagi. Totalnya empat kali saya bangkrut dalam kurun waktu 10 tahun. Florence selalu jadi malaikat penolong saya. Kini florence tetap bersama saya. Saya jaga dimasa tuanya sebagai sahabat. Saya dan istri, kini kami menua bersama. Tetap hidup sederhana.  Tuhan engga suka orang berlebih lebih dalam segala hal.

Tidak menyerah..

 






Di Hong Kong saya biasanya weekend di Shenzhen. Kantor sediakan apartemet di kawasan Dongmen. Di luar kota Shenzhen ada  villa. Hari sabtu saya didampingi oleh James atau Tong atau Wenny atau Esther. Namun hari minggu saya sendirian. Maklum hari minggu hari libur bagi mereka bersama keluarga dan teman. Tinggalah saya sendirian. Biasanya saat kesendirian itu saya gunakan bersantai. Minggu Subuh saya sholat di Masjid Libanon yang  berada diatas atap sebuah Hotel. Jalan santai dari kawasan apartement ke stasiun Louhu. Jam 8 pagi saya ke pusat  Gym dan Spa sampai jam 9 pagi. Sarapan pagi di restoran Muslim.


Setelah itu biasanya saya suka pergi ke pasar tradisional. Bukan untuk belanja. Tetapi meliat cara orang berbisnis seperti waktu zaman saya kecil di Lampung temanin ibu saya belanja. Liat orang tawar menawar harga 200 gram cabe. Tarik ulat leher untuk ikan sekilo. Apalagi liat pembeli emak emak bawa sendiri timbangan untuk pastikan engga dibohongi penjual. Lucu dan asyik liat mereka. 


“ Are you from Philipino” Tegur seorang wanita. 


“ No. Inni” Kata saya tersenyum ramah. Orang China tidak bisa sebut Indonesia. Lidah mereka engga sampe. Mereka menyebut Indonesia, Inni.


“ Oh saya ingin memperlancar bahasa inggris saya. Boleh kenalan” Katanya dalam bahasa inggris. Menurut saya mendekati sempurna.


“ Tapi bahasa inggirs anda sudah bagus.” kata saya. Dia memerah wajah. 


“ Kenalkan. Nama saya Lin atau bisa panggil saya Alisa.” Katanya mengulurkan tangan untuk salaman


“ Saya, Bandaro atau B”Kata saya menyambut tangannya. “ Kamu sedang belanja apa ” Kata saya.


“ Ya beli kebutuhan dapur. Anda tidak membeli apapun?


“ Engga. Saya hanya jalan jalan saja. Saya akan ke starbucks untuk minum kopi. Kalau anda selesai belanja, bisa mampir kesana. Kita minum kopi.”


“ Terimakasih. Saya sudah selesai. Mari kita pergi “ katanya.  Saya perhatikan. Alisa bukan orang selatan. Tetapi wilayah Barat. Dia tinggi dan hidunya mancung. Ukuran Bra sedikit lebh besar di bandingkan wanita selatan. Dari pembicaraan ternyata tebakan saya benar. 


Dia berasal dari wilayah Barat China. Pekerjaanya sebagai designer pakaian di sebuah pabrik. Dia sempat mengeluh. Awal dia kerja. Dia dibayar sebulan 12000 Yuan. Tetapi setelah lima tahun kerja. Gajinya terus turun menjadi 5000 Yuan. Alasanya, lulusan designer semakin banyak. Gaji sudah berkompetisi. Dia harus terima atau pabrik persilahkan dia keluar.  Dari kenalan itu, setiap hari minggu saya tidak lagi sendirian. Alisa mau temanin saya selama di Shenzhen.


Belakangan saya tahu. Dia pindah ke Zuhai. Dia banting setir jadi Pengusaha travel. Dia bermitra dengan temannya pengusaha angkutan. Kamipun sudah jarang ketemu. Namun bila ada kesempatan dia sempatkan datang ke shenzhen.  Dia masak makan malam di apartement saya. Setelah itu kami main Bowling atau pergi ke cafe and Bar. Tak terasa persahabatan kami berlangsung 2 tahun.


***

Alisa datang ke saya. Penampilanya berbeda. Pakaiannya sudah lusuh. “ Saya gagal B. Tabungan saya habis. Mitra saya singkirkan saya. Padahal dia janji kalau usaha patungan kami bisa dapatkan agent dari Eropa dan Jepang , dia akan setor modal. Tetapi setelah itu dia tidak juga setor modal.  Saya sabar.  Setelah berkembang, dia datang ke kantor. Memecat saya. Padahal dari awal walau dia pemegang saham mayoritas, dia tidak setor apapun. “


“ Kamu lapor ke Polisi. Saya akan bantu. Saya ada lawyer. “ Kata saya.


“ Engga. Biarlah. Yang salah saya. Teman saya mungkin juga tidak berniat merugikan saya. Itu karena ulah istrinya. “ Kata Alisa. Airmatanya berlinang. Saya terkejut. Dia baru 1 tahun berbisnis. Tetapi mental enterpreneur sudah terbentuk. Dia cepat membuat keputusan dan melupakan kegagalannya. Orang yang cepat melupakan kegagalan adalah petarung unbreakable.


“ Ok. Lantas apa yang bisa saya lakukan?


ALisa terdiam lama. Namun saya genggam jemari dia. Untuk pastikan saya sahabatnya. Saya ada untuk dia. 


“ Saya ada rencana bisnis IT. “ Katanya. Seraya mengambil sesuatu di dalam tasnya. Proposal. “ Kamu pelajari. Apa mungkin?  Saya baca proposalnya yang hanya lima halaman. Setelah saya baca, saya tanya “ masalah  kamu apa dengan proposal ini?


“ Saya butuh modal. “ Katanya.


“ Saya sediakan modal. Tetapi strategi dari saya. Kamu jalankan. gimana? 


Dia memandang saya lama. Sekonyong konyong dia memeluk saya. “ Kamu mau saja bermitra dengan saya itu sudah berkah. Apalagi kamu mau keluar uang. Entah bagaimanan saya membalasnnya.”


Saya minta James untuk mempertajam proposal Alisa dengan dukungan data riset dan analisa prospek bisnis. Saya membuat keputusan investasi sebesar USD 500.000 sebagai start awal modal. Saham saya 70% dan Alisa 30%. Ini bisnis pribadi saya di bawah proxy Holding Wenny. Alisa hanya tiga bulan didampingi team Wenny. Setelah itu dia sudah mandiri melakukan business process. Tiga tahu setelah itu, Wenny tawarkan bisnis Alisa ke Pony Ma. Deal terjadi sebesar USD 30 juta. Saya keluar.  Angel fund saya pada start up Alisa sebesar USD 5 juta. Kami dapat 5 kali capital gain. Alisa dapat USD 7,5 juta. Ditambah bonus dari Wenny sebesar USD 2,5 juta.


Alisa mendirikan venture capital untuk jadi mitra kaum muda yang  ingin bersaing menjadi terbaik di era digital. “ Apa motivasi kamu buka usaha veture capital? tanya saya.


“ Saya orang miskin di kampung. Tersingkir sebagai pekerja karena upah yang terus turun. Tersingkir karena ulah pemodal. Dan saya terselamatkan dari seorang asing, yang juga sahabat saya. Kamu bukan hanya keluar uang tetapi kamu jadi mentor saya, memberikan network business dan rasa hormat. Kaum muda China butuh banyak mentor bisnis. Saya mau ambil bagian dari program pemerintah membantu kaum pemula agar mereka selamat di rimba belantara bisnis dan naik kelas.” Kata Alisa. Saya kagum. Dia memang orang baik. 


Belakangan saya dapat kabar. Venture capital Alisa jadi members associated partners Pony Ma, untuk berburu start up bisnis IT yang layak bergabung dalam ekosistem WeChat.


Moral cerita. Orang baik selalu berpikir positip disetiap masalah. Kamu bisa jadi apa saja. Bekerja keraslah untuk mencapainya. Kalau sukses kembalilah kepada Tuhan. Berbagilah dalam spirit cinta. Hormati orang berilmu dan kaya. Dari dia kamu akan dapatkan jalan menuju mata air. Cintai orang miskin, dari dia kamu akan dapat doa tulus untuk mempertebal empatimu.

Monday, February 22, 2021

Buah kebaikan..

 


Kesunyian itu ada. Keheningan itu adalah keterpaksaan. Phisik tak berjarak. Mereka tidak saling tatap. Diam seperti sedang berdialogh dengan hati masing masing. Anak usia 5 tahun tak henti berlari kesana kemari. Kadang mendekat  keibunya yang duduk dihadapan pria itu. Anak kecil itu dari arah belakang menyender di kursi Ibunya. Kadang korsi bergoyang goyang


“ Sayang, duduk yang tenang.” Kata ibunya dengan lembut. Anak itu menurut.


“ Engga kebayang betapa repotnya kamu ngurus dia.” kata pria yang dihadapan wanita itu.


“ Ya dia aktif sekali, bang Chan.”


“ Mungkin waktu kecil aku seperti dia ya Ming” 


“ Like father like son, mungkin”. Ming berkata seperti menusuk kejantung Chan. Hening lagi.


Akhirnya “ Aku kembali ke Hotel. Besok kami pulang ke Changsa. Terimakasih udah mau terima kami.” Kata Ming.


“ Terimalah uang ini. “ Kata Chan menyerahkan bank draft USD 200.000. 


“ Aku tdak datang untuk minta kamu merasa bertanggung jawab. Aku kangen, Chan” Ming menangis. “ Kedua tanganku masih kuat untuk memikul beban William. Kami akan baik baik saja. Doakan saja.” Ming bicara terbata bata dalam isakan tangis.


“ Aku salah. Karena meninggalkanmu. Aku tidak tahu kalau ternyata kamu hamil. Aku salah karena tidak bisa menikahimu. Karena kehidupan rumah tanggaku sekarang sangat baik. Tidak mungkin aku rusak karena situasi ini. Tapi cintaku kepadamu, itu tidak salah. Terimalah uang ini, Ming. Didik Wiliam dengan baik. Kalau ada masalah, kamu tahu bagaimana harus menghubungiku. “ Kata Chan dengan perasaan bersalah.  


Chan berdiri dari tempat duduknya. Dia menggendong anak usia 5 tahun itu.  Ming tersenyum bahagia. “ Kamu akan sehebat ayahmu, William. Kamu adalah  bukti cinta mama kepada Ayahmu. Mama akan jaga kamu dengan segenap jiwa mama.” kata Ming. Chan merangkul Ming dengan lengan kanannya dan lengan kiri menggendong William. “ Kita akan baik baik saja.”


***

Chan sudah berusia 65 tahun. Badannya lemah. Sekarat. Dokter mengatakan dia kena kanker prostat. Dua anaknya jarang menengokinnya di Rumah. Anaknya tidak mau kembali ke Indonesia. Mereka sudah nyaman berkarir di Amerika. Sejak 10 tahun lalu dia bangkrut. Sehari hari hidupnya ditopang oleh Ling, adik perempuanya. Namun akhirnya, hari ini dia dapat kabar dari Ling. Dia harus tinggal di rumah Jompo. Chan maklum. Ling hanya ibu rumah tangga. Suaminyapun pegawai biasa. Tidak punya uang berlebih untuk terus menanggung hidupnya.


Chan pasrah saja. Bayangannya kepada Ming dan William. Waktu William tamat SMU, Chan bertemu lagi dengan Ming di Changsa. Chan  memberi Ming uang untuk biaya melanjutkan pendidika William ke Tianjing University.  Itu pertemuan kedua. Pertemua ketiga di Beijing. Waktu menghadiri wisuda Willam. Chan memberi uang USD 200,000.  “ Papa engga bisa terus bantu kamu William. Kamu sudah dewasa, Ini pemberian papa yang terakhir. Jaga ibumu.” Katanya. Sejak itu tidak pernah ada lagi pertemuan. Chan tidak tahu perkembangan terakhir William. Juga Ming.


Sore hari, ambulance sudah datang menjemput. Ling sudah mempersiapkan segala galanya untuk dia selama di panti Jompo. 


“ Rumah ini besok harus sudah kosong. Pembelinya sudah minta begitu.” kata Ling. “ Uang hasil penjualan rumah aku tempatkan di deposito atas nama Kak Mey. Bunganya bisa bayar biaya abang selama di panti. Kak Mey biar tinggal sama aku”  Kata adiknya..


“ Anak anaku sudah kamu kabari, Ling? Kata Chan seraya melirik istrinya, Mey.


“ Lelah aku mengingatkan dan berkirim kabar. Surat, email, SMS tak mereka jawab. Udahlah. Engga usah dipikirkan soal anak. Mereka sudah punya kehidupan masing masing. Ikhlas sajalah bang.” kata Ling. Dia diam dan pasrah. Mey berlinang air mata. Mey sejak 3 tahun lalu kena stroke. Responsenya sudah sangat lambat. Tapi Mey secara phisik sehat. 


Kendaraan ambulance terhalang keluar. Karena ada kendaraan berhenti tepat di depan pagar rumah. Seorang pria gagah keluar dari kendaraan. William. Chan tertegun melihat kedatangan William. Yang tak pernah dia bayangkan.


“ Papa ? sakit ? kata william dengan wajah kawatir. Adiknya bingung meliat keakrapan antara Willam dan Chan. Mey berkerut kening. Wiliam merangkul Chan.

Kemudian William sujud di kaki Chan “ Papa, izinkan aku merawat papa. Menjaga papa. “ 


“ Berdirilah nak. “ Kata Chan seraya memeluk William. “ Bagaimana kabar ibumu ?


“ Mama sudah meninggal, papa”


“ Kapan?


“ 10 tahun lalu.”


Chan menangis. “ Maafkan aku Ming..” Dia sesenggukan. Memeluk erat William.


William mengenalkan dirinya kepada Ling dan Mey. “ Sebelum mama meninggal, dia berpesan agar aku menjaga papa. Izinkan aku menjaganya, Ma, Tante “ kata William seraya sujud dikaki Ling dan Mey. Tak berapa lama, Mey mendekati William, tanpa banyak bicara. Mey memeluk William.  “ Ka …mu .anaku juga..” Kata Mey mengganguk ngangguk kepada William.


Akhirnya Chan terbang ke Beijing bersama William. 6 bulan dalam perawatan dokter terbaik di China. Chan bisa sembuh. Dia kembali ke Indonesia karena harus menjaga Mey. William membelikan apartemen mewah di Jakarta dan menyediakan nurse khusus merawat Chan dan Mey.


William termasuk orang terkaya di China. Dia sukses sebagai pengusaha. Setiap bulan dia pastikan datang menjenguk Chan. Rasa sayangnya kepada Chan dan cintanya kepada Mey tidak berbeda dengan cintanya kepada ibunya sendiri.


Moral cerita : Pada akhirnya yang menyelamatkan dan melindungi kita adalah perbuatan baik kita. Dan itu bisa datang dari siapa saja. Pria sukses karena dia hidup dalam cinta dan pengabdian kepada orang tua. Ia tahu berterimakasih dan bersukur kepada Tuhan.

Mengapa Hijrah ke China.

  Sore itu saya makan malam dengan Florence dan Yuni. Kebetulan Yuni ada business trip dari Hong Kong ke Jakarta. Yuni kini CFO Yuan Holding...