Thursday, April 30, 2020

Dia tidak sempurna

 






Aku tidak berharap banyak dia akan mengetuk pintu kamarku. Tapi menanti juga tidak salah. Saat ini aku mulai menyadari bahwa  menjadi orang luar biasa itu kadang paradox dengan realitas. Banyak temanku mendadak kaya karena bermain di bursa. Mereka menciptakan skema merampok Dana pensiun dan dana publik. Skema yang dipakai umumnya mereka beli perusahaan kosong yang listed di bursa. Kemudian buat agenda untuk akuisisi perusahaan melalui right issue. Bayar media massa untuk create persepsi. Kemudian bayar influencer untuk membangun citra lewat sosial media. Bentuk nominee kiri kanan untuk atur dan dongkrak harga. Siapkan dana pancingan. Setelah itu cerita berujung pada pesta diatas  konspirasi.


Ada juga yang kaya karena bermain di pasar derivative melalui kontrak Forward. Lewat OTC mereka membentuk harga sesukanya diantara mereka. Kemana bandul harga komoditas terbentuk, mereka pastilah pihak yang diuntungkan. Karena dibawah mereka ada agent yang menjadi proxy mengendalikan perdagangan komoditias lewat kartel dan monopoli, sehingga yang dirugikan rakyat kecil yang terbatas akses akan barang dan jasa. Hidup bagi mereka adalah seperti predator. Yang kuat memangsa yang lemah.


Mereka memang kaya raya. Tapi aku yakin mereka tidak bahagia. Ciri khas mereka itu. Doyan pamer kekayaannya. Ada relasi bisnisku pria kaya. Dia tawarkan pesawat jet pribadinya ke Bali. Tetapi aku tolak. Dia merasa terintimidasi karena sikapkui. Karenanya dia mencoba  bercerita tentang koleksi jam tangannya. Katanya  bernilai sekitar 15 juta USD atau Rp. 220 miliar. Belum lagi lukisan mahal dan barang antik. Jangan tanya harga rumahnya. Dan aku hanya tersenyum. Sebenarnya aku kasihan dengan mereka.


Kalau ngobrol, mereka tidak sungkan cerita tentang kepiawaian mereka meniduri wanita sosialita. Engga ada malunya. Bahkan bangga. Mereka juga cerita bagaimana hebatnya menjinakan pejabat dan politisi. Kadang kalaulah posisiku bukan CEO perusahaan TNC, sudah pasti mereka adalah komunitas yang kuhindari. Kini walau bertemu mereka, hanya dalam keadaan kebetulan. Dan terpaksa ngobrol dan kumpul kumpul. Namun aku lebih banyak diam saja. Kalau ada kesempatan aku pasti undur diri.


Menurutku mereka itu pencundang. Mengapa ? hampir semua mereka itu jadi ATM aparat hukum dan pajabat dan politisi. Keceriaan yang mereka pertontonkan dengan kemewahan kendaraan, rumah, private jet dan gaya hidup, itu hanya kompensasi atas hidup yang terjerat kerakusan. Kalau ada masalah, mereka dulu dikorbankan. BIasanya mereka dipancing untuk serahkan semua hartanya untuk bisa bebas. Setelah itu ya dikandangi. Pecundang kan.


Setelah lebih 10 tahun bargaul denga kalangan pengusaha papan atas, dengan kalangan politisi dan  pejabat. Aku tahu bahwa Ale tidak luar biasa dalam persepsi umum. Tapatnya dia memang luar dari biasa. Tapi itu bukan dibuat buat. Itu udah nature dia.


“Sa, siapalah saya. Saya tidak punya kemewahan menjadi orang pantas dipuja dan menepuk dada. Saya memimpin tidak menjanjikan hasil tetapi mengajak orang berproses secara akal sehat. Bisnis adalah ajang kompetisi, yang tidak mengenal belas kasihan. Setiap sen uang keluar adalah resiko dan setiap sen uang masuk adalah tantangan. Karenanya bisnis adalah jalan spiritual untuk bersabar diatas peluang dan ancaman. Bukan berbangga menjadi kaya dan mengeluh ketika krisis. Hidup pada hakikatnya adalah liabilites. Ya liabilites mengelola kepentingan stakeholder itu berat sekali. 


Ya kalau perusahaan rugi, gimana kita membayar karyawan, membayar hutang, membayar suplier, membayar investor, membayar pajak. Menciptakan transformasi bagi peradaban. Karenanya setiap waktu saya harus focus. Mana ada waktu untuk hal omong kosong. Apalai sibuk memoles diri dengan citra dan retorika. Apa yang saya harapkan tidak berlebihan. Cukuplah bangun pagi tidak ada bad news dari direksi dan kelak tidur juga bisa pules. Cukup itu aja”. Demikian kata Ale. Kalau dia rendah hati, itu karena dia tahu siapa dia dan darimana asalnya, dan kemana dia akan berlabuh. Agama mendidiknya menjadi orang tahu diri di hadapan Tuhannya.


***

Jam lima sore lewat 10 menit. Pintu kamarku diketuk. Aleku datang. Seperti biasa dia selalu datang dengan senyum mengambang. “ Sa, kita pergi ke cafe ya. Aku udah pesan table” Katanya. Aku senang. Itu artinya dia sediakan waktu khusus untukku. Ale, kalau sudah luangkan waktu, itu benar benar focus untuk lawan bicaranya. Hapenya akan silent dan dia akan jadi pembicara yang bagus. Ya maklum, dia kan terlatih sebagai sales lapangan. Kemampuan retorikanya memang memukau.


“ Ale, mengapa penguasa dan juga pengusaha besar, selalu mudah kawatir citranya akan jatuh. Mereka lakukan apa saja agar citranya terus hebat“ Tanyaku ketika sampai di cafe. Aku ingin mendengar perspektif darinya. Pasti enak didengar.


“ Kamu tahu Korea utara? Tanya Ale.


“ Ya tahu. Negara Korea kan. Kenapa ?


“ Menurut saya, Korea Utara bukan sebuah bangsa; ia sebuah umat. Marxisme-Leninisme sudah bertransformasi jadi agama. Sebagaimana agama, ia membentuk struktur yang direkatkan oleh doktrin. Agama juga butuh batu-sangga yang menopang dan mempertautkan bagian-bagian ba­ngunan itu. Bagi agama pada umumnya, batu-sangga itu Tuhan; bagi ajaran juche sebagai ideologi Korea Utara, batu itu Kim Il-sung. Setelah Kim tua wafat dan putra­nya, Kim Jong-il, menggantikan peran itu. 


Maka sejak masa kanak, rakyat Korea dibentuk untuk memuja Kim. Sebuah studi yang dikutip The Christian Science Monitor menunjukkan besarnya dana untuk itu. Sementara pada 1990 biaya untuk pemujaan sang pemimpin meliputi 19 persen anggaran nasional, pada 2004 naik jadi 38,5 persen. Pada masa krisis, ketika alokasi buat pertahanan dan kesejahteraan rakyat diperkecil, dana untuk sekolah ideologi justru naik. Biaya itu meliputi perawatan 30.000 monumen Kim, festival olahraga, film, buku, billboard, mural, dan seterusnya.


Belum lagi buat pendidikan sekolah. Di sini, indoktrinasi untuk memuja sang Ketua sangat intensif: antara 304 dan 567 jam pelajaran. Para murid SD harus mempelajari sejarah masa kecil Kim Il-sung 152 jam dan Kim Jong-il juga demikian. Di Universitas Kim Il-sung di Pyongyang ada enam fakultas yang khusus mengajarkan riwayat dan pemikiran kedua Kim Bapak dan Kim Putra. Tahu artinya? ketika orang merasakan nikmat kekuasaan, maka pemujaan terhadap dirinya adalah keniscayaan.Itulah buruknya sifat rakus. Mereka ingin jadi Tuhan, yang hanya boleh dipuja dan disembah. Haram dihujat atau dikritik. “ 


“ Mengapa sampai segitunya? 


“ Kekuasaan karena politik atau kekayaan kadang memabukan dan pasti lupa diri. Antara tulus dan tak tulus, antara ekspresi yang berlebihan dan tidak, tampaknya tak ada garis yang jelas. Itu yang terjadi di Korea Utara dan juga belahan negara lain di dunia. Sama saja mereka walau bentuknya berbeda. “ Kata Ale. “ Barangkali manusia selalu butuh pujaan—Tuhan, Nabi, atau Sang Pemimpin. Mungkin juga kultus itu merupakan respons dari suasana cemas akan terjadinya disintegrasi. Pada gilirannya, para penguasa, elite Partai, misalnya, juga mengalami keterasingan, karena dalam keseragaman slogan,  misal Pancasila. Mungkin mereka juga ogah mengerti apa itu slogan. Walhasil, akhirnya perlu satu Kata: apa yang disabdakan pemimpin tidak boleh dicela dan harus dipuja.” Kata Ale. 


“ Dan Ale tidak ingin disebut pemimpin, tak ingin semua atribut kekuasaan melekat pada diri Ale. Ale juga tidak peduli kalau citranya dihadapan ribuan karyawan dikenal bengis. Dikenal predator dan kejam bagi pesaingnya. Seakan semakin buruk citra Ale, semakin sempurna Ale menjauhkan diri dari kekuasaan karena uang. SIDC semakin besar dan Ale semakin sulit dijangkau oleh siapapun dan semakin menjauh dari pesta kaum hedonis yang gila citra, ya kan Ale?


Ale-ku hanya tersenyum. Itulah dia. Kalau aku bercerita tentang Ale, pastilah orang tidak percaya kalau dia tidak punya kendaraan pribadi. Tidak punya member golf. Tidak punya selir dan tidak punya apa apa. Dia hanya punya dirinya sendiri. Dan karenanya dia tidak hidup dalam dimensi orang lain yang segalanya ditentukan oleh status, strata sosial. Mengenal Ale, mengenal kerendahan hati dihadapan Tuhan, yang memang jalan sunyi. Karena tidak banyak teman seiring.

Usai makan malam. Ale antar aku ke kamar hotel. Walau aku hanya executive yang berada di lingkaran ketiga dari SIDC, holding yang dia bangun tapi dia sangat halus memperlakukanku. “ Selamat tidur sa. “Katanya. Dia tak ingin mencampur adukan masalah personal dan bisnis. Bagaimanapun aku sadar. Walau aku sahabat masa remajannya namun  aku tetaplah executive nya. Itulah batas antara aku dan dia. Dia memang tidak sempurna dan dia tahu diri tentang itu.

7 comments:

Anonymous said...

Menurut saya..

Hukum yg berlaku dalam hidup ini sama dengan hukum alami perjalanan mendaki gunung..

semakin tinggi kita mendaki.. maka semakin jauhlah kita meninggalkan orang lain..

apabila kita terus mendaki..
maka boleh jadi kita tinggal sendirian di puncak gunung yg kita daki..

dari ketinggian.. kita hanya bisa menyaksikan..

1.keindahan alam yg bukan milik kita.

2.Kenikmatan menghirup udara segar yg mana orang lain di perkotaan tidak menghirupnya..

3.Perjuangan orang lain yg sedang mendaki tapi belum sampai ke puncak...

4.Orang yg gagal mendaki karena kelelahan dan kembali turun dari gunung...

5.Ketakutan yg ada di dalam diri kita karena kita sedang sendirian di puncak gunung yg tinggi.. yg mana boleh jadi kita sedang dalam ancaman yg tiba-tiba akan membunuh kita seperti hewan buas atau orang jahat atau cuaca yg buruk..

😎


Anonymous said...

Tetaplah rendah hati karena dihadapanNYA kita bahkan lebih kecil dari serpihan debu

Lina Sipayung said...

Tulisan Babo selalu puitis dan menarik utk dibaca meskipun seringkali materi/ themanya berat.
Urang Awak memang terlahir menjadi Sastrawan.
Thx Ale

Lily Sien said...

Begitulah manusia pada umumnya.
Pengejaran, pencapaian rata-rata demi butuhnya sebuah validasi. Bahkan ketika ia merendahkan diri dihadapan siapapun tanpa ia sadari terselip untuk validasi.

Hanya manusia - manusia tertentu (pilihan) yang mencapai ikhlas.

Kaya itu kosong. Kosong itu ikhlas. Ikhlas itu ruang tanpa batas. (Tidak ada istilah bisnis, untung rugi, apalagi validasi)
Ikhlas itu tujuan pamungkas.

Anonymous said...

Terimakasih

Anonymous said...

Kekuatan spiritual ale yg patut diacungi jempol. !! Dengan segala pencapaian masih bisa rendah hati.

Anonymous said...

terimakasih ale.
kita bisa baca uraian pengalaman, pandangan dan sikap hidup ale, yang senantiasa berbuat pas. ego dan harta tidak lagi melekat dalam diri...
semoga bisa bersikap demikian ...

Siluet kekuasaan dan kemiskinan.

  “ Mengapa kapitalisme disalahkan ? tanya Evina saat meeting di kantor Yuan. Dia CEO pada perusahaan di Singapore. Dia sangaja datang ke J...