Sunday, November 17, 2024

Ekonomi hanya size

 



Kantor Yuan di Singapore menyiapkan ticket penerbangan pagi untuk saya. Kemungkinan weekend saya di Singapore. Karena harus briefing team dari Hong Kong yang akan mengikuti proses arrangement financial closing akuisisi. Saat saya masuk pesawat, di sebelah tempat duduk saya sudah ada wanita. Dari pakaiannya keliatan dia sedang tugas kantor. Karena dia mengenakan blazer. Cantik untuk usia yang tidak muda lagi. Hidungnya mancung. Kacamata bacanya terkesan elegant dengan wajah orientalnya. Kesannya memang tidak ramah. Atau tipe orang terlalu serius. Saya tersenyum. Dia tidak membalas. 


Saya buka notepad. Baca buku lewat ebook yang ada dalam file library saya. “ Excuse me “ terdengar suara wanita dengan ramah. Saya menoleh kesamping. “ Tadi saya lihat cover book, judulnya Financial crisis and Global imbalance. Apa boleh saya ikut baca buku itu.” Katanya dalam bahasa inggris. Ah ternyata dia ramah dan bersahabat.

“ Ada email ? Tanya saya. Dia memberi alamat emailnya. Saya kirim file lewat google drive. 

“ Terimakasih pak..” Katanya. “ Bapak kerja ? 

“ Engga. “

“ Pengusaha ?

“ Engga.”

“ Ada apa ke Singapore ?

“ Ketemu teman. “ kata saya. Dia mengangguk. Kemudian dia asik membaca.  " Kamu darimana asalnya? tanya saya.

" Saya Hong Kong Citizen. Senin kemarin saya business trip ke Bangkok, terus ke KL. Dan mampir ke Indonesia untuk ketemu dengan CFO saya yang kebetulan orang Indonsia. Dia lagi cuti di Jakarta. " 


Setelah pesawat take off. “ Pak, kenapa krisis terjadi? Kan system ekonomi itu bekerja atas dasar sains. Tentu sudah melalui kajian akademis. Dimana salahnya ? tanyanya. Saya tersenyum. Mikir sejenak.


“ Di era modern sekarang ini sebagian besar negera menganut kapitalisme. Jalan kapitalisme ada dua. Satu kapitalisme klasik, yaitu ekonomi Adam Smith. Satu lagi, kapitalisme Keynes, yaitu ekonomi Jhon Maynard Keynes. Adam Smith lebih dulu ada. Kemudian muncul Keynes mengkoreksi. Dan setelah itu  tampil Fredrich Hayek mengkoreksi Keynes dengan konsep neoliberalisme. Oleh Friedman, diperluas neoliberalisme itu dalam free of choose. “ Kata saya. 


“ Ya saya paham. 
Kapitalisme itu dipakai oleh banyak negara dengan penerapan teori yang tentu engga seragam. Ada yang klasik, ada yang Keynes dan ada juga yang neoliberalisme. Bagaimana menjelaskannya secara akademis? 


“ Saya tidak punya kemampuan akademis untuk menjelaskan mengapa? Saya lebih baik beri contoh kasus yang terjadi pada negara China dan Jepang.” Kata saya.


“ Okay. “ Katanya.


“ Tahun 1976, china mereformasi ekonominya. China membuang ekonomi sosialis Karl Marx dan menerapkan ekonomi klasik Adam Smith. Kebebasan pasar dan mengurangi kontrol negera terhadap sumber daya. Apa yng terjadi ? Ekonomi tumbuh seiring meningkatnya kapasitas industri dan manufaktur. Size ekonomi bertambah besar yang dipicu oleh adanya kebebasan  berproduksi sektor swasta. BUMN hanya jadi pelengkap bahagia dan derita swasta. FDI meningkat terutama dari Jepang, AS dan german.. 


Tahun 1998, ekonomi china ikut terguncang akibat crisis moneter melanda Asia-Pasifik. Pertumbuhan  ekonomi yang ditargetkan 8% turun 7,8%. Walau tidak begitu berpengaruh. Namun, penularan dampaknya terasa. China kawatir  memasuki era pertumbuhan yang lebih lambat. China itu negara besar. Pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat bagi negara tersebut akan memiliki efek negatif yang signifikan terhadap program reformasi ekonomi dan stabilitas sosialnya. 


Saat itu IMF datang dengan konsep neoliberalisme ala hayek dan Friedman. China dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan memperluas permintaan domestik. Membuka proteksi pasar. Melepas Yuan ke pasar. Melonggarkan likuiditas untuk konsumsi dan investasi. Jadi tidak lagi sepenuhnya bergantung kepada pasar ekspor. Setelah diskusi panjang , China menolak. Karenanya setelah tahun 1998, FDI terjun. Investor asing keluar dari china. Kurs RMB dihajar pasar. Tapi china bisa hadapi rush market itu dengan mematok kurs tetap RMB. Itu karena Tabungan valas China sangat besar. 


Tapi apakah china berbuat konyol dengan perubahan itu? Tidak. China sudah satu decade beralih ke ekonomi Keynes. Tidak lagi ekonomi klasik. Negara lead dalam hal distribusi modal dan sumber daya. Dari ekonomi pasar, menjadi market regulated. Peran BUMN diperkuat dan diperluas lewat revitalisasi. Swasta hutang keluar negeri dibatasi ketat. Pendeknya sumber pembiayaan hanya ada satu; negara. Sejak tahun 1999, china memberlakukan hukuman mati bagi koruptor. Alasannya ? kekuasan negara yng sangat besar pada perekonomian, itu bisa dengan mudah menimbulan moral hazard.  Jadi clean and Good governance adalah sebagai prasyarat mutlak dari ekonomi Keynes.


Krisis Asia itu dimenfaatkan China melakukan reformasi ekonomi. Mengeluarkan stimulus menyiapkan jaring pengaman social. Maklum perubahan ini akan berdampak kepada kehidupan social dalam jangka pendek. Apa hasilnya ? China selamat dari krisis moneter yang melanda Asia tahun 98-2000. Kurs RMB tetap dipatok melemah. Harga barang china menjadi sangat murah masuk ke pasar ekspor. Ya akhirnya asing yang ekspor oriented ogah hengkang dari china, Mending manfaatkan ekonomi china untuk kuasai pasar ekspor.


Bahkan ketika terjadi krisis Lehman tahun 2008, ekonomi china tetap resilience atau tangguh. Justru tahun terpilihnya Obama sebagai presiden AS, dia melirik Keynes. Nah kita sejak reformasi beralih dari Keynes ke neoliberalisme ala Hayek dan tahun 2014 beralih ke neoliberalisme ala Milton Friedman. 


“ Menarik juga penjelasannya. Terus gimana dengan Jepang? 


“Setelah perang dunia kedua, Jepang yang kalah perang mendapatkan bantuan dana  restorasi perang dari AS. Dengan dana itu Jepang merestorasi industrinya. Maklum semua industri Jepang hancur saat perang dan setelah itu pabrik baru berdiri semua, tentu dengan Tekhnlogi mutakhir yang lebih baik dan pasti efisien. Ketika meletus perang Korea. Jepang dapat market menyediakan kebutuhan perang AS. Industri Jepang yang baru bangkit semakin bergairah. 


Tahun tahun berikutnya Jepang sudah benar benar bangkit dari kehancuran akibat perang. Sampai tahun 1980an ekonomi Jepang tumbuh 2 digit. Jepang diuntungkan adanya bonus demografi. Sehingga mesin industrinya bisa lari kencang. Mencatat surplus terus dalam perdagangan  international. Urbanisasi meluas.  Kota menjadi daya tarik. Desa bertransformasi dalam kehidupan kota. 


Saat itu Jepang menerapkan ekonomi Keynes. Dimana negera mengendalikan pasar domestik. Yang jadi masalah adalah tabungan pemerintah yang sangat besar akibat surplus perdagangan. Sementara mitra dagang utama Jepang seperti AS justru neraca perdagangannya defisit terhadap Jepang. Belum lagi negara berkembang lainnya yang juga mencatat defisit terhadap Jepang.  Tetapi pertumbuhan konsumsi dalam negeri sangat rendah.  Yang membuat kurs Yen melemah sejak beberapa decade kebelakang dan itu juga yang membuat produk Jepang mampu bersaing dengan AS dan Eropa.


Pada 22 September 1985, di adakan perjanjian yang ditandatangani di Hotel Plaza, New York, antara Jepang, Amerika Serikat, Prancis, Jerman Barat, dan Inggris. Perjanjian ini bertujuan untuk melemahkan dolar AS dan mengurangi defisit perdagangan AS, terutama dengan Jepang dan Jerman. Entah mengapa Jepang begitu saja percaya dengan usulan AS, yaitu menguatkan mata uangnya. Sepertinya tekanan AS mengancam Jepang dulu seperti kasus china sekarang. Yang berujung perang dagang akibat china tidak bersedia menuruti kehendak AS.


Jepang patuhi akta The plaza. Itu artinya Jepang harus melepas uang ke pasar dan selanjutnya biarkan pasar menentukan harga. Sejak itu bank of Japan melonggarkan kredit besar besaran dengan bunga murah, mengurangi proteksi barang impor, membuka pasar domestik seluas luasnya? Memberikan izin swasta berinvestasi di luar negeri. Apa yang terjadi ? Penguatan mata uang Yen cepat sekali. Pada waktu bersamaan bubble value aset terjadi yang semakin membesar.


Tahun 1990 akhirnya bubble asset itu meletus.  Jepang dilanda krisis. Satu demi satu aset luar negerinya dijual. Jepang terpaksa berhutang ke rakyat untuk merestruktur ekonominya. Maklum rakyat nya lebih memilih nabung daripada konsumsi. Sementara akibat kapitalisme, kehidupan sosial dan budaya rusak oleh gaya hidup hedonisme dan individualisme.  Sejak awal 1990, Jepang memasuki dekade yang hilang. Tidak hanya satu, tapi sampai tiga dekade. Dan akhirnya Jepang masuk ke spiral krisis. “ Kata saya.


“ China tentu belajar dari kegagalan Jepang terutama dalam hal menghadapi hegemoni AS. Harusnya kekuasaan negara ala Keynes dalam bidang ekonomi digunakan untuk kepentingan domestic,  bukan menyerah atas kepentingan asing. Sementara AS tahun 2008 juga mengalami hal yang sama seperti Jepang pada tahun 1990. Sampai kini terus struggle keluar dari krisis. Hanya bedanya AS tidak menyerah kepada asing. Tetapi kepada korporat dan pasar. “ Katanya menyimpulkan.


“ Terus apa akar masalah terjadinya krisis tersebut ? Mengapa teori dan praktek berbeda “ tanyanya lagi.


“ Selama ini elite politik memisahkan antara teori pertumbuhan ekonomi dengan teori sosial dan budaya. Hal ini menyebabkan ilmu ekonomi semakin menjauhkan diri dari integrasi interdisipliner, mendorong masalah sosial dan ekologi ke pinggiran, dan mendorong pandangan pembangunan yang terkotak-kotak yang menekankan mekanisme pasar daripada kesejahteraan holistik.


Akibatnya antara teori dengan realitas tidak bertemu. Seharusnya terintegrasi. Mengapa ?  Pertumbuhan  ekonomi  adalah pertumbuhan peradaban. Kalau tidak berakar pada sosial dan budaya, ya sama dengan monyet di hutan. Tidak mungkin ada kebijakan negara yang bisa melahirkan inspirasi kolektif untuk tumbuhnya  masyarakat kreatif yang punya daya innovasi berbasis sains dan peka terhadap masalah spiritual.


Elite politik terjebak dengan teori ekonomi neoliberal. Nilai sosial dan lingkungan tidak dianggap sebagai nilai itu sendiri, tetapi hanya sebagai nilai pasar. Kebijakan sosial dan lingkungan diperlakukan sebagai biaya. Akibatnya apapun diukur dari aspek ekonomi. Maka nya PDB tumbuh tapi sebagian besar rakyat tidak merasakannya..  Ketika krisis terjadi, yang disalahkan factor eksternal.  Selalu melihat keluar. Tidak pernah melihat ke dalam. Makanya tersesat. “ Kata saya.


“ Menarik. Mengapa ?


“Esensi kehidupan kan bukan hanya ekonomi. Ekonomi hanya size. Hanya persepsi soal materialisme. Tanpa kekuatan spirituai sebagai alat penyeimbang, ekonomi akan melahirkan paradox. PDB tinggi tapi GINI rasio melebar. Kerakusan menjadi penyakit akut dalam system ekonomi. Destruksi terhadap keadilan sosial. Yang akhirnya system menggerogoti dirinya sendiri. Dan itulah akar masalah terjadinya krisis ekonomi “ kata saya.


“ Apa yang dimaksud dengan nilai spiritual ?


“ “In the end, it is not what I learn, but what I teach, not what I get, but what I give, not what I do, but what I can help others achieve, that will make a difference in someone's life, and mine" Kata saya.


“ Wow..nice quote.” Katanya mengacungkan jempol. “ Paparan yang sangat luas namun diakhiri dengan kesimpulan yang mendasar. Terimakasih pak” katanya. Dia memberikan Kartu Nama. Saya baca sekilas. Oh dia salah satu staf Yuan Holding bagian Legal. 


" Ada apa ke Singapore ? tanya saya.


" Saya ditugaskan CFO saya untuk dampingi Special advisory Yuan Holding untuk acara hearing dengan otoritas. " Katanya. Saya mengangguk aja. Entah gimana sikapnya setelah tahu, siapa saya. 


***


Team M&A Yuan menemui saya di business center hotel. Saya tatap mereka satu persatu. Diantara mereka, saya hanya kenal Anan. Karena saya sendiri yang rekrut dia. Anan, Pria etnis India. Masih muda dan dari matanya keliatan dia cerdas. Anan ketua Team M&A. Salah satu anggota team itu keliatan terkejut dan pucat. Karena tadi satu pesawat dengan saya dari Jakarta ke Singapore.


Saya baca dokumen dari Anan. Saya cepat membaca hal yang menjadi focus saya. “ Mana data investor list “ kata saya ke anan. Dia serahkan dokumen lain. Saya baca dengan teliti.


“ Ini Denis PE, mana profile nya ? tanya saya. Anan serahkan ke saya dokumen lain. Saya baca dengan teliti.


“ Mana second opinion terhadap Denis PE. ? tanya saya. Dia serahkan dokumen lainnya. Saya baca dengan teliti.


“ Ini kan second opinion dari consultant. Yang dari otoritas mana ? tanya saya. Anan terdiam.


“ Mana? Desak saya.


“ Khusus Denis tidak ada. Yang lain ada. “ kata Anan.


“ Keluarkan Denis dari list investor untuk pembiayaan akuisisi ini. “ kata saya.


“ Pak B, kalau Denis keluar. Uang kita kurang untuk bayar program akuisisi, financial closing hari ini pasti gagal” kata Anan.


“ Saya tidak minta pendapat kamu. Laksanakan perintah saya. Keluarkan Denis dari list. Paham! Kata saya tegas.


Kemudian saya lirik jam lewat hape. Saya telp George di London. “ Berapa cadangan dana SCF kita di Budapest? Saya perlu USD 30 juta. “ Kata saya.

“ Siap B, dana SCF kita sangat besar dan sangat likuid. “ Kata George.

“ Thanks Goerge. Nanti team Yuan akan menghubungi anda. “ Kata saya mengakiri telp.


Saya kembali tatap team akusisi Yuan. “ Terbang ke London. Urus pendanaan pengganti Denis. “ kata saya. “ Saya akan temui otoritas dan jelaskan kita minta reschedule untuk hearing. “ kata saya seraya berdiri. " Meeting end. " sambung saya.


Sebelum berlalu saya menatap wanita yang tadi ketemu saya di pesawat. “ Kamu, siapa namanya?

“ Cristine Wong pak.

“ Ok, kamu kan bagian legal di Yuan. Temanin saya meeting dengan otoritas. “ kata saya. Dia mengangguk.

“ Pak, boleh tahu. Mengapa bapak delisting Denis sebagai investor associate ? tanyanya.

“ Teman saya di otoritas memberi tahu saya bahwa Denis di suspect. Karena dicurigai ada link dengan uang haram. Money laundry operation. Kita engga berbisnis dengan uang semacam itu. “ Kata saya.

“ Network bapak luas sekali dan anda sangat concern soal money loundry“ Katanya.

“ Karena kejahatan terbesar dalam system ekonomi adalah money laundry. Kita kan berbisnis untuk membangun peradaban yang lebih baik, bukan sekedar cari uang. "  Tambah saya.

“ I see.”

Saturday, November 02, 2024

Bisnis itu Ibadah...

 



“ Bangunkan saya kalau sudah sampai di Plaza Senayan ”kata saya kepada Lina saat kendaraan masuk toll Pluit. “ Ya pak” Jawab Lina. Masuk kawasan Roxy saya minta berhenti. Karena mau beli rokok. “ Bapak mau beli apa? saya aja yang turun” Kata Lina siap siap mau turun dari kendaraan.


“ Kamu tunggu aja di mobil. Perusahaan bayar kamu bukan untuk urusan pribadi saya” Kata saya langsung ke luar.


Umumnya di teras indomerat ada kursi dan table untuk orang merokok. Saya terima telp dan duduk di kursi itu sambil merokok. Saya melirik kesamping. Ada pria dan wanita sedang bicara. Wanita itu bersama Balita. Usai telp saya habiskan waktu untuk sebatang rokok.


“ Gua belum kerja. Lu sabar aja di ruman orang tua lu.” kata pria itu. Mungkin dia suami wanita itu. Wanita itu istrinya. Keliatan berusaha maklum tapi wajahnya terkesan sedih. Sambil menggedong balitanya. Keluarga kecil yang harus menghadapi hidup tidak ramah. Mereka masih muda dan masih Panjang masa depannya.


“ Gua kerja serabutan di kota. Hanya dapat uang bayar kost dan makan doang. “ kata sang suami. Wanita itu mengangguk dengan raut wajah sedih. “ Malu minta sama ayah untuk beli susu. Ayah juga sedang sulit” kata sang istri. Suaminya tertunduk entah apa yang dipikirkannya. Sepertinya dia tidak sanggup menatap wajah istrinya. Malu dan tak berdaya.


“ Dik, maaf “ kata saya dengan tersenyum ramah. Terdorong begitu saja menegur mereka. “ Siapa nama anaknya? kata saya membelai  kepala anak itu yang sedang digendong.


“ Ipul pak” Kata Pria itu. Saya keluarkan uang dari tas selempang saya 15 lembar pecahan Rp. 100.000. Saya berikan uang itu kepada anak itu. Mereka terkejut. “ Engga usah pak. Kebanyakan uangnya.” Kata sang istri. Saya senyum aja dan berlalu.


Saat masuk ke dalam kendaraan. Saya tanya ke lina” Kamu ada lowongan engga?


“ Kebetulan kita lagi tambah karyawan untuk pabrik footware.” kata Lina.


“ Dik, “ saya panggil pria itu dari dalam kendaraan. Dia dan istrinya mendekat. “ Tadi kerja dimana? tanya saya kepada pria itu. “Di Bekasi pak. Pabrik.” Jawabnya. "  Kami tadi tinggal di Bekasi tapi sekarang saya dan anak saya ngungsi ke rumah orang tua di Roxy" istrinya menambahkan.


“ Bagian apa ? tanya saya.


“ Supir kanvas” kata pria itu.


Saya minta kartu nama Lina. “ Kamu datang aja ke alamat pabrik yang ada dibalik kartu nama ini. Semoga diterima ya” Kata saya menyerahkan kartu nama Lina ke pria itu.


“ Terimakasih pak. “ Kata istrinya dengan airmata berlinang.


Dalam kendaraan saya termenung. Begitu banyak korban PHK. Anehnya antar kementrian dan Pemda saling sanggah data PHK. Bukannya sibuk atasi. Tapi mungkin mereka sibuk yang lain. Moga aja keadaan ekonomi kembali pulih.


“ Pak “ seru Lina. “ Mengapa PHK terus terjadi. Apa ada yang salah. Padahal mereka para perkerja itu kan kelas menengah dalam hitungan statistic. Sumber daya penting bagi kita untuk menjadi negara maju.“ tanya Lina.


“ Ya benar. Kelas menangah di Indonesia itu adalah mereka yang punya pendapatan 1,6 juta-6 juta rupiah. Kualitas SDM seperti itu tidak jauh beda dengan kualitas dunia usaha di Indonesia. Maklum hampir lebih 2/3 dunia usaha Indonesia terkait dengan rente. Misal pabrik Mie. Kalau tidak ada insentif impor Gandum dari pemerintah tidak mungkin pabrik itu bisa menguntungkan. Contoh lagi, CPO, kalau tidak ada fasilitas securitisasi HGU sebagai collateral kredit investasi dan LC untuk kredit ekspor mana mungkin bisnis CPO bisa tumbuh. “ Kata saya.


“ Oh I see. “ Kata lina.


“ Nah ciri khas bisnis rente itu ada dua. Pertama. Tidak menghargai SDM. Para owner tidak menjadikan karyawan sebagai asset. Mengapa? Karena para boss tahu, bisnis nya bisa cuan karena pemerintah dan itu berkat lobi dia. Karyawan hanya pelengkap aja. Kalau engga puas, keluar aja. Banyak yang antri di luar sana. Situasi ini menempatkan pekerja tidak punya bargain dan tentu sulit berharap kinerja mereka punya value added income. Kalau ada PHK, mereka cepat sekali jatuh kelas ke  level miskin.


Kedua. Pengusaha tidak peduli dengan R&D. Walau mereka punya IUP luas. Punya HGU luas. Punya fasilitas impor pangan. Punya fasilitas kredit. Mereka tidak peduli pentingnya alokasi dana riset untuk inovasi. Sementara secara personal mereka menumpuk laba yang diperoleh untuk konsumsi asset keras, yang tingkat depreciation nya tinggi.


Mindset seperti itu memang tidak ada niat untuk membangun usaha yang sustain. Sedikit aja ada masalah, mereka cepat sekali kontraksi. Dan tak lama  kemudian terlilit beban cash flow negative. Dan ujungnya insolvent. PHK terjadi. Namun secara personal mereka tetap kaya. Yang korban pekerja...“ Kata saya. 


" Pak, apakah system ekonomi sekarang berkeadilan? Tanya Lina


“ Menurut teori ekonomi. Uang mengalir dari negara, ke rumah tangga ( Korporat, penduduk, pemerintah) dan kembali lagi ke negara. Muternya begitu. Itu teori demand and supply namanya. Nah negara punya alat melaksanaan system ini, yaitu Bank Indonesia. Sementara BI menugaskan perbankan melaksanakannya putaran uang itu secara teknis. Maka bank disebut dengan intermediasi.


Contoh uang mengalir dari Bank central ke perbankan. Kemudian disalurkan ke sector usaha dan konsumsi RT lewat hutang. Ekonomi jalan. Setiap hari anda bekerja, dan berbisnis, setor uang ke bank. Dan oleh bank uang itu dikelola dalam pos Dana Pihak Ketiga ( DPK). Karena DPK itu berbunga. Maka agar bank tidak tekor, ya sebelum disalurkan, bank beli surat uang negara atau SBRI. Kan balik lagi ke pemerintah.


Dari putaran ini, diharapkan ketika awal uang di create oleh negara katakanlah value nya Rp 100.000. Dan Ketika kembali ke negara nilainya ( outcome) jadi Rp. 120.000. Itu artinya efisien. Ekonomi ilusi berubah jadi real. Tidak ada distorsi. Yang jadi masalah adalah kalau negara mengalirkan uang Rp. 100.000. tetapi outcome nya jadi Rp. 50.000. Itu under value. Teori dan prinsip ekonomi engga jalan. Mengapa ? ya karena uang dikorup dan disimpan begitu saja. Engga masuk ke sector produksi. Engga menampung angkatan kerja luas.


Pemerintah menyadari uang itu dikorup. Tetapi kan sulit membuktikan sacara hukum. Maklum proses peradilan kita sangat korup. Tuh liat aja. makelar kasus MA aja punya uang di rumah hampir Rp. 1 trilun. Nah uang korupsi itu di-struktur lewat Bursa (pasar uang dan modal). Dari putaran bursa itu, Pemerintah serap uang itu lewat surat utang negara dengan bunga 6%. Apa jadinya? Orang kaya semakin kaya dan korupsi dilanggengkan. 


Sekarang kita bicara soal keadilan ekonomi. Pemerintah sangat peduli kepada orang kaya. Tidak mau orang kaya rugi. Makanya bunga SBN dan SBRI diatas pertumbuhan ekonomi dan diatas bunga surat utang negara lain. Gimana orang miskin? Kenaikan upah rata rata selama 10 tahun ini hanya 5%. Bandingkan dengan bunga SBN 6% lebih. Apa artinya? , orang miskin ongkosi orang kaya. Yang kaya semakin kaya, yang miskin betambah miskin. Nilai sendiri aja. Adilkah ?” Kata saya.


" Menurut BPK utang negara itu membebani rakyat. Kalau dianalogikan dari total utang Rp. 8000 trilliun dibagi dengan jumlah penduduk setiap orang berhutang Rp. 30 juta.  Bagaimana bapak jelaskan ini secara sederhana ? tanya LIna lagi.


“ Negara berhutang karena APBN defisit. Artinya pendapatan tidak cukup ongkosi belanja. Maka defisit itu ditutupi dari utang.  Yang tidak bisa dbantah bahwa  Utang itu berdampak kepada terdepresiasinya mata uang."


“ Mengapa? 


“ Utang itu sejatinya adalah cetak uang. Hanya mekanisme nya tidak lewat mesin printing. Tetapi lewat penerbitan surat utang (SUN) dan pinjaman sovereign. Nah perhatikan contoh berikut : anda punya penghasilan tahun 2013 Rp. 1000.000. Kurs Rp. 9.700/1USD. Dalam USD penghasilan anda adalah USD 103. Nah tahun 2024, Kurs rupiah Rp. 15.700/1USD. Penghasilan kamu jadi USD 64. Bayangkan. Kamu tidak bersalah. Tidak pernah merasa berhutang. Tapi tanpa disadari value uang kamu pada 2013 USD 103 , di tahun 2024 tinggal USD 64. Nilai berkurangnya itulah disebut dengan pembayaran utang. "  Kata saya.


" Tapi terbukti sampai sekarang pemerintah tetap jalan. Baik baik saja." Kata Lina.


" Ya karena kita tidak keberatan skema utang itu dan kita membayarnya dengan berkurang nya value pendapatan kita. " Kata saya tersenyum.


" Makanya wajar ya bila kita sering dengar keluhan dari emak emak. Duh, sekarang bawa uang Rp. 100 ribu belanja ke pasar engga seperti dulu dulu. Dulu Rp 100.000 bawa duit, dapat banyak. Sekarang sepertinya uang itu tidak bernilai“. Kata Lina. " Makanya daya beli drop dan kelas menengah jadi kelas miskin. Daya beli drop. Dan angka PHK terus bertambah. " Sambung Lina.


" Emak emak engga salah dengan keluhannya. Pria sebagai suami juga tidak salah. Dia telah kerja keras menghasilkan uang namun ketika dibelanjakan tidak bernilai. Yang salah ya keadaan akibat kebijakan negara berhutang. " kata saya.


“ Apakah salah berhutang? Dalam literatur ekonomi, utang itu sebagai alat leverage meningkatkan value. “ Kata Lina.


“ Tentu asalkan utang itu bisa menghasilkan income di masa mendatang atau menekan cost. Kalau engga, utang itu akan jadi jeratan leher. Nah dalam kasus Indonesia. Dari 100 % pendapatan pajak untuk bayar bunga utang dan cicilan 40%. Sisanya 60%. Dan karena itu terpaksa utang lagi untuk tutupi defisit. Artinya hutang tidak meningkatkan pendapatan. Menjerat leher.


Dari 100% pendapatan ekspor kita, 17% bayar bunga dan cicilan utang luar negeri. Ya gimana kurs Rp bisa menguat. Itu karena Eksport to PDB kita hanya 21%. Bandingkan Vietnam 108% dari PDB. Malaysia 86%. Singapore 150%. Makanya walau mereka juga berhutang namun tidak sampai memenggal value uang rakyat berlebihan. Paham ya.” Kata saya. Lina terdiam. Saya diamkan juga.


“ Lina kerja di GI sudah 15 tahun. Engga pernah ada PHK. Gaji terus naik. Bahkan GI memberikan upah buruh dua kali dari UMR. GI juga punya kebijakan 5% laba ditahan dicadangkan untuk jaring pengaman. Akumulasi dana itu sangat besar. Makanya waktu pandemic kemarin walau GI dapat fasilitas dana PEN dari pemerintah,  tetapi GI tidak manfaatkan. Akumulasi 5% itu lebih dari cukup mengcover menurunnya income salama pandemic. “ Kata Lina. 


“ Bisnis GI memang keliatan receh. Tidak berhubungan dengan rente. Pure market. Ya pabrik pengolahan agro, tableware, alas kaki dan minuman ringan, ikan beku, Alga. Namun sustain. Karena GI membangun bisnis lewat riset kuat dan dukungan kuat dari stakeholder di luar negeri. 90% produksi di ekspor dengan nilai tambah tinggi. Sehingga GI bisa meningkatkan value SDM lewat training dan upah yang sama dengan luar negeri, setidaknya sama dengan Malaysia dan Singapore.” Kata Lina. Saya senyum aja.


“ Walau lina sebagai Dirut GI, namun ada  pertanyaan personal soal GI “ saya menoleh ke lina yang sedang drive kendaraan. “ Apa yang mendasari pemegang saham GI bisa bersikap humanitarian capitalism? 


“ Pendiri GI kan Yuni dan Awi. Mereka berdua itu dari keluarga miskin. Awi hanya tamatan SMP. Pernah dipenjara karena jual kupon judi gelap. Itu dia lakukan karena kemiskinan. Yuni dibuang oleh suaminya karena kemiskinam juga. Tadinya mereka berdua bisnis underground. Setelah dapat modal cukup. Mereka mendirikan GI. Saya memberi mereka network market international dan network pembiayaan. 


Setelah COVID, mereka tidak keberatan melepas Sahamnya kepada Yuan Holding. Itupun agar value perusahaan meningkat dan tantangan masa depan lebih mudah antisipasi. Nah, karena saya dianggap mentor, mereka patuhi saran saya agar berbisnis dengan tujuan ibadah. Ya visinya ibadah.” Kata saya.


“ Paham lina sekarang. “ kata Lina.” Karena visinya ibadah maka memang bukan untuk kepentingan pribadi. Tetapi bermanfaat untuk negara dengan patuh bayar pajak. Bermanfaat untuk rekanan. Mengajak mereka ikut berkembang. Bermanfaat untuk karyawan, menjadikan mereka sebagai asset dan sumber daya yang harus dibina kembangkan. “ Sambung lina menyimpulkan. Saya senyum aja.

Ekonomi hanya size

  Kantor Yuan di Singapore menyiapkan ticket penerbangan pagi untuk saya. Kemungkinan weekend saya di Singapore. Karena harus briefing team ...