Thursday, April 30, 2020

Memanusiakan mereka





Saya mengajak teman pengusaha datang melihat rumah singgah.  Rumah Singgah itu memang saya sediakan bagi PSK yang mau bertobat. Mereka dapat pendidikan ketrampilan selama di rumah Singgah. BIaya hidup mereka sebelum kembali ke masyarakat di tanggung oleh Rumah Singgah. Dalam perjalan kami ngobrol tentang semangat kepedulian tentang keadilan dan kemanusiaan.


“ Kalau anda punya uang cash di tabungan Rp. 2 miliar saja, itu artinya anda termasuk 10% komunitas di dunia. 90% engga ada duit sebanyak itu. Kalau anda punya uang Rp. 10 miliar saja di rekening, itu artinya anda termasuk 1% komunitas dunia. Artinya 99% tidak punya uang sebanyak. Kesenjangan itu dari tahun ketahun , terus melebar “ Kata saya.


“ Oh i see. “ Katanya siap menyimak.


“ Saya analogikan secara sederhana. Berapa kamu keluar uang sehari untuk bayar bill makan dan minum? rata rata Rp. 2 jutaan sehari. Nah itu sama dengan 50% gaji UMR Jakarta. Begitulah timpangnya penghasilan. Bandingkanlah gaji Direktur BUMN dengan gaji Manager. Itu puluhan kali beda. Kalau dibandingkan dengan buruh, itu ratusan kali. Belum lagi financial freedom yang dinikmati orang berduit. Dari kemudahan KPR, Credit Card dan beragam side business yang mendatang passive income yang tak kecil. Kader partai jadi komisaris di BUMN. Tokoh ormas hanya kenalin pengusaha dengan elite politik untuk melancarkan deal bisnis, dapat uang miliaran sebagai donasi yang tak tercatat. Uang sebanyak itu mungkin umatnya tidak pernah liat, tak mampu bermimpi mendapatkannya.” Sambung saya.


“ Kamu bicara tentang rasio GINI ya” 


“ Ya. Di negara kapitalis, di negara komunis dan sosialis, bahkan di Arab juga sama saja. Kalau anda punya uang banyak, anda cenderung mendapatkan kebebasan untuk dapatkan lebih banyak. Kalau anda punya uang sedikit, jangankan bertambah banyak, lambat laun kolor pun sudah susah beli. Kalau tadi ganti setiap hari, mungkin besok harus ganti dua hari sekali. Engga percaya? Kalau anda punya utang di bank di bawah Rp. 1 miiar , anda akan dikejar oleh bank. Kalau engga bayar maka aset disita. Tetapi kalau anda punya utang ratusan miliar, bank bermanis muka dengan anda dan berusaha memberikan solusi lewat pemberian utang baru.


Manusia memangsa melebihi isi perutnya. Manusia bukan hanya butuh makan tetapi juga butuh rasa aman dari lapar. Maka stok pangan harus ada. Pada saat anda stok pangan di gudang, dan kebun, ada orang lain yang tidak punya kesempatan bisa makan lebih. Ketika anda menyimpan uang di bank karena ingin terus makan tanpa kawatir, ada orang lain yang bingung gimana makan pada hari ini dan besok. Setiap jengkal tanah yang anda miliki ada sekian orang yang tidak punya tanah. Ketika anda membeli satu rumah, ada orang yang tidak punya ramah. Ketika anda menambah rumah, ada orang yang bingung cicil rumah." kata saya  berusaha mencerahkan.


“ Begitu rakusnya design politik dan memang ujungnya tidak ada keadilan.” Katanya.


“ Ini bukan hanya karena masalah politik. Ini masalah kita semua.  Masalah kemanusiaan. Lebih besar lagi itu antara kita dengan Tuhan. Cara Tuhan berdialogh dengan kita tentang cinta dan kasih sayang. Tuhan ingin kita melaksanakan keadilan Tuhan lewat perbuatan, bukan hanya retorika. Tuhan ingin kita berguru kepada alam terbentang. Lihatlah semut yang berbaris rapi dalam semangat gotong royong. Atau lebah terorganisir saling melindungi. Atau matahari yang tak henti menyinari.  Lebih konplex lagi adalah liatlah kandungan senyawa kimia. Natrium klorida (NaCl) yang terdiri dari Natrium ( Na) dan Clor (Cl). Sama sama gas mulia.  Kalau mereka berpisah, mereka menjadi gas berbahaya bagi kehidupan. Tetapi karena mereka mencari keseimbangan, Na dan Cl saling mengikat. Dan jadilah garam dapur. Engga enak makan tanpa garam. Kebersamaan itu fitrah kehidupan. Kemulian manusia karena ia bisa menerima perbedaan, dan itulah rahmat. "


Tapi skenario Tuhan tidak pernah salah. Manusia tetaplah diciptakan untuk memakmurkan bumi. Untuk mengawal terjadinya keseimbangan di alam semesta. Itu sebabnya manusia diberi akal dan hati. Akal bisa melihat fakta. Hati bisa merasakan. Namun tanpa perbuatan berbagi, akal dan hati tidak berfungsi seperti pesan cinta Tuhan. Bahkan ketidakadilan itu kalau dibicarakan terus menerus tanpa perbuatan berbagi malah menimbulkan konplik atas nama agama dan idiologi. Paham ya" 


“ Paham saya ? Katanya mulai tercerahkan.


Di rumah singgah. “ Aku kangen ibuku.” Kata Dewi.

“ Ada apa ? Kata saya. Teman saya memperhatikan para wanita yang duduk di ruang tamu saat kami berkunjung.

“ Bang, saya ada tulis essay. “ Kata Dewi.

“ Memang saya suruh Dewi tulis essay tentang pengenalan diri dan lingkungannya. “ Kata Ibu asuh. 

“  Boleh saya bacakan. “ Kata Dewi kepada saya.

“ Ya silahkan. Saya dan kita semua mendengar” Kata saya.


“ Dia wanita yang kupanggil Ibu. “ Dewi mulai membaca. “ Perempuan perkasa yang setiap hari bertelanjang kaki menyusuri pematang sawah yang becek. Kemudian membiarkan kakinya terendam dalam kubangan Lumpur. Badan membungkuk menggemburkan tanah dengan kakinya yang kokoh. Suaranya nyaring mengendalikan kerbau menyusuri setiap jengkal sawah kami. Ibu dan Kerbau adalah pasangan serasi. Pasangan yang sadar dengan takdirnya. Pasangan yang harmonis diantara petak sawah yang menghampar dan ladang yang rimbun. Dan kami , anak anaknya adalah bagian penonton suatu drama kehidupan yang juga dulu ibu pernah lalui ketika masih kanak kanak. Kehidupan memang bergerak lambat dan tradisi ini menjadikan kami selalu akrap dengan kerbau dan sawah.


Ibu , adalah juga bagi kumpulan wanita di kampung kami. Semuanya berbaris rapi menjadi lebah pekerja karena para ayah turun ke kota menjadi kuli atau apa saja untuk membangun kota. Kepulangan para ayah tidak lagi menjadi sebuah penantian. Para ibu hanya tahu bahwa mereka harus membunuh rasa birahinya untuk sebuah harapan dari kota. Hingga setiap jengkal tanah di kampung ini hanya dipenuhi oleh para ibu yang kelelahan ketika malam datang. Ke esokan paginya mereka harus kembali berbaris bersama kerbau kesayangannya. Layaknya suami , sang kerbau menjadi sahabat setia dan juga tempat makian bila kerbau itu malas bergerak. Tapi sang suami tetap menjadi harapan.


Yang menjadi kenangan terindah bagiku dan ini kelak yang akan selalu kurindu. Adalah memberikan tumpukan jerami kepada kerbau. Ibu akan membakar sebagian kotoran kerbau untuk menghangatkan tubuh kami dari sengat dingin malam dan juga untuk menghindarkan kami dari sengatan nyamuk. Semua tersusun dengan sangat sistematis. Antara kerbau dan kami saling melengkapi. 


Desa ini bila senja tanpa seluet elang menari nari. Pria tempat kehangatan bagi ibu ibu tidak lagi hadir dikala senja datang merangkak malam. Ibu nampak tidak lagi peduli karena selalu ada harapan bila ayah pulang. Membenamkan diri dalam kesunyian malam dalam kelelahan adalah irama hidup yang kadang membosankan namun ibu akan selalu baik baik saja.


Satu saat ketika Ayah pulang, maka keceriaan terpancar di wajah ibu. Maka hari hari berikutnya terasa sangat lain. Ibu lebih banyak bersolek. Apa lagi Ayah datang membawa oleh oleh bedak berwarna warni dari kota. Bibir ibu nampak ranum dan juga pipinya. TV berwarna yang dibawa Ayah dari kota menceritakan banyak impian untuk ku “ Kamu harus melihat dunia luar. Kamu harus seperti dunia yang ada diluar sana. “ Begitu kata Ayah memberikan semangat untukku. 


Hari hari berikutnya, Kerbau ku tak lagi nampak. Dia sudah digantikan oleh motor bebek baru berwarna merah. Juga ibu tidak perlu lagi bersusah payah membusukan jerami di sawah kami. Karena ayah membawa pupuk dari kota untuk ditebar. Juga Ayah membawa bibit bibit terbaik dari kota. Semuanya “ agar ibu tidak perlu berlelah disawah dan dapat menikmati hasil banyak” demikian Ayah.


Kami merasa berubah dan harapanpun semakin besar bahwa kami akan menjadi lebih baik dari sebelumnya. Waktu bergerak maju , impian kami jauh lebih maju tapi anehnya kami tetap saja di tempat kami bahkan tak lagi merasa berpijak di tanah kami. Sawah kami menghasilkan padi namun tidak memberikan kami cukup uang untuk dimakan karena harus berbagi dengan Koperasi untuk membayar pupuk dan bibit dan juga upah traktor menggemburkan sawah. Juga kami harus membayar cicilan hutang keperluan ibu membeli kulkas, membayar kredit motor dan banyak lagi. 


Lambat laun ayah sudah jarang bicara tentang keindahan hidup di kota. Tentang mimpi kelap kelip lampu kota di malam hari. Tentang rumah megah berlapis marmer. Dan ibu sudah tak pernah lagi memintal rambutku yang panjang. Ibu selau pergi ketika aku terlelap dalam tidurku dan baru kembali setelah ayam berkokok. Tapi aku yakin ibu akan baik baik saja.


Aku tidak pernah tahu kenyataan yang sebenarnya tentang kota. Ingin sekali aku datang ke kota melihat semua yang Ayah ceritakan, seperti bintang filem, mobil mewah, gedung tinggi dan banyak lagi yang selama ini hanya kulihat dari televisi. Dalam keinginan dan impian itu, akupun tidak begitu tertarik lagi belajar di sekolah , apalagi ketika Motor bebek kesayangan ibu sudah tidak ada lagi untuk mengantarku kesekolah. Aku tidak mau berlelah jalan kaki ke sekolah atau merusak sepatu cantikku. Aku rindu kota, tapi juga aku merindukan ibu yang tidak lagi ada ketika aku sangat membutuhkannya. Ayah hanya bilang ” Ibu mencari uang”. Aku sendiri bingung, sejak kapan Ibu pandai mencari uang.? Yang kutahu ibu adalah sahabat kerbauku di sawah dengan arit di tangan menyiangi kebun kami. Tapi aku yakin , ibu akan baik baik saja.


Satu waktu yang tidak pernah aku lupakan , ketika malam aku terjaga. Aku sangat merindukan Ibu. Kulihat di sebelah kamar , Ibu tidak ada. Ayah juga tidak ada. Aku mencoba melangkah keluar rumah. Berjalan menembus pekatnya malam. Di ujung jalan desa terdengar suara musik sayup sayup dan suara tawa orang ramai. Kesanalah aku pergi. Di sana aku lihat ayah sedang bermain remi dengan bertemankan bir hitam. Kemana Ibu ? Aku tidak melihat ibu. Langkahku terus bergerak mencari ibu. Dari kejauhan nampak ibu ku sedang berdiri di depan losmen kumuh. Ibu tersenyum kepada siapa saja yang lewat atau kadang kala bercanda dengan tukan becak yang mangkal di depan losmen. Apa yang sedang dikerjakan ibu?. Aku tidak tahu. Tapi aku yakin , ibu akan baik baik saja.


Kini waktu berjalan terasa lambat seiring dengan semakin jarangnya aku melihat ibu dan Ayah di rumah. Memasak , menanak nasi dan mencuci adalah bagian dari keseharianku. Tapi setidaknya aku tidak harus bercengkrama dengan kerbau. Atau menggiring kerbau ke sawah. Karena sawah sudah dijual. Kebun sudah juga dijual setelah sebelumnya kerbaupun terjual. Keinginan dan impian yang dibawa oleh TV , tidak lagi bisa kami dengar karena TV pun sudah lama terjual. Kami tidak punya apa apa lagi. Kecuali jasad dan impian yang masih tersisa walau tak bisa diungkapkan. Kami hanya butuh makan untuk membuat hari hari dalam impian kami tetap hidup. Itupun semakin sulit. Tapi kami yakin ,kami akan baik baik saja.


Kini, aku tidak lagi ada di desa bersama mimpiku. Aku berada di etalase dengan lampu temaram. Tubuhku menjadi tontonan orang orang yang melirik setiap melintas di depan etelage. Aku tersenyum bersama semua mereka yang ada di dalam rumah kaca ini. Harapan kami disini , hanyalah berharap agar ada orang yang memanggil kami dan membeli kesenangan sesaat yang dapat kami berikan untuk membayar impian kami. Beginilah akhir dari cerita bila akhirnya aku ada disini bersama mimpiku dan juga sama dengan semua mereka yang terkapar tanpa masa depan karena terampas oleh mesin kepengohan dari budaya yang salah. Aku tidak akan menyalahkan ibu dan ayahku. “ Dewi mengakhir baca essay dengan air mata berlinang. Teman temannya juga sama. 


Saya perhatikan teman saya. Dia terharu. “ Mulai sekarang, saya akan jadi donatur Rumah Singgah ini “ Katanya.


“ Engga perlu. Saya maunnya kamu juga buat Rumah Singgah sendiri. Ayo berbagi dalam sunyi” Kata saya. Dia menyanggupi. Benarlah.  Beberapa bulan kemudian dia cerita sudah punya rumah singgah. Memang air laut tidak akan bisa habis. Tetapi setangguk kita ambil, air lautpun berkurang. Sampai kapanpun pelacuran tidak akan bisa hilang di muka bumi. Tetapi dengan tidak membeli jasa mereka dan menolong mereka dari kelam, pelacuranpun berkurang. Kita tidak akan bisa membuat negara bersih dari korupsi, tetapi dengan kita menolak korupsi, korupsipun berkurang. 


***

Berkedip-kedik kelopak mata Mira, menahan silau matahari pagi. Dengan susah payah dipanggulnya karung berisi pakaian yang sudah dijahitnya. Dia merasa sangat lelah sekali hari ini. Butir-butir keringat terus menetes di seputar wajah, membuat bedaknya luntur dan terlihatlah wajah aslinya yang justru tampak lebih ayu dan matang. Nun di kejauhan, di antara lalu lalang kendaraan, Mira melihat suasana pasar cukup ramai. MIra kian mempercepat langkah tak ingin terlambat datang ke ruko Faisal, juragan konveksi di kotanya.


Hari ini Mira perlu uang. Puput, anak semata wayangnya yang baru masuk TK, sudah empat hari sakit, tak bisa berangkat sekolah. MIra sedih melihat keceriaan Puput yang baru masuk TK pudar gara-gara sakitnya tak kunjung sembuh. Sudah lama Puput merengek minta sekolah. Meski baru empat tahun, Mira ela menggadai kalung untuk mendaftarkan Puput di TK. Setiap pagi, sebelum menjahit, Mira mengantar Puput ke sekolah dan tersembul rasa bangga melihat Puput berseragam TK, rambut poninya berkibar-kibar, matanya binar-binar.


MIra sudah berusaha membawa Puput ke Puskesmas, tapi sakit Puput justru bertambah parah. Kini Mira bermaksud membawa Puput ke dokter. MIra tahu, biaya dokter tidak murah. Terpaksa kemarin sore Mira meminjam uang dengan rentenir walau dia sendiri tidak tahu bagaimana cara membayarnya. Tapi MIra perlu uang untuk membawa Puput ke dokter. Puput harus segera sembuh dan bisa kembali berangkat sekolah.


Terengah napas Mira sampai di depan kios Faisal. Meletakkan karung dari punggung, MIra menyeka keringat di keningnya dengan punggung tangannya. Terlihat lelah dan pucat wajah Mira usai menempuh perjalanan dari terminal angkot ke pasar . Berkali-kali MIra menelan ludah untuk menghilangkan rasa haus. Faisal yang melihat kedatangan MIra segera datang menghampiri. Senyum Faisal mengembang.


“Kenapa hanya sekodi?” tanya Faisal menghitung pakaian dari dalam karung itu.

“Puput sakit, Bang. Rewel terus. Maaf. Tapi aku perlu uang untuk Puput….”

Mendengar nama Puput, jidat Faisal berkerut. Faisal yang hingga kini belum dikaruniai anak senang bermain dengan Puput yang cantik dan imut. Sesekali Faisal menggendong Puput keliling pasar kalau di bawa Mira. Lalu, pulangnya dibelikan jajanan. Tapi rupanya keakraban Faisal dan Puput kurang berkenan di hati Linda, Istri Faisal. Semua di pasar tahu kalau Mira punya anak tanpa suami. Janda bukan perawan udah pasti engga.

“Ada apa dengan Puput?” tanya Faisal jidatnya masih berkerut.

“Sudah empat hari sakit. Rencananya mau kubawa ke dokter….”

“Sakit apa?’

“Entahlah, badannya panas. Kejang….”


Faisal mengangguk-angguk, paham. “Tunggu di sini sebentar,” berkata begitu Faisal beringsut masuk ke dalam Rukonya. Mira ditinggal sendirian menatap matahari yang mulai merangkak naik. MIra sadar, Faisal tak ingin LInda ribut makanya meminta Mira tetap di luar Ruko di teras. Teringat dulu Linda pernah merampas boneka yang dibelikan oleh Faisal, sejak itu Puput selalu rindu dengan bonekanya tanpa dia mampu membelikanya. Dia tak ingin ribut dengan Linda dan tak ingin membalas umpatannya. Dia hanya butuh uang dengan pekerjaan menerima upah menjahit, dan itu dari Faisal.


Faisal keluar dari Ruko menyerahkan sejumlah uang kepada MIra. Kini giliran dahi MIra berkerut menatap uang itu. Uang dari menjahit sekodi pakaian engga mungkin sebanyak itu. MIra urung menerima uang dari Faisal.

“Kok banyak sekali? Bukankah hanya sekodi?” MIra keheranan.

“Ini sekalian untuk periksa Puput ke dokter. Biaya dokter mahal. Ayo, terima saja. Aku sedih kalau dengar Puput sakit….” Faisal terus mengangsurkan uangnya. Matanya tulus.

MIra menatap Faisal sejenak. Lalu menggeleng.

“Kamu tidak boleh menolak. Ini bukan untuk kamu. Tapi untuk Puput!” berkata begitu Faisal meletakkan uangnya di atas karung pakaian Mira. Nanar pandangan Mira menatap lembar-lembar uang itu. Gemetar tangannya sewaktu meraup uang itu, diletakkan kedalam dompet lusuh. Ini bukan untuk yang pertama kalinya Faisal membantu dirinya.


Mira pucat. Dokter menyarankan agar Puput dibawa ke rumah sakit. Tanpa kata-kata MIra meninggalkan ruang praktik dokter, kepalanya tiba-tiba berdenyut nyeri. Tak pernah terbayangkan oleh Mira jika suatu hari ia harus berurusan dengan rumah sakit. Hal terakhir ini yang membuat kepala MIra terus berdenyut nyeri.


Menggendong Puput yang semakin tak berdaya, MIra sampai di rumah sakit. Dia merasakan suhu badan Puput semakin panas, tubuhnya kejang. Tiba-tiba MIra teringat Mamat yang hanya sekali melihat Puput ketika baru lahir dan itupun dengan wajah sinis sambil berkata “ Engga mirip saya”. MIra tak ingin Mamat bertanggung jawab. Dia hanya ingin memberi tahu kejujurannya dan kalau itu tidak dipercaya, diapun bisa menerima.


Seorang petugas UGD menyambut Mira dengan senyum dingin, menunjuk loket pendaftaran pasien baru. MIra segera menghampiri loket dan bicara dengan seseorang yang duduk di balik kaca transparan. Seorang perempuan gemuk yang sesekali menatap Mira dengan tatapan ganjil.

“Ada KTP?” tanya perempuan gemuk, acuh, tanpa menatap MIra.

“Maaf, tadi saya buru-buru. Tidak sempat bawa KTP….”

“Kalau begitu ibu harus menyerahkan uang empat ratus ribu untuk jaminan.”

“Apa?”

“Empat ratus ribu untuk jaminan anak ibu dirawat di sini.” Perempuan gemuk kembali menegaskan, kali ini mendongak menatap Mira.


MIra terngungun tak bisa berkata. Gemetar tubuhnya seperti disambar petir, Dia merasakan kepalanya kian berdenyut nyeri dan berputar-putar. Cukup lama dia berdiri di depan loket, berpikir keras mencari ide agar Puput bisa dirawat di rumah sakit. Tapi otaknya selalu buntu. Apalagi saat melihat perempuan gemuk di balik loket yang terus menatap ganjil.


Tertunduk lesu, dia akhirnya beranjak meninggalkan loket. Langkahnya berat menggendong Puput yang terus kejang. Tapi baru beberapa langkah, MIra mendengar seseorang memanggil namanya. MIra menoleh mencari arah sumber suara. Tampak di depan pintu masuk rumah sakit, Faisal berdiri, senyumnya mengembang. MIra buru-buru menjauhi Faisal. Dia yakin Faisal mau membantunya keluar dari kesulitan. Sudah cukup kebaikan demi kebaikan Faisal terhadap dirinya. Dia tak ingin kebaikan itu membuat masalah bagi keluarga Faisal. Hidupnya sudah susah dan dia tak ingin membuat orang lain susah. Faisal terus mengejar Mira.

“ Mira, ada apa kamu. Puput harus di obati. Dengar !”

“ Abang, biarkan aku dengan masalahku, bang. “

“ Ya tapi kamu sedang ada kesulitan dan tidak ada orang yang bisa bantu kamu. Apa salah aku menyayangi Puput, Mir. “


MIra berhenti melangkah. Dia terduduk di lantai rumah sakit sambil mendekap Puput. Mira menangis “ Tuhan, engkau titipkan puput kepadaku tapi aku gagal melindunginya. Ampuni aku ya Tuhan. “ kata mira dengan lirih. Faisal mematung. Mira menatap Faisal dengan wajah dingin. “ Baik, aku akan bayar hutang biaya berobat Puput, walau karena itu aku harus mengepel lantai rumah abang dengan lidahku.”

“ Mira, kamu berlebihan. Aku hanya ingin puput sembuh. “ 


Mira tak berdaya ketika Faisal membayar biaya rumah sakit dan Puput di rawat. Ketika itu malam Natal di tahun 1999. Mira menatap malam dari balik jendela kamar rumah sakit tempat Puput dirawat. Barusan tadi Faisal telah pergi setelah empat jam ikut menjaga Puput. Dia berdoa kepada Tuhan agar Puput cepat sembuh. Keadaannya semakin membaik setelah dirawat dokter RS..


***

Setelah Puput pulang ke rumah dari perawatan selama 10 hari di RS, malamnya Linda datang ke rumah kontrakan Mira. Dengan wajah marah Linda langsung melempar bukti tagihan RS yang dibayar Faisal “ Hei, lonte!! kamu goda suami saya. Uang sebanyak ini bukan harga lonte seperti kamu”

“ Maaf Mbak. Itu saya janji akan membayarnya kepada Bang Faisal”

“ Janji bayar ? pakai apa ? pakai tubuh kamu. Dasar sundal kamu” Linda menunjuk dan menyentuh kepala Mira, yang terus menunduk. Sementara tetangga kiri kanan rumah kontrakannya berhampuran melihat kejadian itu. Puput segera merangkul Mira.

” Mama…” Puput menangis. Mira memeluk erat anaknya. Sementara Linda terus mencercanya dengan segala umpatan. Mira hanya diam dan menangis.

“ Maafkan saya mbak. Saya memang orang miskin. Tapi saya janji akan membayarnya.” Kata MIra dengan terisak. “beri saya waktu” katanya lirih

“ Dasar penggoda pria. Sundal!. Engga tahu malu. “ Linda mendorong tubuh MIra. Hanpir terjatuh. “ Saya kasih waktu kamu sampai akhir bulan untuk bayar nya. Kalau engga awas kamu.”


MIra hanya diam dan tetap menunduk. Linda berlalu. Dia tutup  pintu rumah di tengah tatapan para tetangganya. Dia menangis sejadi jadinya didalam kamar “ Mama engga apa apa kan “ Kata Puput.

“ Mama engga apa apa sayang. “

“ Ya ma “

“ Put, mama tinggal sebentar ya sayang. Kamu tinggal sama Mbak Ira dulu ya. Mama akan pergi. ya sayang “ Ira adalah tetangga rumahnya yang sangat baik dan walau dia beragama kristiani. 

“ Ya ma.” Puput menatap penuh tanda tanya dalam kebingungan. Pikiran Mira kalut dengan desakan dari istri Faisal. 

“ Mbak titip Puput ya Mbak. “ 

“ Ya mbak. “ kata Ira sambil memeluk Puput “ sama tante ya sayang” Sambung Ira, sambil melirik Mira agar tidak perlu ragu pergi.


***

Mira pegi ke cafe yang telah 6 tahun dia tidak kunjungi. Di cafe ini dia pernah merasakan hidup penuh dosa dan sesal. Dan puncaknya ketika dia bertobat, dua kali pria melemparnya lagi ke jalan dengan alasan yang sederhana. Bahwa dia wanita kotor. Dia teringat delapan Tahun lalu ketika masih dikampung bersama ayah, ibu dan adik adiknya.


Sumito terjatuh. Batu kapur yang ada dipikulannya juga terjatuh. Sementara tubuhnya berguling guling menuruni tebing. Tidak ada yang memar pada tubuhnya karena memang tepat pijakannya tanah becek yang habis disirah hujan. Namun kaki dan bahunya lecet walau tak berdarah. Ini cukup membuat dia meringis. Sementara teman temannya yang melihat kejadiaan itu tertawa terpingkal pingkal. “ Makanya , pikiran kamu jangan kerumah terus. Engga usah dipikirin rumah. Kita disini kerja aja. “ Kata temannya sambil berteriak. “ Dan lagi apa yang mau dipikirin , wong kerja sekeras apapun, tetap aja tidak cukup untuk makan sehari. “ Kata temannya yang lain. Mereka mengetahui bahwa Sumito sedang dirudung masalah keuangan. Istrinya sedang hamil tua dan dia bingung mendapatkan uang untuk membawa istrinya kerumah sakit atau kebidan atau kedukun.


Tapi sebetulnya bukan itu yang dipikirkannya. Dia sedang bingung mendapatkan uang untuk rencananya pergi menjadi TKI. “ Wah…mahal sekali biayanya !” Sumito mengerutkan kening, ketika mengetahui biaya yang harus disediakannya untuk mengurus keperluaanya berangkat ke luar negeri sebagai TKI. “ Darimana aku mendapatkan uang sebanyak itu,??“


Pikirannya selalu kepada Bejo. Sahabatnya sejak masa kanak kanak. Lima tahun lalu Bejo pergi ke luar negeri menjadi TKI dan sekarang kehidupan keluarganya telah berubah. Rumahnya sudah berdinding beton. Televisipun sudah menyala dirumah. Istrinya sudah pula mengendari motor sendiri dan tidak perlu berjalan kaki kepasar . Anak anaknya juga dapat bersekolah dengan pakaian bagus. Sementara Sumito masih terjepit dengan kesulitan hidup dan tidak pernah dapat merasakan makan cukup setiap harinya. Walau penghasilannya sebagai buruh penambang kapur meningkat dari tahun ketahun namun harga harga terus meroket melebihi kenaikan penghasilannya. Berganti tahun, tidak ada kemajuan , kecuali anak yang dilahirkan terus bertambah.


Sumito kadang mendengar cerita tentang penderitaan para TKI dinegeri jiran itu dari teman temannya. Bekas guratan pecutan dipunggung dari para TKI yang baru datang menjadi cerita seram bagi siapa saja yang ingin mencoba merubah nasip dinegeri orang. “ Hidup di negeri sendiri jauh lebih enak. Makan ora makan yang penting kumpul. “ Demikian temannya yang lain mengomentari penderitaan para TKI diluar negeri. Tapi bagi Sumito , masalahnya adalah ora makan ya mati !. Semua orang di negeri ini senang dengan dirinya sendiri. Yang miskin , semakin miskin dan yang kaya semakin kaya. Seperti halnya Pak Haji pemilik tambang kapur itu , andai dapat menghentikan kebiasaan pergi haji tiap tahun dan membagikan uang pergi haji itu untuk menaikkan penghasilan buruhnya tentu akan sangat berarti bagi hidupnya. Tapi , kenyataanya Pak haji lebih doyan jalan jalan ke mekah daripada berbagi.


Dia memikirkan nasipnya dan tentu juga nasip masa depan anak anaknya. Anaknya yang tertua sudah berangkat menjadi wanita belia. 17 tahun usianya. Yang nomor dua juga wanita, berumur 14 tahun. Yang terakhir sekarang masih dalam kandungan istrinya. Inilah yang menyesakkan hatinya. Karena berkali kali ada pria dari kota datang kekampungnya untuk membujuknya menyerahkan anak gadisnya bekerja di kota dengan penghasilan tinggi. Juga pria itu berjanji akan membantu mengurus segala sesuatunya untuk dapat bekerja sebagai TKI. Syaratnya ya , dia harus rela menyerahkan anak gadisnya dibawa oleh pria itu. Ketika masalah ini disampaikan kepada istrinya , tidak ada komentar apapun dari istrinya. Sumito mengetahui bahwa cerita duka para wanita yang bekerja di kota di negeri ini jauh lebih seram dibandingkan cerita duka para TKI diluar negeri. Hanya bedanya derita duka wanita pekerja di negeri ini jarang sekali masuk Koran atau TV.


Hari telah berangkat sore. Di tangan Sumito ,tergenggam uang Rp. 20,000 sebagai upah kerja kerasnya seharian menjadi kuli penambang batu kapur. Setelah dipotong ongkos ojek dan angkutan umum maka yang tersisa sampai di rumah hanyalah Rp. 14,000. Itupun kalau dia tidak makan siang. Bila dia harus makan siang maka yang tersisa hanyalah Rp. 7500. Agar dapat menghemat uang, diapun terpaksa pulang seminggu sekali dan makan sekali sehari. Kemana harapan akan dijemput untuk masa depannya? Ya bila malam datang maka selalu ada agent togel yang datang ketempat kosnya. Tapi Sumito memilih tidak mengadu nasip lewat kupon togel. Mungkin dia termasuk orang yang pengecut menghadapi ketidak pastian walau harapan besar. Beda dengan temannya ,yang tidak peduli dengan resiko kalah. Bagi mereka selagi ada harapan maka togel adalah hiburan tersendiri. Setidaknya mereka masih dapat hidup dalam harapan untuk besok dan besok. Walau besok tidak pernah datang.


Ini akhir minggu. Jadwalnya harus kembali kerumah. Di tangannya ada uang tidak lebih Rp. 65,000 dan tentu setelah dipotong ongkos maka akan sampai di tangan istrinya tidak lebih Rp. 60,000. Itulah uang yang harus dihemat istrinya untuk makan selama seminggu lagi. Terlalu sulit dikatakan cukup dan terlalu jauh disebut manusiawi. Tapi itulah nasip yang harus ditanggungnya. Dia harus berbuat sesuatu untuk merubah nasipnya. Bayangan tentang keberhasilan Bejo sebagai TKI telah membakar semangatnya bahwa saatnya dia harus hijrah mencari ruang yang bisa membayarnya dengan manusiawi. Tapi, membayangkan nasip anak gadisnya , diapun menjadi ngeri.


Ketika dia sampai di rumah, didapati istrinya sedang terduduk muram di bale bale. Nampak mata istrinya sembab.

“ Apa yang terjadi , Sur ? “ Katanya lembut.

Surti langsung menghambur memeluknya“ Maafkan aku, Mas..Mira sudah pergi kemarin.” Kata istrinya.

“ Pergi kemana ? “ Sumato terkejut dan terus berlari keluar kamar dan berteriak teriak memanggil nama anak gadisnya.

“ Mbak Mir, sudah pergi ..” Anak gadis yang nomor dua menatap kosong kearahnya. Sumato terduduk lemas.

“ Mas, Dia sendiri yang maksa untuk ikut kerja ke kota. Aku sudah berusaha melarangnya tapi dia tetap maksa…” Sumato melirik kearah istrinya yang terduduk sambil memegang bahunya. “ Ini ada surat dari Mira. “ Lanjut istrinya sambil menyerahkan surat itu.


Ayah…

Kita miskin. Setiap hari aku melihat kita selalu kekurangan. Adik sudah lama berhenti sekolah dan nasipnya tidak lebih sama dengan aku. Kelak , sebentar lagi adik akan lahir lagi. Tentu nasipnya akan sama dengan kami. Tidak ada pendidikan, kurang gizi dan tidak ada masa depan. Kita tidak punya apa apa lagi untuk kita jual agar memberikan kesempatan bagi Ayah dapat hijrah bekerja di tanah Jiran. Pergilah , Ayah…kita sekarang sudah punya cukup uang. Pak Darto memberikan uang kepada Ibu. Aku rasa itu cukup untuk mengurus segala sesuatunya yang Ayah perlukan untuk menjadi TKI.“ Ayah..Kalau ayah sudah berhasil di tanah Jiran, kirimilah kami uang agar kita bisa membayar hutang kepada Pak Darto. Aku ingin di kampung menemani Ibu dan mendidik adik adiku. Maafkan aku Ayah bila lancang berbuat tanpa restu ayah. Namun itulah mungkin yang bisa aku lakukan untuk Ayah, untuk keluarga kita. Aku akan baik baik saja. Doakan Aku ya Ayah…Mira.


Sumito, tak bisa menahan tangis. Terlalu mahal harga yang harus dibayarnya, hanya karena ingin dihargai sebagai manusia dan mendapatkan bayaran dari tenaganya. Dia hanya dapat berdoa , semoga Mira akan baik baik saja. Besok, ya tentu besok, Istrinya akan melepasnya pergi ke tanah Jiran untuk menjadi kuli di negeri orang dan sementara anak gadisnya sudah lebih dulu pergi kekota untuk menjadi pelacur di negerinya sendiri.

***

Lamunan Mira melambung ke perisitiwa enam tahun lalu.. dari kampong dia dibawa ke rumah penampungan, tepat sebuahnya Ruko dengan tiga lantai, yang disebut Mess. Setiap lantai ada 4 kamar, yang masing masing berukuran 4x3 meter. Masing masing kamar berisi dua tempat tidur bertingkat. Setiap tempat tidur untuk satu orang. Mess itu ada pengurusnya. Mira dan teman temannya menyebut Papi  dan Mami. Karena memang sepasang. Hanya briefing singkat ketika mereka datang ke mess itu. Bahwa tugas mereka melayani para tamu di sebuah tempat Karaoke. Tapi sebelum Mira menempati Ruko itu, dia terlebih dahulu tinggal di hotel bintang 3 selama seminggu untuk melayani tamu yang membayar keperawanannya. Makanya ketika sampai di mess itu dia sendiri sudah tahu apa tugasnya. 


Awalnya dia menderita dengan keadaan hidupnya. Tetapi setelah berkumpul dengan teman temannya di mess, teman senasip, lambat laun di bisa menerima kenyataan. Bahkan akhirnya dia menikmati kehidupan itu. Setiap bulan dia bisa mengirim uang kekampung dan gaya hidupnya pun berubah. Kalau tadi dia merasa takut takut tapi kini dia tampil selalu menggoda tamunya agar di booking setelah usai Karaoke. 


Suatu saat dia mendapatkan tamu psikopat yang hamper membunuhnya. Dalam keadaan terluka dia dibawa ke rumah sakit. Setelah seminggu dalam perawatan dia kembali bekerja. Namun keadaan jiwanya tak lagi tenang karena masih trauma dengan kejadian itu.  Dia ingin berhenti tapi tidak ada uang untuk membayar hutang kepada Mami. Setelah setahun bekerja di dunia malam, akhirnya dia berkenalan dengan tamu Karaoke yang berempati dengannya. Menawarkan dia untuk tinggal di rumah Singgah khusus wanita malam yang ingin taubah. 


Rumah Singgah itu semacam tempat rehabilitasi. Ketika dia datang kerumah itu, ada 8 wanita yang nasip dengannya dan berniat ingin bertobat. Pemilik Rumah Singgah itu adalah Jaka. Di rumah singgah itu dia belajar kursus menjahit pakaian dan membuat design pakaian, belajar ilmu agama. BIaya hidup sehari hari di tanggung oleh pemilik Rumah Singgah itu. Selama tinggal di rumah Singgah itu dia tidak pernah lagi bertemu dengan Jaka. Setiap hari bila dia butuh sesuatu tinggal bicara dengan pengurus Rumah Singgah, seorang wanita. Namun hanya tiga bulan, dia merasa bosan. Dengan janji akan pulang ke kampong, dia minta modal kepada pengurus Rumah Singgah agar dapat bisa memulai hidup barunya. 


Tapi ternyata uang yang dia terima seharusnya untuk modal malah dia gunakan untuk pesta. Mendatangi tempat hiburan malam sambil menghabiskan uang. Hanya seminggu uang itu habis. Dia terpaksa mencari pelanggan di bar dan café untuk menyambung hidupnya. Saat itulah dia bertemu dengan pria yang ingin menikahinya. Empat bulan kemudian dia menikah namun perkawinan itu hanya bertahan tiga bulan. Karena perkawinannya di ketahui oleh istri pertama dari suaminya. Dia memilih mundur dan melupakan pernikahannya.  


Diapun kembali ke dunia malam. Saat itulah dari temannya Muktar dia berkenalan dengan seorang pria, Mamat. Entah mengapa kenalan pertama, dia tidak melihat Mamat sebagai pelanggan tapi pria yang membuat dia jatuh cinta. Awalnya dia ragu untuk memulainya tapi akhirnya dia beranikan melakukan tindakan cepat. Dan cepat pula berlalu dan setelah itu dia hamil. Mira tidak bodoh untuk mengetahui bahwa anak dalam rahimnya itu buah dari hubungan dengan Mamat. Dengan kekecewaan Mamat terhadap dirinya, membuat dia terluka dan menyesal akan kehidupan masa lalunya. Sejak itupula dia berniat benar benar bertobat dengan menjaga cabang bayi dalam rahimnya tumbuh. Mira tahu dia banyak dosa dengan menzolimi dirinya sendiri tapi dia bukan pembunuh. Apalagi bayi dalam rahimnya ada karena kehendak Tuhan. Ini pesan cinta dari Tuhan agar dia melihat kehidupan dengan mata hati dan sabar. Tentu ada hikmah.


“ Lagi sendirian ..? lamunan Mira buyar oleh teguran pria yang seraya duduk disebelahnya.

" Ya...” jawabnya sekenanya

Dengan ramah pria itu mengulurkan tangan kearah MIra “ nama saya Rudi “ Kata pria itu memperkenalkan diri. “ saya, Mira”

“ Dari wajahnya keliatan kamu sedang galau? “

MIra terdiam sebentar namun wajah anaknya di rumah membayang. “ Ya. Saya butuh uang untuk membayar hutang biaya membawa anak saya kerumah sakit. Malam ini saja. Tapi saya tidak tahu bagaimana mendapatkannya. Saya bingung“ lanjutnya sambil menahan tangis.

“ Berapa perlu uang ?

“ Sepuluh juta “

“ Siapa yang mau bayar kamu Rp. 10 juta. Kemahalan. “ Kata pria itu berlalu. Dan seketika itu juga dia teringat Allah. Teringat janji tauhbahnya kepada Tuhan. Dia berlari menuju pintu dan terus berlari menembus kegegelapan malam yang semakin dingin.


Mira berhenti ketika sampai di Halte. Dia lelah dan berkeringat. Dia menangis seorang diri di halte itu. Entah mengapa dia teringat dengan seseorang yang begitu baik. Dia naik kendaraan kearah Rawamangun kealamat rumah yang pernah dia tinggal selama 3 bulan ketika melewati proses taubah enam tahun lalu sebelum dia lari dari rumah itu.

“ Mira “ terdengar suara wanita yang langsung memeluknya. “ Kemana aja kamu ? 

“ Aku tinggal di Bogor, Din. “ Kata Mira dengan sikap kaku.

“ Bang Jaka tanyain kamu.”

“ Ya aku salah. Karena pergi tampa pamit ke dia”

“ Bulan depan aku akan wisuda. “ Kata Dina.

“ Alhamdulilah. Terkabulkan juga cita cita kamu.

“ Ya berkat bang Jaka.”

“ Berapa orang tinggal dirumah ini sekarang?

“ Tinggal empat orang. Yang lain ada yang menikah dan ada yang dapat kerjaan di luar kota. Bang Jaka engga mau nambah orang lagi. Dia lagi susah. Usahanya lagi oleng karena krismon. Rencananya rumah ini akan di jual. Duduk ya. Aku ambilkan minum untuk kamu.”


Mira memadang seisi rumah. Nampak tidak ada perubahan dari 6 tahun lalu sejak dia tinggalkan.

“ GImana keadaan kamu, Mira “ Tanya Dina ketika kembali ke ruang tamu dengan segelas minuman sirup.


Mira menceritakan keadaanya panjang lebar sejak kepergian dari rumah itu. Dia juga menceritakan tentang keberadaan balita bersamanya. Namun air matanya tak bisa dibendung ketika menceritakan peristiwa dengan istri Faiasal dan ancaman. Dia sadar bahwa dia salah. Tidak seharusnya dia terima bantuan dari Faisal. Tapi dia tidak berdaya. Dina terdiam, dengan air mata berlinang mendengar ceritanya. Bagi Dina tak ubahnya dengan Mira ,menjalani taubah itu tidak mudah, apalagi dalam kemiskinan.


“ Gimana kalau kita telp Bang Jaka. Mungkin dia ada jalan keluar untuk kamu ?

“Engga usah Din. Aku malu. Malu sekali. Bang Jaka terlalu baik tapi aku yang tidak pandai berterima kasih.”

“ Engga apa apa. Dia kan abang kita. Bang Jaka, akan marah kalau tahu kamu datang engga bilang ke dia.” Kata Dina langsung pergi ke tempat gagang telp yang ada diatas bupet ruang tengah. Tak berapa lama setelah Dina bicara , Dina memanggil Mira. “ Dia ingin bicara dengan kamu ? 

Mira mengambil gagang telp itu dengan gemetar. “ Ya bang”

“ Kamu kemana aja ?.”

“ Maafkan aku bang.” 

“ Ya udah. Besok orang akan antar uang untuk bayar hutang kamu. Ambil uang sama Dina“

“ Ya bang. “ 

“ Apa usaha kamu sekarang ? 

“ Menjahit bang. Jahit kodian.”

“ Baguslah. Jaga kesehatan kamu. Jangan tinggalkan sholat”

“ Ya abang..” Mira tak bisa menahan tangis. “Abang maafkan aku, terimakasih abang “

“ Ya udah.” Telp dimatikan.

Dina memeluk Mira.” Tadi bang Jaka terima telp dari luar negeri. Kita doakan semoga bang Jaka sehat dan urusannya dilancarkan Tuhan. “


Sesampai di rumah. Dipeluknya Puput dengan erat. “ Puput yuk kita doa kepada Tuhan. Puput amin kan dan mama yang doa ya”

“ Ya ma.”

“ Tuhan, rasanya aku tak pantas minta kepada Mu. Karena begitu banyak dosaku. Tapi Ya Allah, ada manusia yang telah menolongku menuju taubah dan kini dia tetap berharap agar aku tetap dalam taubah itu Ya. Allah. Kalau boleh aku memohon maka lindungilah pria itu, beri dia kesehatan dan mudahkan segala urusannya. Amin..”

“ Amin” 

“ Yuk kita tidur ya sayang..” dengan cepat Puput tertidur pulas.


***

Walau terlambat masuk sekolah tapi Puput tak sedikitpun berkecil hati. Dia cerdas dan sungguh sungguh belajar. Pekerjaan Mira sebagai penjahit kodian juga menerima pesanan khusus dari pelanggannya . Mira terus bekerja keras. Dari pekerjaan inilah Mira membiayai hidupnya bersama Puput. Walau tak berlebih uang yang bisa dia tabung namun dia bersyukur kepada Allah. Ketika Puput hendak masuk SMU, Mira mengajaknya pulang kampung. Setelah 15 tahun dia pergi meninggalkan rumah, kini dia datang bersama putrinya yang tak jelas siapa ayahnya. Namun kerinduan kepada orang tua dan adik adiknya menguatkannya untuk pulang.


Ketika dia sampai dirumah, tinggal hanya ibunya dengan adik perempuannya yang bungsu di kampung. Sementara Ayahnya masih di luar negeri sebagai TKI dan adik perempuannya yang satunya juga di luar negeri sebagai TKW setelah bercerai dengan suaminya. MIra tidak ingin bercerita banyak tentang masa lalunya. Soal Puput , dia hanya berbohong bahwa itu hasil pernikahan yang gagal. Namun dia tahu bahwa ibunya mengetahui dia berbohong. Ibunya bisa menerima keadaannya. MInta dia bersabar..


Puput tumbuh menjadi remaja yang cantik jelita. Mirip Mira. Keteduhan wajahnya yang senantiasa berhias senyum untuk MIra , telah membuat hidup Mira begitu sempurna. Puput bisa mandiri menyelesaikan urusan di dapur dan keperluanya sendiri. Mira bersyukur walau masa lalunya buruk tapi Allah mengirim anak manusia, putrinya untuk mendekapnya dengan cinta. Apalagi Puput tumbuh menjadi remaja yang sholeh.


Satu hari yang tak pernah Mira lupakan. ” Ma, diterima di PTN. Puput diterima Ma.”  Kata Puput memperlihatkan surat itu kepada Mira. Puput memang pintar disekolah. Puput fasih bahasa inggeris padahal dia hanya belajar bahasa inggeris dari siaran Radio BBC setiap subuh setelah dia usai sholat. Dia otodidak sejati dan mampu menyerap pelajaran dengan baik.


” Mama bangga dengan Puput.” Kata Mira sambil memeluk Puput “ Bangga sekali sayang..” Kata Mira.

Puput langsung sujud di paha Mira. Di peluknya pinggang MIra. ” Ma , Puput tahu mama engga ada uang untuk biayai Puput. Mama engga usah pikirkan soal kuliah ini. Puput mau kerja dulu. Nanti kalau ada uang , puput bisa kuliah ya Ma..”

Di belainya kepala Puput dengan lembut ” Mama tahu. Puput sayang mama, Mama juga sayang Puput tapi masa depan Puput jauh lebih penting bagi Mama. Mama akan usahakan biaya untuk puput. ” Kata Mira dengan tegar.

” Siapa yang akan menjaga Mama kalau Puput engga ada ?

” Tuhan akan jaga Mama, Yakinlah. Kan itu yang selalu Puput bilang ke Mama..Tuhan selalu jaga kita bila kita dekat kepada Allah..”


***. 

Tinggal seminggu lagi Puput harus mendaftar ke kampusnya. Sementara uang tidak tersedia. MIra tidak punya tabungan. Seharian dia keliling kota tanpa arah yang jelas. Tidak tahu harus kemana. Saat itulah dia teringat Dina sahabatnya. Telah lebih 10 tahun tidak komunikasi dengan Dina sejak terakhir dia bertemu di rumah singgah Bang Jaka di Rawa Mangun. Dia mencari nomor hape Dina di notes lusuhnya. Dia berniat untuk menghubungi. Tapi ternyata telp itu tidak bisa lagi di hubungi.


Dia arahkan langkahnya ke rumah Singgah di Rawa Mangun. Tapi sesampai di sana ternyata rumah itu sudah di isi orang lain. 

“ Rumah ini kami sewa sejak tahun lalu dari Pak Jaka.” Kata penghuni rumah

“ Apakah bapak tahu telp pak Jaka?

“ Kamu siapanya pak Jaka?

“ Saya adik angkatnya. Tapi sudah lebih 10 tahun engga ketemu dia, pak.”

“ Oh gitu .” Kata bapak itu sambil mencari nomor telp Jaka di hapenya. 

“ Anda mau telp langsung pak Jaka?

“ Ya pak..boleh “ Kata Mira membungkukan tubuhnya dengan wajah harap.


Setelah dua kali ditelp akhirnya telp itu diangkat. Pria itu menyerahkan telp itu kepada Mira. 

“ Ya. “ terdengar suara khas yang sangat Mira kenal. 

“ Bang Jaka.” Kata Mira.

“ Siapa ya. “

“ MIra bang.Itu yang tinggal di rumah Singgah abang di Rawa mangun dulu. Ingat bang ? “

“ Oh ya. Gimana kabar kamu ?

“ Alhamdulillah. Baik bang.”

“ Ada apa, Mira ?

“ Bang , saya engga tahu harus bicara gimana lagi. Putri saya diterima di PTN. “

“ Oh selamat ya Mira. Hebat kamu.”

“ Terimakasih Bang. Tapi…” Mira tertahan meneruskan bicara.

“ Ada apa ?

“ Bang..” Mira tak bisa menahan tangis.

“ Ada apa ? Kenapa kamu ?

“ Mira engga punya uang, abang. Engga tahu mau kemana lagi.”

“ Oh gitu. Saya lagi di luar negeri, Mira. Tapi kamu bisa datang ke kantor. Temui Ibu Yuni. Datanglah sekarang ke kantor itu. “Kata Jaka sambil menyebut alamat kantor tersebut.


Dengan mengendarai Bus kota, Mira menuju ke alamat yang di berikan Jaka di bilangan Hayam Wuruk. Hanya menanti tak lebih 30 menit diruang tunggu, nampak wanita Tionghoa menemuinya. 

“ MIra ya “ Kata Wanita itu.

“ Ya bu. “

“ Kenalkan saya, Yuni. Tadi pak Jaka telp saya dari luar negeri. Putri kamu akan dimasukan dalam program beasiswa Perusahaan ini. Setiap bulan putri kamu akan dapat biaya bulanan termasuk uang kuliahnya. “ 

Mira nampak berlinang air mata seraya menyalami Yuni. “ Terimakasih ibu. Terimakasih.”

“ Terimakasih kepada Pak Jaka. Bukan ke saya.”

“ Ya. Pak Jaka. Dia sangat baik sekali. Sangat baik..”


Mira bercerita bagaimana dia kali pertama bertemu dengan Jaka tahun 1993 dan akhirnya Jaka mengajaknya tinggal dirumah singgah khusus menampung wanita yang mau taubah. “ Pak Jaka, sering ke Karaoke tapi tidak pernah menyentuh kami. Dia hanya menemani relasi bisnisnya. Kalau ada yang mau keluar dari kehidupan malam, dia membantu. Memang tidak semua bisa dibantunya. Tapi setidaknya rumah singgahnya di Rawa Mangun penuh oleh wanita yang ingin taubah. Yang mau kuliah dia biayai, yang engga tamat SMU dia kursuskan. Selama belum bekerja, biaya hidup kami dia tanggung. “Kata Mira. Yuni mendengar cerita itu ikut berlinang airmata. Karena ini kali dia dengar cerita soal itu.


“ Ya Jaka sangat mulia hatinya. Saya tahu itu. Begitu agama nya mendidiknya. Kita para wanita bersyukur bertemu dengan pria seperti itu. Dia kaya tapi rendah hati dan selalu ada ketika kita butuh bantuan. Tapi bantuan itu benar benar dengan alasan yang kuat tanpa ada kesan dia mudah memberi. Selektif sekali. “ 

“ Ya bu.” Mira berlinang air mata “ terlalu baik. Semoga Bang Jaka selalu sehat dan dimudahkan rezekinya. “

“ Amin. “ Yuni tersenyum. “ Nah besok suruh Putri ibu kekantor ini untuk selesaikan kontrak beasiswa. Jadi setiap bulan staff saya akan kirim uang ke rekeningnya.

***

Selama kuliah, Puput  tinggal di Bandung. Dia jarang pulang kecuali liburan panjang. Setiap bulan dia selalu mengirimi uang kepada Mira. “ Ma, Uang bea siswa yang puput terima setiap bulan, bisa puput hemat. Dan ini ada sisanya. Mama bisa pakai uang itu untuk menambah kebutuhan mama. Kalau bisa mama biasakan puasa senin kemis. Itu bagus untuk kesehatan dan lebih membuat batin mama kuat untuk selalu dekat kepada Allah. Cobalah mama biasakan bangun tengah malam untuk sholat Tahajud. Ini sangat menyejukan batin Ma. Puput hanya ingin mama sehat. “ Demikian surat Puput kepada Mira, yang setiap bulan nadanya selalu sama. Meminta agar Mira semakin dekat kepada Tuhan. Karena itu membuat Mira semakin khusu dalam taubahnya dan setiap malam seusai sholat tahajud dia larut dalam tangis sesal.


“ Ya Allah, engkau kirim anak manusia melalui rahimku dan melaluinya pesan cinta Engkau tak pernah henti agar aku tetap dalam taubahku. Ampuni aku ya Allah, beri maaflah aku, kasihanilah aku atas segala takdir yang telah Engkau tetapkan. Sesungguhnya aku termasuk orang yang Zholim dan Tiada Tuhan selain Allah, Maha Suci Allah. “  Demikian rintihan doa Mira kepada Tuhan sepanjang waktu. 


***

Tak terasa telah tiga tahun lebih Puput di Bandung. Kemarin Mira dapat kabar dari Puput bahwa dia lulus dengan memuaskan. Rencana tiga bulan lagi dia akan diwisuda. MIra ingat ketika SMU, Puput bercita cita ingin masuk PTN jurusan Ekonomi. Dia sempat terkejut kenapa Puput ambil jurusan dan universtas yang précis sama dengan Mamat. Padahal dia tidak pernah mengarahkan untuk Puput ambil jurusan Ekonomi. “ Negeri kita kaya raya Mah. Kita butuh banyak pengusaha dari kaum terpelajar. Ya kan Mah. “ Itulah alasannya. Mira selalu menyimpan rapat rahasia masa lalunya. Tapi ternyata like father like son.


MIra ingat bahwa Yuni pernah berpesan bila puput sudah akan diwisuda agar dia dikabarin. MIra harus mengabarkan kepada Yuni bahwa Puput tiga bulan lagi akan diwisuda. 


“ Mama akan hubungi perusahaan yang selama ini kasih kamu beasiswa, agar tidak perlu lagi kirimin uang karena kamu sudah selesai. Selama menunggu Wisuda , kamu tinggal dirumah aja, ya Nak. “

“ Ya, Ma. Kabarin cepat.”

Ketika sampai di kantor Yuni, Mira mengabarkan rencana Wisuda Puput. " Saya tidak tahu bagaimana harus berterima kasih kepada Bang Jaka. Berkali kali dia bantu saya. "

" Apa yang pak Jaka lakukan itu bagian dari cara dia bersukur kepada Tuhan atas rezeki yang dia terima dan karena itu membuat dia sehat dan bahagia. Apalagi tahu orang yang dibantu bisa sukses dan bahagia, tahu pula bersukur." Kata Yuni. 

***

Acara Wisuda yang dinanti nanti kita telah tiba. MIra, ibunya, adiknya yang nomor dua sudah berada di Aula kampus. Mereka hadir untuk menyaksikan wisuda itu. Mereka berlinang airmata ketika melihat Puput di wisuda dengan pakaian Toga sebagai perlambang bahwa Puput telah menjadi segelintir orang di negeri ini untuk menyandang title sarjana. Ketika keluar dari Gedung tempat Wisuda itu, Mira terkejut karena melihat Jaka ada menanti bersama Yuni. Mira berlari mendetati Jaka.


“ Abang terimakasih. “ Kata Mira sambil memeluk Jaka. " terkhir ketamu Abang tahun 1993. Abang engga berubah"

“ Hebat kamu, Mira.” Kata Jaka seraya melirik kearah Puput. Entah mengapa Puput ikut memeluk Jaka. “ Terimakasih Om. Baru kali ini ketemu dengan Om, padahal mama sering cerita soal om.”

“Kami selalu menyempatkan hadir pada setiap wisuda. Ada tiga orang mahasiswa yang dibantu bapak yang kebetulan hari ini diwisuda juga. “ Kata Yuni menyaksikan keceriaan di hadapannya.


Mira menatap keseluruhan tempat pelataran wisuda itu. Namun pandangannya beradu dengan seseorang yang tidak asing baginya. MIra nampak pucat ketika pria itu tepat di depannya dan mereka saling bertatapan. Jantungnya terasa berhenti. Keringat dingin membasahi tangannya.

“ Mira …” Kata pria itu sambil mendekat kearah Mira dan menyalaminya.

‘ Bang Mamat…” Kepala Mira tertunduk. Tak sanggup dia menatap pria yang dulu pernah hadir dalam hidupnya

‘ Ada apa datang kemari ?“ Mamat nampak tersenyum.

“ Puput di Wisuda ..”

“ Puput itu putri kamu ?“ Kata Mamat dan seketika wajahnya memerah.

“ Ya Bang. Abang gimana kabarnya ?”

" Aku juga di wisuda S2 di kampus ini "

Dalam kekakuan pertemuan itu, Mira nampak berjalan menjauh ketika melihat kearah Puput. Semua nampak bingung. 

“ Ada apa Mir..” Jaka menghampir Mira.

“ Itu Mamat. Dialah pria yang menghamili Mira dan …

“ Dan Puput itu , putrinya ?“

“ Ya bang.” 

“ Ya aku sudah tebak dari awal ketika kamu pertama kali bertemu dengan dia. Dia kenal kamu dan kamu nampak pucat ketika bertemu dengannya. 

“ Apa yang harus kulakukan, Bang“

“ Tenang Mira. Jangan panik. Kamu telah melewati masa sulit bertahun tahun. Jangan ada dendam apapun ya. Lihatlah buah dari kesabaran dan taubah kamu. Putri tumbuh menjadi anak yang sholeha, pintar dan kamu juga semakin menjadi muslimah yang taat. Syukuri itu. Kelak bila saatnya Puput harus tahu bahwa Mamat adalah ayah kandungnya, jangan ragu untuk memberi tahunya. Mamat harus tahu karena hanya dia yang berhak menikahkan Putri dihadapan Penghulu. Tapi kalaupun Mamat tetap tidak mengakuinya, aku yakin Putri akan berlapang hati dan kamu harus lebih lapang lagi. Semua itu bukan antara kamu dengan Mamat tapi antara kamu dengan Tuhan. Ikhlas lah. “Kata Jaka dengan tersenyum. 


‘ Ya Bang. Terimakasih abang. “


“Nah sekarang mari kita gabung lagi dengan mereka. “


Kembali Mira bergabung dengan mereka semua. MIra berusaha nampak tenang dan ceria di hadapan Puput. Tapi diliriknya Mamat berkali kali memandang kearah Puput seperti ada dialogh jiwa antara Puput dan Mamat.


" Nah, gimana kalau kita photo bersama. Ayo.. " Kata Yuni menghilangkan kekakuan suasana dan meminta MIra, ibunya, Mamat, Puput dan adiknya Mira, Jaka. Mereka berjejer untuk diphoto. Mereka semua tersenyum cerah.


Mira menyadari bahwa dia pernah berbuat kesalahan dimasa lalunya. Dia menanggung sesal itu selama hidupnya dengan tak henti memohon ampun kepada Allah. Lambat laun Puput akan tahu juga siapa ayahnya dan akan tahu bahwa dia anak yang tidak lahir dari perkawinan yang syah dan anak yang tidak pernah diakui oleh pria yang seharusnya jadi ayah genetiknya.  “Maafkan mama sayang. Terlalu berat dosa yang mama pikul, yang akan menjadi sesal tak berujung. Maafkan mama …” Kata Mira dalam tangis di kesendiriannya.


Taubah adalah proses yang tidak mudah. Tidak semudah mengucapkannya. Namun sampai taubah menjadi kekuatan iman dan semakin dekat kepada Tuhan, itu akan melewati proses yang berat. Namun selagi iman tetap terpatri, Tuhan akan selalu membuka pintu ampunan, memberikan jalan ke cahaya. Dan akhirnya akan selalu indah. Setiap orang menanggung cobaan keimanan. Siapapun dia. Berharta ataupun tidak.  Seberat berat cobaan tetaplah orang kaya, karena darinya cinta Tuhan harus diaktualkan lewat berbagi.


Delapan tahun lalu.

Yuni menemui saya bersama dengan Nungki. Saya melihat kening Nungki lebam. Dari wajahnya nampak dia kehilangan semangat hidup. Dia terus menunduk ketika menghadap saya, dengan tersedu sedu dia berkata kepada saya “ abang, saya dipaksa suami saya untuk melayani relasinya. Saya capek abang..” 


Saya menatap kearah Yuni untuk minta penjelasan.


“ Uda, dia menikah udah 17 tahun. Sekarang dia punya anak ABG. Sejak dua tahun lalu suaminya paksa dia melayani relasinya. “


“ Mengapa begitu ? Kata saya bingung.


“ Sejak suaminya kena PHK, kemudian terjun bisnis. Saat itulah Nungki di paksa oleh suaminya melayani relasi suaminya. “


“ Gimana nasip Nungki , abang ? “ kata Nungki terus menangis. 


Saya terdiam lama. Melihat keadaan Nungki membuat saya terenyuh. Malang sekali nasipnya. Saya teringat dia datang ke rumah singgah saya karena tidak tahan dipukuli preman mucikari. Saya membantunya keluar dari cengkraman mucikari. Dia tinggal di rumah singgah sampai sembuh secara phisik maupun mental. Diapun saya kursuskan menjahit dan design. Tetapi otaknya lemah. Untunglah ada pria yang datang melamarnya. Nungki diboyong dari rumah singgah. Saya ikut bahagia. Kini setelah 17 tahun dalam usia diatas 40 dia harus menderita lagi dari pria yang dia harap untuk tempat berlindung dimasa tuanya.


Saya minta Yuni, bayar pengacara untuk laporkan suami Nung ke Polisi karena KDRT dan sekaligus urus perceraiannya. “ Kamu mau bercerai ? Kata saya kepada Nungki


“ Ya abang. Mau. " Nungki terus menangis " Saya udah tidak tahan, abang." katanya tersedu sedu.


“ Ya udah. Soal anak kamu, biar Yuni yang atur biaya pendidikannya. Kamu harus sabar ya Nung. Sabar. Kamu bisa buka kantin di pabrik Yuni. Itu bisa bantu penghasilan untuk kamu.” Kata saya ketika itu. 

“ terimakasih abang … Nung terus merepotkan abang.” Saya 

“ Kamu jaga kesehatan. Jangan tinggalkan sholat. Itulah yang akan menolong kamu. Ya sayang”


“ Ya abang. “


Tahun 2019

Yuni bertemu saya di cafe. 

“ Uda, ada yang mau ketemu Uda. “

“ Siapa ?

“ Nungki “ Kata Yuni dengan tersenyum.

‘ OH ada apa ?

“ Putranya udah lulus di UGM. 

“ Ya ada apa dia mau ketemu saya ?

“ Boleh engga ?

“ Ya ya. mana dia ?

Yuni keluar dari cafe. Tak berapa lama nampak Nungki melangkah ke arah table saya bersama Yuni. Disampingnya ada anak muda.


“ Bud, ini om. “ Kata Nungki sambil melirik kearah anak muda.

“ Bunda, janji akan kenalkan kamu dengan malaikat Bunda. inilah dia. Berterimakasihlah kamu, nak seumur hidup kepadanya. ? Kata Nungki dengan air mata berlinang. Anak muda itu langsung menyalami saya seraya mencium punggung tangan saya. Saya merangkulnya “ Jangan berterimakasih kepada Om, terimakasih kepada Tuhan. Jaga ibu kamu, sekarang kamulah malaikat ibu kamu. Paham ya “


Anak muda itu menangis dalam pelukan saya. “ Ya. Om. Budiman janji akan jaga bunda selama lamanya. Akan bahagiakan bunda dimasa tuanya.”


Yuni nampak berlinang air mata menyaksikan suasana itu.


Setelah Nungki pergi “ Dari 8 orang adik asuh Uda, empat yang tidak beruntung hidupnya tapi kita berhasil membantu mereka. Semua anak mereka jadi sarjana. Tiga kerja di lingkungan perusahaan kita dan terakhir ini anak Nungki rencana akan yuni tempatkan di perusahaan kita di Medan.”


Saya menghela nafas.


“ Uda, misi Yuni jaga adik asik asuh uda, selesai sudah hari ini.”


“ Terimaksih Yun. Saya engga tahu, kalau engga ada kamu, entah gimana jadinya. Terimakasih. ”


***

Mungkin saya sangat mudah keluar uang untuk wanita yang sedang kesulitan. Berkali kali saya lakukan. Tetapi kalau alarm saya  sudah berbunyi, mengingatkan saya bahwa kesulitan itu karena tabiatnya, dan dia tidak ingin berubah kecuali bergantung belas kasihan orang lain. Maka, sayapun cepat sekali berjarak dan melupakan. Kalau logika bisnis saya sudah masuk, pelit saya keluar. Berhitung sangat kuat. Humanis saya hilang. Tetapi untuk hal yang kontruktif, saya suka. Itu tidak saya anggap bantuan, tetapi memang senang aja melakukannya. Senang mendukung orang yang sedang berjuang untuk dia berubah jadi lebih baik.


Tahun 1990an sebagai pengusaha muda saya sering keluar masuk tempat hiburan malam untuk menjamu relasi saya dari luar negeri. Maklum mereka adalah buyer saya dan juga cukong yang ikhlas kasih saya modal. Setiap di KTV saya berusaha membuat relasi saya nyaman namun saya sendiri tidak terlibat dengan keasyikan layanan pramuria, PL. 


Kadang di sela sela keasyikan di room KTV itu saya gunakan untuk menasehati PL yang mendampingi saya, agar mereka bertobat. Lambat laun saya berpikir kalau saya bisa menasehati tapi tidak bisa memberikan solusi. Lantas apa gunanya nasehat itu.? Karena pernah saya dengar dari mereka ingin bertobat tapi tidak tahu bagaimana caranya ?


Suatu saat ada teman banker nawarkan lelang terbatas rumah yang disita karena gagal bayar. Harganya murah karena sertifikat bermasalah. Lokasinya di Rawa mangun. Saya beli rumah itu tanpa mikir apapun. Rumah itu saya jadikan rumah singgah bagi PL yang mau tobat. Mengapa saya beri nama Rumah Singgah? karena saya tidak mau rumah itu jadi tempat permanen atau semacam tempat rehabilitasi. Saya ingin mereka jadikan rumah itu hanya transit mereka menuju dunia normal. 


BIaya makan mereka saya tanggung. BIaya pendidikan kursus trampilan untuk yang tidak punya ijazah SMU saya tanggung. Yang mau kuliah, saya tanggung. Lambat laun jumlah penghuni rumah singgah mencapai 18 orang. Saya batasi sampai sebanyak itu saja. Karena saya tidak mungkin menanggung semua mereka yang bermasalah. Setidaknya dengan kemampuan saya, saya bisa berbuat walau kecil. Selebihnya saya berserah diri kepada Tuhan. Sehari hari yang urus anak anak mantan PL itu adalah teman saya yang jadi pengurus.Dia tinggal bersama keluarganya di rumah singgah itu. sementara saya sendiri tidak pernah datang ke rumah singgah itu.


Apakah sulit saya menanggung mereka ? tidak. Ada saja teman yang berempati membantu biaya bulanan itu. “ Kamu menghabiskkan uang lebih 10 juta untuk 4 jam di KTV tapi kalau uang sebanyak itu kamu gunakan membantu rumah singgah, itu sudah bisa menghidupi mereka sebulan, Dan kamu telah berperan memberi cahaya bagi mereka yang sedang dalam gelap. “ BIasanya setelah itu mereka bisa disadarkan dan ikut membantu biaya bulanan. Tahun 2004 ke 8 orang itu keluar semua dari rumah singgah. Rumah singgah itu saya sewakan ke orang lain. Ketik saya jual harganya sudah 4 kali lipat.


Dari Yuni saya tahu bahwa para alumni 8 orang itu, semua sukses menjalani hidupnya sebagai wanita terhormat. Tentu usia mereka kini tidak muda lagi. Ada yang bersuamikan Banker, ada jadi pengusaha Bunga, ada yang jadi pengusaha EO, ada yang jadi pengusaha agent kurir international, ada yang jadi pedagang pasar di daerah, ada yang bersuamikan insinyur tambang dan kini hidup damai di luar negeri. Bahka ada yang jadi istri ketiga ustadz kondang tahun 90an. Ada yang punya usaha konveksi. Ya mereka kembali ke jalan yang normal.


Berkali kali saya kena penyakit berat dan selalu sembuh dengan cara mujizat tanpa operasi dan harus di opname.  Berkali kali saya terpuruk dalam urusan yang tak tertanggungkan secara akal sehat, namun selalu lolos dengan kemudahan dari Allah. Mungkin itu berkat salah satu doa mereka untuk saya. Mereka para PSK itu memang salah dan berdosa. Tidak bisa dihadapi dengan dakwah dan hujatan bernada ancaman neraka. Mereka hanya lupa bahwa Tuhan mencintai mereka. Dan tugas kita mewakili Tuhan untuk menyampaikan pesan cinta itu. Lewat berbagi dengan tulus setulusnya..itu aja. Selebihnya urusan Tuhan.


Kenangan tahun lalu teringat ketika bertemu dengan mereka. Bersama sama mereka mendoakan saya, membuat saya berlinang airmata. Mengapa ? karena mereka mendokan saya dengan air mata berlinang. Doa yang tulus tanpa bertepi. Betapa besar sekali arti pemberian saya bagi mereka, namun tentu jauh lebih besar rasa syukur mereka kepada Allah…

5 comments:

RoemiYono said...

Inspiring

Anonymous said...

Saya masih kalah dengan nafsu dan ambisi kalau membaca cerita babi ini... Wudhlu dan meminta ampunan selalu apa yang telah saya lakukan, terima kasih babi pencerahannya.

Anonymous said...

Alhamdulillah..

Anonymous said...

Semoga selalu sehat Babo agar selalu bisa berbuat untuk yang membutuhkan

Anonymous said...

Subhanallah...Babo telah menyampaikan ajaran Islam yg mulia dgn melakukan bukan mengomongkan, tksh sdh berbagi

Mengapa Hijrah ke China.

  Sore itu saya makan malam dengan Florence dan Yuni. Kebetulan Yuni ada business trip dari Hong Kong ke Jakarta. Yuni kini CFO Yuan Holding...