Tuesday, May 20, 2025

Terlalu rakus..

 




“ Bro, tolong dikritisi tulisan saya ini sebelum saya posting di jurnal ilmiah.. “ demikian tulis Marie via email. Mungkin sudah sebulan saya tidak ada waktu baca draft nya. Kemarin sore dia bisnis trip ke Jakarta. Sempatkan untuk bertemu saya. Tentu saya sanggupi. Dia ekonom dan juga dosen. Di luar itu dia juga sebagai konsultan ekonomi. Sebagian besar clients nya adalah  MNC. 


Topik bahasannya tentang fenomena pengangguran. Saya maklum. PHK terjadi dimana mana. Bukan hanya di Indonesia. Negara maju juga. Memang penyebabnya mudah diketahui. Akibat ketidak pastian geopolitik global, suku bunga tinggi, volatilitas kurs, gangguan rantai pasokan, yang semuanya berimplikasi kepada inefisiensi ekonomi. Selalu PHK sebagai solusi.  


Bagi business yang memang  secara struktur sudah sunset akibat perubahan tekhnologi memilih pailit. PHK total. Bagi yang masih bisa bertahan dan punya prospek, mengubah proses produksi lewat otomatisasi. PHK tidak bisa dihindari. Tapi tidak significant. Masih juga belum kokoh, biasanya mengubah business model yang tidak butuh tenaga kerja banyak.  PHK akan sangat significant. Fenomena ini terjadi meluas hampir diseluruh dunia terutama negara yang mengandalkan eksport dan FDI. Sementara jumlah tenaga kerja yang siap masuk lapangan kerja terus bertambah. Ini akan menambah jumlah pengangguran. 


Kami bertemu di Burgundy CafĂ©,  Grand hyatt. “ Riset saya membuktikan bahwa PHK terjadi meluas akibat kebijakan pemerintah di bidang fiscal dan moneter  yang tidak pro job. Ini masalah mudah dipahami tapi tidak mudah diselesaikan. Sudah seperti benang kusut. Apapun solusi selalu berujung debat tak berujung” kata Marie mengawali diskusi. Saya menyimak saja.


“ Gimana perspektif kamu soal fenomena PHK ini? Tanyanya.


“ Menurut saya PHK ini sudah terjadi sejak 10 tahun lalu. Sebagai akibat dari fenomena imbalance economy global. Terutama ketidak seimbangan antara moneter dan fiscal. Yang berujung kepada ketidak seimbangan dari sisi demand and supply. Sifatnya structural sekali. Ini bukan masalah ekonomi semata. Tetapi lebih kepada masalah mental atau mindset. Kerakusan ingin makmur sendiri. 


Ada negara yang terus memacu produksi. Yang akhirnya pertumbuhan ekonomi stuck. Over supply  terjadi dimana mana. Ada negara yang terus memacu uang beredar lewat leverage hutang dan finanicialisasi PDB. Rasio utang terhadap PDB sudah diatas wajar.  Likuiditas jadi ketat. Pertumbuhan stuck bahkan slow down. Semuanya menimbulkan paradox. “ kata saya tersenyum menguatkan kesimpulannya.


“ Padahal ada  tekhnologi IT yang digadang gadang sebagai lompatan peradaban 4 G, 5 G dan 6 G  dalam system produksi dan konsumsi yang efisien, malah justru karenanya banyak bisnis tradisional kalah besaing dan tumbang. Banyak pekerja formal beralih ke informal. Ini melahirkan inefisiensi dari sisi sosial cost, yang berujung middle income trap.”  Kata Marie 


“ Gimana pendapat kamu ? tanya Marie. Saya senyum aja sambil seruput kopi. “Apakah kamu percaya bahwa sumber masalah ekonomi itu lebih disebabkan oleh factor diluar ekonomi? Tanya saya. Ini penting agar diskusi bisa efektif. Dia mengangguk, walau terkesan tidak sependapat.


“ Semua industry high tech itu berujuan menghasilkan nilai tambah tinggi. Mereka perlu bahan baku dari Mineral tambang atau industry ekstraksi. Di dunia ini  hanya ada 10 pemain. Semua perusahaan tambang dimanapun pasti terhubung dengan 10 pemain ini. Mereka menjadi diktator menentukan harga dan ekosistem bisnis. Kita semua tahu Freeport pemilik IUP di Papua. Kita juga tahu inalum sebagai pengendali Freeport. Tetapi tidak banyak orang tahu siapa dibalik teknologi, pasar dan modal freeport. Ya salah satu dari 10 raksasa itu.


Misal kamu atau siapapun dapat IUP diatas 5000 hektar, kemanapun kamu cari market ekspor, kagak mungkin dapat. Kalau market tidak pasti. Tidak ada bank yang mau biayai. Kalau tidak ada kepastian modal, walau IUP di tangan, jangan harap dapatkan teknologi. Namun sekali kamu terhubung dengan top 10 itu, kamu udah kena trap lewat skema counter trade off set.  Semua hal berkaitan dengan modal, tekhnlogi dan market bukan lagi masalah.  Itu memanjakan kamu sebagai penikmat rente.


Mereka top 10 itu engga mau tahu soal lingkungan rusak. Karena mereka sudah bayar kamu. Tugas kamu membeli penguasa lewat pengaruh uang atau politik elektoral. Hidup kamu hedonis dan tugas kamu hanya menghadapi gugagatan aktifis lingkungan dan rakyat yang terampas tanahnya. Itu tidak ada masalah. Akan ada aparat dan ormas agama yang akan menenangkan. 


Begitu besar sumber daya dikorban, namun yang menikmati hanya segelintir saja. Bahkan serapan tenaga kerja juga rendah. Setiap Rp. 1 triliun investasi pada industry pada karya seperti alas kaki dan tekstil menyerap pekerja sebanyak 6.500 orang. Sementara industry ekstraksi nickel hanya 156 orang. Batubara lebih rendah lagi. Hanya 44 orang. Sangat rakus.  Sementara kita tahu industry ekstraksi itu menjadi pemasok bahan baku bagi industry high tech. Investor nya sama saja. Sama sama mindset rakus. Sama sama pemain bursa.  


Mari perhatikan struktur cost satu 1 unit Hape Iphone 15. Ongkos produksinya hanya USD 130. Di tambah ongkos design dan royalty jadi USD 423. Itu harga pokok siap dijual. Bayangin aja. Beda ongkos design lebih dua kali lipat dari ongkos produksi yang melibatkan angkatan kerja luas dan sumber daya. Selisih itulah lambang kerakusan manusia. Belum puas? Itu hape dibeli konsumen dengan harga USD 1200. Itu artinya hampir tiga kali dari harga pokok. Betambah lagi kan rakusnya. 


Mengapa sangat rakus? Itu karena kerakusan investor bursa yang ingin value saham meningkat ratusan kali. Lebih gila lagi, investor bursa bertransaksi saham itu pakai skema leverage. Rasio profit jadi ribuan kali tampa melibatkan ribuan pekerja. Hanya main depan terminal.  Nah semua kerakusan ini berdampak kepada meningkatnya uang beredar, yang tidak menciptakan trickle effect down. Hanya berputar di atas saja, yaitu elite berduit. Rasio GINI melebar. Imbalance economi terjadi.


Nah, pada akhirnya kerakusan pasti terbentur dinding paradox. Dimana daya beli melemah dan laba perusahaan turun. Apakah investor itu peduli dengan kinerja perusahaan terpuruk? Tidak. Mereka malah alihkan uangnya ke surat utang negara. Mengapa? Sudah bisa ditebak. Pemerintah pasti membuat kebijakan stimulus lewat penerbitan surat utang.  Agar bisa memompa likuiditas ke dunia usaha. Tambah lagi income mereka dari bunga dan yield surat utang. Artinya dalam situasi booming maupun krisis mereka tetap cuan. Sementara mayoritas rakyat disaat booming tidak menikmati kemakmuran dan terpuruk disaat krisis.


Saat sekarang keadaan ekonomi serba tidak pasti. Itu istilah sederhana menyebut dampak buruk dari kerakusan. Dunia ini cukup untuk semua orang di planet bumi ini. Tetapi tidak cukup untuk satu orang rakus.  Kini Industri padat karya RI sedang bermasalah. Mulai dari tekstil, CPO, hingga tembakau, itu udah end. Bukan lagi trend bisnis yang reliable bagi investor. Para pemilk uang lebih memilih menikmati rente dari kerakusan negara berhutang. Proses PHK akan terus berlanangsung. Karena memang selama ini kapasitas berlebih dari yang bisa diserap pasar. “ kata saya. 


Marie dari tadi menyimak dan wajahnya  keliatan berubah serius. “ Jadi apa solusinya ? tanyanya.


“ Model pertumbuhan yang dipimpin investasi telah mencapai batasnya. Itu harus akui dulu oleh para ekonom. Baru kita bisa lanjut diskusi. “ Kata saya tersenyum. Marie menangguk. “ Disituasi sekarang kan ekspansi kredit dan spending APBN tidak lagi memberikan reward yang reliable. Itu tercermin dari volatilitas kurs dan defisit anggaran. Artinya ada yang salah dalam sistem  ekonomi, yang tadinya kita percayai akan membawa kemakmuran bagi semua.


Solusinya hanya satu, yaitu konsumsi domestic.  Mengapa? Lebih 50% PDB kita didukung oleh belanja domestic. Artinya Focus kepada inward looking policy pada sektor pertanian, industri kreatif, pariwisata, dan manufaktur yang akan efektif menyerap lapangan kerja, yang tentu meningkatkan kesejahteraan. Sektor industry ekstraksi engga usah jadi focus, apalagi jadi andalan ekspor. 


Tentu dibutuhkan reformasi struktural untuk mengubah model ekonomi secara signifikan. Ada beberapa opsi reformasi yang tersedia, meskipun bervariasi dalam kelayakan finansial dan politik. Diantaranya adalah mengurangi kesenjangan desa dan kota lewat reformasi tata niaga. Alokasi fiskal kepada sector produksi dan menghapus anggaran populis. Memotong jalur distribusi lewat warehouse ecommerce market place yang terhubung dengan ekosistem financial  dan market. Memberikan insentif bagi industry substitusi impor dan memperbesar alokasi belanja APBN kepada produksi dalam negeri.


Reformasi ini membutuhkan peran aktif masyarakat secara luas, maka reformasi politik dan birokrasi juga perlu dilaksanakan secara konsisten. Yang menjamin transfaransi dan akuntabilitas. Yang memastikan perang terhadap korupsi dan state capture harus dimenangkan. Mengapa? Agar rakyat punya keyakinan negara hadir dalam solusi dan niat baik. Tanpa itu, reformasi tidak akan berjalan smooth.  berujung kepada nation fail. “ Kata saya.


“Apakah mungkin? Kata Marie dengan berkerut kening. “ Reformasi ekonomi dan politik membutuhkan social engineering. Itu tidak akan terjadi tanpa perubahan mindset. Seperti kata aktifis di AS, pemerintah juga bagian dari creator imbalance economy, yang membuat segelintir orang kaya semakin kaya dan miskin semakin terpuruk. Dan penguasa menikmati itu. I dont think so mereka mau berubah ” Lanjutnya. Saya diam saja. Inilah susahnya. Bila akademisi jadi paham lapangan. Dia tidak lagi focus kepada hal akademis tetapi berubah jadi aktifis social dan politik.


Saya tidak tahu mengapa dia suka diskusi dengan saya. Padahal saya tidak punya pengetahuan akademis. Saya hanya pebisnis yang tamatan SMA. Belajar dari pengalaman praktis dan gemar berliterasi“ Saya suka karena kamu bisa melihat ekonomi dari perspektif lain. Terutama dari praktek lapangan“ katanya satu waktu. Tapi saya tidak yakin alasannya hanya itu. Terbukti bila saya business trip ke New York dia juga tidak menolak saya ajak dinner and date.



Monday, May 19, 2025

Bukan itu, tapi ini...

 







Esther datang ke Jakarta. Dia lahir dan besar di Indonesia. Namun usia 28 tahun dia hijrah ke Hong Kong. Akhirnya jadi permanent residence HKSAR. Posisinya sekarang sebagai CEO MNC, perusahaan China. Sebelumnya Director pada Bank Eropa Papan Atas di cabang Hong Kong. Dia lahir di Yogya. Esther pernah cerita bahwa ibunya jadi Tapol karena terlibat PKI. Saat itu usianya masih Balita. Sahabat ibunya menyelamatkannya. Mungkin karena wajahnya mirip orang Eropa. Maklum ayahnya Gen Eropa. Nasip baik ada keluarga di Jakarta mengadobsinya. 


“ Ale, benarkah Tan Malaka itu Komunis? Tanyanya saat ketemu saya tadi sore di Ritz.


“ Secara personal, Tan Malaka bukan komunis. Dia pria minang yang menjadikan Islam sebagai jalan hidup dan adat dalam berbudaya. Namun kalau dia jadi anggota Gerakan komunis International di zamannya, tak lain itu hanyalah metodelogi dia berjuang melawan imperialisme yang mengusung  kapitalisme. Itu smart menurut saya. Karena saat itu gerakan yang terorganisir dan punya pengaruh mendunia  melawan imperialisme adalah komunis. “ kata saya. 


“ Kalau memang dia islam, mengapa dia tidak gunakan Islam sebagai metodelogi berjuang melawan imperialisme.” Tanya Esther. 


“ Tan Malaka sendiri pada konferensi kominten di Moscow, dengan berani menyampaikan gagasan Pan Islami sebagai aliansi komunis melawan imperiliasme.  Walau tidak ditanggapi serius oleh peserta Konferensi. Namun saat dia kembali ke Indonesia, dia berhasil mengajak tokoh islam. HOS Cokroaminoto  bergabung dengan Gerakan komunis. Tahu mengapa ? bagi Tan Malaka, islam atau komunis hanyalah metodelogi berjuang. Bukan tujuan berjuang. Tujuan tetap yaitu menghapus penjajahan. “ 


“ Maksudnya penjajah Belanda ? Tanya Esther.


“ Bukan hanya itu. Tetapi lebih luas lagi“ 


“ Jadi apa ?


“ Penjajahan pemikiran. “ 


“ Maksudnya ?


“ Suatu bangsa tidak akan merdeka dalam arti sesungguhnya kalau kebebasan berpikir tidak ada pada setiap orang. Nah paham kan. Artinya dia tidak percaya dengan komunis yang membelenggu orang dalam manifesto.  Juga tidak percaya dengan agama yang membelenggu orang dengan sikap taklig.  Apalagi dengan kapitalisme yang membuat orang terbelenggu dengan modal. Tentu tak ingin orang terbelenggu dengan sosialisme yang berujung pada feodalisme. “ Kata saya.


Esther termenung seakan berpikir berusaha mencerna kata kata saya. “ Artinya Tan Malaka mengajak orang melakukan revolusi berpikir. Agar orang terbebas dari belenggu konsepsi yang dijejalkan lewat sistem dan aturan. Cara berpikir seperti apa yang Tan Malaka inginkan?  Tanya esther.


“ Kamu pernah membaca buku Madilog, Material dialektika dan logika.? Tanya saya balik. Esther menggelengkan kepala. “ Bacalah buku itu, kamu akan tahu seperti apa kebebasan berpikir yang dimaksud Tan.” Lanjut saya.


“ Jelaskan saja. Apa esensi dari buku Madilog itu .” Kejar Esther.


“ Dalam pengertian filsafat dan sains. Materi itu tidak ada. Hanya ilusi dalam rangkaian persepsi dan konsepsi. Makanya apapun konsep harus terbuka ruang dialektika agar logika tercerahkan dan peradaban tidak terjebak dengan isme dan  taklik buta.Yang menang adalah akal sehat. Bola bisa gilindingkan karena bulat. Konsesus pasti terjaga. Karena kehendak dan keinginan bertaut. Itu karena agama jadi obor, kebudayaan jadi pakaian.


Dari buku itu kita tahu jalan pikiran Tan Malaka. Sebenarnya yang diperjuangkannya adalah lahirnya kemerdekaan intelektual dan spiritual bagi setiap orang Indonesia. Kata kuncinya ada pada pendidikan. Makanya dia menolak apapun jalan perundingan dengan Belanda yang dimediasi AS dan Eropa. Dia memilih jalan revolusi total. Tetapi kala itu tidak semua elite memahami jalan pikiran Tan. Mereka focus kepada kemerdekaan formal, yang tahun 1950 diakui PBB. 


Makanya jangan kaget, setelah Indonesia merdeka. Sistem demokrasi liberal diterapkan. Indonesia menghadapi perpecahan. Terjadi pemberontakan DII/TII, PRRI Permesta. Walau bisa diatasi dengan kekuatan Militer. Bukan berarti selesai. Sampai kini, persatuan dan kesatuan tidak jadi asset nasional untuk kemakmuran dan keadilan. Yang ada hanya aneksasi. Tidak ada bedanya dengan system kolonialisme. Ya neokolin “  Kata saya.


“ Apa salahnya isme dari Barat. Bukankah demokrasi dan capitalism itu lahir dari proses abad pencerahan di Eropa dan menjalar ke AS. Terbukti mereka bisa makmur dan menjadi pemenang perang dunia kedua “ Kata Esther masih bingung.


“ Dalam hal konsepsi tidak ada yang salah dengan isme barat. Tetapi tidak bisa jadi standar. Penerapannya akan sangat bergantung budaya masing masing negara. Lain lubuk lain belalang. Misal Trias Politika lewat multi partai. Itu bagus aja. Tetapi Trias Politika dalam satu partai juga engga salah. Atau istilahnya demokrasi terpimpin atau sosialisme terpimpin atau pasar terpimpin.


Mungkin itu terkesan otoritarian bagi Barat dan AS. Apa salahnya otoritarian, kalau itu lahir dari kebudayaan yang sudah mengakar. Bukankah kebudayaan sudah terbentuk jauh sebelum republik lahir. Sudah terbentuk jauh sebelum agama modern diperkenalkan. “ Kata saya.


Esther masih bingung. 


“ Saat Indonesia memproklamirkan kemerdekaan. Pancasila dijadikan dasar negara oleh bapak bangsa.  Apakah itu sejalan dengan pemikiran Tan Malaka?  Tanya Esther kemudian.


“ Bisa jadi itu lahir dari pemikiran Tan Malaka. Karena yang pertama kali memperkenalkan system  republik  Indonesia adalah Tan Malaka. Dalam bukunya yang terkenal, Naar de Republiek Indonesia. Tan Malaka menolak system monarki dan federasi. Dia memilih republik. Namun menolak idiologi dari luar secara taklik. Kalaupun diterapkan maka harus sesuai dengan agama, budaya dan adat. Buku itu jadi inspirasi bagi tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesai saat itu dengan lahirnya Pancasila. 


Nah kamu perhatikan. Apakah ada dalam Pancasila itu menyebut idiologi? Kan engga ada. Artinya benar, Pancasila itu hanyalah tuntunan kita berpikir dan bersikap dalam konteks kebangsaan. Hanya saja dalam bentuk imajiner. Bukan dalam bentuk manifesto atau dokrin.  Tapi kebudayaan. Makanya ukuran kompetensi elite itu adalah punya rasa malu, yang didasarkan kepada kuatan iman dan luasnya pengetahuan. Bukan mereka yang paling banyak di vote dalan pemilu. ” Kata saya.


“ Tetapi  terkesan utopia. “ Kata Esther. 


“ China sudah terapkan. Kan tidak ada masalah. ? kata saya tersenyum.


“ Maksud kamu? Esther berkerut kening.


“ China awalnya menerapkan Komunisme sebagai metodelogi perjuangan kelas terhadap kekuasaan nasionalisme yang feodal dan pro asing. Lewat revolusi kebudayaan. China bangkit dengan nilai nilai kebudayaan. Setelah itu China bisa menerima kapitalisme dan juga sosialisme namun tetap disesuaikan dengan kebudayaan.  Trias Politika diterapkan dalam system dewan negara. Pemilu Langsung diterapkan untuk  anggota Komite Rakyat dan Dewan Pekerja. Namun menolak multi partai. Mereka memilih jalan demokrasi terpimpin, yang tentu pasar terpimpin. “ kata saya.


" Dari tadi saya terus mendengar istilah kebudayaan. Apa sih maksudnya.? tanya Esther.


" Kebudayaan itu akar katanya budaya. Asalnyanya dari bahasa Sanskerta "buddhayah" yang berarti akal atau budi. Nah akal budi ini hal yang imajiner. Hal yang hanya bisa dirasakan kehadirannya lewat rasa malu. Sementara rasa malu itu pakaian orang beriman dan berpengetahuan. Dalam Bahasa mesranya orang berbudaya itu disebut hikmat dan bijaksana.  


Tahu diri. Malu korupsi. Malu hidup hedonisme. Malu berbohong. Malu sombong. China menerapkan hukuman mati bagi koruptor. Bagi Barat itu melanggar HAM. Tapi dalam konteks kebudayaan, orang korupsi itu sudah hilang rasa malu. Artinya sama dengan Hewan. Yang dihukum mati itu bukan lagi manusia tetapi hewan " kata saya tersenyum. 


Esther mengangguk.


“ Nah China menerapkan kebudayaan dalam menjalankan system. Itu tercermin dari kebijakan Nasional. Dalam bidang ekonomi dimana kurs mata uang ditentukan negara. Hak kepemilikan privat dikontrol negara. Menerapkan subsidi produksi. Menolak proteksi pasar dan tentu menolak pasar bebas. Mengutamakan sains dalam membangun peradaban. Walau dalam bidang social menolak kebebasan pers dan berpendapat yang tak bertanggung jawab. Namun menjamin kebebasan professional dalam bekerja dan berbisnis.  Menjamin good governance dan law enforcement “ lanjut saya. Esther mengacungkan jempol. 


“ Kangen engga dengan Indonesia ? Kan kamu ada rumah di Bali. Nanti kalau pensiun pulanglah.” Kata saya tersenyum.


“ Tadinya memang ingin mati di Indonesia. Tetapi …” Esther terdiam. “ Yang penting dimanapun kita berada bermanfaat bagi orang lain. Kebetulan di Indonesia saya tidak berguna. Daripada jadi beban negara, sebaiknya saya tetap di Luar negeri aja yang memang butuh saya. “ Sambung Esther berusaha bijak. Saya hanya menghela napas. 



Sunday, May 18, 2025

Hubungan kapitalis

 




Entah kenapa setelah meeting dengan relasi dari luar negeri di hotel di Kawasan Sudirman. Saya batalkan pulang. Sebentar lagi maghrib. Kawatir maghrib di jalanan. Lebih baik saya nongkrong di cafĂ© yang ada di hotel itu. Cari tempat yang ada smooking room. Saya duduk dan bersibuk diri dengan baca berita news dari gadget. Baru lima menit duduk. Kopi yang dipesan belum datang. Terdengar suara wanita menyapa. Saya mendongak. “ Eh Dian.” Kata saya berdiri. Dia menyalami saya. “ Apa kabar, bang Ale.” 


“ Baik baik saja.” Jawab saya dengan merentangkan kedua tangan saya. Dia mememeluk saya. “ kamu gimana ? tanya saya setelah lepas pelukan. Dia hanya tersenyum. “ Bang Ale sama siapa ? 


“ Sendirian. “ 


“ Boleh Dian temanin sambil tunggu tamu Dian datang.”


“ Tentu..” kata saya melonggarkan ruang untuk dia duduk.


“ Yuni di Hong Kong ya. “ tanyanya. 


Saya mengangguk.


“ Enak hidup Yuni. Dengan kabar dia udah CFO di Holding Company MNC. Memang perjuangan tidak pernah mengingkari hasil.” Kata Dian seperti bicara kepada dirinya sendiri. Saya menyimak saja. 


“ Sekarang banyak boss pura pura happy. Padahal  setiap hari seperti duduk diatas tungku. Apalagi di era Prabowo. " Kata Dian. Waitress datang.  Dia pesan teh. " Tadinya berharap Prabowo akan menjalankan program keberlanjutan Jokowi. But, he is a player. Semua hanya ada di mulut. Prakteknya dia ingkari. “ Kata Dian menyalakan rokok. Itu rokok Korea low tar. “ APBN tersendat dengan alasan penghematan. Saya dengar. Beberapa menteri dan anggota DPR udah ngeluh akibat sistem anggaran ketat. " lanjut Dian.  Dian terdiam sambil mengembuskan asap rokok dengan halus.


" Tadinya 3 juta hektar lebih  lahan sawit illegal sudah masuk program pemutihan sesuai UU-CK. Kini dibatalkan. Harus dikembalikan ke negara dan harus pula bayar denda. Padahal lahan itu sebagian besar sudah digadaikan ke bank. Pusing engga mikirin Topup collateral. Kena pula aturan pajak Ekspor CPO 10%. “ lanjut Dian geleng geleng kepala.


Saya menyimak saja.


“ Bisnis batubara juga sudah sulit dapat cuan seperti 5 tahun lalu. Harga terus turun. Sementara ongkos rente tidak bisa kurang. Kalau kita kurangi, akan sulit eksploitasi dan loading cargo di Pelabuhan.  Pajak Royalti dinaikan sampai 19%. Sesak napas. Belum lagi kontrak jual nikel ke smelter sudah tersendat. Karena harga nikel jatuh di pasar dunia. Sementara ongkos jaga preman dan aparat di lapangan engga bisa dikurangi atau ditunda. Bikin sesak napas. “ Kata Dian dan kemudian menatap kosong.


Saya bisa mengerti keluhannya " ibarat gunung emas. Dari sejak 10 tahun lalu fundamental ekonomi negara digergaji dari bawah. Memang tidak keliatan dan tidak terasa. Karena puncaknya masih berdiri kokoh. " Kata saya. Dian mengangguk. 


" Walau setiap tahun terus berkurang tingginya gunung, namun orang tidak peduli. Karena proyek PSN yang massive bidang infrastruktur ekonomi menjadi penghembus citra pemerintah. Bahwa kita sedang berjalan di jalur yang benar.  Belum lagi program bantalan ekonomi lewat Bansos mengalir terus. Namun lambat laun likuiditas berkurang. Defisit APBN semakin melebar dan ruang fiscal semakin sempit. Puncaknya di era Prabowo baru disadari. Terutama saat ingin melaksanakan program populisnya, MSB. Tidak cukup uang tersedia di APBN.  " Kata Dian.


" Kalau dipaksa maka defisit APBN akan melewati batas pagu yang ditetapkan UU. Tentu rasio utang akan melewati 40%. Sementara DSR sudah diatas 30%.  Berat,  jauh lebih berat dari apa yang dirasakan oleh pengusaha. Apalagi ini taruhannya soal nasip lebih 60% rakyat yang miskin, yang sangat rentan dengan goncangan krisis." Kata saya.


" Ya. Dian maklum. Struktur ekonomi tidak lagi sehat. Penerimaan pajak menurun, akibat daya beli domestic dan international melemah. Ditambah kondisi suku bunga tinggi dan volatilitas kurs IDR melebar. Sejak sebelum COVID, Gelombang PHK terus membesar. Keadaan ini tidak bisa lagi ditutupi dengan data BPS yang bias. Bank Dunia sudah dengan tegas menyatakan 60% lebih orang Indonesia hidup miskin, yang seakan mengolok ngolok status Indonesia sebagai Negara G20. "


Dian menghela napas.“ Memang bisnis sedang tidak baik baik saja..” Katanya “ Pendapat abang gimana ?


“ Pemerintah tidak punya banyak pilihan untuk meningkatkan penerimaan. Memang selama ini kontribusi pajak terbesar berasal dari korporat. Karena kue pembangunan 90% yang menikmati korporat. Nah ketika likuiditas mulai kering, dan ruang fiscal sangat sempit, ya kepada siapa lagi pemerintah berharap? Kecuali kepada korporat. “ kata saya tersenyum. 


  Apa berharap kepada Rakyat kebanyakan ? kan engga mungkin. Bukankah, selama ini rakyat hanya jadi penonton dibalik deru bulldozer menggaruk tanah, bukit hutan untuk menghasilkan mineral tambang dan kebon besar. Gerogoti Dapen dan Bank lewat bursa. Bancakin PSN sehingga ICOR diatas 6. Di balik aksi korporat itu semua membuat pengusaha dan penguasa makmur. Membuat rasio GINI semakin melebar. Maklumi aja. “ Kata saya.


“ Seharusnya pemerintah kurangi belanja. Kan bisnis begitu” Kata Dian mengerutkan kening. “ Kalau penerimaan turun ya kurangi belanja. Engga bisa paksa korporat  harus berkorban mengatasi belanja APBN yang boros. Kalau ekonomi baik baik saja sih, engga ada masalah. Kan ini kita semua sedang pusing. Mikirin market drop dan cashflow yang macet. “ lanjutnya.


“ Seharusnya memang begitu. Tapi negara ini, kan dijalankan dengan politik kekuasaan.  Kita kita kaya raya karena adanya politik kekuasaan. Disaat ekonomi slow down rakyat kebanyakan yang harus dijaga lebih dulu. Nah kalau belanja APBN dikurangi. Dampaknya sangat luas terhadap rakyat, yang 60% miskin. Bisa chaos politik dan kita akan jadi negara gagal. Akhirnya kita semua rugi. Think about it.” Kata saya.


Diam terdiam. Saya diam juga. Hening. Saya seruput kopi. “ Baru saya sadari. Kini gunung emas itu sudah nampak rendah. Engga lagi menghalangi sinar matahari. Engga lagi penuh kewibaan. Yang ada kecemasan dibalik tawa hipokrit para elite dan tentu juga termasu kita kita. “ Lanjut Dian. 


Saya senyum aja. Kami berteman namun tidak bersahabat. Dian saya kenal 10 tahun lalu. Kini usianya 45 tahun. Dia tidak punya suami. Namun dia bermitra bisnis mining dan kebun sawit  dengan konglomerat yang juga TTM dia. Perusahaannya terdaftar di Singapore.


“ Bang Ale pernah ketemu Koh Aming “Tanyanya.


“ Pernah tahun lalu waktu di Sheraton Singapore. Koinsinden aja. Dia cerita mau lepas sahamnya di tambang dan sawit.” Kata saya.


“ Dian sudah 3 tahun pecah kongsi dengan dia. Dia buang Dian begitu saja. Memang sih itu semua modal dari dia. Tetapi kan hubungan Dian dan dia bukan sekedar mitra. Dian punya anak dari dia. Apa dia engga mikir masa depan anaknya? Kata Dian nelangsa. “ sejak tiga tahun lalu Dian jadi broker trader.Tapi engga bagus bisnis terutama sejak tahun 2024 sampai sekarang.” Lanjutnya.


Saya diam saja. Engga perlu saya ladenin keluhan personalnya. Setidaknya saya tahu bawa hubungan Dian dengan Aming bukan hal luar biasa. Hanya hubungan kapitalis. Walau dibumbui dengan sex tapi tidak ada cinta. Samahalnya hubungan pemerintah dengan oligarki. Adalah hubungan kapitalis. Tidak ada idiologi dibalik itu kecuali uang. Kalau uang mulai seret, satu sama lain akan saling menghabisi. Siapa yang kuat tentu dia yang menang. Kompromi yang akan berujung aneksasi bukan ketulusan. Cerita lama akan terus berulang, yang korban tetap rakyat jelantah.


Dian menoleh ke arah pintu masuk. Dia berdiri dan memeluk saya. “ Sehat selalu ya bang. “ Katanya pamit dan berlalu menghampiri tamunya. Saya panggil waitress. Bayar bill dan pergi ke mushola untuk sholat maghrib. Pulang.

Ojol dan Exploitasi lewat skema

  Kadang dalam hidup kita perlu barang sejenak untuk menjauh dari keramaian. Namun tidak jauh dari keluarga besar. Begitu juga dengan saya. ...