Kantor Yuan di Singapore menyiapkan ticket penerbangan pagi untuk saya. Kemungkinan weekend saya di Singapore. Karena harus briefing team dari Hong Kong yang akan mengikuti proses arrangement financial closing akuisisi. Saat saya masuk pesawat, di sebelah tempat duduk saya sudah ada wanita. Dari pakaiannya keliatan dia sedang tugas kantor. Karena dia mengenakan blazer. Cantik untuk usia yang tidak muda lagi. Hidungnya mancung. Kacamata bacanya terkesan elegant dengan wajah orientalnya. Kesannya memang tidak ramah. Atau tipe orang terlalu serius. Saya tersenyum. Dia tidak membalas.
Saya buka notepad. Baca buku lewat ebook yang ada dalam file library saya. “ Excuse me “ terdengar suara wanita dengan ramah. Saya menoleh kesamping. “ Tadi saya lihat cover book, judulnya Financial crisis and Global imbalance. Apa boleh saya ikut baca buku itu.” Katanya dalam bahasa inggris. Ah ternyata dia ramah dan bersahabat.
“ Ada email ? Tanya saya. Dia memberi alamat emailnya. Saya kirim file lewat google drive.
“ Terimakasih pak..” Katanya. “ Bapak kerja ?
“ Engga. “
“ Pengusaha ?
“ Engga.”
“ Ada apa ke Singapore ?
“ Ketemu teman. “ kata saya. Dia mengangguk. Kemudian dia asik membaca. " Kamu darimana asalnya? tanya saya.
" Saya Hong Kong Citizen. Senin kemarin saya business trip ke Bangkok, terus ke KL. Dan mampir ke Indonesia untuk ketemu dengan CFO saya yang kebetulan orang Indonsia. Dia lagi cuti di Jakarta. "
Setelah pesawat take off. “ Pak, kenapa krisis terjadi? Kan system ekonomi itu bekerja atas dasar sains. Tentu sudah melalui kajian akademis. Dimana salahnya ? tanyanya. Saya tersenyum. Mikir sejenak.
“ Di era modern sekarang ini sebagian besar negera menganut kapitalisme. Jalan kapitalisme ada dua. Satu kapitalisme klasik, yaitu ekonomi Adam Smith. Satu lagi, kapitalisme Keynes, yaitu ekonomi Jhon Maynard Keynes. Adam Smith lebih dulu ada. Kemudian muncul Keynes mengkoreksi. Dan setelah itu tampil Fredrich Hayek mengkoreksi Keynes dengan konsep neoliberalisme. Oleh Friedman, diperluas neoliberalisme itu dalam free of choose. “ Kata saya.
“ Ya saya paham. Kapitalisme itu dipakai oleh banyak negara dengan penerapan teori yang tentu engga seragam. Ada yang klasik, ada yang Keynes dan ada juga yang neoliberalisme. Bagaimana menjelaskannya secara akademis?
“ Saya tidak punya kemampuan akademis untuk menjelaskan mengapa? Saya lebih baik beri contoh kasus yang terjadi pada negara China dan Jepang.” Kata saya.
“ Okay. “ Katanya.
“ Tahun 1976, china mereformasi ekonominya. China membuang ekonomi sosialis Karl Marx dan menerapkan ekonomi klasik Adam Smith. Kebebasan pasar dan mengurangi kontrol negera terhadap sumber daya. Apa yng terjadi ? Ekonomi tumbuh seiring meningkatnya kapasitas industri dan manufaktur. Size ekonomi bertambah besar yang dipicu oleh adanya kebebasan berproduksi sektor swasta. BUMN hanya jadi pelengkap bahagia dan derita swasta. FDI meningkat terutama dari Jepang, AS dan german..
Tahun 1998, ekonomi china ikut terguncang akibat crisis moneter melanda Asia-Pasifik. Pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan 8% turun 7,8%. Walau tidak begitu berpengaruh. Namun, penularan dampaknya terasa. China kawatir memasuki era pertumbuhan yang lebih lambat. China itu negara besar. Pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat bagi negara tersebut akan memiliki efek negatif yang signifikan terhadap program reformasi ekonomi dan stabilitas sosialnya.
Saat itu IMF datang dengan konsep neoliberalisme ala hayek dan Friedman. China dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan memperluas permintaan domestik. Membuka proteksi pasar. Melepas Yuan ke pasar. Melonggarkan likuiditas untuk konsumsi dan investasi. Jadi tidak lagi sepenuhnya bergantung kepada pasar ekspor. Setelah diskusi panjang , China menolak. Karenanya setelah tahun 1998, FDI terjun. Investor asing keluar dari china. Kurs RMB dihajar pasar. Tapi china bisa hadapi rush market itu dengan mematok kurs tetap RMB. Itu karena Tabungan valas China sangat besar.
Tapi apakah china berbuat konyol dengan perubahan itu? Tidak. China sudah satu decade beralih ke ekonomi Keynes. Tidak lagi ekonomi klasik. Negara lead dalam hal distribusi modal dan sumber daya. Dari ekonomi pasar, menjadi market regulated. Peran BUMN diperkuat dan diperluas lewat revitalisasi. Swasta hutang keluar negeri dibatasi ketat. Pendeknya sumber pembiayaan hanya ada satu; negara. Sejak tahun 1999, china memberlakukan hukuman mati bagi koruptor. Alasannya ? kekuasan negara yng sangat besar pada perekonomian, itu bisa dengan mudah menimbulan moral hazard. Jadi clean and Good governance adalah sebagai prasyarat mutlak dari ekonomi Keynes.
Krisis Asia itu dimenfaatkan China melakukan reformasi ekonomi. Mengeluarkan stimulus menyiapkan jaring pengaman social. Maklum perubahan ini akan berdampak kepada kehidupan social dalam jangka pendek. Apa hasilnya ? China selamat dari krisis moneter yang melanda Asia tahun 98-2000. Kurs RMB tetap dipatok melemah. Harga barang china menjadi sangat murah masuk ke pasar ekspor. Ya akhirnya asing yang ekspor oriented ogah hengkang dari china, Mending manfaatkan ekonomi china untuk kuasai pasar ekspor.
Bahkan ketika terjadi krisis Lehman tahun 2008, ekonomi china tetap resilience atau tangguh. Justru tahun terpilihnya Obama sebagai presiden AS, dia melirik Keynes. Nah kita sejak reformasi beralih dari Keynes ke neoliberalisme ala Hayek dan tahun 2014 beralih ke neoliberalisme ala Milton Friedman.
“ Menarik juga penjelasannya. Terus gimana dengan Jepang?
“Setelah perang dunia kedua, Jepang yang kalah perang mendapatkan bantuan dana restorasi perang dari AS. Dengan dana itu Jepang merestorasi industrinya. Maklum semua industri Jepang hancur saat perang dan setelah itu pabrik baru berdiri semua, tentu dengan Tekhnlogi mutakhir yang lebih baik dan pasti efisien. Ketika meletus perang Korea. Jepang dapat market menyediakan kebutuhan perang AS. Industri Jepang yang baru bangkit semakin bergairah.
Tahun tahun berikutnya Jepang sudah benar benar bangkit dari kehancuran akibat perang. Sampai tahun 1980an ekonomi Jepang tumbuh 2 digit. Jepang diuntungkan adanya bonus demografi. Sehingga mesin industrinya bisa lari kencang. Mencatat surplus terus dalam perdagangan international. Urbanisasi meluas. Kota menjadi daya tarik. Desa bertransformasi dalam kehidupan kota.
Saat itu Jepang menerapkan ekonomi Keynes. Dimana negera mengendalikan pasar domestik. Yang jadi masalah adalah tabungan pemerintah yang sangat besar akibat surplus perdagangan. Sementara mitra dagang utama Jepang seperti AS justru neraca perdagangannya defisit terhadap Jepang. Belum lagi negara berkembang lainnya yang juga mencatat defisit terhadap Jepang. Tetapi pertumbuhan konsumsi dalam negeri sangat rendah. Yang membuat kurs Yen melemah sejak beberapa decade kebelakang dan itu juga yang membuat produk Jepang mampu bersaing dengan AS dan Eropa.
Pada 22 September 1985, di adakan perjanjian yang ditandatangani di Hotel Plaza, New York, antara Jepang, Amerika Serikat, Prancis, Jerman Barat, dan Inggris. Perjanjian ini bertujuan untuk melemahkan dolar AS dan mengurangi defisit perdagangan AS, terutama dengan Jepang dan Jerman. Entah mengapa Jepang begitu saja percaya dengan usulan AS, yaitu menguatkan mata uangnya. Sepertinya tekanan AS mengancam Jepang dulu seperti kasus china sekarang. Yang berujung perang dagang akibat china tidak bersedia menuruti kehendak AS.
Jepang patuhi akta The plaza. Itu artinya Jepang harus melepas uang ke pasar dan selanjutnya biarkan pasar menentukan harga. Sejak itu bank of Japan melonggarkan kredit besar besaran dengan bunga murah, mengurangi proteksi barang impor, membuka pasar domestik seluas luasnya? Memberikan izin swasta berinvestasi di luar negeri. Apa yang terjadi ? Penguatan mata uang Yen cepat sekali. Pada waktu bersamaan bubble value aset terjadi yang semakin membesar.
Tahun 1990 akhirnya bubble asset itu meletus. Jepang dilanda krisis. Satu demi satu aset luar negerinya dijual. Jepang terpaksa berhutang ke rakyat untuk merestruktur ekonominya. Maklum rakyat nya lebih memilih nabung daripada konsumsi. Sementara akibat kapitalisme, kehidupan sosial dan budaya rusak oleh gaya hidup hedonisme dan individualisme. Sejak awal 1990, Jepang memasuki dekade yang hilang. Tidak hanya satu, tapi sampai tiga dekade. Dan akhirnya Jepang masuk ke spiral krisis. “ Kata saya.
“ China tentu belajar dari kegagalan Jepang terutama dalam hal menghadapi hegemoni AS. Harusnya kekuasaan negara ala Keynes dalam bidang ekonomi digunakan untuk kepentingan domestic, bukan menyerah atas kepentingan asing. Sementara AS tahun 2008 juga mengalami hal yang sama seperti Jepang pada tahun 1990. Sampai kini terus struggle keluar dari krisis. Hanya bedanya AS tidak menyerah kepada asing. Tetapi kepada korporat dan pasar. “ Katanya menyimpulkan.
“ Terus apa akar masalah terjadinya krisis tersebut ? Mengapa teori dan praktek berbeda “ tanyanya lagi.
“ Selama ini elite politik memisahkan antara teori pertumbuhan ekonomi dengan teori sosial dan budaya. Hal ini menyebabkan ilmu ekonomi semakin menjauhkan diri dari integrasi interdisipliner, mendorong masalah sosial dan ekologi ke pinggiran, dan mendorong pandangan pembangunan yang terkotak-kotak yang menekankan mekanisme pasar daripada kesejahteraan holistik.
Akibatnya antara teori dengan realitas tidak bertemu. Seharusnya terintegrasi. Mengapa ? Pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhan peradaban. Kalau tidak berakar pada sosial dan budaya, ya sama dengan monyet di hutan. Tidak mungkin ada kebijakan negara yang bisa melahirkan inspirasi kolektif untuk tumbuhnya masyarakat kreatif yang punya daya innovasi berbasis sains dan peka terhadap masalah spiritual.
Elite politik terjebak dengan teori ekonomi neoliberal. Nilai sosial dan lingkungan tidak dianggap sebagai nilai itu sendiri, tetapi hanya sebagai nilai pasar. Kebijakan sosial dan lingkungan diperlakukan sebagai biaya. Akibatnya apapun diukur dari aspek ekonomi. Maka nya PDB tumbuh tapi sebagian besar rakyat tidak merasakannya.. Ketika krisis terjadi, yang disalahkan factor eksternal. Selalu melihat keluar. Tidak pernah melihat ke dalam. Makanya tersesat. “ Kata saya.
“ Menarik. Mengapa ?
“Esensi kehidupan kan bukan hanya ekonomi. Ekonomi hanya size. Hanya persepsi soal materialisme. Tanpa kekuatan spirituai sebagai alat penyeimbang, ekonomi akan melahirkan paradox. PDB tinggi tapi GINI rasio melebar. Kerakusan menjadi penyakit akut dalam system ekonomi. Destruksi terhadap keadilan sosial. Yang akhirnya system menggerogoti dirinya sendiri. Dan itulah akar masalah terjadinya krisis ekonomi “ kata saya.
“ Apa yang dimaksud dengan nilai spiritual ?
“ “In the end, it is not what I learn, but what I teach, not what I get, but what I give, not what I do, but what I can help others achieve, that will make a difference in someone's life, and mine" Kata saya.
“ Wow..nice quote.” Katanya mengacungkan jempol. “ Paparan yang sangat luas namun diakhiri dengan kesimpulan yang mendasar. Terimakasih pak” katanya. Dia memberikan Kartu Nama. Saya baca sekilas. Oh dia salah satu staf Yuan Holding bagian Legal.
" Ada apa ke Singapore ? tanya saya.
" Saya ditugaskan CFO saya untuk dampingi Special advisory Yuan Holding untuk acara hearing dengan otoritas. " Katanya. Saya mengangguk aja. Entah gimana sikapnya setelah tahu, siapa saya.
***
Team M&A Yuan menemui saya di business center hotel. Saya tatap mereka satu persatu. Diantara mereka, saya hanya kenal Anan. Karena saya sendiri yang rekrut dia. Anan, Pria etnis India. Masih muda dan dari matanya keliatan dia cerdas. Anan ketua Team M&A. Salah satu anggota team itu keliatan terkejut dan pucat. Karena tadi satu pesawat dengan saya dari Jakarta ke Singapore.
Saya baca dokumen dari Anan. Saya cepat membaca hal yang menjadi focus saya. “ Mana data investor list “ kata saya ke anan. Dia serahkan dokumen lain. Saya baca dengan teliti.
“ Ini Denis PE, mana profile nya ? tanya saya. Anan serahkan ke saya dokumen lain. Saya baca dengan teliti.
“ Mana second opinion terhadap Denis PE. ? tanya saya. Dia serahkan dokumen lainnya. Saya baca dengan teliti.
“ Ini kan second opinion dari consultant. Yang dari otoritas mana ? tanya saya. Anan terdiam.
“ Mana? Desak saya.
“ Khusus Denis tidak ada. Yang lain ada. “ kata Anan.
“ Keluarkan Denis dari list investor untuk pembiayaan akuisisi ini. “ kata saya.
“ Pak B, kalau Denis keluar. Uang kita kurang untuk bayar program akuisisi, financial closing hari ini pasti gagal” kata Anan.
“ Saya tidak minta pendapat kamu. Laksanakan perintah saya. Keluarkan Denis dari list. Paham! Kata saya tegas.
Kemudian saya lirik jam lewat hape. Saya telp George di London. “ Berapa cadangan dana SCF kita di Budapest? Saya perlu USD 30 juta. “ Kata saya.
“ Siap B, dana SCF kita sangat besar dan sangat likuid. “ Kata George.
“ Thanks Goerge. Nanti team Yuan akan menghubungi anda. “ Kata saya mengakiri telp.
Saya kembali tatap team akusisi Yuan. “ Terbang ke London. Urus pendanaan pengganti Denis. “ kata saya. “ Saya akan temui otoritas dan jelaskan kita minta reschedule untuk hearing. “ kata saya seraya berdiri. " Meeting end. " sambung saya.
Sebelum berlalu saya menatap wanita yang tadi ketemu saya di pesawat. “ Kamu, siapa namanya?
“ Cristine Wong pak.
“ Ok, kamu kan bagian legal di Yuan. Temanin saya meeting dengan otoritas. “ kata saya. Dia mengangguk.
“ Pak, boleh tahu. Mengapa bapak delisting Denis sebagai investor associate ? tanyanya.
“ Teman saya di otoritas memberi tahu saya bahwa Denis di suspect. Karena dicurigai ada link dengan uang haram. Money laundry operation. Kita engga berbisnis dengan uang semacam itu. “ Kata saya.
“ Network bapak luas sekali dan anda sangat concern soal money loundry“ Katanya.
“ Karena kejahatan terbesar dalam system ekonomi adalah money laundry. Kita kan berbisnis untuk membangun peradaban yang lebih baik, bukan sekedar cari uang. " Tambah saya.
“ I see.”