Sunday, July 31, 2022

Senja..

 



Elena pasti datang dengan kemeja putih itu, ditambah syal merah muda melingkar di leher, dan rok panjang ala gadis Eropa pada umumnya. Dia datang jauh sebelum wanita-wanita itu hadir bersama pasangannya, lebih dulu menemani kicau burung dan kepak sayap kupu-kupu di hamparan bunga-bunga, terkadang Elena memetiknya, dan melemparkannya pada ikan-ikan yang mengiranya sebagai umpan, atau menemani sepasang angsa yang tak jemu mengelilingi danau, kamu pasti membayangkan kita seperti mereka, hidup bersama dengan bebas, menikmati ketenangan, menjadi bagian keindahan di mata setiap orang.


Aku masih ingat ketika membawamu ke taman Ewood untuk pertama kali. Jangan pernah lupakan bagaimana perkenalan kita, pertemuan di satu titik rapuh. Ketika itu kamu adalah wanita ahli Banking laws. Sedangkan aku pebisnis yang urakan, Setidaknya pendapatmu, aku seniman, yang menjadikan bisnis seperti pelukis maestro yang tidak pernah salah dalam setiap tarikan kuas. Selalu ada ide solusi dalam setiap kesalahan dan masalah. Dan itu selalu adalah peluang merebut yang tersembunyi dan akhirnya menjadikan orang lain pecundang.


Kita bertemu dalam ruang seminar dan berlanjut di dunia maya., menjalin cerita yang hampir membosankan jika dituliskan di majalah-majalah anak muda.


”Aku suka senja, apalagi jika melihat burung-burung terbang ke arah barat, seakan-akan rumah mereka adalah senja.” Katamu.


”Tetapi, aku tidak begitu mengerti senja. Bagiku tak ada sekat antara sore dan malam, antara sisa-sisa cahaya siang dan datangnya potongan-potongan malam.” Kataku sekenanya. Memang aku berbeda dengan dia yang selalu teliti dan terukur.


”Apa kamu tidak pernah bermain di pantai ketika sore hari? Ketika kamu lihat langit menggaris merah dan beberapa perahu berlayar lurus hanya menyisakan layarnya yang berkibar. Seperti sangat dekat dengan garis dunia itu. Seakan bersandar pada cahaya senja.”


”Tidak, aku hanya tahu pantai yang panas, dan sore hari aku pulang untuk beristirahat.”


”Jadi, kamu tidak pernah melihat senja?”


”Aku bisa melihatnya dari foto-foto.”


”Foto-foto tidak hidup, semuanya diam, seperti dunia tanpa waktu.”


”Kalau begitu berikan aku video yang merekam senja.”


”Tidak. Aku tidak punya. Aku saja jarang menikmati senja yang utuh. Kadang setahun dua kali, kadang setahun sekali, bahkan sering tidak sama sekali.”


”Lalu, di mana kamu bisa melihat senja yang utuh?”


”Aku hanya melihatnya ketika pulang ke rumah orangtuaku di desa Yorkshire, di London Utara. Di sana ada bukit luas yang jarak pandangnya sampai ke pantai, dan ketika sore tidak akan ada yang menghalangi pemandangan terbenamnya matahari, termasuk senja itu.” Kata Elena.


Kemudian segalanya hening. Senja memang barang langka di kota Blackburn. Gedung-gedung bertingkat dengan lampu merkuri telah mengalahkan sisa cahaya setelah tenggelamnya matahari. Belum lagi lampu kota menyinari jalanan di mana mobil-mobil berkejaran dengan waktu. Orang-orang di sini tak begitu peduli apakah matahari telah tenggelam atau bahkan terbit dari arah tenggelamnya. Becerita tentang senja hanya lelucon di kantin dan taman bermain anak-anak.


”Ke mana kita pergi?” Tanyaku. Suasana menjelang malam yang sempurna, tetapi segala sesuatu yang terasa indah saat dia memintaku mengantarnya ke Apartement. Ternyata pengalaman liar dan indah semalam bersamanya tidak berulang. Keesokannya dia sudah sangat sibut dan focus membentuku dalam putaran negosiasi dalam proses akuisisi Industri Baja di AS. Tiga minggu terberat. Dia perlihatkan profesionalitasnya menjadi penasehat hukum. Dia juga jago menekan para fund manager agar mematuhi skedule fundraising yang aku tentukan.


Benarlah. Tiga minggu terberat dapat kami lewati. Financial closing bisa dilaksanakan di Roma.  Besok aku harus kembali ke Hong Kong.  Aku undang  Elena untuk dinner di Ambrosia Rooftop Restaurant & Bar. 


“ Kita bisa dapatkan deal, bukan deal yang sulit. Terlalu mudah, barangkali. Bagaimanapun terimakasih” Kataku seraya mengajaknya cheer Wine.


“ Memang tidak pantas kita senang. Karena kita deal dengan situasi tidak normal dan AS tidak waras, memang” Katanya.


“ Mengapa kamu sebut AS itu tidak waras? 


“ Cobalah bayangkan. Setiap kampanye presiden selalu digaungkan janji menaikan kesejahtaraan pekerja. Akibatnya, pertumbuhan upah lebih cepat dari pada pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dibawah 5% sementara upah meningkat 6,6 % setahun. Padahal di AS, 2/3 ongkos ekonomi terkait dengan upah.”


“ Tapi AS kan sudah pengalaman melewati krisis, setidaknya selama  60 tahun terakhir, termasuk pada tahun 1965, 1984 dan 1994, AS The Fed sangat perkasa mengendalikan pesawat ekonomi AS. Sehingga walau digoncang turbulensi, the fed tetap bisa soft landing"  kataku.


“ Tahu sebabnya ?  


" Apa ?


" Saat itu inflasi rendah, dan pertumbuhan upah rendah. Jadi walau the fed menaikan suku bunga tidak berdampak buruk terhadap ekonomi. Tetapi sekarang? Upah sudah tinggi, inflasi juga tinggi. Naikan suku bunga itu sama  saja membunuh sektor real. 


“ Jadi itu yang kamu maksud tidak waras? tanya saya. 


“ Ya. Upah yang naik tidak berdasarkan alasan rasional, tetapi lebih karena alasan politik populis,  itu sudah tidak waras. 


“ Pastilah ada alasan politik yang masuk akal ? bisa jelaskan.”


“ Secara Ekonomi AS itu sudah keok dengan China. Banyak industri dan manufaktur AS yang pindah ke China. Karena alasan upah rendah di China. Anehnya ini tidak disadari oleh pemerintah AS. Sementara mesin bisnis mereka pada hengkang ke China. Yang tersisa hanya industri dan manufaktur yang tidak efisien. Diserbu oleh produk China, ya keok lah. Masih juga engga disadari. Seharusnya mereka restruktur ekonomi mereka. Tetapi malah terlibat dalam komplik regional yang berongkos mahal. Kan konyol. Dampaknya defisit anggaran. Fiskal jebol diongkosi dari utang. Sektor moneter yang longgar. Barang kebutuhan jadi naik di pasar retail. Ini memicu inflasi.” kata saya.


“ Ya kenapa ongkos terus naik? 


“ AS itu kan sama  dengan Eropa. Mereka menganut sistem negara kesejahteraan. Masalah upah itu amanah konstitusi. Yang jadi masalah, upah boleh jadi ukuran kesejahteraan, tetapi kenaikan itu  seharusnya karena memang perusahaan untung. Ekonomi bergairah. Kalau ekonomi lesu, pengusaha banyak yang hengkang ke China, kan engga waras naikan upah”


“ Terus apalagi dasarnya kamu bilang tidak waras ?Tanyaku ingin lebih konkrit.


“ Tahun kemarin ada film Dont Look up di Netflix. Kate Debiasky, mahasiswa pascasarjana astronomi  mengingatkan akan potensi komet menabrak bumi. Itu bisa membuat kiamat. Hitungannya terkonfirimasi oleh Dr. Randall Mindy bahwa komet tersebut berpotensi menabrak Bumi dalam waktu enam bulan ke depan. Bumi berpotensi akan hancur. Tapi peringatan itu jadi bahan lelucon para elite dan politisi AS. Akibatnya memaksa Kate Debiasky membocorkan ancaman itu lewat media massa. Keadaan jadi kacau. Publik jadi takut dan kawatir atas berita tersebut.


Apa yang terjadi kemudian?  issue itu dimanfaatkan oleh Gedung Putih sebagai cara meningkatkan rating politik dihadapan rakyat. Bahwa berita soal komet itu bohong. Sementara Dr. Randall Mindy dan Kate ngotot bahwa itu bukan rumor tapi sains. Tambah ramai, issue itu juga dijadikan cara meningkatkan value saham di bursa atas perusahaan yang dapat misi untuk mengalihkan orbit komet tersebut. Padahal program perusahaan itu tidak masuk akal secara sains. Namun anehnya didukung presiden. Karenanya sikap rakyat terbelah atas issue tersebut. Ada yang percaya, dan ada yang tidak.


Film Dont Look up jenis drama satire. Walau cerita fiksi namun cukup menggambarkan betapa kehebatan sains ( akal sehat) tidak berarti sama sekali kalau sudah bicara politik kekuasaan yang diharuskan culas. Saya nonton film ini seperti membayangkan suasana batin dari Scott McClellan, juru bicara Gedung Putih Era Geoge Bush, yang menulis buku Inside The bush White House and Washington’s Culture of deception. Tahun 2005  dia sampai dapat curhat dari Alan Greenspan. Betapa renta system perbankan AS. Mungkin saat itu Alan Greenspan seperti lakon Dr. Randall Mindy dan Kate pada Film Dont Look up tidak tahu bagaimana lagi meyakinkan Presiden AS akan bahaya yang mengancam. 


Saat itu AS sedang menghadapi ancaman, bubble price di Wallstreet. Paling lama 6 bulan gelembung itu akan meledak. Dampaknya bisa menggerus 1/3 PDB AS. Scott McClellan sebagai orang dekat  George Bush berusaha menyampaikan peringatan Alan Greenspan dan minta dukungan Presiden untuk melakukan antisipasi. Apa sikap George Bush? malah yang terjadi tahun 2006, Alan Greenspan mundur sebagai Chairman the Fed, digantikan oleh Ben Shalom Bernanke.  Subprime mortgage, yang pertama kali terdeteksi tahun 2006, telah menyebar ke seluruh dunia pada musim panas 2007. Itu adalah pinjaman predator kriminal yang hipoteknya yang tidak berharga dikemas ulang agar terlihat seperti investasi yang aman dan dijajakan di seluruh dunia. 


Orang Amerika kehilangan tabungan pensiun 50%. Kekayaan bersih rumah tangga AS anjlok hingga $11 triliun — dalam satu tahun. Ini adalah angka yang sama dengan output tahunan gabungan Jerman, Jepang dan Inggris. Mereka saling menjarah dengan kejam. Tahun 2006 itu sudah terasa goncangan ekonomi. Tetapi tetap saja presiden AS tidak menyadari atau ignore atas gejala itu. Barulah tahun 2008, setelah Lehman Brother delisting di bursa, semua terkejut. Ibarat teori domino. Satu jatuh yang lain ikut jatuh. Sistemik sekali. 


Lucunya Henry Merritt "Hank" Paulson, Menteri keuangan AS saat krisis itu terjadi, dia  sendiri tidak paham apa yang  sedang terjadi. Dia sempat bertanya kepada stafnya apa yang dimaksud CMO ( collateralized mortgage obligation). Mengapa sampai jadi pemicu crisis wallstreet? . Padahal semua tahu dia  mantan Boss Goldman Sachs, investment banker first class. Sampai kini proses recovery tidak kunjung terjadi. Bahkan semakin membuat ekonomi AS dan dunia menghadapi krisisl. Semakin engga waras. “ Kata Elena. Saya reguk wine dan tersenyum. Dia ikut minum juga. 


“ Nah, B, coba saya mau dengar perpektif kamu tentang krisis AS” Kata Elena kemudian.


“ Pertama, kataku dengan caraku bersikap” terjadinya over capacity di semua sektor produksi dan manufaktur. Terutama sektor tekhnologi. Yang peningkatannya bukan berdampak kepada efisiensi tetapi justru kerakusan yang berlebihan. Sehingga terjadi bubble value. Ini sebenarnya teori dasar keuangan. Semua tahu dampak dari over capacity yang berujung over value. Tetapi para otoritas tidak berdaya menghalangi proses bubble value ini.


Kedua, dampak dari over capaciity dan over value ini, memaksa para fund manager yang mengelola portfolio terjebak dalam bisnis ilusi. Memainkan harga demi menjaga aset agar tidak busuk, walau tahu sebagian besar aset yang mereka kelola sudah deadduck. Tidak ada hope. Ini ongkosnya mahal sekali. Mereka menarik uang dari berbagai sumber dengan berbagai skema dan cerita, sehingga uang tercatat melimpah dalam neraca tetapi tidak mengalir ke sektor produksi. Ini justru mendorong meningkatnya bubble value.


Ketiga, yang paling bahaya adalah kemelimpahan sumber daya disektor moneter itu mendorong terjadinya inflasi. Maklum, sektor real tidak bertambah, uang terus bertambah. Yang jadi korban adalah publik dengan meroketnya harga barang di pasar. Ini yang disebut dengan imbalance economy. Dampaknya sangat sistemik. Karena sudah menyangkut struktural. Proses recovery sangat sulit dan ongkosnya teramat mahal.


Kempat. Para fund manager berkelas dunia sudah berpikir mendekati tahap closed file terhadap peran AS sebagai pendorong pertumbuhan PDB dunia. Bagi mereka mengelola aset berbendera Amerika itu udah no hope dan semakin lama semakin omong kosong. Udah engga waras. Apalagi utang terus meroket, Udah tembuh diatas 100% dari PDB. Sementara kebijakan paket ekonomi sudah engga ada reputasi lagi memberikan hope kepada rakyat.” 


“ Dan karena itu kamu pede aja mengakuisisi pabrik baja di AS milik konglomerat Rusia. Dan kemudian menjualnya kepada konglomerat AS asal Italia, Kamu dapat capital gain 2 kalilipat berkat dukungan supply chain dari Rusia dan Amerika Latin yang kamu kuasai. Dan lagi Konglomeat AS itu merasa smart karena mereka membayarnya lewat hutang di pasar 144 A. Cara jenius membuat orang merasa kaya dan akhirnya jatuh miskin akibat debt trap untuk  kemudian kamu datang membeli lagi dengan harga diskon, ya kan” Kata Elena tersenyum.


“ Dan yang jenius itu kamu. Kamu yang atur kesepakatan yang rumit itu.”  kataku cepat.


“ Dan saya kerja sesuai arahan kamu dan kamu bayar saya mahal” Katanya tertawa dan mengajak saya sama sama minum wine.


“ Restoran ini menghadap ke distrik Monti. Kamu memang pria romantis. Kamu tahu aku suka senja dan merasakan suasana senja. Senja di resto ini memang luar biasa.“ Kata Elena seraya berdiri melihat ke depan kearah matahari terbenam. Saya biarkan dia asik dengan senjanya. “B.” Serunya. Dia menoleh kearah saya. “  biasanya pebisnis seperti kamu, atau tepatnya predator, selalu merayakan kemenangan dengan wine dan sex. “ Sambung Elena seraya memeluk saya dari belakang “ Saya tidak lagi kerja dengan kamu. Tepatnya sejak hari ini. Kita sama sama pemain. Kenapa tidak nikmati sama sama kemenangan ini?.  Kata Elena. Dari belakang terasa kupingku ditiup napasnya yang berburu.


 Senja di Roma memang indah..


No comments:

Hijrah dari atmosfir kemiskinan

  ” Udah tembus 16 ribu rupiah harga beras sekilo. Gula juga udah tembus 17 ribu rupiah. Cepat sekali berubah harga. Sebentar lagi listrik j...