Saturday, March 22, 2025

Berubah karena waktu.

 




Kemarin aku ke SQ. Meeting dengan Tom dari NY. Dia investment banker. Bersamanya juga ikut banker dari London. Aku  tidak mau pertemuan di ruang publik. Dan tak ingin ada penyadap dari tempat tersembunyi. Jadi,  pertemuan diadakan di ruang sauna di Hotel Bintang V. 


Saat masuk lounge SPA, aku melihat wanita dari masa lalaku. “ Ale…” sapanya. Aku lihat di bet nya ada nama perusahaan. Itu nama bank yang CEO nya akan bertemu denganku di tempat sauna. “ Lailah..sehatkah kamu ? tanya ku. Dia mengangguk.  Namun karena dikejar waktu. Aku tidak sempat menyalaminya. Aku hanya melempar senyum dan terus  jalan ke arah ruang sauna.


Kami semua bugil di ruang sauna. Banker itu perhatikan perut kami. Perut saya dan Tom memang tidak buncit “ Kalian memang pria petarung. Keliatan dari tubuh kalian terawat baik. Pasti jaga makan dan tidur. “ kata banker.


“ Bukan itu” kata Tom “ Saya dan B tidak punya liabilities selain bini di rumah. Kami bisa happy di mana saja dari tempat low class sampai high class, bahkan di tempat hiburan kelas dunia.  Tanpa ada beban apapun melobi elite politik yang tak henti meminta.. “ kata Tom.


“ Ya karena kalian jadi predator kepada orang seperti kami. Gimana bisa stress. Happy terus..” kata banker itu tersenyum masam.


Saya dan Tom ketawa dan duduk dengan menyender menikmati hawa panas steam.


“ B, dia ada reksadana struktur, value nya hanya 10%. Dia butuh likuiditas 10% atau asset busuk itu. Dia bisa Repo dengan harga diatas 5% pada harga tebus setahun kemudian. “ Kata Tom.


“ Boleh aja. Tetapi kita engga kasih duit. Tetapi kita bantu aja hidupkan likuiditas Reksadana nya  sampai 10%. Dari itu dia bisa window dressing atas asset busuk nya itu.” Kataku.


“ Duh B..” Kata banker itu merengut meliatku“ Kami udah boncos karena ulah kalian. Kenapa sekarang kalian suruh kami tipu market “ kata banker itu.


Aku dan Tom menatap banker itu. “ Itu setidaknya bisa menunda kamu masuk bui dan tahun depan kamu masih bisa dapat bonus besar. Apa kurang baik kami? “ Kata Tom.


“ Atau kami akuisisi bank kamu lewat pasar negosiasi. Jadi soal reksadana itu sama saja kami bailout. Gimana ? kataku.


“ Itu sama saja kalian hostel TO. “ Kata Banker itu keluar dari ruang sauna. Dia merengut. Kami senyum aja.


Aku minta Tom dan banker jangan keluar dari hotel tempat sauna sebelum aku sudah di bandara. Dia tersenyum.” Perfect hidden” Katanya menepuk bahuku. 


Di bandara, Tom telp aku.”  Dia setuju kita akuisisi banknya. “

“ Ya udah kita rock. Kirim team ke London. “ Kataku.

“ Siap B..”


*** 

Ingatanku seolah segar kembali menoleh ke puluhan tahun lalu. 1984 tragedi Tanjung Priok berdarah. Walau saat itu terdengar massa semakin banyak datang ke Tanjung Priok. Suara Toa  terdengar keras mengutuk pemerintah. Namun aku tetap dengan aktifitasku. Aku bukan demontran. Aku hanya pedagang ikan. Kebetulan memang kantorku ada di Kawasan Tanjung Priok. Jalan Cilincing raya tidak jauh dari pusat Demo.  Malam hari lampu kota padam. Sekonyong konyong terdengar suara rententan senjata. Para demontran  berhamburan tak jelas arahnya. 


Saat dalam kebingungan dan suasana mencekam itu, aku terus melangkah ke arah kantorku, Di jembatan Cilincing. Ada wanita berjilbab berlari kearahku. Di belakang nya tentara mengejarnya.  Wanita itu  melompat ke bawah, jatuh ke sungai. Mungkin malam hari tidak begitu jelas. Tentara itu berlalu tanpa peduli dengan nasip wanita itu. Kejadian cepat sekali. Dengan replek. Aku turun ke bawah kolong jembatan. Ternyata wanita itu sedang berpagut kepada tembok jembatan. 


“ Mbak, saya bukan tentara. Mari ikut saya. “ kataku. Dia mengangguk.  Ada tiga jam kami bersembunyi di bawah jembatan. Setelah keadaan tenang. Kami keluar dari bawah jembatan. Tentara baret hijau mendekati kami. “ Kami mau pulang ke Cilincing, Pak. Itu dekat. Saya tinggal di Ruko itu. “ Aku menunjuk kantorku. Tentara itu tanpa bersuara mengibaskan senjatanya, sebagai tanda untuk kami bisa terus jalan. 


Setelah sampai di kantorku. Wanita itu minta izin  membersihkan tubuhnya yang kotor. Aku hanya ada kain sarung di kantor. Itupun kain sarung untuk sholat. Tapi aku berikan kedia guna menutupi tubuhnya sampai keesokan paginya.  Dia cuci pakaianya yang kotor dan dikeringkan di kamar mandi. Baru keesokan paginya aku tahu Namanya, Lailah. Asal Garut.


Setelah peristiwa itu, dia dan aku jadi akrab. Dia dengan aktifis kampus dan aku pedagang. Namun walau dunia kami berbeda dalam usia tidak jauh terpaut. Kami selalu luangkan waktu untuk ketemu dan ngobrol banyak hal. Aku lebih banyak mendengar daripada bicara. Aku suka melihat bahasa tubuhnya saat bicara. Namun dia sendiri berkata jujur bahwa dia rindu denganku untuk diskusi. Katanya walau aku hanya tamat SMA tetapi teman yang enak diajak bicara intelek. Tetapi, sebenarnya dia suka karena aku tidak pernah bantah dia.


Kadang aku menerka-nerka, betulkan dia waktu itu bicara atas nama orang-orang kalah, bukan karena gelisah mencari jati diri. Bila saja sempat kutanyakan hal ini padnya, pasti dia tersinggung, lalu dengan ganas menyerangku sambil mengutip kalimat Mark sampai Andre Gunder Frank. Sumpah, kadang aku suka pada bagian dirinya yang berapi-api dan gagah. Pantas saja dia  sering mendapat tugas sebagai koorlap sewaktu aksi. 


“Aku hanya perempuan biasa yang mencoba membuktikan bahwa sekarang ini adalah abad perempuan. Juga berusaha dengan cara apa pun agar kami tidak hanya dipandang seperti sekerat daging,” katanya  dengan nada tinggi. Lalu aku pasti akan terburu mengiyakan, khawatir kalimatnya  kepanjangan. 


Dia memang tipe perempuan yang mengandalkan kekayaan literasi dalam berperang. Aku paham itu. Tak mungkin rasanya dia bisa terlibat dalam organisasi kampus, LSM, dan organisasi lain di masyarakat bila hanya mengandalkan bicara dan bentuk fisiknya yang cantik. Tak ada suatu hasil terbaik tanpa konkret diperjuangkan, no pain no gain! ujarnya mengutip kata kata Soetan Sjahrir.


Setelah diwisuda dia sudah jarang bertemu denganku. Alasannya sedang berjuang dapatkan beasiwa ke luar negeri. Akhirnya diapun pergi. Tanpa meninggalkan pesan apa pun dan membuatku menunggu dalam pertanyaan sampai bertahun-tahun kemudian. Bila saatnya berpisah, maka berpisahlah. Tak ada yang kekal di dunia ini. Tetapi bagaimanapun perpisahan itu menyakitkan. Sampai akhirnya aku bisa berdamai dengan realita. Aku hanya pria yang dengan sabar menyediakan kuping untuk mendengar keluhan dan obsesi wanita.


Yang kutahu dari teman. Dia dapat beasiswa di Harvard dan bekerja  pada Lembaga keuangan kelas dunia di London. Saat dia ke tanah air, dia sempatkan bertemu dengan teman temannya yang kini sudah banyak yang jadi elite. Dia tidak pernah menanyakan kabar tentang aku. Sepertinya aku hanyalah debu dalan perjalanannya. 


Tapi kini mengapa dia ingin bertemu dengaku setelah 30 tahun berlalu. Apakah karena pertemuan di lounge spa Singapore itu. Aku sanggupi bertemu dengannya di café di Ritz, Jakarta. Aku tetap dia dengan seksama. Rasanya terlalu berat bagiku menafikan kesempatan melihat wajahnya sedekat sekarang. Walau tidak lagi sesegar dulu, namun sorot mata tajam dan cemerlang itu sepertinya tak pernah bisa kulupakan. 


“ Sejak tahun 2014 aku pembaca setia blog kamu. Aku dapat alamat blog kamu dari Burhan, teman kita dulu. Sekarang dia elite partai. “ Kata Lailah “ Mengapa pemerintah sampai terjebak kepada pragmatism dan transaksional politik sehingga ekonomi terdistorsi? Tanya Lailah.


“ Penyebabnya ada dua. Pertama. Lanskap ekonomi yang kita anut tidak didukung design pembangunan jangka Panjang yang dijamin oleh konstitusi. Sehingga siapapun jadi presiden bisa mengubahnya. Nah karena kekuasaan presiden dibatasi 5 tahun. Itu mendorong presiden membuat program populis yang punya nilai electoral untuk periode keduanya.


Kedua,  Gap knowledge antara tekhnorat dan elite jauh sekali. Apa jadinya kalau politik jadi panglima?  Yang terjadi adalah kebijakan datang dari bisikan para oportunis yang ada di ring istana. Yang berusaha gergaji sistem keuangan negara lewat kebijakan populis. Pada waktu bersamaan mereka menciptakan kartel pedagangan yang mengontrol kebutuhan pasar domestik. Menciptakan rente di sektor SDA. Tanpa disadari yang dirusak bukan hanya sistem keuangan negara tetapi juga sistem produksi. Maka lahirlah state capture memanjakan kekuasaan dan terlena tentunya. “ Kataku.


“ Artinya kamu tidak sependapat dengan populisme ? Seperti program pengadaan rumah murah yang angsurannya di tanggung negara sebesar Rp. 600.000/bulan. Program MSB per anak Rp. 10.000. Program pembiayaan Koperasi Desa sebanyak 70.000 unit melalui perbankan BUMN.  Mengapa? 


“ Kalau dananya dari APBN, itu against terhadap sekuritisasi PDB. Pasti tidak feasible lewat sistem perbankan, apalagi lewat investor institusi. Kalau dipaksakan, jangan ngeluh kalau Yield SBN akan naik, trust perbankan akan jatuh. IHSG akan jatuh“ kataku


“ Bagaimana dengan sumber dana BPI Danantara untuk membiayai PSN lewat sekuritisasi asset BUMN? Tanya Lailah.


“ Itu tidak eligible. “Kataku cepat.


“ Mengapa ? 


“ Karena SBN juga dalam penerbitan SUKUK Syariah menjadikan asset BUMN sebagai underlying. Total Sukuk Syariah sampai dengan tahun 2024 mencapai Rp 2.800 Triliun dengan outstanding sebesar Rp1.600 Triliun. Sementara net worth BUMN berdasarkan neraca konsolidasi tahun 2024 hanya +/- Rp.1000 triliun. Itu sudah unsecure sebenarnya. Mau tambah lagi ?  Itu sama saja bunuh diri.” Kataku. Lailah mengangguk tanda setuju.


Sebenarnya kalau kita konsisten meng-applies sistem keuangan negara  dan disiplin menerapkannya. Kita sudah berada di atas sumber daya melimpah. SDA tersedia. SDM tersedia, sumber daya keuangan lewat sekuritisasi PDB tersedia, lingkungan geopolitik kita bersinggungan dengan geostrategis negara asia pasific. Kita pasti bergerak ke depan menjadi negara maju. 


Tentu tidak bisa instant. Perlu proses yang Panjang. Perlu kerja keras. Perlu ketekunan melakukan R&D atas dasar visi besar. Dan yang terpenting hukum harus tegak agar sistem transfaransi jalan dan indek korupsi membaik.  Tahu dirilah..” Lanjutku.


Lailah lama menatapku.  “ Kamu memang sekolah sebatas SMA. Namun dalam diri kamu terbenam budaya “pembelajar”. Dengan itu kamu berproses membentuk kepribadian empat, yaitu sanguinis, melakonlis, plegmatis dan korelaris. Sehingga kelemahan masing masing sifat itu ditutupi oleh kelebihan sifat lainnya. Itu terjadi lewat proses belajar dari waktu ke waktu. Pada akhirnya “ pembelajar” akan mencari jalan Tuhan untuk sebaik baiknya kesudahan..


Sementara “pengekor” seperti aku. Walau aku berkembang karena Pendidikan namun aku  tidak tumbuh membangun karakter. Hidupku datar saja. Tamat kuliah dapat beasiswa ke luar negeri. Setelah itu berkarir di perbankan. Aku hidup mengadopsi pemikiran orang lain, dan tentu menjadi korban atas kelemahan pemikiran itu. Aku sadar dalam usia menu aini. Aku tidak kemana mana dan bukan siapa siapa. Selalu bergantung kepada manusia dan lupa bahwa hanya Tuhan tempat satu satunya manusia bersandar. “ Kata Lailah. Aku diam aja. Itu hak dia menilai aku.


“ Aku diminta CEO  bicara secara personal dengan kamu, Ale. Berat sekali mau ketemu kamu. Aku tahu, aku salah. Tetapi itu hanya masalalu saat kita masih berjuang mencari jati diri.” Katanya. Oh mau ketemu denganku hanya karena pertimbangan pragmatis dan transakasional. Tentu terkait dengan karir nya. Soal hubungan masalalu dengan ku tidak dianggapnya  serius. Walau dulu dia suka rela telanjang dalam pelukanku, Itu tida ada arti baginya. 


Hening...


“ Aku heran kenapa masih bisa mengingat begitu banyak hal konyol dalam dirimu. Kadang terkesan naif dan urakan. Kamu mengajariku berpuisi tentang Tuhan, sementara bulir bir terserak di seputar bibirmu. Mungkin kau membayangkan saat itu serasa bagai seorang Abunawas, hedonis yang berputar arah menjadi seorang sufi lalu membuat syair menggetarkan dalam Al I’tiraf. Atau seperti Sutardji Calzoum Bahri yang bersyair tentang Tuhan dengan mulut penuh busa bir. “Kata Lailah.


“ Ya, Kamu sangat moderat memandang agama,  namun tentu bukan seorang ateis, dan bukan tipe pria penggoda namun mudah membuat wanita pasrah. “ Lanjut Lailah.


Aku menyeringai. 


“ Sekarang, setelah puluhan tahun berlalu. Kekuasaan negeri ini pun sudah beberapa kali berganti. Kurasa segala kebadungan, kebrengsekan, dan kenekatanmu di masa lalu hanya kisah perempuan yang sedang mencari jati diri. Banyak kawan seperjuangan mu dulu pun berubah. Sebagian ada di partai, sebagian memakan mentah-mentah apa yang dulu mereka maki-maki, dan sisanya tak punya cukup alasan lagi untuk tetap berjuang. “ Kataku bersatire tentang masa lalu hanya drama saja. Hanya aku terlalu bodoh percaya akan idealis orang terpelajar.


Lailah terdiam dan aku membiarkan dia dengan pikirannya.  Akhirnya dia bercerita tetang pejalanan hidupnya selama ini yang tidak pernah aku dengar. “ Ale, saya dapat pesan dari CEO. Dia berharap rencana akuisisi bank kami tidak dilanjutkan. Kami  berharap kamu bantu likuiditas Reksadana kami “ Kata Lailah.

 

Aku diam saja dan setelah sekian menit. “ Mengapa kamu berubah. Kini kamu jadi predator. ”Kata Lailah dengan suara lirih.


“ Aku tidak memangsa orang miskin dan bodoh. Aku memilih lawan setimpal.  Yang kuhadapi adalah Bos kamu dan deretan pemegang saham bank. Mereka adalah para bangsawan dan terpelajar. Mereka tidak akan pernah punya empati kepada orang miskin dan tidak terpelajar seperti aku. Aku melawan, itu namanya survival. Ini soal dimangsa atau memangsa. Paham? Kataku. 


" Ya paham. Tetapi aku merindukan ALe yang dulu.." Kata Lailah dengan airmata berlinang.


Aku panggil waitress dan bayar bill. “  You take care, Lailah. “ Kataku  seraya melangkah pergi. Kalau aku tetap seperti Ale yang dulu, mana mungkin Lailah datang kepadaku dengan memelas setelah tanpa berdosa pehape aku...

Sunday, March 16, 2025

Attitude yang utama..

 


Saya bersama Aling sedang jalan di Mall menuju Grand Hyatt untuk ketemu relasi.   “ Pak Ale ya? ” tegur wanita paruh baya mendekati saya.


“ Ya siapa ya.” Jawab saya tersenyum.


“ Tahun 1980an bapak ngajar kursus akuntasi ya. “

 

“ Ya. Betul. Anda siapa ?


“ Saya murid bapak. “ Katanya. 


“ Oh ya. ‘ saya menyalaminya seraya kenalkan aling kepada dia. 

" Bapak adalah inspirasi saya.  " Katanya. 

" Emang apa kelebihan dia ngajar ? Tanya Aling.

" Analoginya tepat dan dia bisa memilih diksi yang tepat. Misal, dulu bapak analogikan bahwa dalam konteks organisasi, akuntasi itu adalah bahasa. Alat komunikasi antara perusahaan dengan semua stakeholder.  Tapi komunikasi yang baik adalah kejujuran atau tidak berbohong. Artinya menjalankan prinsip akuntasi dengan benar itu sama saja jalan spiritual. " Katanya. Saya senyum aja.


“ Terakhir saya ingat, bapak berhenti ngajar kursus karena diterima kerja di perusahaan Jepang. Betul, ya.? "  Katanya lagi. Entah mengapa ingatan saya jadi terang. Aha ya namanya  Meylani. Dia memang murid kursus saya tercantik di kelas. Dia bekerja di perusahaan distributor asing di Jakarta. 


" Meylani kan, yang kerja di Unilever. Betul ya. " Kata saya. Dia senang sekali saya masih mengingat namanya. Tanpa sungkan dia pegang lengan saya dengan kedua tangannya. " Tadinya Lani kerja di perusahaan distributor. Terinspirasi wiraswasta dari bapak saat kursus akuntasi. Lani banting setir jadi pengusaha. Awalnya jadi supplier pabrik elektronik perusahaan Jepang. Supplier packaging. Terus berkembang dirikan pabrik Pompa Air. Tahun 2000 Lani pindahkan pabrik ke Ho Chin Minh. Terus kerjasama dengan China dirikan pabrik Packaging plastik. Sekarang sudah berkembang ke bioplastik. “


“ Hebat ! .” Kata saya senang.


“ Ketika awal mendirikan perusahaan, yang pertama kali Lani rekrut adalah staf akuntasi. Lani tahu fungsi akuntasi dari bapak. Walau perusahaan berkembang, tetapi sistem akuntansi tidak berubah. Itu Lani jaga terus dengan disiplin. Seperti memisahkan fungsi pencatatan dan fungsi kasir. Standar kepatuhan dokumen untuk pemasukan maupun pengeluaran Lani jaga dengan disiplin.


Karena perusahaan sudah berkembang dan tidak lagi sederhana, Lani applies  standar akuntasi Database online. Kalau Lani tidak punya visi akuntasi tidak mungkin Lani berani berinvestasi untuk sistem IT, SAP. Dengan sistem itu, walau sekarang Lani  pensiun, Lani  tetap bisa monitor bisnis day by day darimanapun, tanpa Lani harus capek ketemu dengan direksi atau ngobrol dengan mereka minta penjelasan. Kalau ada masalah bisa cepat Lani selesaikan. “ Katanya.


Saya mengangguk dan tersenyum senang.


“ Setiap Lani ada masalah bisnis dan bisa solved, Lani selalu ingat bapak. Bapak benar.  Ternyata setiap masalah bisnis, itu hanya masalah komunikasi dalam bahasa bisnis. Lani bisa bermitra dengan siapapun karena bahasanya sama. Lani bisa mengelola sumber daya perusahaan karena menggunakan bahasa bisnis. Ya akuntasi, bahasa bisnis dengan prinsip konsistensi, precisi, dan transfaransi. Jadi setiap saat kita bisa focus kepada proses itu, tentu laba akan datang dengan sendirinya. “ Katanya lagi.


“ Benar...“ Saya mengangguk dengan tersenyum “ Akuntasi bukan hanya sekedar pecatatan dan kepatuhan, tetapi soal etik menegakan trust. Kata kuncinya keras lah kepada diri sendiri. Jangan pernah anggap uang perusaan sebagai masalah personal. Jangan anggap laba itu hak deviden, tetapi jadikan liabilities personal agar laba itu bisa meningkatkan value perusahaan agar sehat, kuat dan sustain. “ Kata saya. Lani acungkan jempol. Kemudian saya undur diri " Lani akan selalu mendoakan bapak Ale. " Kata lani saat akan berpisah. Amin.


***


“ Kenapa kamu tidak pernah cerita soal jadi guru vokasi akuntasi. Padahal  saya berteman dengan kamu sejak tahun 84. “ Kata Aling setelah sampai di fountain Grand Hyatt.


“ Saat itu tahun 82. Karena gagal masuk universitas. Saya belajar otodidak pembukuaan. Kemudian saya ikut ujian negara. Lulus. Dapat sertifikat Bond A/B dan APM. Saya juga belajar otodidak Akuntasi. Tentu tidak sulit. Karena saya sudah kuasai pembukuan atau penata buku. Lucunya, saya belajar akuntasi sambil ngajar kursus akuntansi. Dan ikut ujian yang diselenggarakan negara. Saya dan murid saya semua lulus dapat sertifikat ahli  Accounting Advance. “ 


“ Gimana sampai ada motivasi belajar akuntansi? Tanya Aling.


“ Saya punya mentor ex pendeta. Dia motivasi saya. Katanya, kalau kamu mau jadi pengusaha, yang pertama kali kamu harus kuasai  adalah bahasa bisnis. Bahasa bisnis itu hanya satu yaitu akuntasi.  Kemana saja kamu pergi Bahasa nya sama. “ Kata saya. Aling mengangguk. 


Ale, kenapa Yuan itu utangnya besar banget “ Kata Aling seraya perlihatkan neraca keuangan ke saya tahun 2024. “ Itu angka off balance sheet. “ Kata saya. “ Coba liat utang konsolidasi on balance sheet. “ Sambung saya tersenyum.


Aling perhatikan laporan keuangan Yuan dengan seksama. Saya diamkan saja. “ Oh kecil banget ya. Hanya 15% dari total asset. “ ALing bengong. “ Gimana bisa begitu ?


“ Karena Yuan berhutang tidak melibatkan neraca holding. Tetapi anak perusahaan. Itupun menggunakan Special Purpose Vehicle atau SPV. Utangnya bersifat non recouse. Collateral pinjaman adalah proyek itu sendiri yang diwakili oleh SPV. Artinya Yuan hanya meminjam untuk investasi. Sementara modal kerja pakai equity dari Yuan sendiri. “Kata saya.


“ Artinya Yuan hanya pinjam uang untuk menambah asset dan income dimasa depan. Sementara untuk biaya operasional seperti bayar gaji dan lain lain dari uang Yuan sendiri. Kalau proyek gagal,  yang disita SPV. Sementara Yuan aman saja.“ Kata Aling menympulkan. “ Makanya tidak sulit dapatkan pinjaman dan bunga murah. Tentu cepat bisa exit lewat bursa atau penerbitan obligasi berjangka panjang. “Lanjut Aling.


“ Itu namanya berhutang untuk produksi. “Kata saya tersenyum. “ atau istilahnya leverage terhadap uang cash yang ada di holdng.” Sambung saya.


“ Engga ngerti gua “ kata Aling.


“ Contoh Yuan punya laba ditahan USD 100 juta. Itu bisa membiayai USD 1 miliar proyek lewat perbankan dan pasar uang. Terjadi leverage sebesar 10 kali. Nah peningkatan asset dari hutang ini akan mempercepat pertumbuhan usaha. Tumbuh 5% saja pertahun, itu artinya 50% /tahun dari laba ditahan “ Kata saya.


“Wow..” Aling melotot “ Gimana bisa begitu ? Tolong jelaskan. Pendekatan philosofi nya ” Pinta ALing.


“ Pemahaman jadul ekonomi. Utang itu terkait dengan jaminan phisik yang dianggap setara dengan utang. Biasanya jaminan diatas 100% dari utang. Berkembangnya ilmu pengetahuan, pendekatan ilmu ekonomi tidak lagi berdasarkan utang dan jaminan seperti itu.  Tetapi sudah memasukan unsur value di masa depan. Untuk tahu value di masa depan, digunakan matematika quantitative.


Nah karena ekonomi dihitung berdasarkan matematika maka philosopi terhadap pemasukan dan pengeluaran tentu berubah. Hutang tidak lagi dianggap sebagai pemasukan atau penerimaan. Pembayaran hutang tidak lagi dianggap sebagai pengeluaran. “ kata saya.


“ Mengapa ? 


“ Hutang yang diterima itu berhubungan dengan value,  yang nilainya tidak mungkin sama. Contoh kamu berhutang untuk bangun pabrik. Utang sebesar Rp. 100 juta. Tetapi setelah proyek jadi, disitu ada SDM, bahan baku dan tekhnologi, pasar. Nilainya tentu berbeda dengan besaran utang. Nilainya bisa dua kali atau lebih. ini yang disebut dengan value.  Era sekarang berbisnis atau negara, sama saja. Yang dikejar adalah value. “ kata saya.


“ Artinya berapapun hutang bertambah akan semakin meningkatkan nilai dan kapasitas. “ Aling menyimpulkan.


“ Benar " Kata saya acungkan jempol. " Coba perhatikan persamaan terhadap rasio utang dimana hutang berbanding terbalik terhadap harta. Kan semakin besar utang, rasio utang semakin rendah. Karena asset bertambah lebih besar. Itu disebut dengan project derivative value.” Kata saya.


“ Tetapi kan banyak kasus default utang. Baik negara maupun korporate. Padahal mereka selalu beralasan. Tidak perlu kawatir. Utang pada rasio aman. Kenapa jadi paradox begitu ? tanya Aling.


“ Kan sudah diberi tahu tadi, yaitu berhutang untuk create value di masa depan.  Itu tidak berada di ruang hampa. Ada syarat utama yang harus dipenuhi, yaitu  attitude. Attitude itu dilihat  dari track record di masa lalu dalam mengelola commitment berhutang. Disiplin menjalankan sistem akuntasi yang akuntable, menghindari fraud  akuntansi, focus kepada business plan. Tidak pragmatis. Tetapi visioner.  “ Kata saya.


“ Konkrit nya gimana ? tanya aling.


“ Ya kekuatannya ada pada SDM yang high grade. Pengelolaan resiko bisnis yang prudent dan didukung stake holder berbasis business model dan ekosistem.“Kata saya.


“ Oh ngerti gua. Kenapa Yuan berinvestasi di SDM, riset dan ekosistem bisnis. Terjawab sudah. “ Kata ALing. Dia memandang saya lama. Seperti baru mengenal saya. 


“ Andai negara kita menerapkan strategi seperti itu. Selesai masalah Indonesia.  “ Kata ALing. “ Tapi ini uang APBN dipakai untuk konsumsi dan bayar belanja rutin. Malah defisit. Engga cukup tersisa untuk ekspansi. Utang malah dipakai untuk bayar utang. Sedih banget ya. Walau debt to GDP rendah, tetapi value engga nambah. Sejak era Soeharto sampai kini tidak terjadi transformasi ekonomi dari SDA ke Industri. Makanya sedikit aja terjadi penurunan harga komoditas SDA, fundamental ekonomi berderak“  Sambung Alng. 


" Ale, hasil Survey LPEM FEB UI menunjukkan situasi ekonomi Indonesia saat ini suram. Sebanyak 23 dari 42 atau 55% ahli ekonomi setuju bahwa kondisi ekonomi saat ini memburuk dibanding tiga bulan lalu. Selanjutnya, tujuh ekonom bahkan setuju bahwa kondisinya jauh lebih buruk. Sementara itu, 11 ahli menganggap situasi stagnan, hanya satu ahli yang melihatnya lebih baik dari sebelumnya. Pendapat kamu gimana ?


" Saya bukan ahli ekonomi namun saya pedagang, yang memaksa belajar ekonomi agar engga dibegoin. Problem utama Indonesia itu dari sejak 10 tahun lalu ada dua. Pertama cashflow. Kedua. Keterbatasan produk andalan untuk ekspor, yang masih didominasi SDA. Saya rasa baik ekonom maupun pedagang sependapat soal ini. Tentu saya akan membasa dua itu saja. Sesuatu yang saya pahami dalan keseharian saya.


Pertama. Cash flow kita tergantung kepada hutang. Tanpa hutang, APBN yang defisit tidak bisa dibiayai. Nah cash flow itu semakin lama semakin besar ketergantungannya kepada hutang. Karena untuk bayar utang terpaksa utang lagi. Dynamic cash flow namanya. Itu biasa saja dalam ekonomi dan bisnis. Selagi sumber daya keuangan terus tersedia dan trust terjaga, kita akan baik baik saja.


Yang jadi masalah pada negara,  trust itu berkaitan dengan politik. Itu tecermin dari fostur APBN. Kalau defisit semakin melebar dan ruang fiscal menyempit, trust otomatis berkurang. Hukum besi berlaku. Likuiditas terganggu. Kurs melemah dan IHSG turun.  Resiko ini harus di-konversi dengan meningkatkan tax ratio agar defisit berkurang. Apa jadinya kalau defisit melebar, dan tax ratio turun sebagaimana laporan Pemerintah kemarin. ? suram kan.


Kedua. Keterbatasan produk andalan untuk ekspor, yang masih didominasi SDA. Walau 55 bulan kita mencatat surplus perdagangan namun trend nya dari tahun ketahun terus menurun. Ekspor kita didominasi SDA, yang memiliki volatilitas TOT ( Term of Trade) 3 kali lebih volatil dibandingkan negara-negara yang mengekspor barang manufaktur. Selain besaran pergerakan ToT, volatilitas ini juga mempengaruhi nilai tukar riil suatu negara. Apa jadinya kalau ekspor terus turun karena jatuhnya harga komoditas Minerba di pasar dunia ? itu cepat sekali mempengaruhi nilai tukar riil. Suram! Kata saya.


" Negara maju seperti German, China, Inggris, Jepang, Korea, AS dan lainnya, pemimpinnya  tidak malu mengakui keadaan ekonomi negara tidak baik baik saja, dan tidak takut pemerintah jatuh kalau berkata jujur kepada rakyatnya.  Sehingga pemerintah mudah dapat dukungan dari rakyat untuk membuat kebijakan ekstrim seperti soal tarif, pajak dan lain lain. Dengan itu, proses recovery bisa dilalui walau pahit dirasakan rakyat. Mengapa pemerintah tidak jujur aja ?  


" Saya tidak ingin pesimis terhadap ekonomi Indonesia. Memang ketergantungan kita dengan luar negeri itu sangat besar. Itu bisa dilihat dari data Posisi Kewajiban Neto Investasi Internasional (PII) Indonesia pada akhir kuartal IV-2024 tercatat sebesar US$245 miliar. Itu sudah dipotong Cadev. Artinya sangat beresiko terjadi capital outflow. Nah, memitigasi capital outflow itu hanya satu, yaitu perbaiki index korupsi dan Index Demokrasi. Kalau itu membaik, cash flow akan lancar dan kita bisa terus move forward. Mudah kan solusinya.! Makanya saya tidak pesimis." Kata saya.


" Ya balik lagi soal attitude." Kata Aling. Saya senyum aja. 

Bijak

  Xiau lin datang ke Jakarta dari Shanghai. Setelah empat kali dalam kemitraan bisnis dalam fundraising, dia mundur dengan tabungan puluhan ...