Saturday, March 25, 2023

Dia naif

 



Tahun 2010 saya datang ke Bangkok untuk bertemu dengan relasi saya, Aroon.. Pagi datang. Rencana malamnya saya kembali ke Hong Kong dengan pesawat terakhir.  Janji makan siang di grand millenium hotel Bangkok. Dari bandara saya langsung ke Hotel. Jam 12.45 saya sudah di hotel. Aroon sudah menanti. Kedatangan saya untuk bertemu face to face dengan dia sekedar meyakinkan bahwa deal yang dilakukan Wenny adalah tanggung jawab saya. Dia tidak perlu ragu soal sikap Wenny. 


“ Terimakasih B, saya senang. Perubahan kontrak untuk supply nafta ke petrokimia kami tidak ada agenda lain, justru memperkuat posisi kami sebagai produsen downstream oil. Kami akan patuhi SOP supply chain dari Yuan. Termasuk standa sumber daya keuangan. Wah kami benar benar punya mitra solution provider. One stop service dan transfaran “ Kata Aroon.


Aroon tidak bisa lama lama. Dia harus kembali ke kantor. Tapi dia sediakan supir dan asistennya mendamping saya selama di Bangkok. Setidaknya sampai Sore. Ingat pesanan istri untuk beli lukisan tenun Thailand. “ Dimana saya dapat lukisan tangan dengan teknik tenun.” Tanya saya kepada asisten Aroon. Wanita. Usia mungkin belum tiga puluhan. Namanya Achara.  


Dia menunjuk ke dinding cafe. ” Seperti itu ya “ 


“ Ya.” Kata saya melirik ke arah lukisan di tempel di dinding.


“ Anda tunggu saja di sini. Dalam 20 menit saya akan bawakan lukisan itu. “ Kata Achara.  Dia langsung berlalu. Saya tunggu aja sambil minum kopi dan baca news lewat laptop ukuran portable. Benarlah tak lebih 20 menit dia sudah datang dengan bukusan panjang. Dia perlihatkan isi bungkusan itu. Gambar gajah dengan benang tenun emas.  Halus sekali. “ Berapa harganya ? Kata saya. Mau ganti uangnya. 


“ Engga perlu pak.  Boss saya yang bayar” Kata Achara. 


“ Wah jadi merepotkan. “ 


“ Kami tidak tahu harus memberi apa hadiah untuk anda. Apalagi anda tidak suka hiburan ala bangkok. Waktu anda juga sempit. “ kata Achara. Saya menangguk dan tersenyum “ terimakasih”. Kata saya dan terus asik dengan komputer.  Achara tetap berdiri sedikit menjauh dari table saya. Namun dia siap untuk melaksanakan kebutuhan saya.


“ Pak, ..” Seru Achara.

Saya mendongak beralih dari komputer kepada Achara. “ Ada apa ?


“ Maaf, kalau terkesan naif.  Saya..”


“ Ya silahkan bicara. Engga usah sungkan” Kata saya melambaikan tangan “ Duduk di sini sajalah “ kata saya memintanya duduk disamping saya. Dia melangkah dengan santun. Setelah duduk dia masih diam.


“ Ada apa? Bicaralah “tanya saya dan berusaha tersenyum agar dia bisa relak. 


“ Saya punya keluarga di kampung. “ Katanya mulai berani bicara. “ Kami punya kebun jahe merah. Tapi bingung memasarkannya. Selama ini jual lokal dan ada juga ekspor dalam keadaan mentah ke Malaysia, India, dan China. Nilai tambahnya kecil. Apa mungkin kami dapat jalan bangun pabrik minyak jahe dan dapat dukungan sebagai supply chain industri.” Kata Achara. Saya membuka kacamata baca saya. Sempat berpiki sejenak. Saya sudah pengalaman di Indonesia. Yang paling sulit mendidik petani agar bekerja sesuai standar indusri.


“ Sudah produksi minyak jahe ? tanya saya.


“ Udah pak. Tapi dengan tekhnologi sederhana.”


“ Bisa saya dapat contohnya.” 


“ Bisa pak. “ 


“ Ya udah. Kamu kirim ke alamat saya di Hong Kong.” Kata saya memberikan kartu nama. Dia senang.


***

Seminggu kemudian, sekretaris saya memberikan paket dari bangkok. Saya buka paket itu. Isinya sampel minyak jahe dalam botol. Saya hirup aromanya. Tidak begitu kuat. Memang home industri untuk pengolahan hasil pertanian tidak aplicable untuk spek kebutuhan industri minuman atau industri pharmasi. Saya ignore saja. Ini buang waktu untu di follow up. 


Dua hari kemudian, datang pria muda datang ke kantor saya. Dia menyebut nama Achara. Saya izinkan dia masuk ke kamar kerja saya. “ Saya tidak bisa bantu pasarkan produk minyak jahe kalian. Maaf. Sampaikan ke Achara.” Kata saya to the point.


“ Bisa tahu sebabnya.?


Saya ambiil file spec minyak jahe yang diperlukan industri pharmacy dan industri minuman. “ Kamu test minyak jahe ini di lab dan bandingkan dengan spec requirement untuk bahan baku industri minuman dan pharmacy.” kata saya. Dia mengangguk. Dengan tersenyum dia berkata akan segera mempelajari spec requirement dari saya.


***

Setahun kemudian, Achara telp saya.” Bapak saya Achara. Apakah anda masih ingat setahun lalu di Bangkok” Terdengar suaranya di seberang.

“ Ya ada apa?

“ Boleh ketemu anda ?

“ Loh anda kan kerja di Petrokimia.”

“ Saya udah berhenti. Saya ingin membantu bisnis keluarga” 

“ Oh ok.”

“ BIsa pak?

“ Saya sedang di Ho Chin Minh. Datanglah kemari.”

“ Siap pak,  terimakasih.”


Sore harinya dia sudah  ada di Hotel saya. Saya terima dia di lounge executive. Dia perlihatkan gambar lahan pertanian. Proses tanam dan panen. Pengolahan secara sederhana. Saya lihat satu persatu photo itu.” Maaf. Saya berharap bapak bisa meninjau lahan pertanian kami. “


Saya tatap lama wajah Achara. Ini wanita naif. Dia pikir siapa. Seenaknya provokasi saya untuk bisnis yang engga jelas. Saya senyum aja. Kesan saya tidak bisa ditutupi bahwa saya tidak tertarik masuk terlalu jauh dengan obsesinya. Terlalu banyak di dunia ini orang punya impian. Bisanya hanya mengeluh dan berharap too good to be true. Telp masuk dari luar.  Saya bicara cukup lama. Usai, saya kembai ke Achara. “ Nanti saya pikirkan. Tapi saya tidak janji apapun.” Kata saya cepat.  Achara menganguk. Dia maklum. Karena saya terus sibuk terima telp. Dia pamit. Saya mengangguk seraya menerima uluran tanganya untuk salaman.


***

Malam hari saya pergi makan di kawasan distrik 2 Ho Chin Minh. Sekretaris saya dampingi saya. Saat akan masuk ke dalam kendaraan, di luar lobi ada Achara. Dia tersenyum kepada saya.  Saya dekati. “ kamu engga pulang ? Dia terdiam. Wajahnya keliatan lelah dan muram. Artinya dia sudah lebih 5 jam menanti di luar lobi. Pertarungan yang tidak mudah diatas harapan yang sangat kecil.


“ Mau temanin saya makan malam ? tanya saya. 

“ Terimakasih pak..tapi “ dia keliatan ragu.

“ Ayolah..” Kata saya mempesilahkan pintu terbuka duduk di belakang dengan saya. Sekretaris saya duduk didepan bersama supir. Akhirnya dia mau juga masuk ke dalam kendaraan.


“ Pak..Serunya saat dalam kendaraan “  beri saya peluang. Arahkan saya apa sebaiknya yang harus saya lakukan. Itu aja saya harapkan dari bapak. Maaf pak. Mungkin saya terlalu naif.” kata Achara dengan mata berlinang. Mungkin dia sangat berharap dan kehilangan cara untuk memprovokasi saya. Saya termenung.  Sepertinya saya membaca pesan cinta dari Tuhan dari sikap naif nya itu. Tapi saya tidak bisa memberikan too good to be true. Bagaimanapun pertimbangan bisnis yang utama. 


“ Pak, kami usahakan ekspor 200 liter minyak jahe ke pabrik yang jadi member supply chain anda. Proses produksi sesuai dengan spec requirement. Saya akan bangun mini industri untuk proses sesuai standar industri supply chain. Mesin itu memastikan proses 80% tidak ada human touch. Higines dan nol kontaminasi sejak dari pencucian dan penggilingan, pemecahan sel, sampai destilasi uap. Destilasi uap itu cara efektif sebagai separator menghasilkan minyak atsiri. “ Kata Achara saat sampai di restoran. Saya terkesima. Penguasaan tekhnis luar biasa.  “ Pak, saya perlu USD 100.000 beli mesin minin industri “ Kata Achara dengan ragu ragu. Naif memang. 


Saya tatap lama dia. Sampai dia salah tingkah.” Saya akan sediakan USD 100,000. “ Kata saya akhirnya membuat keputusan.. “ Nah seebelumnya kamu harus ajukan quotation kepada divisi trading saya untuk kontrak 200 liter. Setelah kontrak, kamu akan dapat uang dari saya secara personal “ kata saya. Achara langsung berlutut depan saya. Dengan merapatkan kedua telapak di dadanya , dia mengucapkan terimakasih. 


***




Tiga bulan kemudian saya dapat kabar dari Divisi trading Yuan, bahwa Achara sukses delivery ke pabrik minuman di Korea. Memuaskan. Setahun kemudian, Achara menyanggupi  long term kontrak sesuai standar supply chain global kami. Saya udah lupakan. Itu sudah urusan management Yuan. Soal uang USD 100,000 tidak lagi saya pikirkan. Karena dua tahun kemudian, berkat dukungan supply minyak jahe itu kami berpeluang melakukan ekspansi kapasitas pabrik minuman ginger ale. Sebagian lagi memenuhi kebutuhan pabrik pharmacy di China.


***

Tahun 2015, saya bertemu dengan Achara di KL. Dia tetap seperti dulu. Rendah hati dan terkesan inferior di hadapan saya. “ Pak, ini laporan keuangan perusahaan saya” Katanya menyerahkan map berisi lembaran kertas. Saya baca laporan keuangannya. Aset USD 12 juta. Hutang bank USD 5 juta. Laba ditahan 7 juta. Modal disetor USD 100,000. Saya tatap lama Achara. “ Apa maksud kamu dengan laporan keuangan ini? 


“ Perusahaan saya bisa berkembang berkat dukungan Yuan. Saya dapat akses ke lembaga keuangan untuk investasi dan modal kerja. Saya juga dapat training product knowledge dari devisi supply chain Yuan. Sehingga produk saya bisa masuk ke downstream lebih luas. Hampir semua jenis minyak Nabati sudah saya produksi. Value makin tinggi dengan menggunakan tekhnologi SFE. Nah, ini perusahaan bapak. Saya hanya kerja. Yang penting keluarga saya dapat jaminan market dengan harga yang tidak terpengaruh dengan musiman. Harga sesuai dengan pasar international” katanya menunduk. 


“ Saya siap ubah akte perusahaan untuk melepas semua saham kepada bapak.” Katanya lagi. “ terimalah saya bagian dari visi bapak “ Dia menunduk tanpa ada keberanian menatap saya.


“ Kemari ! “ kata saya meminta Achara mendekat saya. Saya peluk dia. “ kenapa kamu terlalu terbawa perasaan. Ini hanya soal bisnis. Saya berjudi setiap hari. Kadang kalah, kadang menang. Biasa saja. Berkat kerja keras kamu, pabrik minuman saya di korea bisa berkembang dan pabrik herbal saya di china mendapatkan bahan baku yang berkualitas. Kamu telah menjadi mitra sejajar dengan saya. Tidak usah terlalu merendahkan diri. Lupakan soal transfer saham kepada saya. Kelola aja bisnis itu dengan baik. Paham ya sayang.” kata saya dan kemudian melepas pelukan saya. Tapi dia semakin mempererat pelukannya. Tanpa bersuara. Saya tahu Achara menangis.


“ Pak..” Katanya setelah melepas pelukannya. “ Saya sebenarnya anak yatim. Saya dibesarkan orang tua angkat. Mereka sekolahkan saya sampai jadi sarjana. Walau saya sudah mapan bekerja di perusahaan negara bidang Petrokimia, tapi saya tetap merasa berhutang kepada keluarga orang tua angkat saya. Makanya saya putuskan berhenti kerja. Saya ingin manfaatkan ilmu sarjana kimia  saya untuk  membantu mereka medapatkan keadilan atas sumber daya yang mereka punya. Tanpa sains tidak mungkin mereka bisa berkembang. Tapi saya tidak ada jalan dapatkan modal. Saya berdoa siang malam kepada Tuhan agar dapat jalan. Entah mengapa saat pertama bertemu bapak, seperti ada cahaya. Saya yakin. itu tanda dari Tuhan atas doa saya selama ini.” Katanya. Saya senyum aja. 


Tahun 2018, Achara sudah membangun refinery ginger oil dengan mesin modern. Omzet nya kini pertahun sudah mencapai USD 150 juta atau hampir Rp. 2 triliun. Tahun 2022 saya bertemu dengannya di Bangkok. “ menikahlah, Usia kamu udah 35 tahun. Kapan lagi mau menikah” Kata saya saat bertandang ke rumahnya.


“ Belum ada jodoh. “Katanya tersenyum. 


Saya minta izin sholat. Dia persilahkan sholat di Kamar nya yang bersih. Di dalam kamar itu ada photo saya dengan dia tahun 2010 saat saya menerima lukisan bahan tenun. Ada tulisan dibawah photo itu. You've opened my eyes. And showed me how to be smart and unselfishly.  Saya terhenyak. 

25 comments:

Jejak Kaki Wawan said...

Inspiring

Jejak Kaki Wawan said...

Menginspirasi saya , terima kasih

Anonymous said...

inspiratif sekali

Anonymous said...

Verry inspiring........sangat menggugah semangat hidup....dua karakter hidup yg sudah mampuh.... memberikan kontribusi bagi orang lain

Anonymous said...

Inspiring

Anonymous said...

So touching... ❤️

depatiayam said...

Real story'....bagus banget Babo

Anonymous said...

Terharu bacanya.. *kisahnya seperti novel

Anonymous said...

Kebaikan menghasilkan kebaikan

Vickry said...

So good 👍

Anonymous said...

Penuh inspirasi

Anonymous said...

Bukan main... no coment.

Anonymous said...

Inspirasi yg begitu kuat..

Qq said...

Terharu dan sangat menginspirasi..

Anonymous said...

Dengan sabar menunggu tulisan yg menginspirasi dari Babo..meski utk mewujudkan mimpi sebagaimana dituliskan susah..tetapi minimal punya harapan.

Anonymous said...

Woww.. kegigihannya tak terbayangkan sebelumnya.

Anonymous said...

Haiyo.. ngapain Achara masang foto Babo & dia di dalam kamar. ✌️😁

bambang said...

Wah bikin baper ya

Anonymous said...

Sangat terinspirasi bacaan lama berulang kali buat modal penerapan bisnis lainnya.. My mentor Mr.Babo🙏🙏👍👍..

Anonymous said...

terharu. thanks babo.

Anonymous said...

Inspired campur Haru.., Setetes air mata.. Menitik.. 😘

Anonymous said...

Luar biasa Mr. Babo.....terima kasih kisah inspirasinya

Anonymous said...

Give and gain 👍👍

Anonymous said...

Saya sudah beberapa kali baca tulisan ini, kami punya kebon nenas dibeberapa desa dan kab di prov Riau, kalau ada link

Anonymous said...

Ketika menyatakan bahwa perusahaan ini milik babo dan menyerahkan semua saham.. Ooo it's nice.. Menyentuh rasa haru yg terdalam..
Tahu diri bahwa keberhasilannya karena ada Babo yg tentunya jg ada tangan kasih TUHAN yg menunjukan cahayaNya itu..
Ooh.. Nice story.. ❤❤❤

Mengapa Hijrah ke China.

  Sore itu saya makan malam dengan Florence dan Yuni. Kebetulan Yuni ada business trip dari Hong Kong ke Jakarta. Yuni kini CFO Yuan Holding...