“ Sampai kapan Mas begini terus ? kata Sri suatu waktu.. Setahun setelah tamat kuliah aku mendapatkan pekerjaan. Setahun setelah itu , aku sudah berniat untuk melamar Sri untuk menikah. Makanya aku mengambil rumah BTN walau harus mencicil. Namun rencana tinggal rencana yang terjadi terjadilah. Ayah terkena stroke dan terpaksa berhenti bekerja sebagai masinis kereta api. Keadaan ekonomi kedua orang tuaku menjadi semakin sulit. Akupun bertindak cepat. Kedua orang tuaku berserta adik adiku kuboyong ke Jakarta untuk tinggal bersamaku. Maka ramailah rumahku. Mira, Dewi dan kedua orang tuaku menjadi bebanku.
“ Aku tidak pernah berharap beban datang tapi kalau datang pantang kutolak. Aku berharap kamu bisa mengerti. Janganlah karena mereka tinggal dirumaku lantas rencana menikah kita gagal “ Kataku memelas.
“ Aku tidak pernah membayangkan keadaan ini akan terjadi. Kita pacaran sejak masih sama sama di universitas. Udah 6 tahun hubungan kita. Tapi sikap Mas engga pernah berubah” Kata Sri. “ Tadi kupikir ketika Maria menikah, beban Mas berkurang. Tapi dia kembali ke rumah Mas, menjadi beban Mas, karena suaminya tugas belajar ke luar negeri. Entah kapan akan dijemput suaminya. Kemudian, Budi, adik sepupu Mas menjadi beban Mas pula. Alasannya orang tuanya tidak mampu di kampung. Kakak sepupu Mas mengirimnya kepada Mas untuk melanjutkan ke Universitas.
Kemudian, tadinya aku senang ketika Dewi sudah bekerja dan dapat suami. Dia akan mandiri. Namun hanya dua tahun berselang, dia bercerai setelah punya anak satu dan kembali mereka menjadi beban Mas. Belum cukup. Om Feri,. adik ayah Mas yang paling bungsu juga Mas tampung. Bukan hanya Om Feri tapi juga kedua anaknya. Dan ketika kedua anaknya sudah bekerja, om Feri tetap tinggal sama Mas. “ Kata Sri seperti sedang mengadili ku.. Aku hanya diam berusaha mengerti dan siap menerima keputusannya.
“ Sri, mereka semua hadir karena alasan yang yang jelas. Aku adalah putra ibuku dan kehadiran ibu di dekatku, di rumahku adalah ladang ibadah tak ternilai untuk kuberbakti sampai hayatnya. Mira tak ingin tinggal di rumahku andaikan suaminya tidak menitipkannya kepadaku, kakaknya.. Dan juga menjadi tanggung jawabku untuk menjaganya dari fitnah selama suaminya tidak ada didekatnya. Dewi, adikku yang janda. Tentu aku harus menjaganya karena tak aman bagi seorang janda tinggal seorang diri di rumah.
Om Feri tentu juga tak ingin tinggal dirumahku kalau dia mampu. Budi juga tak ingin membebaniku bila saja orang tuanya mampu. Deni tentu akan lebih senang tinggal dengan orang tuanya bila orangtuanya mampu.. Cobalah mengerti…”
“ Sebaiknya kita putus disini saja Mas. Aku engga bisa berharap banyak dengan Mas. “ Kata Sri. Hubungan 8 tahun kandas begitu saja.
Di rumahku , ada delapan manusia yang menjadi bebanku. Mereka hadir melengkapi hidupku. Walau sampai di usia 35 tahun, aku belum menikah namun kehadiran mereka tidak membuatku kesepian. Pekerjaanku hanyalah junior auditor di perusahaan asing. Aku tinggal di komplek perumahan BTN ukuran 70 Meter. Awalnya rumah ini hanya dua kamar. Tapi seiring bertambahnya anggota keluarga, akupun berusaha menambah ruangan lagi. Sekarang tersedia empat kamar berukuran kecil untuk sekedar memisahkan setiap orang punya privasi sendiri. Ruangan tamu teramat sempit dan menyatu dengan ruang makan. Tapi walau begitu, kami selalu bahagian dirumah ini. Canda dan tawa selalu mewarnai kehidupan kami. Hati kami lapang ditengah ruangan yang serba sempit.
Sejak putus dengan Sri, Mas Burhan mencarikan jodoh untukku tapi tak pernah ada kelanjutannya. Adikku Mira juga mengenalkan aku dengan teman temannya tapi seperti biasanya mereka mundur sebelum hubungan berlanjut serius. Ada teman di kantor yang kuyakin dia menyukaiku tapi memilih menikah dengan pria lain tanpa alasan yang jelas. Tapi yang pasti , aku tahu bahwa mereka para wanita itu tidak mau hidupnya mengambil resiko terlalu besar dengan melihat beban hidupku yang juga besar. Aku maklum dan mereka punya hak untuk bersikap.
***
Hari berlalu, berganti minggu dan minggu berlalu melewati bulan dan tahun. Usiaku sudah 45 tahun. Di rumahku kini hanya tinggal aku seorang diri. Dewi sudah dapat jodoh lagi. Menikah dengan pengusaha. Tinggal di Kalimantan. Ibuku tinggal dengan Dewi. Maria pindah ke Jepang ikut suaminya yang memilih berkarir di sana. Om Feri sudah meninggal karena kanker Paru paru. Budi dan Deni sudah bekerja dan tinggal di luar kota. Jabatanku di kantor juga sudah naik sebagai Chief Accountant. Dan aku masih Jomblo.
Suatu saat Sri datang ke kantor ku. Dia bercerita bahwa dia sudah bercerai dengan suaminya. Dua anaknya tinggal dengan dia. Aku senang karena Sri ingin bertemu lagi denganku. Aku tetap mencintainya walau dulu dia pergi meninggalkanku. Itu sebabnya aku cepat berkata “ Mari menikah denganku, Sri “
“ Aku sudah tidak muda lagi, Mas. Aku akan membebani Mas dengan dua orang anakku.”
“ Engga apa apa kok. Kamu tetap Sri ku”
“ Ya aku kenal betul pribadi Mas. Itu yang kusesali mengapa dulu aku bertindak bodoh. “
“ Lupakan masa lalu. Kadang kita harus melewati semua hal untuk menemukan hikmah dari perjalanan hidup kita. Hidup bukan apa yang kita dapat tetapi apa yang kita beri. Bukan apa yang kita perlajari tapi apa yang kita ajarkan. Bukan apa yang kita pikirkan tetapi apa yang kita lakukan. Aku yakin, kita akan baik baik saja. Aku senang dibebani oleh kedua anakmu. Mereka akan jadi belahan hatiku sebagaimana aku mencintai ibunya, Ya kan..”
Setelah menikah, Sri bersikukuh mengajak ibuku tinggal bersama kami. Dia akan merawat ibuku. Bukankah aku anak tertua ibuku, yang harus bertanggung jawab kepada ibuku, katanya. Sampai kini curahan perhatian dan kasih sayang Sri kepada ibuku sangat luar biasa. Aku senang akhirnya aku bisa menua bersama dengan orang yang kucintai. Tuhan maha adil…
1 comment:
Pada akhirnya jodoh walaupun halangan kendala terbentang diawal perjalanan ....
Post a Comment