Sebentar lagi bulan Maret tahun 2008. Ini yang ke 8 kali aku datang ke Tokyo. ke 8 kalinya aku hanya dapat janji dari Aiguo, pria peranakan China. Dia bekerja pada perusahaan elektronika yang memproduksi LCD. Stasiun Nagoya terlihat sangat sibuk, bahkan di siang hari. Aku melangkah gontai menuju bangunan depannya yang berwarna pualam dengan relief lengkung sebagai pintu masuk utamanya. Aku
Ketika sudah berada di atas kereta Shinkansen dalam perjalanan kembali ke Tokyo, aku termenung. Apakah mungkin Aiguo tidak suka kepadaku. Dalam diskusi, aku selalu berbeda pendapat. Bagaimana aku bisa merebut hatinya. Tetapi sudah sikapku yang tak mungkin munafik. Soal bisnis dan bermitra, aku orang yang sangat mudah menerima kenyataan. Apalagi soal perbedaan. Aku tidak peduli selagi dapatkan deal terbaik dan bisnis bisa jalan.
“ Teori ekonomi itu bagus. Hukum permintaan dan penawaran sangat ideal diatas asumsi yang juga ideal. Hukum hubungan antara pendapatan, konsumsi dan tabungan begitu apiknya dalam rumus persamaan keseimbangan. Kamu harus belajar tentang yang ideal walau tidak selalu bersua dengan kenyataan. “ Kata Aiguo.
“ Teori itu selalu tentang hal yang ideal. Cara melupakan kenyataan. Lantas kemudian krisis ekonomi terjadi. Bukan hanya sekali tetapi berkali kali. Lucunya masih juga kembali lepada teori sebagai solusi.Hasilnya tetap aja krisis. Kalau dianalogikan. Ketika kita yakin semua akan baik baik saja karena idealisme maka saat itu kita sedang onani. Menikmati euforia karena halusinasi saja.
Mungkin lebih separuh manusia di planet bumi penganut agama yang taat. Sebagian lagi tidak taat. Faktanya terjadinya perang dan kerusakan, pencurian, korupsi, palacuran dan lain sebagainya perbuatan amoral dilakukan oleh mereka yang beragama. Caranya semakin canggih dan vulgar. Tokoh agama engga malu pamer harta kekayaannya padahal hidupnya dari donasi. Lucunya, selalu solusinya kepada agama. Kalau anda yakin bahwa agama sebagai solusi, maka sebenarnya anda sedang euforia karena halusinasi saja.” Kataku
“ Kamu menolak idealisme sementara kamu sendiri menganggap menerima kenyataan itu sebuah idealisme tersendiri. Kamu menikmati paradoksial. Engga begitu B?.” Kata Aiguo. Saya senyum aja. Tak ingin berdebat.
***
Kutekan mata dengan lenganku, berusaha menghapus ingatan tentang diskusi itu. Mungkin harapanku membujuk Aiguo untuk pulang ke China membangun pabrik LCD tidak akan jadi kenyataan. Mungkin juga cita citaku membangun pabrik sebagai supply chain telp selular hanya sekedar mimpi saja. Selama 10 hari aku tidak tidur dengan baik, tidak makan dengan baik, Karena keliling ke 8 negara untuk memasarkan produk dan mendapatkan mitra international untuk mendukung bisnis maklon di China.
Tetapi Nagoya tidak berpihak padaku. Hari ini aku marasa memang tidak mudah meyakinkan para prefeisonal untuk percaya kepadaku. Selalu dicurigai. Lalu sesosok bayangan muncul di permukaan Danau Hana-Miya. Aku berdiri di sini, berdampingan dengan pohon sakura Hana-Miya. Pohon sakura kesukaan Keiko, sahabatku di tempat nan asing dan dingin ini. Keiko gadis yang kukenal dipertengahan tahun 80an di Jakarta. Dia sebagai Account manager pada perusahaan trading Jepang. Dan aku sebagai salesman,
Sebenarnya tidak ada jalinan cinta antara aku dan Keiko. Setidaknya itu yang kurasakan. Namun kalau akhirnya dia tidak bisa menolak gairah masa mudaku dan akhirnya dia sambut dengan begitu liarnya. Aku merasa itu hanya cinta semalam. Tidak akan berlanjut. Apalagi setelah itu Keiko tersenyum bahagia melihat titik darah menempel di tempat tidur. Lama dia mentapku sambil mendekapku. Entah apa yang dia pikirkan. Aku sendiri tidak tahu kemana hubungan ini akan berlabuh. Sudah dua kali wanita selain Keiko kucumbui tetapi semua akhirnya menolak untuk kunikahi. Andaikan setelah ini Keiko melupakanku, aku akan biasa saja. Benarlah. Tiga bulan setelah itu, Keiko kembali ke Tokyo. Tak ada pesan apapun. 2 tahun kemudian aku menikah atas pilihan orang tua.
5 tahun kemudian setelah Keiko pergi dariku, aku ada kesempatan business trip ke Tokyo. Saat itu aku sempatkan kirim Fax ke alamatnya. Bahwa aku ingin bertemu dengannya. Dia persilahkan aku datang ke apartementnya. Saat aku sampai di apartement, ada anak balita bersama Keiko. “ Siapa Balita ini”
“ Panggil dia Mi. “ Suara Keiko terdengan sayup sayup
“ Ya siapa ayahnya?
“ Kamu ayahnya. “ Katanya menahan tangis namun airmatanya berlinang.” Kamu tidak perlu terlalu memikirkan soal anak ini. Lupakan saja” Kata Keiko dengan berusaha tersenyum.
Aku gendong anak itu. Dia tidak berontak. Sepertinya dia nyaman dalam dekapanku. Perempuan mungil yang kini dalam gendonganku adalah putriku sendiri dan ibunya minta aku lupakan. Aku tatap Keiko dengan seksama. Wanita apa ini? terbuat apa hatinya. Seenaknya masuk dalam hidupku dan membiarkan sel telurnya dibuahi spermaku dan tidak merasa bersalah karena itu.
Aku geleng gelengkan kepala “ Cukup kekonyolan sikapmu. Aku tidak akan bicara tentang masa lalu. Mari kita bicara masa depan. Mi akan jadi bebanku dan dia akan jadi milikku.Selama itu kamu punya hak mengasuhnya. Pastikan usia remaja kembali kepadaku.” Kataku. Keiko hanya diam. Tak lema kemudian dia mengangguk. Setuju. Sejak itu, aku kirimi uang untuk biaya hidup putriku bersama Keiko.
Ini hampir akhir bulan Maret. Dan seluruh kota Tokyo sebentar lagi akan menggelar Festival Hanami yang diadakan untuk melihat dan menikmati sakura mekar. Orang akan menggelar tikar di taman-taman yang ditumbuhi pohon sakura jenis Shomei-yoshino yang paling terkenal di Tokyo. Pemerintah Jepang sudah mengumumkan prediksi mereka bahwa tahun ini sakura akan mekar selama 11 hari.
Di kala sakura mekar Keiko memintaku bertemu di tempat biasa, Ropponggi. Aku bergegas menuju subway jalur Hibiya agar bisa secepatnya sampai di Stasiun Ropponggi. Dia peluk aku saat bertemu. Dia rangkul lenganku saat berjalan. Roppongi. Sebuah image hedonisme dunia malam di kota Tokyo. Aku biasa ke sini jika aku rindu sate atau rendang, atau sekadar mengusir penat dengan berjalan-jalan seputar Ropponggi Hills.
“ Mi, sudah 6 tahu di London. Sepertinya bakatnya mengalir darimu Ya. Kini dia berkarir di Investment Banker. ” Katanya.
“ Ingat waktu SMU. Dia juara terus disekolah, Khususnya matematika ya. “ Kataku. Itu aku tahu dari laporan Keiko setiap tahun lewat surat kepadaku. " Hanya sekali aku bertemu dengannya waktu dia balita. Aku baru bertemu kembali di Hong Kong saat dia mau lanjutkan kuliah ke London." Kataku berbicara sendrii.
“ Dia sangat dekat denganku. Tapi dia mandiri sekali. Setiap aku telp jam berapapun, pasti dia terima. Kalau aku tanya apa sudah punya pacar. Dia jawab, dia mau focus belajar aja dan cepat kerja agar bisa cari uang dan ajak kamu dan aku ke Bali." Lanjutku.
" Bahkan photo terakhir kamu gendong dia waktu balita, selalu ada di dompetnya. Dia selalu minta aku ceritakan tentang kamu, ayahnya. Aku selalu ingatkan dia bahwa dia harus selalu mendoakanmu. Karena kamu telah bekerja keras untuk membiayai hidupnya " Kata Keiko.
“ Ya. Dia pintar sekali di sekolah. Semua yang ada pada dirimu ada pada Mi. Tidak banyak bicara, selalu serius dan gerak cepat. Kadang aku kawatir Mi akan intropet. Sulit bergaul. Ternyata dia berteman sangat selektif. Namun tidak menghalanginya berbaur dengan teman yang lain. Dia jago karate dan pintar main Piano. ” Kata Keiko bercerita tentang putrinya.
" Soal Piano itu bakat datang darimu, Keiko. " Kataku mengingatkan.
" Ya karate tentu darimu. Karate dan Piano. Satu perpaduan seni yang sangat membanggakan. Yang tentu membutuhkan karakter tenang dan focus untuk bisa jadi hebat, ya kan B."
" Ya itulah putrimu."
" Bukan, itu putrimu, B" Kata Keiko cepat. Aku senyum saja. Wanita paling senang kalau dipuji anaknya. Itu lebih dari cinta yang kita beri untuk dia.
Pesan singkat dari Aiguo masuk ke hapeku. “ Mari gabung ke Vanila. “ Ah kebetulan sekali tidak jauh di Ropponggi juga. Tetapi ada apa ? bukankah dia sudah tegas tidak tertarik dengan rencanaku untuk bermitra membangun pabrik LCD di China. Aku ajak Keiko pergi klub Vanilla. “ Aku ingin bertemu dengan relasi bisnisku.” Kataku. Keiko mengangguk. Dia memang tidak pernah mementingkan dirinya. Apapun sikapku selalu dia terima dan patuhi.
“Siapa wanita ini? tanya Aiguo. Aku melirik ke arah Keiko. Bingung mau jawab apa? istri? Aku tidak pernah menikah di KUA. Tapi dia mengandung dan melahirkan anakku. Kalaupun ada status, dia adalah babysitter anakku, berdasarkan certifikat adopsi.
“Istrku.” Kataku. “ Namun kami telah bercerai sejak 26 tahun lalu. sekarang dia sahabatku.” Lanjutku. Lama Aiguo menatapku. Sepertinya dia punya kesan tersendiri terhadapku. “ B, aku sudah pikirkan lama. Kini aku putuskan. Mari kita bermitra. Kita realisasikan mimpi kamu membangun pabrik LCD di CHina. “ Katanya.
“ Boleh tahu. Mengapa kamu berubah pikiran?
“ Visi kamu memang hebat. Aku suka. Tapi belum cukup kuat bagiku untuk bermitra dengan kamu. Tetapi sekarang, setelah bertemu dengan mantan istrimu dan kalian tetap bersahabat, aku tahu aku tidak salah menjadikan kamu sebagai mitra.”
“ Oh ya? Kataku dengan perasaan senang. Aku lirik Keiko. Dia tersenyum.
“ Kamu sudah menikah lagi? Tanyanya kepada Keiko. Keiko menggeleng. “ Sejak berpisah, tidak pernah menikah lagi. Bagiku membesarkan putriku adalah segala galanya. Cukup. Tidak butuh apa apalagi”
“ B, tidak mudah membuat wanita Jepang jatuh cinta dan tetap setia walau sudah bercerai.” Kata Aiguo. “ Aku tidak ada alasan lagi untuk ragu bermitra dengan kamu” Lanjutnya. Setelah itu proses pendirian pabrik dimulai. Dua tahun kemudian pabrik berdiri di China, di distrik Dongguan.
Mi, menikah dan kini dia sudah memberi 2 cucu terbaik untuk-ku. Sampai kini aku dan Keiko tetap bersahabat.
Kami hidup dalam dunia kapitalis yang sudah terlanjur brengsek dari sononya. Kalaulah bukan karena akhlak. Tidak mungkin jalinan persahabatan dengan Keiko bisa langgeng dan kemitraan dengan Aiguo tetap berlangsung sampai kini. Walau kami sudah menua namun kami tetap saling peduli dan mengingatkan, tentu saling mendoakan.
3 comments:
Ini true story?
What a life!
Mengingatkan pada salah satu lagu terfavoritku: "The love of a woman". Yang mewujud dalam almarhumah isteri pertamaku.
https://www.youtube.com/watch?v=CjdmfnkzKao
When the day is done , and the night is near
Happiness is gone , when you're not here
And all the games and songs , they disappear
When the day is done
I believed in you , what you were to me
Ev'ry dream I knew , became reality
And all the worlds I knew , became a memory
'cause I believed in you
I gave you ev'ry thing love
Together we could bring love
I remember when I gave you
The love of a woman
The love of a woman
Amazing cerpen yang berkesan sy tdk berani komen banyak yang penting senang membaca pengalaman anda. Semoga sukses selalum
❤️❤️
Post a Comment