Sunday, November 26, 2023

Asing dibalik Paslon Pilpres

 




Saya duduk sendirian di cafe Hotel bintang 5. Sementara Brian belum juga sampai. Ini udah telat 10 menit. Saya berusaha sabar. Brian tidak pernah tidak on time dengan janjinya. Mungkin dia ada halangan sehingga terlambat. Tidak apa saya tunggu saja.. Saya pesan kopi di ruang Cigar. Sambil santai merokok dan membaca news dari media digital. Brian bekerja sebagai analis pada konsultan geostrategis di London. Dia sahabat saya sejak tahun 2011. Sering jasa kantornya saya pakai. Dan kadang dia tak pelit membocorkan informasi yang dia terima dari then first hand.  Akhirnya dia muncul di pintu cafe.  Langkah ringannya mendekati saya dengan senyum.


 “ Oktober kemarin orang BR datang ke Jakarta. Ketemu dengan team sukses Mr. Baswedan. Yang antar banker Eropa yang punya cabang di Jakarta. “ katanya. Terkesan informasi itu receh. Tapi serius bagi saya. “ Sepertinya hidden group tertarik masuk dalam putaran Pemilu.” Saya temenung. Mengapa saya sebut Hidden Group atau kelompok tersembunyi? karena sejak tahun 2009 berlakunya sistem pengawasan terhadap konglomerat financial, sifat dan eksistensinya sudah terstruktur dengan sangat rumit  Mereka tidak hanya sebatas PE ( private equity) yang menjual beragam produk investasi di pasar. Tetapi  mereka juga berinvestasi dalam investment Holding berkelas dunia lewat skema convertible bond dan unsecure bond. 


Belum lagi mereka menggunakan Sovereign Wealth Funds atau SWF milik negara sebagai linked produk investasi untuk tujuan strategis menguasai sumber daya negara lain. Hampir semua investment holding yang beroperasi di bawah PE, menempatkan beneficial owner sebagai pemegang saham. Namun secara kelembagaan saham itu dikelola oleh S/A ( special assignee), umumnya adalah lembaga keuangan kelas dunia.


Dengan menggabungkan bisnis financial dan sektor produksi yang menguasai berbagai bisnis yang terkait secara longgar, konglomerat modern ini mencapai dua tujuan utama: Mengkonsolidasikan kekuatan pasar dan mendiversifikasi risiko ekonomi baik secara politik global maupun lokal. Contoh, Diamond Bridge Pte Ltd, holding company yang diduga kendaraan Salim menguasai bisnis tambang di Indonesia terhubung dengan SWF Singapore (GIC) dan Qatar Investment Authority (Qatar) dan Abu Dhabi Investment Authority (UEA).


Kalau dibedah lagi siapa dibalik SWF itu,  ujungnya berhenti kepada 5 pemain utama financial global, yaitu Black Rock ,  Vanguard, State Street (STT), JP Morgan, Fidelity. Sebagai catatan, BlackRock memiliki hampir $8,3 triliun aset yang dikelola, Vanguard memiliki hampir $2,96 triliun, dan State Street menyusul dengan aset yang dikelola sebesar $2,42 triliun. Fidelity memiliki aset yang dikelola sebesar $1,74 triliun. Apalagi leverage mereka rata rata 10 kali dari aset. Bayangkan, aset mereka diatas PDB Indonesia, bahkan lebih besar dari PDB seluruh negara ASEAN. Apalagi leverage mereka rata rata 10 kali dari aset.


Di era dimana kekuatan financial global sudah menguasai dunia, inteligent negara tidak lagi membahas soal perang idiologi. Seperti era perang dingin tahun 1947-1991. Idiologi sudah jadul. Yang ada sekarang adalah perebutan hegenomi geostrategis terhadap geopolitik negara lain, dan itu yang berperan sebagai aktor, adalah Private equity, bukan negara. Karena tidak ada di era modern ini negara yang bebas hutang. Semua kena debt trap. Itu artinya semua negara dalam genggaman mereka. Dan tidak ada orang betah hidupnya bokek.


Brian daritadi sabar menanti saya termenung. Seakan memberi waktu untuk saya berpikir. "Apa yang kamu tahu tentang politik di Indonesia ? tanya saya akhirnya. Brian tersenyum


“ Setelah reformasi, terjadi perebutan hegemoni politik oleh golongan islam, nasionalis dan pragmatis. Setelah UU Pemilu langsung disahkan. Empat kali pemilu memang kekuatan politik itu nengkristal dan terpolarisasi dengan jelas.. “ Katanya seraya mengisap cigar. " Sebenarnya king maker dari tiga paslon itu hanya empat orang. Jokowi, Cendana, SBY dan JK. Terdiri dari satu, Golongan Islam dimana JK sebagai King Maker.  Dua, golongan nasionalis religius yaitu PDIP dan PPP. King Maker nya adalah Megawati. Tiga, golongan pragmatis. King maker nya adalah SBY dan Jokowi.”   Lanjut Brian.


“ Bagaimana anda sampai pada kesimpulan mereka sebagai King Maker ? Tanya saya


“ Itu bisa dilihat pengusaha yang ada didalam team sukses. “ kata  Brian. Saya nyimak. “ Pada paslon satu dan 3  tidak ada ex Cendana dan juga tidak  terhubung dengan Konglomerat BLBI. Itu artinya sumber kekuatan logistik berasal dari hidden group yang inginkan sistem demokrasi terkendali. Ini soal geopolitik Indonesia yang bersinggungan dengan geostrategis China dan AS. Mereka perlu Indonesia yang stabil sebagai jaminan stabilitas Selat Malaka. Anda tahu kan. Selat Malaka merupakan jalur perdagangan paling padat di dunia, sebagai rute utama jalur lalu lintas perdagangan dari wilayah India ke Timur Tengah dengan Asia Timur ke Pasifik, dan sebaliknya. Sehari ada 200 kapal besar melntasi jalur ini. Sistem demokrasi terbuka untuk populasi hampir 300 juta yang sangat pluralis, itu beresiko. Jadi perlu restorasi sistem. “ Sambung Brian.


“ Nah Peran Jk dimana ?  Tanya saya.


“ Siapa dibalik paslon satu, adalah mereka yang dulu berada dibalik kemenangan Jokowi pada periode pertama tahun 2014. Di sana ada JK. “ kata Brian tersenyum sambil menghembuskan asap cigarnya. Saya mengerutkan kening. 


“ Tidak banyak orang tahu, dan mungkin tahu tetapi tidak paham peran JK dalam konstelasi poltik global terutama peran bangkitnya politisi Islam. Dia diperhitungkan oleh mereka yang bisnisnya memanfaatkan geostrategi negara.  Ada peran yang sangat fenomenal yang penting saya sampaikan.Tahun 2015 OKI menunjuk Indonesia untuk menjadi jembatan antara Taliban dan pemerintah Afganista. Itu karena JK. Sejak tahun 2015 sampai tahun 2019 JK melakukan pertemuan dengan kelompok yang bertikai 4 kali. Untuk dipercaya dua pihak yang bertikai tidak mudah, apalagi yang sudah berkonflik puluhan tahun. Dan JK mendapat kepercayaan itu dari kedua pihak untuk berdialog dan memediasi. “ Lanjut Brian. Dia kembali menghembuskan asap cigarnya. 


" Ya " Kata saya " Setelah negosiasi antara Taliban dan Amerika Serikat di Doha tersendat pada September 2019, China mencoba mengisi kekosongan dengan mengundang Baradar untuk berpartisipasi dalam konferensi intra-Afghanistan dua hari di Beijing.  Awalnya dijadwalkan pada 29 dan 30 Oktober tahun 2019.  Itu ditunda setidaknya dua kali, pada bulan Oktober dan November, sebelum China dan akhirnya dunia jatuh ke dalam krisis COVID-19.  Pertemuan itu tidak pernah terjadi. Tapi sebenarnya tahun 2019 dalam email ABA  ke NSA, meminta kepada presiden AS agar keluar  dari Afganistan. Sebelum membuat keputusan itu, Trump melakukan pembicaraan rahasia dengan top level Taliban. Akhirnja pertemuan itu dibantah oleh Trumps.


Namun Februari 2020,  AS dan Taliban telah menandatangani "perjanjian untuk membawa perdamaian" ke Afghanistan setelah lebih dari 18 tahun konflik.  Berdasarkan perjanjian tersebut, para militan juga setuju untuk tidak mengizinkan al-Qaeda atau kelompok ekstremis lainnya beroperasi di wilayah yang mereka kuasai. Dilanjutkan tahun 2021. Kalau akhirnya  China mendukung Taliban, itu  diluar perhitungan JK.  Tentu JK sangat menyesalkan keterlibatan China. Padahal diam diam Taliban sudah menjalin hubungan dengan china sejak tahun 2016. " Kata saya.


“ Dan ingat, “ Kata Brian tersenyum. “ Afghanistan itu bersinggungan dengan geostrategis Tiongkok. Namun ini bisnis minyak dan mineral tambang yang pasti terhubung denga group  BR sebagai fund provider. Tanpa dukungan kuat dari BR tidak mungkin upaya perdamaian yang dilakukan JK bisa sukses membuat AS tidak punya pilihan kecuali keluar dari Afganistan dalam keadaan malu dan rugi besar. Dari sini, network JK kepada kekuatan pengendali geostrategis global semakin kokoh. Semakin diperhitungkan. Nah bayangkan, Afganistan itu miniatur gerakan islam global. JK bisa damaikan dengan memunggungi politik luar negeri AS. Yang jelas kalau paslon 1 menang, primordial kembali mendapat tempat istimewa. Namun bisa saja terjadi BR manut pada pilihan Tiongkok kepada Ganjar - Mahfud, membuat AS tidak punya pilihan dan ini jadi sesuatu yang tidak diduga oleh JK." Lanjut Brian


“ Terus gimana peran Jokowi ? Tanya saya.


“ Sebenarnya, sejak Nasdem mengumumkan Anies sebagai capres, Jokowi tahu bahwa dibalik itu ada JK. Dia sadari bahwa tidak ada ruang baginya untuk tekan Nasdem, apalagi Anies. Ya, dia tahu ada ancaman polarisasi. Dan berusaha cawe cawe agar terhindar dari polarisasi. Itu juga tanggung jawabnya sebagai presiden penjaga stabilitas politik nasional. Makanya Jokowi berusaha membangun aliansi Nasionalis religius dengan Pragmatis untuk menghadapi munculnya gerakan apokalipso Islam dari kubu Anies. Caranya, membujuk PKS atau PD bergabung dengan koalisi prabowo, yang akan berpasangan dengan Ganjar.Tetapi SP menolak. Belakangan Megawati juga menolak. Ya mau tidak mau, Jokowi harus focus kepada partai yang setuju  berkoalisi dengan agenda dia, yaitu persatuan. Walau KIM hanya merepresentasikan 39,99 persen suara di parlemen. Memang tidak significant. Tapi itu dianggap cukup oleh Jokowi, Dia focus kesana aja. “ kata Brian.  Saya mengangguk saja.


“ Perhatikan B, “ Lanjut Brian berusaha cerahkan saya. “ Paslon 1, merupakan representasi gerakan politik Islam yaitu PKB dan PKS. Kalaupun ada Nasdem, itu hanya pelengkap bahagia. Platform politik tetap sen kanan. Surya Paloh berhasil menarik PKS dan PKB bergabung karena dia tahu kekuatan PDIP yang nasionalis hanya bisa dihadapi bila kekuatan islam bersatu. Itu dibaca belakangan oleh SBY. Terutama sejak PKB bergabung ke Nasdem. SBY engga suka agenda islam. Makanya PD keluar dari koalisi Nasdem. Tujuan mereka berdua ya menghadapi PDIP. Sementara Hubungan organik antara SP dengan Golkar itu genetik sekali. SP tidak bisa dipisahkan dengan Golkar walau dia sudah punya Nasdem. Istri SP adalah kakak dari mitra Bambang Tri  keluarga cendana yang juga pendukung utama Golkar. SBY tahu itu. Bahwa SP bermain di dua kaki. Bukan hanya kubu AMIN tapi juga di kubu Prabowo-Gibran.


" Gimana dengan Paslon 2 " Tanya saya.


" Ada shadow team Salim, konglomerat ex Orba di TPN Paslon 2.  Salim juga terhubung dengan BR. Dan hubungan SBY dengan Salim bagus sekali.  Itu pilihan rasional bagi SBY bergabung dengan Prabowo. Walau Prabowo tidak bisa dipisahkan dengan keluarga cendana.Itu tidak masalah bagi BR. Karena Paslon 2 ini ideologinya pragmatisme. Tergantung kemana angin buritan mendorong. Money talk. Tujuan paslon 2 sebenarnya ya sama dengan Paslon 1 yaitu menghadapi PDIP. Dan bukan tidak mungkin BR ada dibalik skenario keberadaan dua kubu ini untuk meloloskan paslon 2 menang, bukan paslon 1. “ Kata Brian.


“ Bagaimana dengan peluang Paslon tiga.? tanya saya.


“ Posisi Ganjar-Mahfud terjepit. “Kata Brian. “ Karena PDIP sendiri menjadi musuh bersama Paslon 1 dan 2. Ini bisa dimaklumi. Karena partai pendukung paslon 1 dan 2, tidak ingin PDIP terus menjadi partai pemenang Pemilu yang suaranya sejak Pemilu tahun 2014 terus naik. Sementara partai lain kecuali Gerindra semakin turun. Bagi kubu nomor 1 dan 2, pemilu 2024 ini dalam arena to be or not tobe. Win or never.  Jadi apapun harus mereka lakukan agar PDIP terjungkal dan akhirnya redup. Megawati sadar soal ini. Makanya Mega melalui Puan berusaha tetap romantis dengan Jokowi. Setidaknya kalah di Pilpres tidak habis di Pileg“


Saya termenung dengan uraian Brian ini. “ Tapi B. “ suara Brian mengejutkan saya. ‘ Ya apa? 


“ Saya dapat informasi bahwa Tiongkok dan Rusia sudah mendekati semua paslon. Kelihatannya mereka lebih nyaman dengan Paslon 2. Kalau benar informasi ini, kemungkinan besar Paslon 2 bisa menang satu putaran. Karena BR lebih memilih kehendak Tiongkok dan Rusia seperti kasus perdamaian di Afghanistan. “ Kata Brian.


" Mengapa ? tanya saya.


“ PS dianggap lebih pantas memimpin Indonesia. Karena dia bisa tegas. Sementara Ganjar bersikap dislike terhadap Israel. Dia berani menolak kehadiran team sepak bola israel bermain di Indonesia. BR kan salah satu pendukung Gerakan Zionis “ Kata Brian. “ Dan sikap Ganjar itu memang memberikan legitimasi politik di hadapan massa islam moderat yang memang anti israel tetapi tidak cukup significant menjadikannya pemenang.  "


Andai Jokowi lebih mendengar Menlu, tidak mendengar pembisiknya, dia bisa bermain cantik antara AS dan China atas dasar konstitusi dan dia akan dapatkan segala galanya, konsesi politik dari China maupun AS, dan tentu dari umat islam di Indonesia. Dan tidak perlu ada polarisasi dan asing ikut campur.

2 comments:

koestoer@eng.ui.ac.id said...

Numpang nyalon babo...

Anonymous said...

berat22.....

Uang kuliah Mahal...

  Saya ada janji dengan teman banker untuk meeting di sebuah Hotel. Dengan menggunakan taksi saya menuju tempat meeting itu. Saya merasakan ...