Thursday, May 23, 2024

Menentukan pilihan...

 



Tahun 1984, selesai briefing team sales di kantor. Kami segera bergerak menuju target pasar. Kantor kami di Ratu Plaza. Di lobi Aling nampak wajahnya kusut. “ Ada apa lue Ubi?


“ Mamak gua sakit. Mana gua engga ada duit. Honor dan komisi sales bulan kemarin habis untuk bayar kos. Ibu kos minta bayaran 3 bulan. Gimana ya. “ Katanya menahan tangis. Saya sadar bagi anak rantau kalau dengar orang tua sakit, itu benar benar berat kalau engga ada uang.


“ Ah tenang saja. “ kata saya. “ Yuk ikut gua.” kata saya. Kami pergi ke daerah Pinangsia. Saya datang ke salah satu ruko yang tertutup. Tak berapa lama setelah saya gedor. Pintu terbuka. 


“ Ada stok usang ” kata saya ke penjaga gudang tekstil.


“ Ada koh.”


“ Apa ?


“ Borkat dan tetoron putih. 


“ Berapa piece ?


“ 40 piece.” 


“ Mana, sampel barang “ Kata saya, Tak berapa lama dia memberi sampel barang. Aling memperhatikan saja. 


“ Nah, sekarang kita pergi ke tanah abang” Kata saya kepada Aling. Sampai di Tanah Abang saya datangi beberapa pedagang grosir tekstil “ Harga miring 5% dari harga pasar pagi.” Kata saya menawarkan barang. Setelah keliling pasar dapatkan juga pembeli tapi bayarnya utang. Giro 3 bulan. Saya senyum melihat Aling bengong. “ Nah sekarang kita pergi ke Sawah Besar.” Kata saya. 


Terus kami berangkat. Sampai di sawah besar. Saya datangi toko koh Aming. “ Eh padang jelek. Ada apa lo kemari” Kata koh Aming.


“ cari kantau koh.” kata saya.

“ Lue jual stok lama gua dah. Ada di gudang” katanya. Padahal tadi pagi yang saya udah lihat barangnya di Gudang dan sudah saya tawarkan ke pembeli di Tanah abang.


“ Siap koh. “


“ Lue ambil satu pience Rp.10.000.” Katanya.


“ Bayarnya pakai giro 3 bulan, Mau? Kata saya


“ Engga ada masalah. Yang penting pastikan Koh Hendra terima gironya.” Katanya.


“ Siap”


Saya pergi ke gudang untuk antar barang ke pembeli di Tanah Abang. Pedagang itu beri giro 3 bulan. Saya terima karena Koh Hendra setuju cairka giro itu dengan potongan 2 % sebulan. Uang pencairan giro itu saya serahkan ke Koh Aming. Saya dapat komisi Rp. 400.000. 


Kemudian saya kembali ke pedagang tanah abang yang tadi beli 40 piece tekstil. “ Gua perlu uang kontan untuk bayar tukang jahit. Lue jual 20 piece aja. “ Kata pedagang itu.


“ Mau diskon 40%.”Kata saya.


“ Terserah aja.” kata pedagang. Terus saya pergi ke Melawai. Jual ke grosir tekstil dengan harga tunai diskon 30%. Saya untung 10%.


***


“ ini uang untuk mamak kamu berobat. “ Saya berikan uang komisi dan keuntungan itu kepada Aling


“ Ale, gimana kalau tiga bulan lagi, giro itu ditolak bank karena engga ada isinya”


“ Engga usah dipikir. Itu urusan mereka.” kata saya.


“ Tapi kan mereka rugi.” Aling kelihatan bingung.


“ Pedagang tanah abang itu perlu modal, Ya dia beli barang pakai giro 3 bulan. Terus ada koh hendra yang mau uangkan giro itu karena pedagang itu punya kios. Koh hendra dapat fee. Koh Aming itu mau uangkan stok yang engga laku laku. Dia jual dengan harga diskon. Terus ada grosir melawai yang beli tunai dengan harga diskon. Semua mereka sudah berpikir kalkulasi dan resiko. Itu udah biasa.” Kata saya.


“ Tetapi pasti nanti ada masalah kalau Giro itu tidak cair.”


“ Mereka itu tidak pernah mikir soal nanti. Mereka hanya mikir sekarang. Nah, Lue mau terus mikirin mereka atau lue mau selamatkan mamak lue. Ingat, engga ada orang kaya di jakarta mau dengar keluhan soal mamak lue sakit. Cepat lupakan mereka. Kirimlah uang ke Medan.“ Kata saya.


“ Lue kok ngerti banget. Apal semua jalan dan tempat. ? Tanya Aling tersenyum.


“ Gua pernah hidup di jalanan. Tapi itu hanya untuk survival aja” Kata saya.


“ Tetapi kerjaan ini kan gede cuannya. Kenapa lue tinggalin. Malah jadi Sales. Yang engga jelas dapat uangnya. “


“ Ini memang mudah dapat uang. Namun kalau gua terus hidup disini gua engga akan berubah jadi lebih baik. Beda dengan jadi Sales di perusahaan asing. Kita di-training, diajarkan pengetahuan untuk berkembang. Setiap hari kita dapat briefing oleh supervisor. Itu mahal sekali nilainya untuk orang kampung seperti kita. Usia kita masih muda. Masa depan kita masih panjang dan masih banyak pilihan. “ kata saya. Aling bisa paham.


Tahun 1985

Saya mengundurkan diri sebagai salesman di perusahaan Asing. Saat tahu saya mengundurkan diri, Aling terkejut “ Kamu kan top salesman. Udah banyak clients. Komisi juga besar diterima setiap bulan. Hampir sejuta. Kenapa harus berhenti” tanyanya dengan mengerutkan kening. 


“ Kerja di PMA. Engga mungkin saya jadi manager, apalagi direktur.  Saya hanya tamatan SMA. Saya tahu diri. Kalau saya tetap bertahan engga mungkin saya bisa berubah lebih baik kecuali hanya dapat uang. Engga bisa terlena dengan income yang besar. Saya harus pindah ke tempat yang cocok untuk saya berkembag. “ Kata saya. Saat itu Aling tetap tidak mengerti sikap jalan hdup saya. Apalagi setelah itu saya tidak bekerja di perusahaan yang lebih besar tetapi malah berwirausaha. Buka pabrik amplas yang bangunannya sewa.


Setahun setelah saya resign, Aling juga resign dari perusahaan. Dia bersama David melanjutkan ke universitas di Singapore. Saat itu saya sadar, Aling  berpikir pragmatis. Dia setuju tunangan dengan David, karena dia memang punya ambisi kuliah di luar negeri.  Dengan saya, dia tidak melihat ada harapan. David ada, karena orang tuanya kaya raya. Setelah Aling pergi, saya perlu tongkat disaat saya lemah. Dan papa saya bijak menyuruh saya menikah dengan ponakannya. Dia tahu pilihan hidup saya sebagai pengusaha, yang kapan saja bangkrut. Saya perlu tongkat.


Selama 15  tahun bisnis sejak tahun 1985, saya bangkrut 4 kali. Itu tidak saya sesali karena memilih jalan wirausaha. Tidak. Saya sadar bahwa saya tidak terpelajar dan tidak punya mentor yang selalu ada menjaga saya. Tentu saya harus melewati proses learning by doing. Selama 15 tahun saya mengikuti berbagai kursus keterampilan bisnis. Dari akuntansi, managemen, product knowledge, metode riset, international trading, menyusun feasibility study dan financial quantitative. Jadi walau saya bangkrut dan kesibukan tentunya berkurang, tetapi saya tetap sibuk, ya sibuk belajar lewat kursus. Disaat saya bangkit lagi saya bisa naik kelas.


Tahun 2004.
Saya punya uang kurang lebih USD 2 juta dan perusahaan di Indonesia yang sedang berkembang. Tetapi saya tidak memilih hidup menikmati bunga dari tabungan dan menjalankan bisnis yang ada. Saya  justru memutuskan hijrah ke China. Mengapa? Tanya David. Dia tidak habis pikir dengan sikap saya. Dia anggap saya tolol dan terlalu berani ambil resiko di wilayah yang tidak saya kuasai. "Keadaan ekonomi Indonesia sedang berjuang keluar dari krismon. Walau sudah masuk era reformasi, tetap saja rente. Sulit untuk orang seperti saya bisa terus bertahan tanpa terlibat rente. Apalagi modal terbatas. Saya tahu diri." Kata saya kepada David.


Belum setahun di China, uang USD 2 juta itu habis. ” Pah, uang tabungan yang mama pegang udah habis.Yang tersisa hanya perhiasan. Kalau mau dijual ya mama jual semua. “ Kata Istri saya. Saya terkejut. Dia tidak menyesali keputusan saya hijrah sehingga membuat uang habis. Dia tetap yakin saya bisa sukses melewati hambatan.  Tetapi belum sempat jual perhiasan itu, saya bisa berhasil ekspor perdana dari China ke Eropa lewat bisnis maklon (management supply chain service ).  Dari sukses perdana ekspor itu membuat semua jadi mudah. Saya kerja keras siang malam. Mengunjungi banyak negara untuk pemasaran. Dalam 3 tahun Perusahaan saya di China bisa kumpulkan laba puluhan jutaan dollar.

Sebenarnya dengan uang sebanyak itu saya bisa pensiun dan menikmati hidup dalam kelapangan financial. Tetapi justru saya pindah dari maklon ke investment holding, khusus mengembangkan produk yang mendukung bisnis supply chain industry berskala global. Sahabat saya Esther di Hong Kong yang banker, sempat marah ke saya. " Kamu  tolol dan tidak tahu mengukur kemampuan diri. Mending laba itu bawa pulang ke Indonesia. Nikmati untuk bekal masa tua " Katanya.


" Kalau saya tetap berbisnis maklon, saya hanya dapat uang. Tidak ada value untuk pembangunan peradaban. Tidak ada nilai tambah create angkatan kerja dan kesejahteraan. Hanya uang. Saya tidak hidup untuk uang. Dan lagi tanpa organisasi bisnis sendiri untuk produksi, sulit untuk bisa sustain walau uang banyak gimana pun. Hanya masalah waktu akan collapse ditelan perubahan." Kata saya.


Selama tahun tahun awal membangun investment holding, begitu sulit dapatkan trust dari investor. Apalagi saya sebagai pendatang baru. Saya kerja keras siang malam dan travelling ke jantung financial center dunia, London, Dubai, Swiss, Frankfurt, New York, Boston. Merekrut tenaga profesional berkelas banker dan investment banker.  Karena itu sempat uang dari hasil maklon terkuras hampir habis sampai akhirnya investment holding yang saya dirikan bisa established. 


Tahun 2024.

Saya bertemu dengan ALing dan David, juga teman teman saya saat masih jadi salesman tahun 80an. Sebagian besar mereka menjelma menjadi pengusaha yang tangguh. Mereka semua sudah menua.  Usia mereka sama dengan saya diatas 60 tahun. David punya pabrik minuman ringan. Akhiat punya pabrik gula refinery dan makanan.  Aling jadi CEO perwakilan Yuan di Indonesia, yang juga bagian dari portofolio Bisnis saya di luar negeri. Masa tua mereka memang happy.


“ Ale, mengapa kamu memilih pensiun dan cukup sebagai mentor pada perusahaan yang kamu dirikan dengan susah payah?.Tanya David. 


“ Itu pilihan saya di usia menua ini. “ kata saya dengan tersenyum. Mereka semua saling pandang.


“ Ya ..” kata Aling. “ Ale selalu menentukan pilihan yang sulit kita pahami. Itu dia lakukan sejak muda, yang membuat kita bingung.  Dia berani sekali. Terbukti  setelah semua kabut berlalu, semua pilihannya benar dan kita yang salah. Kita terlalu nyaman dengan status quo”


“ Ya mengapa pensiun ? kejar David.


“ Saya sudah selesai. “ Tegas saya.


“ Artinya kamu sudah puas diri.” Tanya Akhiat.


“ Puas itu kan kalau orang cenderung mengejar pride. Saya engga begitu. Saya tidak punya kembanggaan apapun, kalian kan tahu bagaimana saya sejak muda." Kata saya. "  kecuali rasa syukur kepada Tuhan, bahwa saya bisa melewati jalan hidup yang saya pilih sendiri tanpa provokasi siapapun. Tanpa pertolongan Tuhan, tidak mungkin saya bisa lewati semua hambatan. Bagi saya hidup ini adalah jalan spiritual untuk senantiasa rendah hati. Doa saya selalu yang terbaik untuk kalian. “ Lanjut saya tersenyum. Mereka terhenyak.



6 comments:

Anonymous said...

Terima Kasih Cerpen Perjalanannya Babo... Sangat menginspirasi bagaimana kita menjalani dg rasa syukur atas apa pilihan kita sendiri dan ketetapan Allah

Anonymous said...

Untuk menjadi predator memang harus memiliki jiwa yang kuat agar tidak dimangsa 🙏

Anonymous said...

Perjalanan dan perjuangan dari seorang yg bukan siapa2 menjadi pengusaha kelas dunia. Setelah jatuh bangun dan akhirnya menjadi lebih kuat.

Anonymous said...

Spiritual dan intelektual itulah yang membuat Babo hebat...tentu saja itu dari Sang Pencipta. Terimakasih untuk setiap tulisan dari pengalaman hidup Babo yang menginspirasi 🙏❤️

Anonymous said...

Semua kehendaknya

Nanang Almahdi said...

Tukang Doa buat sahabat dan keluarga......kerennnn

Bisnis itu Ibadah...

  “ Bangunkan saya kalau sudah sampai di Plaza Senayan ”kata saya kepada Lina saat kendaraan masuk toll Pluit. “ Ya pak” Jawab Lina.  Masuk ...