Monday, October 28, 2024

Fenomena dari masa ke masa...

 



Hari jumat usai sholat maghrib. Saya sempatkan bertemu dengan anak muda. Dia mahasiswi. “ Saya suka baca blog bapak. Itu dasar saya jadikan bapak sebagai narasumber saya dalam TA. “ katanya dalam email.  Saat bertemu dia mau cium tangan saya tetapi cepat saya jabat tanganya dengan tersenyum. Saya layani dia di CafĂ©. 


“ Apa yang mau ditanya? Kata saya setelah usai ramah tamah. Saya tanya nama universitasnya  dan kelurganya. 


“ Saya tergugah dengan buku Indonesia paradox yang ditulis oleh Pak Prabowo. Esensi tulisannya memang soal keadilan ekonomi. Apa yang salah dengan negeri kita, pak. Mengapa sudah lebih 75 tahun, kita belum juga bisa mencapai masyarakat adil dan makmur. Padahal kita banyak orang pintar dan terpelajar. Hampir semua literasi ekonomi dunia kita pahami. Dan dari 7 presiden yang kita punya, semua orang baik.  Saya ingin tahu sudut pandang bapak sebagai praktisi bisnis yang hidup sejak era Soekarno. “ katanya.


Saya terdiam. Di hadapan saya. Ada anak muda yang sedang mencari identitas dan tempat berpijak. Engga elok kalau saya menyampaikan hal yang ideal. Karena hidup memang tidak ramah. Tidak ada yang ideal kecuali nanti di Mahkamah Tuhan. Namun ikut larut mengadili kesalahan, juga tidak bijak. Karena kebenaran absolut juga tidak ada. Justru itu tidak mendidik dan tentu tidak menyehatkan secara kejiwaan.  


“ Dulu ..” kata saya mulai bicara. “ waktu kita proklamasikan kemerdekaan. Ekonomi Pancasila diperkenalkan oleh Hatta. Namun hanya berupa pokok pokok pikiran dengan dilatar belakangi kegagalan ekonomi kapitalis klasik dari Adam Smith. Itu dibuktikan dengan krisis demi krisis terjadi. Dalam tataran filsafat, ekonomi Pancasila memang ideal. Beranjak dari budaya Indonesia yang terikat dengan patron dan clients dalam mengatasi masalah keseharian lewat gotong royong. Namun sebenarnya esensi dari ekonomi Pancasila itu yq kritik terhadap ekonomi klasik. Konsep akademisnya tidak jelas. Baru tahun 2022, pemerintah melalui BRIN mulai Menyusun naskah akademis ekonomi Pancasila. 


Sementara sampai dengan tahun 1969 kita tidak membangun ekonomi secara terstrukur. Maklum kita baru merdeka secara yuridis formal dengan adanya pengakuan PBB tahun 1950 atas dasar resolusi PBB No. 56. Sejak tahun 1950 sampai 1969 kita sibuk mengahadapi pemberontakan demi pemberontakan. Puncaknya tahun 1965 dengan adanya G30S PKI.  


1966 Orde baru resmi berdiri. Para sarjana yang ada di luar negeri kembali ke tanahair, seperti Soemitro Djoyohadikoesoemo, yang kemudian dikenal sebagai arsitek ekonomi orde bau. Namun pemerintah baru bisa legitimate setelah pemilu 1971.  


Pak Harto tanya kepada Pak Soemitro. “ Apakah kita akan terapkan ekonomi Pancasila ?


“ Ya. “ kata Pak Soemitro. Sebenarnya secara makro Soemitro terapkan system ekonomi Keynes.  Maklum dia memang sosialis sejati. Tentu dia ingin ekonomi seperti Keynes. Bahwa negara harus hadir menjaga atau mengendalikan ekonomi dan pasar. Pak Harto engga penting soal teori siapa. Yang penting sesuai dengan prinsip Pancasila.


Tapi karena pak Harto ini seorang dengan latar belakang Perwira Militer. Dia terbiasa berpikir strategis. Maklum perwira tinggi dilatih berpikir strategi untuk memenangkan perang dengan terbatasnya sumber daya. “ Gimana strategi mencapai tujuan Pancasila. Sementara SDM masih tradisional dan modal terbatas “ tanya Pak Harto.


“ Oh itu mudah pak. Kita terapkan pembangunan bertahap lima tahunan.  Tahap pertama, kita focus membangun ekonomi rakyat  dengan target swasembada pangan. Agar mayoritas penduduk yang bekerja secara tradisional pada sector pertanian dan nelayan bisa bangkit menjadi tulang punggung ekonomi nasional. Negara harus lead secara terprogram membangun dan pada waktu bersamaan menjami ketersediaan pangan. 


Tahap kedua. Sambil terus membangun swasembada pangan, kita sudah mulai mengarah kepada ketahanan pangan dalam jangka Panjang, dengan membangun industir hulu. Ya kita bangun pabrik pupuk. Bangun pabrik baja agar mesin pertanian bisa dibuat. Pertamina di-revitalisasi dengan membangun kilang minyak agar kita tidak perlu impor BBM. Tujuannya agar transfortasi produk pertanian bisa efisien


Tahap ketiga.  Kita moderenisasi jaringan perdagangan international. Dengan memperkuat BUMN Niaga seperti Pancaniaga, Kerta Niaga dan lain lain. Tujuannya agar kita bisa mendapatkan nilai tambah dari ekspor komoditas pertanian dan mendapatkan produk pangan yang murah. 


Tahap 4. Sector pertanian sudah tangguh untuk siap masuk ke era manufaktur dan industry. Maka kita buka investasi swasta dan asing untuk tahap awal membangun industry substitusi impor dan terus bangun sector perbankan agar bisa menjadi sumber daya keuangan saat kita masuk  era industrialiasi


Tahap 5, kita mulai masuk ke tahap pembangunan industry berientasi ekpspor. Nah itu lima tahap pembangunan selama 25 tahun. 


“ Setelah itu” tanya pak Harto. 


“ Ya kita take off “ kata Soemitro. Pak Harto langsung setuju.


Apa yang dikatakan Soemitro yang kemudian dikenal dengan REPELITA sebenarnya mengadopsi teori ekonomi WW Rostow, yang dikenal dengan “ the stage of economy Growth”. Dia memang Keynesian. Untuk bisa terlaksana teori itu maka negara harus jadi sumber daya keuangan. Pemerintah jadikan BI hanya sebagai alat mengatur moneter dan kasir pemerintah. Kebijakan ada pada Menteri keuangan sebagai otoritas moneter.


Lima tahapan itu memang sukses dilaksanakan Pak harto. Tahun 1984 kita berhasil keluar dari ketergantungan impor pangan menjadi swasembada pangan. Pertanian dengan dukungan jaringan Koperasi seluruh Indonesia sudah menjadi Lembaga yang Tangguh untuk menjamin sustainable growth. Peran Bulog semakin strategis sebagai penyangga pasar.


Semua industry substitusi impor dia bangun. Tahun 1971 Pertamina di revitalisasi sebagai distributor dan pusat logistic BBM. Kilang minyak dibangun, Pemerintah juga bangun Pabrik pupuk, Petrokimia, Pabrik baja, dan termasuk industry strategis. Selesai. Hanya proses itu tentu ongkos nya sangat mahal. Negara kedodoran menyediakan uang. Pendapatan devisa kita terbatas. Sementara pajak juga sangat rendah.


Ketergantung terhadap utang luar negeri sangat besar. Memang kita tidak menerbitkan SBN tetapi lewat pinjaman bilateral dan. Multilateral. Tentu utang itu tidak free of lunch. Ada trade off nya berupa pemberian konsesi bisnis  kepada asing mengeksploitasi SDA. Namun hasilnya tidak berdampak luas terhadap tumbuh nya industry domestic. Nilai tambah semua untuk asing. Sementara Bagi Hasil SDA tidak significant untuk mengcover dukungan pembiayaan sektor industry dan manufaktur. 


Terpaksa pada Repelita 5 dan 6, pak Harto melonggarkan pembukaan bank baru dan memberi akses bank berhutang ke luar negeri dengan jaminan BI. Ya hanya lima tahun utang luar negeri lebih besar dari Cadev. Ya tumbang lah rupiah dan berdampak sistemik.  Krismon terjadi. Tetapi karena pertanian kita Tangguh. Kebanyakan rakyat justru diuntungkan dari adanya krismon itu. Produk pertanian naik harganya berlipat. Banyak yang OKB justru petani kopi, lada dan cengkeh. Yang krisis pemeritah bukan rakyat.


Saya terdiam sebentar. Menatap dia dengan sejurus yang sedari tadi asik menyimak. “ Apa yang dapat kita pelajari dari orde baru. “ tanya saya. 


“Hanya 10 tahun kebebasan ekonomi diserahkan kepada dunia usaha, langsung terjadi moral hazard, KKN dan tidak lagi terkendali. Sehingga puncaknya terjadi krismon. Kalaulah Pak Harto tetap pertahankan system ekonomi Keynesian, tentu sekarang kita lebih hebat dari China. “ Katanya.


“ Tidak ada yang salah dengan teori Keyness dimana peran negara harus kuat dan tentu juga tidak ada yang salah dengan strategi pembangunan, yang tentu banyak hal yang dikorbankan untuk mencapai tujuan. Yang salah itu adalah attitude dari elite dan pelaku ekonomi yang memanfaatkan program pemerintah itu untuk kepentingan pribadi. Padahal itu semua berasal dari negara. Seharusnya kan untuk kepentingan nasional “ Kata saya.


" Nah sekarang kita lanjut." Kata saya. Dia tersenyum seraya teguk juice lemonnya. " Tahun 1998 sampai tahun 2004. Kita lakukan serangkaian reformasi. Belajar dari kesalahan orde baru dimana BI dibawah otoritas pemerintah. Penyebabnya krisis bukan teori yang salah. Yang salah peran BI tidak independent. Makanya setelah tahun 1998 dibuatlah UU independensi BI tahun 1999 dan tahun 2004.


Timbul lagi masalah. Era SBY, Orang kaya baru (OKB) bertambah karena maraknya bisnis batubara dan sawit. PDB meningkat 3 kali lipat. Banyak uang parkir di luar negeri. Apa pasal? Para OKB justru menggunakan kelebihan uang itu lewat instrument investasi asing. Karena acuan bunga deposito adalah SBI. Itu tidak menarik. SBI itu bukan alat investasi. Hanya sebagai alat pengendali inflasi. Dampaknya kepada kurs rupiah secara berlahan lahan terus melemah. Keseimbangan primer negatif. Artinya pendapatan setelah dipotong belanja, engga ada lagi uang untuk bayar bunga dan cicilan utang.


Era Jokowi pada periode pertama. Pemerintah menarik investasi swasta yang ada diluar negeri itu lewat instrument SUN. Caranya? suku bunga harus lebih tinggi dari surat berharga asing. Ya kalau air mengalir ke bawah. Uang mengalir keatas bukan ke bawah. Kemana bunga tinggi kesanalah uang mengalir. Kemudian diadakan tax amnesty agar uang parkir milik WNI di luar mudah mengalir masuk. Tetapi ternyata upaya itu tidak efektif. Mengapa? Pertimbangan orang bukan hanya suku bunga tetapi juga volatile kurs rupiah terhadap valas. Makanya pada waktu bersamaan agar kurs bisa dikendalikan, BI mengeluarkan BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR). 


Maka sejak itu terciptalah surat utang negara sebagai alat investasi. Bukan lagi alat pengedali inflasi. Moneter kita sudah dikudeta oleh pasar. Nah ini udah nyimpang dari Keyness. Tapi masuk ke neoliberal, dari Milton Friedman. Yaitu memanjakan orang kaya lewat instrument investasi. Sejak itu SBN dan SUN jadi solusi pemerintah untuk ongkosi APBN yang defisit. Semakin besar defisit semakin besar ketergantungan pemerintah kepada utang dan semakin besar hegemoni pasar.


Walau SBN itu lebih banyak di beli oleh investor local. Namun struktur kepemilikan tetap aja asing di belakang sebagai penggerak likuiditas SBN. Apalagi dengan adanya kebijakan QE The Fed membuat likuiditas banjir. Likuiditas SBN juga meningkat.  Kerjasama BI dan Pemerintah terjalin apik. Namun sejak adanya kebijakan taper tantrum the fed tahun 2022,  suku bunga the Fed terkerek naik. BI kedodoran dapatkan dana lewat pasar uang untuk menjaga volatile kurs IDR. 


Maka tahun 2023, BI keluarkan instrument SBRI. Bunganya lebih tinggi dari bunga the fed. Berharap capital outflow tidak terjadi. Kurs bisa dikendalikan. Namun itupun engga efektif. Apa pasal? Pemerintah juga keluarkan SBN menarik uang di pasar dengan bunga tinggi. Nah desember 2023, BI mengganti BI7DRR menjadi BI-Rate. Maka kita masuk debt trap pasar bebas. Main di pasar lah. Kalau bunga fed tinggi, ya BI-Rate harus lebih tinggi. Kalau engga, capital out flow terjadi. Rupiah bisa tumbang.


Apa yang terjadi sekarang? Surat utang negara maupun BI, sudah berperan sebagai alat investasi dan yang menyedihkan itu hanya sebagai alat menjaga stabilitas kurs bukan sebagai alat pengendali inflasi dan ekspansi sektor real. Praktis peran negara lumpuh dan dirantai tangannya. Siapa yang diuntungkan? Ya orang kaya yang jumlahnya sangat sedikit, mungkin tidak lebih 1000 orang, yang uang mereka dikelola oleh fund manager kelas dunia. Kalau kebijakan diubah dan anti pasar, ya dalam semalam uang bisa eksodus, yang bisa berdampak sistemik. “ kata saya.


“ Oh jadi tak ubah dengan prologh kejatuhan orde baru. Saat tangan negara dirantai, dunia usaha diberi kebebasan, saat itu juga terjadi moral hazard dan selalu yang diuntungkan segelintir orang. Dan kalau terjadi krisis, tentu lebih buruk dari tahun 1998. Karena sector pertanian kita hancur sekarang. Bahkan pangan kita tergantung impor. Daya beli drop. “ katanya. Saya senyum aja. Senang dia bisa menarik benang merah dari apa yang saya sampaikan.


“ Bahwa sudah takdir kita sebagai bangsa engga bisa ekonomi diserahkan sepenuhnya kepada pemodal,  apalagi oligarki. Culture dan struktur sosial kita memang terikat dengan patron. Kalau itu terlepas, maka rakyat lemah akan diexploitasi oleh kekuatan modal. Dan karena modal pula  politik keperbihakan akan dikebiri. “  Kata saya.


“ Artinya rakyat harus cerdas seperti China mencerdaskan rakyatnya dan itu karena pemerintah juga cerdas mengelola kepentingan modal tanpa mengorbankan rakyat. Kuncinya ada pada penegakan hukum yang equal before the law” Katanya. “ Apakah Pak Prabowo menyadari ini?.


“ Menurut saya dia sangat paham. Apalagi proses dia jadi presiden itu tidak mudah. Kalaulah tidak punya cita cita luhur engga mungkin dia bisa bertahan melewati kegagalan demi kegagalan. Dan lagi dia dibesarkan oleh ayahnya yang dikenal sebagai arsitek ekonomi orde baru. Tentu dia akan kembalikan ekonomi kepada esensi Pancasila, dimana negara harus lead dalam bidang ekonomi demi tercapainya keadilan sosial. Engga bisa lagi diserahkan sepenuhnya kepada pasar yang dikomandani oleh jaringan oligarki. “ Kata saya.


“ Hanya saja masalahnya kapan dia akan arahkan Haluan kapal ke dermaga harapan Pancasila itu. Dan bagaimana dia memulainya. “ Katanya. Dia lihat ke hape nya. " Pada semester pertama 2024. AFLN sebesar 491,5 miliar dolar AS dan posisi KFLN sebesar 738,7 miliar dolar AS. Maka selisihnya PII netto sebesar USD 247 miliar, Itu negative.  Artinya kan collateral rupiah dari modal asing. Bukan surplus neraca.  Apa jadinya kalu asing call asetnya katakanlah USD 50 miliar aja. Ya tumbang rupiah. Bisa jadi sampah. Jadi sebenarnya kita duduk diatas bomb waktu. Yang kapanpun bisa meledak. Faktor eksternal itu sudah jadi alat hegemoni atas kedaulatan kita sebagai bangsa. " Katanya. " Kita kawatir terlambat pak..." Lanjutnya dengan tatapa kosoong. Saya senyum aja.


“ Itu pertanyaan yang sulit dijawab sekarang. Kita lihat aja nanti. “ kata  saya. " Jam 7 lewat. Saya harus pulang. Kamu lanjut aja makan. Saya sudah bayar bill nya. " Kata saya dan dia tersipu malu ketika saya sisipkan uang ketangannya 3 lembar pecahan USD 100. " Engga usah malu. Kamu masih kuliah. Belajar yang rajin ya. Nanti lulus ikut Babo ya."  kata saya. Dia acungkan jempol saat saya akan berlalu


Sunday, October 20, 2024

Bisnis dalam dimensi moral

 



Saya tadi sore ketemu dengan sahabat pembaca blog saya. Dia dari luar negeri yang sedang menyelesaikan S3 nya. "Saya tertarik membaca cerpen anda. Ya cerpen bisnis tanpa kehilangan sisi humanisnya. Tanpa pengalaman pribadi tidak mungkin anda bisa bercerita sangat detail. Saya sudah riset sebagian besar cerpen anda. Itu semua ada dasar referensi akademis nya dan dalam berbagai studi kasus yang saya pelajari memang apa yang ada ceritakan sangat berkelas. “ tulisnya dalam email. 


Saya senyum aja. Saya menulis untuk saya sendiri dan tidak perlu baper kalau orang muji saya. Rencana kedatangannya sudah disampaikan via email 1 bulan lalu. Dan hari ini saya sempatkan bertemu dengan dia. Saya undang dia minum di cafĂ©. 


“Sepertinya Eropa memutuskan untuk menurunkan suku bunga. Kira kira apa dampaknya terhadap perekonomian. Saya ingin tahu sudut pandang pemain hedge fund” Tanyanya mengawali pembicaraan. 


“ Ya idealnya kalau suku bunga turun tentu akan berdampak kepada membaiknya yield obligasi dan Index bursa saham juga meningkat. Tetapi dalam situasi sekarang, itu hanya window dressing aja. Untuk memungkinkan adanya stimulus ekonomi dengan alasan inflasi rendah dan upaya meningkatkan kinerja ekspor. Maklum negara Eropa dan AS kan PDB nya sangat bergantung kepada ekspor. Pasar membaca itu. ” Kata saya.


“ Mengapa ?


“ Problem utamanya adalah disparitas suku bunga Eropa dan AS lumayan besar. Kalau suku bunga turun, pemodal akan pindahkan uangnya ke USD. Apalagi dari data yang ada, sebagian besar arus modal yang masuk ke Eropa dialokasikan kepada surat utang AS. Tidak masuk ke sector real. Jadi sama dengan hot money. Sangat rentan terhada valuasi mata uang. Keadaan Eropa sama dengan negara ASEAN termasuk Indonesia. tidak dapat mengimbangi pertumbuhan AS dan China.  Mungkin bisa disebut kutukan kapitalisme atau debt trap.” Kata saya. Dia tersenyum dan mengangguk.


Kemudian dia menyerahkan kertas selembar “ Maaf, mohon baca profliling ini. “ katanya. “ Saya tahu Yuan dan SIDC dalam cerpen anda itu nama alias.” Lanjutnya. Saya agak kaget juga. Karena dia dapatkan informasi dan profile tentang dua holding yang dimaksud. “ Saya tidak mungkin mau duduk di pesawat lebih 12 jam kalau tidak yakin akan bertemu dengan principal” katanya lagi dengan tersenyum.


“ Saya tidak butuh clarifikasi anda atas profiling dua holding itu. Karena memang nama anda tidak ada di dua entity itu. “ Katanya menegaskan. Bagi saya itu hak dia menulis tentang saya. DAN Memang tidka perlu saya clarifikasi. 


“ Yang ingin saya ketahui adalah bagaimana caranya bisa membesarkan dua holding itu dengan cepat. Hanya 10 tahun. Ini penting untuk bahan desertasi saya” Tanyanya. Saya tersenyum dan seruput kopi saya. Wanita Asia berusia 32 tahun dihadapan saya ini memang keliatan cerdas. Dari CV nya saya tahu dia pernah kerja di Lembaga Keuangan First Class di Eropa dan ambil S3 atas beasiswa. Dia juga dapat high recommended dari investment banker, yang kebetulan saya kenal baik.


“ OK lah. Katakanlah dalam konteks ini soal SIDC” Kata saya berusaha menjawab pertanyaannya. “ SIDC itu didirikan dengan business model ekosistem bisnis mineral tambang, Energi, Food, Induustri high tech. Ekosistem itu terkait dengan sumber daya, supply chain, financial dan R&D. Jadi SIDC itu adalah bisnis ekosistem. Semua unit bisnis berdiri secara independent sesuai yuridiksi negara dimana dia beroperasi. Namun mereka tidak bisa lepas dari control SIDC. Karena kalau lepas, pasti bisnis nya mati. Terlepas dari ekosistemnya.” Kata saya. 


“ OK. Bagaimana dengan Yuan ? tanyanya lagi.


“ Yuan itu business model nya adalah logistic dan trading. Tentu cakupan bisnisnya luas. Kan engga ada bisnis yang tidak tergantung kepada logistic dan trading. Saat sekarang ada 4 unit holding bidang Agro, energi dan sumber daya mineral, Industri dan manufaktur Mereka afiliasi dari Yuan. Pada setiap holding itu Yuan menunjuk Lembaga keuangan sebagai nominee beneficial owner. Jadi pengendalian bisnis terjadi lewat ekosistem financial. “ kata saya.


“ Benar benar ciri khas investor hedge fund. Penguasaan riset bisnis yang luas dan penguasaan sumber daya keuangan yang kuat. Namun terstrutktur dengan rumit. Tentu tidak sulit anda bisa membangun ekosistem bisnis yang solid.” Katanya terpesona. Saya senyum aja atas persepsinya. Dia tanya dan selesai saya jawab. 


“ Apa lagi ? tanya saya.


“ Mengapa anda memilih jalan yang rumit dan pasti setiap waktu diawasi ketat oleh otoritas. Secara personal tentu gerak gerik anda juga tak henti di suspect otoritas. Tentu engga mudah mengelola situasi itu. Padahal anda punya sumber daya keuangan. Kan lebih baik kembangkan bisnis Private Equity. Anda bisa hidup tenang menikmati kemelimpahan financial” katanya berusaha membalut senyum agar saya tidak tersinggung. Karena pertanyaannya terkesan personal.


  Pertanyaan anda sangat personal. Kalaupun saya jelaskan, anda tetap tidak akan mengerti dan percaya. “ Kata saya tersenyum.


“ Please cerahkan saya. Saya datang dengan cangkir kosong” Katanya.


“ Anda tahunya membangun bisnis holding hanya 10 tahun. Tapi anda tidak tahu kalau proses sebelumnya membutuhkan waktu lama dengan kegagalan berkali kali dan tentu terhina sampai pada batas tak tertanggungkan. Nah kalaulah berbisnis dalam dimensi materialistis. Tentu sudah lama gila dan mungkin tidak pernah bangkit lagi. Tetapi karena berbisnis dalam dimensi moral, ya cuek aja. Bukankah resiko terbesar adalah kematin dan semua orang pasti mati. Hanya masalah waktu aja. Jadi ya selagi masih bernapas tetap bersukur dan terus move forward dalam situasi kondisi apapun. “ Kata saya.


“ Bisa jelaskan secara konkrit dimensi moral dalam bisnis?


“ Dalam hidup ini ada dua hal yang pasti yaitu kelahiran dan kematian. Diantara dua itu ada proses. Itu disebut proses menempuh perjalanan takdir kita. Tiap orang menempuh jalan berbeda, dengan cara berbeda. Ini soal pilihan. Kebetulan ada yang memilih jalan moral. Jadi selama berproses dalam bisnis. Bagaimanapun pengaruh -yin dan yang- datang silih berganti, pada akhirnya dia  tetap kembali kepada esensi moral.


Orang bijak berkata ada tujuh dosa sosial. Kekayaan tanpa kerja. Kesenangan tanpa hati nurani. Pengetahuan tanpa karakter. Perdagangan tanpa moralitas. Ilmu pengetahuan tanpa kemanusiaan. Ibadah tanpa pengorbanan. Politik tanpa prinsip. Semoga anda paham” kata saya tersenyum. Dia terdiam. Jam 7.30 PM saya undur diri untuk pulang.


Saturday, October 12, 2024

Jalan menemukan rizki...

 



“ Ale, bosoboklah kita” kata Mardi lewat SMS kemarin. Walau kami jarang sekali bertemu. Mungkin setahun belum tentu jumpa. Kami saling maklum aja. Dia sibuk sebagai pengusaha yang punya banyak bisnis di Indonesia dan tanah jiran.  Saya juga sejak hijrah ke China, sangat sibuk. Namun nomor hape nya tetap saya simpan. 


Kali pertama mengenal Mardi tahun 84. Saat itu dia bekerja pada pusat Grosir di Pasar pagi, Jakarta. Sekolahnya hanya tamat SMP di Padang.  Dia taat beribadah. Tubuhnya kekar. “ Di kampung aku sering ke rimba ambil hasil hutan untuk di jual ke pasar.” Katanya. Dia sahabat saya. Kami sangat dekat dalam rentang waktu dari 83 sampai tahun 1990. Namun banyak hal tentang Mardi yang menjadi inspirasi hidup saya. Usianya lebih tua 5 tahun dari saya. 


***

Tahun 1983. Mardi segera terbangun pukul 4 pagi. Saur. Makan nasi berlauk kan tahu goreng dan sambal yang dia beli tadi sore di warteg. Usai itu dia merokok sambil menanti waktu subuh datang.  Dengan malas dia melangkah ke Toilet umum dekat kali. Belum banyak orang antri. Dia mandi dan berwudhu. Usai sholat subuh dia sudah siap siap untuk berangkat ke kawasan kota bekerja di pusat grosir. Jarak tempuh dari tempat tinggalnya di kawasan timur jakarta ke kota cukup jauh.  Pemilik rumah kontrakan datang kepadanya.  “ Nak Mardi, sebaiknya kosongkan kontrakan ini. Ada yang mau isi. Dia berani bayar lebih. “ 


“ Ya bu. “ kata Mardi. Melipat pakaiannya yang hanya tiga setel. Dia masukan kedalam ransel. Pergi meninggalkan tempat kontrakanya.


Dia duduk di halte menati buss datang. Saat itu ada wanita bersama anak balita. Matanya terpejam. Sementara balita terus menangis. Seakan wanita itu tidak peduli dengan tangisan balitanya. Ada empati mengetuk hati Mardi.


 “ Bu, itu bayinya terus nangis.” Katanya menegur lembut. 


“ Ya Bang. Saya dari tadi malam di halte ini. Saya diusir dari rumah kontrakan. Saya mau pulang ke Cianjur. Tidak ada ongkos.” 


“ Suami ibu dimana?


“ Pergi ke kalimantan. Sebulan tidak ada kabar. Pas ada kabar, dia bilang, sudah menikah lagi di Kalimantan. Katanya janji akan kirimin uang. Ini sudah tiga bulan tidak kirim uang bayar kontrakan. Saya diusir. “ Kata wanita itu menangis.


“ Bu, saya ada uang Rp.10 ribu cukup untuk pulang ke Cianjur dan modal awal ibu bertahan di kampung. “ Kata Mardi menyerahkan uang  kepada wanita itu.


“ Terimakasih bang “ Wanita itu menangis menerima uang dari Mardi. Bus datang. Mardi permisi kepada ibu itu untuk pergi.


Di dalam bus. Mardi teringat surat dari ibunya“ Kalau kau tidak ada uang, tak usah pulang lebaran nanti. Mande maklum. Doa mande selalu untuk kau, anakku. Si Mijah sudah menikah dengan pria dari kota. Dia sepertinya sudah lupa dengan kau, anakku. Jangan kecil hati. Itu artinya bukan jodoh kau. Yang penting sesulit apapun kau, jangan pernah tinggalkan sholat. Semua bisa hilang tapi Tuhan tidak boleh hilang dalam kalbumu. “ 


Mijah adalah kekasih Mardi yang pernah berjanji akan menanti Mardi pulang melamarnya. Hidup memang berubah. Jembatan biasa lapuk. Janji biasa mungkir. Mijah tidak salah dengan sikapnya. Mardi  sangat maklum.


Seharian dia sibuk kerja mengepak dan memanggul barang. Hari itu dia terima upah mingguan sebesar Rp. 10.000. Dari uang sebanyak itulah dia harus bayar kosan Rp. 10 ribu sebulan dan sisanya untuk makan. Praktis dia tidak pernah bisa menabung. Tapi dia tetap yakin Tuhan akan membuka jalan untuknya. Dia bercita cita membuka pangkalan minuman teh botol untuk dipasarkan oleh pedagang asongan. 


Hari sudah pukul 9 malam ketika dia sampai di kontrakan temannya. Tapi dia tidak bisa masuk. Karena istri temannya datang dari kampung.” Aku mau cari kontrakan. Ya Rp. 8.000 sebulan lah. “ Kata Mardi. Temannya janji akan carikan rumah untuk mardi. Namun minta maaf tidak bisa menampung Mardi tinggal sementara.


Jam 10 malam Mardi turun di stasiun kereta Tanah Abang. Dia berjalan keluar dari stasiun tanpa tahu kemana arah yang akan dituju. Dia duduk di warung kopi. Berkali kali pelacur jalanan datang menegurnya, dia hanya tersenyum. Jam 2 pagi dia berjalan ke arah istiqlal. Lebih baik tafakur di Masjid sambil menanti waktu sahur. Di dekat pom bensin Abdul Muis kebon sirih dia melihat ada tas tergeletak di jalan. Isi tas itu, uang dollar dan dompet berisi uang pecahan Rp. 10.000.


Dia teringat doanya sehabis sholat agar Tuhan mudahkan rezeki untuknya. Nah , itulah janji Allah kepadamu. Gunakan uang itu untuk modal usaha. Itulah janji Allah.  Itu rezeki anak sholeh.” Suara bisikan datang. Namun saat itu juga terbayang wajah ibunya di kampung “ Jangan kau ambil harta orang. Apalagi orang itu tidak mengenalmu, tidak tahu apakah dia ikhlas atau memaafkanmu. Kalau dia tidak memaafkanmu, tidak mungkin pintu sorga terbuka untukmu.”  Itu nasehat ibunya saat dia akan pergi merantau.


Akhirnya Mardi putuskan juga untuk menyerahkan uang itu kepada pemiliknya. Dia lihat KTP yang ada di dompet untuk tahu alamat pemilik tas itu. 


***

Sebelum sampai di istiqlal dia melihat ada kendaraan sedan berhenti di jalan veteran. Dari dalam kendaraan itu ada wanita keluar dengan hampir terjatuh. Sepertinya didorong oleh penumpang yang ada di dalam. Dia dekati wanita itu, yang terduduk di trotoar.


“ Ada apa mbak.? Tanya Mardi.


“ Mereka udah engga bayar, kasarin saya lagi. “ kata Wanita itu. Wajahnya ada lebam. Tapi wanita itu tidak menangis. “ Mau bayar saya berapa saja saya mau. Yang penting ada ongkos pulang. Mau ? 


“ Berapa ongkos pulang?


“ Rp. 2  ribu aja.”


Mardi beri wanita itu uang. Dan dia melangkah menjauh dari wanita itu menuju istiqlal. 


Seuai sahur dan sholat subuh. Dia berdoa kepada Tuhan. “ Terimakasih Tuhan. Hari ini aku kehilangan tempat tinggal. Hari ini aku dapat kabar kekasihku menikah dengan pria lain. Tapi hari ini engkau tunjukan kepadaku cobaan tentang kerakusan dan ketidak berdayaan. Dan empatiku tetap hidup walau aku tidak tahu bagaimana nasipku besok. Yang penting hari ini aku tetap di jalanmu dan selalu bersukur akan kehadiranmu di hatiku.” 


***

Setelah matahari naik.  Mardi pergi ke alamat yang ada di KTP itu. Dia berniat ingin mengembalikan uang itu. Kebetulan rumahnya tidak jauh dari Istiqlah. Daerah Gunung Sahari.


" Anda siapa ? Kata seseorang saat pintu gerbang rumah besar tersibak.


" Saya menemukan tas di jalan. Saya tahu alamat ini dari KTP yang ada dalam dompet.  Ini saya mau antar kepemiliknya.”


Seseorang itu pergi ke dalam rumah. Mardi menanti di teras. Tak berapa lama keluar wanita etnis Tionghoa. 


“ Dimana ketemunya tas saya ini” Kata wanita itu setelah menerima tas dari Mardi.


" Dekat pom bensin Abdul muis”


Wanita itu tersenyum puas setelah memeriksa tas itu " Terimakasih ya " Kata wanita itu. Wanita itu mengundang Mardi masuk ke dalam rumah. Mardi ditawari kerja di perusahaan wanita itu. Bisnis wanita itu agent dan distributor Mesin jahit dari Jepang. Kantornya di bilangan kota tua. Sejak itu Mardi kerja sebagai sales. Dia di training how to sell dan product knowledge. Dia cepat sekali belajar. Dia memang cerdas.  Berlalunya waktu akhirnya dia dipercaya sebagai direktur oleh wanita itu.


Tahun 98 terjadi chaos menjelang kejatuhan Soeharto. Saat kantor  dibakar oleh massa. Mardi berhasil menyelamatkan wanita itu berserta keluarganya ke Bandara dan terus ke Singapore. Tahun 2000 Mardi hijrah ke Malaysia. Dia dipercaya mengembangkan bisnis wanita itu di Malaysia.


***

“ Ale “ Seru Mardi seraya memeluk saya saat bertemu di hotel kempinski Jakarta.


“ Gimana kabar Encik Yohana” Tanya saya. Yohana adalah induk semangnya yang membinanya sejak muda.


“ Encik udah meninggal tahun 2013. Tetapi anak anak nya tetap percayakan bisnis untuk aku kelola. Mereka beri aku saham 20% atas group perusahaan yang terdiri dari Kebun Sawit. Pabrik downstream CPO, pabrik sparepart kendaraan. Pabrik gula  dan lain lain. “ Katanya dengan tersenyum. Mardi hanya tamatan SMP. Tidak ada yang bisa dia perbuat untuk bisa sukses kecuali kejujuran dan kesetiaan menjaga amanah.


“ Hasil survey tingkat kepuasan terhadap pemerintahan Jokowi diatas 70%. “  Kata Mardi kemudian.  Kami ngobrol santai.


“  Data OECD tahun 2023, 62% penduduk Indonesia lulusan SLTP. Sisanya lulusan SMU dan universitas. Lulusan S1 hanya 4,25%. Nah, kalau lebih 90 % populasi berpendidikan SD, SLTP, SMU, maka hanya 1 dan 100 responden survey yang melek politik.  Kamu yakin hasilnya objectif? Mana mereka paham soal indicator ekonomi dan capaian pemerintah. Mereka hanya menjawab survey atas dasar perasaan. Ya wajar. Karena  mereka dapat program Bansos. Tapi kita semua tahu, bansos itu toxin peradaban dalam jangka panjag. “ kata saya.


“ Tapi baca berita dari media mainstream, luar biasa sekali kinerja Jokowi. Terutama dalam membangun infrastruktur ekonomi. Bangun jalan tol. Jalan nasional. Jalan desa, Irigasi, Bendungan, Bandara, Pelabuhan, bahkan pembangun desa terluar. “ Kata Mardi, Saya senyum aja. Saya tahu dia ingin bicara banyak dengan saya. Kami saling merindukan. Lama tak jumpa


“ Itu hanya berita. Orang hanya tahu dari pemberitaan. Semakin sering berita itu ada semakin nampak dia bekerja.  Apalagi Jokowi sangat pintar sebagai media darling. Pada setiap moment peresmian proyek dia menghadiri. Kan di Japang ata China atau Korea tidak mungkin presiden menghadiri peresmian proyek Tol. Apalagi sekedar ekspansi Pelabuhan atau penambahan bendungan.Itu cukup diwakilkan Menteri atau direktur BUMN yang kelola proyek itu.  


Mengapa saya katakan itu? Karena faktanya Belanja modal tetap rendah, kurang lebih 1,33% dari PDB. Tidak ada yang bisa diperbuat. Kecuali semakin besar sumber dana dari non APBN. Kalau dana non APBN itu berasal dari FDI kan bagus. Memperkuat devisa. Tetapi ini berasal dari utang dalam negeri. Dan itu utang kepada bank BUMN juga. Yang kalau ada masalah, terpaksa negara bailout. Dan semua bermasalah.” Kata saya.


“ Mengapa ?


“ Bukan rahasia umum bahwa pembangunan infrastruktur lewat PINA itu menimbulkan moral hazard. Itu bisa dilihat dari ICOR kita diatas 6. Sangat tidak efisien. Index Korupsi yang memburuk. Tahun 2024 Index korupsi  sama dengan tahun awal Jokowi berkuasa. Yang tentu berkorelasi dengan memburuknya Index demokrasi. Menurut freedom House menyebut indeks demokrasi Indonesia turun dari 62 poin ke 53 poin pada 2019-2023. Kan menyedihkan “ kata kata saya.


“ Jadi apa pendapat kamu secara objektif terhadap kineerja Jokowi selama jadi presiden” Tanya Mardi.


“ Kita kan pengusaha. Apa ukuran penilaian terhadap kinerja CEO perusahaan? Kan pendapatan. Sehebat apapun CEO itu dengan programnya, pada akhirnya kalau trend pendapatan loyo, ya itu sudah dianggap sampah, yang harus segera dibuang ke tong sampah. Nah di era Jokowi, rasio pendapatan terhadap PDB menurun.  Bila tahun 2015 tax ratio 10,8%, diperkirakan 2024 tax ratio hanya 10,1%. Turun. Kalau dirata ratakan selama era Jokowi tax ratio dibawah 2 digit atau 9,9%. Kalah dengan era SBY yang rata rata tax ratio 11,7% terhadap PDB.


Upaya Jokowi untuk meningkatkan tax ratio sangat luar biasa. Tetapi itu hanya kebijakan menjaring wajib pajak yang ada lewat tax amnesti 1&2. Tidak ada upaya serius meningkatkan pertumbuhan  sektor real agar menciptakan multiplier effect yang salah satunya bertambahnya wajib pajak yang mampu bayar. Setidaknya dari 65 juta UMKM bisa naik kelas menengah 10% saja, itu sangat significant meningkatkan tax ratio. “ Kata saya.


“ Karena penerimaan loyo dan belanja amburadul pengelolaannya. Lantas darimana Jokowi dapatkan dana begitu besar untuk mempertahankan pertumbuhan diatas 5% ? tanya Mardi


“ Ya dari utang. Prinsip money  follow program telah mengakibatkan beban utang terus bertambah untuk menutupi defisit anggaran. Sudah bisa dipastikan ini berujung kepada bertambah nya utang negara. Terhitung sejak tahun 2014, outstanding utang sebesar Rp2.608 triliun yang kemudian meningkat signifikan menjadi Rp7855,53 triliun per Juli 2023 atau mengalami penambahan utang 201% dibandingkan total utang 6 presiden sebelumnya. Angka itu lebih besar lagi tahun 2024


Ini sudah sama seperti berada dalam kubangan lumpur utang. Sangat memberatkan bagi presiden berikutnya dan kalau ini terus dilanjutkan tanpa perbaikan dan perubahan, maka sebelum ulang tahun indonesia emas 2045, kita sudah jadi negara gagal seperti Venezuela. Mungkin lebih buruk dengan pecahnya NKRI.” Kata saya. 


Mardi tertegun. 


“ Keliatannya semua baik baik saja. Tidak ada masalah dengan likuiditas dan pasokan barang. Berapapun likuiditas tersedia. Mau pinjam berapapun ada uang. Mau barang apapun tersedia di pasar. Tapi masalahnya, berani bayar bunga tinggi engga? Berani bayar harga naik engga? Sementara pertumbuhan ekonomi masih positif, IDR menguat,  Angka indicator ekonomi makro ekonomi cerah. Kalau katanya ekonomi kita tidak baik baik saja, salahnya dimana ? tanya  Mardi. Sepertinya dia masih bingung dengan penjelasan saya. Maklum dia kelas atas. Wajar saja.


“ Sebagai masyarakat kelas atas yang hidup dari rente, kamu tentu akan bingung dengan situasi ekonomi sekarang. Apalagi DPK perbankan diatas Rp. 5 miliar untuk nasabah seperti kamu jumlahnya terus bertambah. Makanya setiap kritik terkesan anomaly. Jarak kamu dengan kelas bawah semakin jauh. Karena kini DPK perbankan dari nasabah dibawah Rp 100 juta, jumlahnya  terus berkurang. Dan itu tentu  membuat semakin jauh empati kamu. “ kata saya.


“ Coba cerahkan saya. Tapi jangan opini sabun. Berusahalah objectif berdasarkan data. “ Pinta Mardi   Saya segera buka file ekonomi makro di hape saya. Agar apa yang saya jelaskan sesuai data.


“ Mesin ekonomi suatu negara itu terdiri dari Belanja domestic, produksi dan investasi.  Nah perhatikan fakta dan data. Lebih 50% PDB kita disumbang oleh belanja domestic. Daya beli melemah dengan ditandai oleh lebih banyak barang daripada uang di pasar, itu artinya deplasi. Dalam 38 tahun terakhir situasi deplasi hanya terjadi pada pada 1999 saat kita dilanda Krismon dan, 2020 saat ada pandemi COVID. Kalau kini terjadi deflasi 4 bulan beruntun, itu artinya kita sedang dalam pusaran krisis. Itu dirasakan kelas bawah. Bukan kamu.


Kemudian sector produksi drop. Itu ditandai dengan kontraksi nya index PMI Manufaktur. Kontraksi dua bulan beruntun yakni pada Juli (49,3) dan Agustus. Posisi PMI Manufaktur saat ini juga merupakan yang terendah sejak Agustus 2021. Peran bank sebagai channeling fund stuck. Undisbursed loan perbankan mencapai Rp 2.152,19 triliun. Padahal sector produksi penyumbang kedua terbesar terhadap PDB. Kamu tidak akan merasakan. Karena yang merasakan rakyat kecil dengan adanya gelombang PHK dan pengurangan kapasitas produksi sehingga banyak supplier UKM yang jatuh bangkrut.


Investasi lebih banyak ke sector moneter. BI rakus banget serap dana di pasar lewat kenaikan suku bunga. Makanya devisa kita meningkat. IDR menguat. Bukan karena surplus NPI tetapi karena hutang. Menkeu juga kerek bunga SBN. Rebutan likuiditas dengan BI dan perbankan.  Makanya bunga perbankan juga naik. Sementara LDR perbankan sudah diatas 86%. Memang tidak dirasakan oleh kamu yang kelas Atas. Kamu justru happy dengan suku bunga tinggi. Bisa dapat pasif income dari bunga SBN, SRBI, SVBI dan deposito. Tetapi tidak berlaku  bagi kelas menengah dan bawah, yang income nya terpenggal karena angsuran KPR naik, harga harga naik.” Kata saya.


“ Ah apa iya begitu. Kan PDB kita positif. “  Kata Mardi. 


“ Ya jangan melihat PDB dari luar. Tetapi lihat ke dalam PDB. Mari kita lihat data. Ya data BPS aja. Biar tidak terkesan oposisi. Kelas menengah di Indonesia turun kasta sejak masa krisis Pandemi Covid-19. Pada 2019 jumlah kelas menengah di Indonesia 57,33 juta orang atau setara 21,45% dari total penduduk. Lalu, pada 2024 hanya tersisa 47,85 juta orang atau setara 17,13%. Artinya ada sebanyak 9,48 juta warga kelas menengah yang turun kelas. 


Nah 9,48 juta itu menjadi aspiring middle class. Kelas yang mendekati miskin. Data membuktikan aspiring middle class bertambah, dari 2019 hanya sebanyak 128,85 juta atau 48,20% dari total penduduk, menjadi 137,50 juta orang atau 49,22%. Sementara angka kelompok masyarakat rentan miskin ikut nambah juga. Dari 2019 sebanyak 54,97 juta orang atau 20,56%, menjadi 67,69 juta orang atau 24,23%. 


Artinya, PDB itu merugikan kelas menengah dan bawah. Sementara kelas atas bertambah. Bukan jumlahnya bertambah tetapi hartanya yang bertambah. Lihat data DPK perbankan. Nasabah  yang memiliki tabungan di atas Rp5 miliar justru cenderung mengalami peningkatan yang signifikan. Pada Juli 2016 hingga Juli 2019 tercatat mengalami kenaikan sebesar 29,7% dan pada Juli 2021 hingga Juli 2024 kembali bertumbuh bahkan lebih tinggi yakni sebesar 33,9%. “ Kata saya.


“ Apakah Jokowi tahu soal ini? Tanya Mardi. 


" Justru Jokowi sudah ingatkan sejak tahun 2023. Dia ingatkan kepada BI dan Menkeu soal kekawatirannya dengan pertumbuhan ekonomi 5% tetapi likuiditas terganggu. Karena dampaknya bisa menekan daya beli dan produksi yang pada gilirannya ekspansi sector real melambat. Tetapi tidak ada team relawan Jokowi yang bantu ingatkan ini dan ring 1 nya juga tidak peduli. Euforia engga jelas. Sementara pihak luar yang mengingatkan malah dituduh membenci dan nyinyir. Kan kasihan Jokowi jadi keliatan dungu dia. “ kata saya.


“ Emang salah? Kaya miskin itu kan soal pilihan dan lagi orang kaya emang mudah. Ada kerja keras, kerja kreatif, dan tentu struggle. Jangan salahkan pemerintah kalau ekonomi justru merugikan orang miskin. “ Kata mardi. 


“ Saya katakan, setiap kebijakan ekonomi adalah juga kebijakan politik. Tentu tidak mungkin memuaskan semua orang. Tetapi tentu juga tidak boleh hanya memuaskan segelintir orang. Rakyat engga maksa keadilan ekonomi seperti paham komunisme. Rakyat hanya butuh keadilan sosial atau keadilan proporsional.  Nah kalau itu tidak bisa di delivery pemerintah, ya resikonya bukan ekonomi tetapi politik. Rakyat akan menggulungnya. Di mana mana ya begitu. Old story… “ Kata saya. Mardi terdiam. Saya diamkan juga. Moga dia paham. Dan lagi ini hanya pembicaraan diatas sahabat.


***

“ Ale, Seru Mardi " Tahun 2023 aku ketemu dengan Risa di Bandara Changi “ Kata Mardi tersenyum. “ Dia cerita kalau dia kerja sama kau dan tidak pernah menikah” 


“ Kok masih ingat dengan Risa. ? Tanya saya mengerutkan kening.


“ Dulu kan waktu ambil ijazah SMA, aku dan dia satu kelas di sekolah malam di Senen” Jawabnya. 


“ Oh gitu. “ Saya baru tahu. Karena Risa tidak pernah cerita.


“ Ale…Seru Mardi. Sepertinya ada yang hendak dia katakan. Saya siap mendengar. “ Istri aku meniggal karena COVID. Anak ku hanya 1. Sudah berkeluarga. Aku dapat cucu 2 dari dia.” Kata Mardi. Dia terdiam lagi.


“ Sebenarnya cinta pertama-ku adalah Risa. Tetapi aku tidak berani mengatakannya. Dia cantik kali. Amoy lagi. Awak apalah. Hanya oang kampung. Tak pula berupa. “Kata Mardi. “Aku akan sangat berterima kasih bila kau bisa bantu aku menjadikan dia sebagai istriku. “ Kata Mardi dengan suara lambat. 


“ Ale..” Lanjut Mardi. “ Aku janji akan membahagiakan Risa. Aku juga udah cerita ke anakku tentang Risa. Dia sangat mendukungku. 


 “ Ya Mardi. “ Saya menghela napas. “ Aku engga bisa bantu namun aku mendukung kalau kau bisa menikah dengan Risa. Aku beri aja nomor telp dan alamat dia. Silahkan kau pendekatan dengan dia.” Kata saya.


“ Terimakasih Ale. Doakan ya” katanya. Saya mengangguk dan tentu mendoakannya dengan setulus tulusnya, mereka  sahabat saya.


Saya termenung. Risa sahabat saya dan Mardi juga sahabat saya. Yang jadi masalah, dari awal emosi cinta Risa hanya untuk saya. Saya bertemu lagi dengan Risa, setelah saya menikah. Bagi saya, Risa adalah masa lalu. Dan tidak mungkin menikahinya. Dan kini Mardi mau menikahinya. Bagaimanapun Risa perlu tempat bersandar di masa tuanya. Apalagi usianya 56 tahun.


Fenomena dari masa ke masa...

  Hari jumat usai sholat maghrib. Saya sempatkan bertemu dengan anak muda. Dia mahasiswi. “ Saya suka baca blog bapak. Itu dasar saya jadika...