Sunday, April 25, 2021

Kehilangan waktu kebersamaan

 



Waktu nunggu kendaraan datang di lobi, saya bertemu dengan teman lama. Kami sempat ngobrol layaknya sobat lama  tak jumpa. Setelah kendaraan datang saya permisi untuk pergi dan janji ketemuan untuk minum kopi.


“ Siapa dia Uda? Tanya Yuni mengarahkan kendaraan ke rumahnya di kelapa gading.


“ Teman ini saya kenal lebih dari 15 tahun. Kedua orang tuanya kewarga negaraan Singapore dan dia pindah ke Indonesia ketika menikah dengan orang Indonesia.  Saya mengenal kali pertama ketika dia dipertemukan oleh sahabat saya dalam satu acara. “ kata saya.


 “ Tapi ada kisah hikmah dari teman saya itu. Mau dengar ceritanya ! Kata saya. 


“ Mau lah.”


“ Istrinya selingkuh dengan mantan pacarnya waktu di SMU. Dan itu dilakukan ketika dia jatuh bangkrut. Dia dengan ikhlas memaafkan asalkan istri mau melupakan selingkuhannya.  Dia  tidak peduli asalkan keutuhan keluarga tetap bisa dipertahankan.  Tapi apa yang dia dapatkan setelah itu  ? tak ada. Malah rasa hormat istrinya semakin berkurang. “


“ Apakah begitu cepatnya seseorang bisa berubah? Apakah sebetulnya yang membuat istrinya berubah? 


“ Itulah pertanyaan yang tak pernah bisa dia dapatkan jawabanya. Sampai akhirnya istrinya pergi dan tak pernah kembali lagi.” 


“ Terus uda. Jangan berhenti ceritanya.”


“ Akhirnya dia memutuskan untuk memperbaiki hidup dan melanjutkan hidup tanpa istri. Anak anak dia yakinkan bahwa mereka akan tetap aman bersamanya. Bagaimanapun dia tidak pernah marah kepada istrinya. Dia hanya berpikir istrinya  terlalu lemah menyikapi goncangan hidup dan dia sebagai suami gagal melindunginya. Karenanya dia tidak tenggelam dalam dendam. Dia harus ikhlas jadi single parent setelah itu. Berusaha menjadi ayah dan ibu sekaligus bagi anak anak. 


Dia mulai merintis kembali bisnis. Mulai dari nol lagi. Berawal sebagai agent sparepart alat berat menjual ke perusahaan tambang dan jasa transfortasi darat dan laut. Usaha itu lambat laun bekembang. Kedua anaknya sejak SMU sekolah di Singapore, Tinggal di Asrama. Tamat SMU mereka melanjutkan ke Amerika.” Kata saya.


“ Setelah bisnis dia bangkit lagi, apakah mantan istrinya pernah menghubunginya  “ Tanya Yuni


“ Ya datang . “


“ Mau dia menerimanya? “


“ Ya. Biasa saja. Toh dia ibu dari anak anaknya. Tapi keadaannya menyedihkan”


“ Kenapa ?


‘ Menurutnya istrinya mengalami kekecewaan dengan perkawinan keduanya. HIdupnya hancur dan dia hidup terlunta lunta.”


“ Oh…”


“ Yang jadi masalah adalah kedua anak nya sulit bisa menerima Mama nya. “


“ Mengapa ?


“ Maklum dulu waktu mamanya pergi usia mereka masih kecil. Yang bungsu usia 5 tahun. Yang sulung usia 7 tahun. Mereka menyaksikan dia sujud dihadapan mamanya agar jangan pergi tapi mamanya maksa pergi dengan kata kata kasar. Kedua anaknya  juga memegang kaki mamanya agar jangan pergi tetapi mamanya malah mendorong mereka dengan keras. Seakan itu trauma bagi anak anak. Yang tak mudah mereka lupakan. Padahal dia tidak pernah memprovokasi mereka membenci mamanya. 


Dia berusaha meyakinkan anak anaknya agar memaafkan mamanya tetapi selalu gagal. Sudah 15 tahun berlalu, tetapi ingatan buruk masa kanak kanak mereka terhadap ibunya tak pernah hapus. 


Putri sulungnya berkata “ Aku akui mama. Dia ibu yang melahirkan aku. Tetapi dimana mama ketika aku pertama kali dapat haid? dimana mama ketika aku sedih karena di bully teman di sekolah. Dimana mama ketika aku ingin curhat soal pacarku?. Dimana mama ketika aku terbangun tengah malam karena mimpi buruk ? di mana mama ketika aku pertama kali masuk SMU?  Harta tak terbilang dalam kehidupan ini adalah waktu dalam kebersamaan. Tidak ada yang bisa membayar 15 tahun waktu yang begitu berharga hilang begitu saja. Dan itu pilihan mama. Mama tidak perlu minta maaf kepada kami tapi minta ampun kepada Tuhan.”


Anaknya yang laki laki punya sikap berbeda. “ Kalau papa mau balikan dengan mama, yang engga apa apa. Tapi tolong bilang mama, jangan berharap lebih kami bisa seperti anak lain yang sedari kecil dalam dekapan ibunya. Mama harus mau menerima kenyataan. Biarlah waktu berproses untuk membayar semua moment terindah yang hilang selama 15 tahun itu Sampai akhirnya kita bisa kembali normal. Bisa engga mama berkorban untuk kami, merebut hati kami kembali ? . “ 


Yuni terharu mendengar cerita saya. “ Sama dengan Yuni. Putri Yuni sampai sekarang tidak pernah bisa menerima papanya. Dia ingat waktu Yuni diusir malam malam oleh papanya dan gendong dia keluar rumah. Waktu  itu usianya 6 tahun. Sampai kini walau dia sudah menikah, memori masa kecilnya tidak pernah hapus. Ya, kebetulan  papanya memang tidak pernah mau ketemu anaknya lagi. Yang selalu ada untuk dia adalah Uda, ayah non biologis. Ya yang jadi hero dia adalah papa non biologisnya. Sangking sayangnya sama Uda, dia marah kalau Yuni salahin uda. Dihadapannya Uda itu pahlawan tanpa cacat. “ kata Yuni dan saya tersenyum.


Saturday, April 24, 2021

Utamakan jalan Tuhan

 



Ada cerita. Seorang pria pedagang asongan sedang gundah. Karena sang pacar minta segara di nikahi. Kalau tidak, terpaksa sang pacar ikut nasehat untuk menikah dengan pria pilihan orang tuanya. Bagaimana harus segera menikah? Hidup sebagai perantau memang tidak mudah di kota besar. Penghasilan tidak pasti. Mau tinggal dimana? Tinggal saja masih menumpang di kos temannya. Namun pria itu yakin bahwa dia akan mampu melewati cobaan hidup. Yang penting dia punya keberanian untuk menikah.


Tapi apakah cukup dengan hanya bekal keberanian? Antara ragu dan yakin itulah yang membuat dia galau sepanjang hari. Seusai sholat lohor di Masjid dia kembali menuju perempatan jalan untuk kembali dengan aktifitasnya jualan.


Namun sebelum sampai di perempatan jalan, dia melihat ada sesuatu benda yang nampak bersih tergeletak di pinggir jalan. Dia segera memungut benda itu. Ternyata tas tangan. Dia buka tas itu. Di dalamnya ada uang dollar cukup banyak dan Iphone. Dalam dompet itu ada uang pecahan ratusan ribu dan beberapa credit card. Dia hitung jumlah dollar dan pecahan ratusan ribu, jumlahnya mungkin lebih dari cukup untuk menikah. 


Dia teringat doanya tadi waktu sholat lohor " Wahai Tuhan... berilah kemudahan bagiku untuk melaksanakan pernikahan. Kalaulah bukan karena keimanan rasanya aku tidak perlu menikah, Tapi karena keimanaku maka aku harus menikah. Tanpa pertolonganMu ya Allah, tak mungkin urusan yang maha sulit ini bagi ku akan mudah. Mudahkan ya Allah urusannku”


" Nah , itulah janji Allah kepadamu. Gunakan uang itu untuk menikah. Rayakan pernikahan sebagai bukti kamu pria yang bertanggung jawab, dan menantu yang pantas dihormati. " Terdengar bisikan di hatinya. 


Namun dia berpikir keras. Bagaimanapun ini harta bukan miliknya. Ini milik seseorang yang sedang kena musibah kehilangan hartanya. Tugasnya bukan mengambil tapi mengembalikan harta ini. Namun berkali kali bisikan itu datang dan logikanya memaksanya untuk mengambil uang itu sebagai solusi dari Tuhan. 


Tapi akhirnya dia putuskan juga untuk menyerahkan uang itu kepada pemiliknya. Dia lihat KTP yang ada didompet untuk tahu alamat pemilik tas itu. Namun sebelum dia melangkah kealamat rumah pemilik tas itu, terdengar suara telp dari iphone yang ada ditas itu. Dia terima telp itu.


" Anda siapa ? Terdengar suara diseberang.


" Saya menemukan tas di jalan, dan di dalamnya ada dompet dan hp. Saya engga tahu siapa pemiliknya. Ini saya mau antar kepemiliknya. “


" Anda dimana sekarang ?


" Dekat pom bensin menteng”


" OK saya tahu tempatnya. Saya segera sana. Saya pemilik tas itu." 


" Baik. “


Tak berapa lama nampak kendaraan mewah berhenti tepat disamping dia berdiri. Seorang wanita turun dari kendaraan itu. 


" Anda yang temukan tas saya ? kata wanita itu.


" ya bu”


" Mana tas nya ?”


" Ini bu.." Katanya sambil menyerahkan tas itu.


" Tas ini jatuh mungkin waktu saya mau masuk kendalam kendaraan yang tadi parkir sekitar itu " kata wanita itu menunjuk kearah jalan yang tidak jauh dari pria itu. Setelah memeriksa isi tas itu , wanita itu tersenyum puas " Terimakasih ya " Kata wanita itu langsung masuk kendaraan dan berlalu.

Seminggu kemudian, pria itu mendapat kabar bahwa pacarnya telah memutuskan untuk menerima saran orang tuanya menikah dengan pria lain. Tak ada kecewa atau sedih. Tuhan telah memberi dia cobaan maha berat disaat dia harus melaksanakan kewajibannya menikah. Dan dia lebih memilih tidak menggadaikan keimanannya demi wanita yang harus dinikahinya. 


Dalam hati dia yakin inilah yang terbaik dari Tuhan untuk dia terus melangkah di bumi ini dengan tetap berbuat baik dalam kondisi apapun. Apakah akan berbuah baik?, dia tidak pernah pikirkan soal itu. Tapi ada kebahagiaan dan rasa aman ketika dia tetap di jalan Tuhan..


Murahnya mahar bang Udin



 




Bang Farhan adalah sepupuku. Ponakan abak. Sejak kecil aku sudah dijodohkan dengan Bang Farhan. Aku tidak bisa menolak tradisi adat. itulah takdirku sebagai wanita minang. Bang Farhan tamat SMA dia diterima di PTN di Bandung. Abakku membiayai kuliahnya. Karena ayah bang Farhan sudah meninggal. Abak sebagai paman yang harus bertanggung jawab terhadap kamakananya. Waktu aku kelas 1 Madrasah Aliyah Bang Farhan sudah ke Bandung. Jadi praktis hubunganku dengan Bang Farhan terkesan tidak dekat. Apalagi usia kami bertaut 4 tahun.


Di sekolah aku punya kakak kelas. Namanya Sabarudin. Aku panggil Bang Udin. Dia anak yang cerdas. Namun pendiam. Kharismanya membuat dia terpilih sebagai ketua OSIS. Bang Udin juga juara MTQ tingkat sekolan dan kecamatan. Dia juga pernah mewakili sekolah dalam lomba cerdas cermat khusus Al Quran dan hadith. Kalau aku dekat dengan bang Udin karena rumahnya bersebelahan dengan uni dari abakku. Aku sering ke rumah Maktuo ku. Aku juga sering belajar tarikh dari bang Udin. Dia pandai sekali bercerita tentang tarikh islam.  Aku juga belajar memahami dasar dasar tafsir Al Quran dari bang Udin.


Bang Farhan tamat kuliah aku sudah tamat Madrasah Aliyah. Dia kembali dan tinggal di kampung sebelum dapat kerjaan. Saat itu aku diminta Abak jangan lagi sering bertemu bang Udin. “ tak patut dilihat orang” Karena aku sudah dijodohkan dengan bank Farhan. Bagiku tidak ada masalah. Memang tidak ada hubungan istimewa dengan bang Udin. Tamat Madrasah ALiyah, bang Udin pergi ke kekabupaten. Dia bekerja di toko Babah Afin saudagar kaya di kabupaten. Akupun jarang bertemu dengan Bang Udin.  Apalagi dia pulang ke kampung sebulan sekali.


Satu saat aku datang ke rumah Maktuo, aku dapati Bang Farhan sedang bersama wanita di teras. Aku terkejut. Wanita itu aku kenal.  Habibah namanya. Lebih tua dariku 1 tahun. Kuliah di IKIP Padang. Kebetulan sedang liburan. Aku sempat tegur bang Farhan. Tapi bang Farhan diam saja. Seperti tidak peduli. Aku masuk ke dalam rumah. Maktuoku, sepertinya mendukung atau tidak berdaya terhadap sikap bang Farhan. Aku lebih baik pulang ke rumah. Namun di teras Habibah yang sedang bersama Bang Farhan menegurku. “ Upik, tak ada recana kuliah kau? 


“ Tergantung abak. Aku hanya patuh apa kata abak” Kataku.


“Oh rupanya kau berharap bang Farhan melamar kau ya?


“ Siapa yang berharap.? Aku tidak pernah berharap kepada manusia. Cukuplah kepada Allah aku  berharap.”


“Eh sombong sekali kau. “ Kata habibah menunjuk keningku “ Tak mungkin bang Farhan mau melamar kau. Soal biaya kuliah yang abak kau bayar, orang tuaku bisa ganti semua. Tinggal sebut berapa? lanjut habibah seraya mendorongku. Aku membalas. Tetapi bang Farhan malah ikut mendorongku. Aku terjatuh. Saat itulah Bang Udin datang. Dia mendirikanku. “ Bang, si upik ini adik abang. Mengapa tega sekali abang perlakukan dia begini? Kata bang udin.


Aku pulang diantar bang Udin. Selama di jalan aku menangis. Bang Udin menasehatiku. “ Upik boleh menangis. Itu manusiawi. Tetapi tak boleh meratap dan mengeluh. Sabar sajalah.” Kata Bang Udin.


“ Aku tak terima abakku dihina. Kalaupun abakku membantu uang kuliah Bang Farhan, itu karena dia melaksanakan tanggung jawab sebagai paman kepada kamanakan. Tidak pernah abak paksakan bang Farhan harus menikah denganku. Kalaupun  dia tidak suka, abak bisa maklum” kataku.


Setahun setelah itu, bang Farhan bekerja di Riau. Diapun menikah dengan habibah. Waktu pernikahan,Abak paling repot mengurusnya. Akupun ikut senang. Tapi bang Farhan takut sekali berbaik hati kepadaku. Sepertinya dia takut dengan istrinya. Aku tetap sendiri. Usiaku sudah 20 tahun. Suatu sore, abak mengajakku berbicara. 


“ Pik, tadi paman Si Udin datang ke paman kau. Dia inginkan kau menjadi istri dari ponakannya si Udin. Kalau kau tak suka. Abak bisa maklum. Cobalah sebutkan siapa pria yang kau suka. Abak akan lamarkan”

Aku hanya diam.


Tapi setelah itu aku pergi ke kabupaten menemui bang Udin. Aku terkejut. Bang Udin tidak lagi kerja sama babah Afin. Tetapi sudah dagang sendiri walau di kaki lima. “ Hebat abang. Sudah dagang sendiri.” Kataku. 


“ Ya Pik. Dimodalin Babah Afin. “ Kata bang Udin dengan merendah. Dia memang lahir dari keluarga miskin. Tapi taat beragama.


“ Ya Bang. Itu berkat abang sabar dan jujur. Induk semang sayang ke abang” kataku. Aku sebenarnya ingin bertanya soal lamaran keluarga bang Udin. Tetapi aku malu. Bang Udin memang sahabatku sedari kecil. Apa salahnya aku bertanya.  “ Bang, tadi abak tanya Upik soal kedatangan paman bang Udin. Abang tahu soal itu? Kataku dengan hati hati.


“Ya. Minggu lalu, memang abang bicara dengan Paman idrus. Abang cerita soal keinginan melamar Upik. Tapi kalau Upik tak suka, ya tak apa. Maafkan abang ya Pik. “ Kata Bang Udin. 


Jantungku berdetak kencang. Aku berlari menjauh meninggalkan bang Udin. Langsung naik bus dengan hati berbunga. Bang udin tidak segagah bang Farhan. Kulitnya hitam. Badanya kurus. Tapi hidunya mancung. Walau tidak sarjana tapi dia berani melamarku. Padahal kami tidak pernah pacaran.


***

“ Pik, uang abang hanya ada Rp. 1 juta. Itupun uang hadiah dari babah Afin. Dia tahu abang mau menikah. Belum cukup untuk melamar upik.” Kata Bang Udin.


“  Bang, ingat engga kata guru madrasah kita dulu. Semakin murah mahar wanita semakin terhormat wanita itu dihadapan Allah. Upik engga akan terhina dapat mahar murah.”


“ Ya udah.  Abang kasih seperangkat alat sholat dan sempak aja ya Pik. Maaf.” Kata Udin malu malu.


“ Upik engga akan maafkan kalau abang beralasan menunda melamar karena uang tidak cukup.  Biaya pesta pernikahan, semua abak yang tanggung. Kan begitu adat kita. Apalagi.? Kataku.


“Siap Pik ! abang tak perlu ragu lagi untuk melamar Upik” kata bang Udin.


Benarlah. Bulan syawal  bang Udin resmi melamarku. Kini sudah 10 tahun pernikahan kami. Aku merasa bahagia, bukan karena harta berlebih. Tetapi mendapatkan suami pekerja keras, rajin sholat dan rendah hati.  Murah hati kepada siapa saja. Sayang kepada kedua orang tuanya dan santun kepada mertuanya.


Belakangan aku dapat kabar. Bang Farhan masuk pengajian LDII. Dia menikah lagi dengan  teman sepengajian dengannya. Habibah menolak dipoligami. Mereka pun bercerai. Habibah akhirnya menikah dengan Sukri. Jadi istri pertama. Belakangan Sukri menikah lagi. Habibah memilih pasrah.


Thursday, April 22, 2021

Melodrama...








Tahun 2006. Setiap akhir pekan saya pasti ke Shenzhen untuk istirahat setelah berlelah selama 5 hari di Hong Kong. Setiap saya melewati gate stasiun kereta ada wanita yang mendekati saya. “Pak, anda ingin membeli gaun atau jam  atau apa” Katanya dalam bahasa inggris terbata bata. Saya suka dengan gaya perjuangannya. Saya mengangguk seraya tersenyum. Dia membawa saya ke suatu apartemen yang tidak jauh dari mall Louho. 


Dia menawarkan beberapa barang. Memang murah sekali. Saya tahu itu semua merek palsu. Saya tidak tawar barang dia. Saya percaya saja. Itu berlangsung tiga bulan. Setiap beli barang dari dia, barang itu tidak pernah saya gunakan. Saya hanya simpan di lemari pakaian. Wenny sempat tertawa saat melihat tumpukan barang di lemari saya. “Kamu sadar ditipu dan itu berkali kali. Lucunya kamu menikmatinya.” Kata Wenny.


Saya mengerutkan kening. Seraya menghembuskan asap rokok ke udara, saya tersenyum. “ Bagiku, kehidupan bukan melodrama. Yang melihat hidup ini dari sisi hitam putih. Engga begitu say” Kata saya. 


“ Hidup ini, kan soal  salah dan benar. Makanya ideologi diperkenalkan. Agama disiarkan. Kebudayaan mengajarkan” Kata Wenny.  Dia tidak setuju dengan sikap saya.


Saya mendekat ke arah Wenny. Duduk di hadapannya di sofa“ Kalau kamu bersikap melodrama, kamu tak akan henti menyalahkan orang lain. Merasa diri kamu lebih baik dari orang lain. Kan begitu kata kebudayaan? Kan begitu kata agama?. Kan  begitu kata ideologi dan Politik?. Ya kan?. Tapi dalam kenyataannya yang terjadi adalah tragis. Tidak ada yang  sempurna. Tidak ada.” Kata saya.


Wenny termenung.


“Kamu tahu. “ Kata saya lagi. “ Bahkan revolusi yang lahir katanya dari genre dan ucapan kaum moralism dan diutarakan tanpa ambiguitas. “ Saya berdiri dengan membusung dada ” Ya di sini kaum revolusioner yang mulia. “  Kata saya menepuk dada. “ Di sana kaum kontrarevolusioner yang keji. “ Kata saya menujnuk ke depan.  Wenny tersenyum lihat tingkah saya. Saya kembali duduk. 


“ Tiap revolusi " Sambung saya " menyangka, atau menyatakan diri, membawa sesuatu yang baru. Revolusi Perancis menyatakan tahun permulaan kekuasaan baru sebagai tahun nol. Revolusi Rusia mengubah nama-nama kota terkenal St. Petersburg jadi Leningrad, juga Revolusi Indonesia menolak nama Batavia dan menjadikannya Jakarta. Nyatanya walau revolusi mudah meledak bau amis darah dan mengubah segalanya, tapi tidak pernah mencapai hasil seperti pesan moralis yang idealis. 


Melodrama itu hanya ada dalam kisah di kerajaan utopia. Di teater. Tidak di dunia nyata.  Bahkan budayawan yang bicara tentang tragedi  akan dengan cepat jadi komedi atau bahkan farce. Para pendakwah melodrama yang terus mengklaim kemurnian niatnya, akan tampak menggelikan, atau semakin tak jelas antara agama dan politik.Terutama ketika para pendakwah hidup hedonis. “ Sambung saya.

“Tapi melodrama selalu ada dalam sebuah masyarakat. “ Sergah Wenny.


“ Melodrama memang mengasyikkan, dengan atau tanpa air mata. Saya suka. Tapi memandang kehidupan sebagai sebuah melodrama akan cenderung menampik kesadaran akan yang tragis, dan kita hanya akan jadi anak yang abai dan manja.” Kata saya tersenyum.


***

Suatu saat ketika keluar dari gate. Wanita itu tidak terlihat lagi. Saya sudah melupakan wanita itu. Saya pergi ke spa yang ada di Shenzhen. Saya bertemu lagi dengan wanita itu. Dia jadi petugas terapis reflexy. Keliatan dia malu memijit kaki saya. Setelah selesai di spa jam 8 malam. Di lobi saya bertemu dengan wanita itu. Dia sengaja menanti saya. “ Bolehkah saya bicara? Katanya.


“ Ada apa ? tanya saya. Dia tampak bingung. “ Gimana kalau kamu temanin saya makan malam. Saya sendirian. “kata saya. Dia terkejut seakan tidak percaya dengan tawaran saya itu. “ Benar ? Katanya dengan wajah merona.


“Ya.” Kata saya tersenyum ramah. Diapun setuju. Saat masuk restoran, dia terkesan sungkan. “ Ini terlalu mewah bagi saya. Apakah kamu sedang merayuku.” Katanya.


“ Tidak. Hayolah masuk. Kata saya. Dia masuk dengan ragu.


“ Saya mau minta maaf. “ katanya saat menanti hidangan datang  di meja makan.


“Maaf apa? saya mengerutkan kening. Dia tidak menjawab. Wajahnya menatap kosong... 

" Apapun itu, Saya sudah maafkan sebelum kamu minta maaf. Kamu tidak usah berlebihan. Santai saja.” kata saya menenangkan hatinya.


Usai makan malam, saya ajak dia mampir ke Apartemen saya. Awalnya dia ragu. Tapi akhirnya setuju. 


Sampai di apartemen saya ajak dia masuk ke kamar tidur. Dia menolak halus. “ Saya belum siap. Maafkan saya.” Katanya. 


" Maaf. Bukan itu maksud saya. Maaf " Kata saya yakinkan dia bahwa saya tidak sedang merayunya untuk ditiduri. Saya buka lemari di kamar. Perlihatkan ke dia. Dia masuk ke dalam kamar dan melihat banyak bungkusan. “ Inilah barang yang saya beli dari kamu selama ini. Tidak pernah saya pakai. Itu hanya saya simpan” Kata saya tersenyum. “ Nah sekarang mari kita keluar kamar “ Lanjut saya.


“ Jadi kamu tahu aku berbohong?  tanyanya dengan terkejut. " Ya, saya telah berbohong kepada kamu. Berkali kali saya jual barang Itu semua bohong. Baik harga maupun merek.” Sambungnya dengan air mata berlinang


“Ya. Saya tahu.”


Tapi karena saya lihat kamu tidak merasa dibohongi dan saya dapat dengan mudah menjual. Saya menganggap saya tidak bernilai di hadapan kamu. Sejak itu saya memutuskan untuk berhenti dagang sebagai broker barang palsu. Hidup memang tidak mudah. Tetapi selalu ada pilihan. Maafkan saya.” Katanya berlinang airmata  " Tetapi mengapa kamu diam saja, menerima saja saya tipu? tanyanya.


“Saya tidak membeli barang dagangan kamu, tetapi membeli  rasa hormat kamu.”


" Rasa hormat ? Dia mengerutkan kening. Sepertinya dia tidak mengerti maksud saya. 


" Kamu tidak menggoda saya walau kamu cantik. Karenanya saya tidak merasa dipaksa untuk membeli. Kamu hanya mengajak saya ke apartemen yang menyediakan baragam barang bermerek yang palsu. 


Oh…” Dia menangis sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.


“ Dan terbukti karena rasa hormat itulah kamu merasa tidak nyaman dan pilihan menjadi terapis pijit lebih terhormat. Saya tidak salah dengan keyakinan saya. “ kata saya.

 

“Mengapa kamu sangat yakin? Tanyanya ragu.


“Saya suka bertaruh dengan keyakinan saya. Hidup kan adalah pertaruhan tanpa jeda. Biasa saja. Everything happens for a reason.  Apa sebenarnya alasan kamu tipu saya? Itu hanya kamu yang tahu.  Saya tidak melihat hidup ini sebagai sebuah melodrama. Sehingga saya tak berhak mengadili kamu. Itu udah nature saya” kata saya. 


Dia lama terpana. 


“ Bolehkah aku memelukmu ? Katanya. Saya rentangkan kedua tangan saya. Dia memelukku. “Dari kecil saya hidup sangat miskin. Ibu saya pergi dari rumah sejak saya berusia balita. Saya dibesarkan oleh kakek dan nenek saya yang juga miskin. Papa entah dimana kini?. Ini kali pertama saya merasa dimanusiakan. “ Katanya dengan suara terisak. 


Tak berapa lama Wenny datang ke apartemen. Saya kenalkan dia kepada Wenny. Sebulan kemudian dia sudah bekerja di jaringan internasional Hotel di Luar kota Shenzhen dibawah portfolio Yuan holding yang dikelola Wenny. Setelah 10 tahun bekerja pada Yuan Holding dan mengikuti proses training, Wenny percayakan dia sebagai Head of gold trading di divisi perdagangan emas. Dia cerdas dan cepat sekali belajar. 


Saturday, April 17, 2021

Menghapus airmatanya

 






Inikah takdir ? terlahir sebagai yatim dan kemudian menjadi piatu. Dina , tak pernah menyesali nasipnya. Rasa sukur selalu menghias wajahnya. Karena kasih sayang orang tua angkatnya yang telah membesarkannya hingga dia dapat tumbuh dewasa seperti sekarang ini. Mereka bukanlah orang kaya namun hati mereka sangat kaya. Dina diperlakukan layaknya anak kandung. Inilah yang membuat Dina tidak berhenti bersyukur akan kehidupan yang diberikan tuhan kepadanya. Dina tidak bisa menolak ketika di jodohkan dengan putra juragan kaya. Belakangan setelah mertuanya meninggal ,harta warisan habis diperebutkan. Suami dina jatuh miskin. 

***

Hari telah mulai gelap. Dina melangkahkan kakinya menyusuri lorong kampong ke arah rumah kontrakannya. Tentu tadi siang dia baru menerima gaji mingguan hingga ada uang sedikit lebih untuk membeli makanan kesukaan suaminya.


“ Mas , Ini aku belikan pecel lele kesukaan Mas. “ kata Dina kepada suaminya yang sedang tiduran di korsi butut. Suaminya menatap sinis kearahnya.


“ Aku tidak mau makan! Kamu saja yang makan. “ Teriak suaminya dengan tatapan sinis. Dina terkejut. Belum usai keterkejutannya, suaminya melempar makanan itu ke arah mukanya. Bungkusan nasi itu tumpah bertaburan di lantai dan sebagian sambalnya mengenai tubuhnya.


” Ada apa , Mas. ?


” Ah , jangan tanya. Mana gaji mingguan kamu. ” Bentak suaminya. Tanpa memperdulikan Dina yang masih terkejut dengan tumpahan Nasi dilantai, suaminya dengan cepat merampas dompet di tangan Dina. Namun , Dina berusaha menahan dompetnya dari hentakan tangan suaminya. ” Tolong Mas, Jangan ambil uang ini. Kita butuh makan. Aku sudah tidak bisa lagi berhutang di warung.” Kata Dina dengan memelas.


Wajahnya yang memelas itu bukannya membuat suaminya luluh malah yang datang ” Pang...” tamparan tepat diwajahnya. Terasa asin mulutnya. Dia tahu bahwa itu darah. Tangan suaminya dengan keras memelintir tangannya untuk merampas dompet. Dengan mudah dompet itu berpindah tangan. Suaminya mendorongnya hingga dia jatuh telentang di lantai. Dia lihat suaminya berusaha menarik tubuhnya kembali untuk memukulnya. Dina menutup wajahnya sambil berkata terbata bata ” Mas. Tolong jangan sakiti aku. Sudah, sudah, Ambil lah uang itu. ”


” Makanya jangan sok jago kamu. Berani melawan ya. ” Kembali suaminya bersuara lantang. Dina hanya terdiam sambil terduduk memagut kedua lututnya di pojok ruangan. Dia tak berani menatap wajah suaminya. Dina merasa takut dan sakit. Walau ini acap dilakukan oleh suaminya namun rasa sakit dan takut selalu hadir ketika suaminya marah. Jantungnya berdetak kencang.


Apalagi ketika suaminya kembali menghampirinya dengan menarik rambutnya. Dina terdongak keatas. Nampak wajah suaminya sangat dekat dengan wajahnya ” Aku hanya ingin kamu mau turut apa kataku. Kita akan hidup lebih senang kalau kamu mau nurut. Bukan hanya uang mingguan yang tak lebih seharga sebotol minuman keras untuk ku. Paham“ Dina hanya diam. 


Pedih rasanya dipukul dan terlalu pedih bila sudah sampai pada kehendak suaminya agar dia menjual dirinya untuk uang. Dina ikhlas bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan makan tapi tak pernah siap untuk menjual dirinya.


“ Mas…aku cinta Mas…” Dina memelas dan berharap suaminya kembali mengerti perasaannya.


“ CInta..cinta…aku tidak mengerti apa itu cinta. Aku hanya ngerti bagaimana hidup kita senang tanpa kerja keras. …” jawab suaminya sambil melotot. Ini membuat Dina kembali terpukul. Begitukah harga cintanya dihadapan suaminya. Pria yang dulu begitu diharapnya untuk melindunginya. Kehidupan seperti ini telah berlangsung bertahun tahun. Bentak, marah dan akhirnya memukul adalah keseharian yang dia terima dari suaminya.


Seperti biasa setelah puas marah , suaminya pergi keluar dengan uang mingguan dari hasil kerja keras Dina. Tentu suaminya baru akan pulang setelah dini hari dalam keadaan mabuk. Dina hanya dapat memandang ulah suaminya dan berharap agar semua ini dapat berakhir. Inilah drama hidupnya. 


Inikah takdir ? Subuh dia ada Polisi datang ke rumahnya bersama suaminya. Polisi menggeledah isi kamar. Mereka menemukan narkoba. Polisi menangkap Suaminya dan Dina. Berkali kali Dina menolak pergi karena dia tidak tahu apa apa. Tetapi polisi tidak peduli.


***

Dua tahun dalam penjara. Dina dibebaskan. Hakim bisa meringankan hukuman Dina berkat bantuan relawan perempuan. Mereka memberikan advokasi kepada Dina. Sementara suaminya kena hukuman 8 tahun penjara. 


Keluar dari Penjara, Dina tidak tahu kemana harus melangkah. Rumah tidak ada. Dia tidak ingin membebani orang tua angkatnya. Di perempatan jalan Tomang. Dia duduk termenung. Salah satu pedagang susu kacang. Menyuruh dia menjajakan susu kacang itu ke kendaraan yang sedang berhenti di lampu merah. Itu dia lalui berhari hari untuk sekedar makan. Sementara dia tidur di pelataran masjid Istiqlal.


Satu waktu dia bertemu dengan penumpang kendaraan yang membeli susu kacangnya. Setelah ngobrol sebentar. Penumpang itu memberinya uang Rp. 1 juta. “ Kamu datang ke alamat yang tertera di balik kartu nama saya. Datanglah ke sana. Mungkin ada kerjaan untuk kamu. Ke esokannya Dina datang ke alamat tersebut. Ternyata pabrik Footware. Satpam membawanya ketemu dengan GM pabrik.


“ Tadi saya dapat telp dari ibu dirut di kantor pusat. Kamu kelola koperasi karyawan khusus kantin. Kamu tamat SMK kan.”


“ Ya pak. SMK Jasaboga. Tetapi ijazah udah engga ada. “ kata Dina.


“ Ya udah. Kamu isi formulir ini. Terus, temui pak Hadi di ruang HRD. Biar kamu dapat penjelasan kerjaan kamu.”


“ Ya pak. “


“Gaji kamu Rp. 6 juta sebulan. Uang transpor dan uang makan dapat. Udah cepatan pergi ke HRD.” Kata GM itu.


***

Dua tahun kemudian, saya ke pabrik karena mau lihat penambahan mesin baru. Saya sempatkan makan di kantin bersama Yuni. Saya bertemu dengan Dina.  Dia terkejut ketika meliat saya dan segera memeluk saya . “ terimakasih bapak. Dua tahun saya harus menanti mengucapkan terimakasih. Sekarang kesampaian juga. Terimakasih bapak” . Kata Dina dengan terbata bata menangis. Dina cerita tentang hidupnya sampai akhirnya bertemu saya. Yuni berlinang air mata mendengar cerita Dina.


“ Apa dasar uda percaya dan memberikan kesempatan kerja dengan Dina” tanya Yuni.


“ Pertama cara dia menjajakan susu kacang. Tanpa maksa. Cukup dengan senyuman. Dan pada waktu itu jam 10 malam. Kedua, saya kasih uang tanpa membeli. Dia menolak. Tetapi ketika saya tawarin peluang kerja. Dan saya beri uang agar dia beli baju yang bagus dan dandan yang rapi. Dia  terima uang itu dengan menangis“


“ oh itu sebabnya Uda suruh Yuni carikan pekerjaan yang cocok untuk dia”


“ Ya.” 


“ Kalau Dina terima uang tanpa uda membeli mungkin Dina engga pernah kenal Yuni ya. “ kata Yuni melirik ke Dina. 


Hikmah cerita : Ketika anda memberikan kesempatan kepada orang lain untuk bekerja, bukan tidak mungkin anda ditugaskan Tuhan untuk menghapus airmatanya yang didera oleh kezoliman manusia.


Bertemu lagi.

  Siska menemukan nomor telp dan email saya dari sosial media. Lewat telp dia memberi tahu bahwa papanya Danil, mau bertemu saya. Sejak tahu...