Apa cara terbaik untuk memastikan keadilan dan persaingan bebas dalam perekonomian kita? Tanya Florence saat saya datang ke Apartement nya. Dia meletakan secangkir kopi diatas meja. “ Apakah mungkin keadilan bisa tercipta karena praktek bisnis mengejar rente. “ Lanjutnya. Dalam usia menua, hal yang menarik bagi kami berdua adalah berdiskusi. Kami bersahabat sejak usia remaja. Walau dia S2 dari Luar negeri. Dan saya hanya tamatan SMA, namun kami sama sama suka membaca. Kalau dia kaya dalam pengetahuan teori namun saya lebih banyak memahami dari segi praktek sebagai pebisnis yang mengelola Investment holding berskala MNC.
“ Saat ini “ kata Florence. “ Di mana orang-orang sukses memiliki koneksi yang kuat dengan kekuasaan. Pencarian rente sudah terlalu umum. Apalagi perburuan rente itu juga berkolaborasi melibatkan negara secara langsung lewat SWF. Antara yang memiliki SDA dan yang memiliki SWF saling memanfaatkan. Ketika Hashim sedang terlilit kredit macet. Sandiaga melalui Recapital Advisory menawarkan diri sebagai konsultant untuk melakukan recovery lewat refinancing atas saham 40% di PT. Adaro. Hashim setuju. Namun apa yang terjadi kemudian? Dengan data tentang keadaan Hashim, Sandi bekerja sama dengan Bank Mandiri untuk ambil bagian dari proses akuisisi ADARO melalui skema arbitrase.
Karenanya Deutsche Bank sebagai kreditur memaksa Hashim melepas saham ADARO kepada Sandi. Ini proses hostile take over yang cerdas. Karena Sandi engga keluar uang sama sekali. Semua dana dari Bank Mandiri yang ketika itu dipimpin Agus Martoyo. Kenapa Bank Mandiri percaya memberikan pinjaman kepada Sandi? karena pinjaman itu dijamin oleh investor institusi, ya GIC. Hashim meradang marah. Merasa dikianati oleh Sandi. Tetapi mau gimana lagi. Ini bisnis. “
“ Ada yang tanya kepada saya bagaimana Saratoga begitu cepatnya berkembang. Darimana mereka dapat uang ? Tanya saya
“ Sumber dananya dari pasar uang dan perbankan. “
“ Mengapa begitu mudahnya dia dapatkan dana ?
“ Ya karena setiap portofolio investasinya terkait secara tidak langsung dengan Government of Singapore Investment Corporation Private Limited (GIC) “
“ Apa itu GIC ?
“Merupakan perusahaan dana investasi semacam SWF yang didirikan Pemerintah Singapura pada tahun 1981 untuk mengelola cadangan devisa Singapura. GIC berinvestasi dalam ekuitas, fixed income, instrumen pasar uang, real estate, dan investasi khusus.
Portofolio investasi GIC dikelola tiga anak perusahaannya: GIC Asset Management Pte Ltd (pasar publik), GIC Real Estate Pte Ltd, dan GIC Special Investments Pte Ltd (investasi ekuitas terbatas, private-equity investment). Ciri khas portfolio yang didukung oleh GIC adalah bisnis rente atau yang tidak terkait dengan penyerapan tenaga kerja secara luas namun padat modal dan tekhologi seperti tambang , kebun sawit, property, telekomunikasi, jaringan tower (BTS), infrastruktur , logistic system, IT.
Pada tahun 2008, The Economist melaporkan bahwa Morgan Stanley memperkirakan aset GIC sekitar US$330 miliar, sehingga GIC merupakan dana investasi pemerintah terbesar ketiga di dunia. Bukan hanya Sandi yang menjadi proxy dari GIC ada beberapa pengusaha Indonesia yang mendadak jadi konglomerat di era reformasi.
Apakah salah ?
Tidak juga. Karena untuk menjadi proxy dari GIC tidak mudah. Saratoga dapat dipercaya GIC karena hubungan baik keluarga William dengan petinggi GIC. Kemudian, pada 2005 Sandi ajak Boy Thahir, Teddy Rachmat untuk akuisisi saham New Hope perusahaan Australian yang punya saham 60% di Adaro. Saat itu Saratoga, yaitu Sandi, Edwin Soeryadjaya, Benny Subianto sudah ada 40% saham di Adaro. Mereka konsosium, yang terdiri dari Saratoga, Triputra, TNT, dan Persada Capital untuk take over 60% saham New Hope di Adaro.
Berkat bisnis rente itu, kini usaha mereka sudah berkembang luas. Meliputi Adaro Mining, Adaro Services, Adaro Logistics, Adaro Power, Adaro Land, Adaro Water, Adaro Capital. Tahun 2019 Majalah Forbes menempatkan Boy Thahir urutan ke 17 orang terkaya di Indonesia. Tahun 2015 Sandi mundur sebagai Dirut Saratoga digantikan oleh Michael Soeryadjaya, putra sulung dari Edwin Soeryadjaya. Sampai kini Saratoga dipimpin oleh Michael. Sandi hanya sebagai pemegang saham bukan pengendali. Pengedali tetap ada pada Edwin.
“ Terus gimana tawaran kerjasama dari China.” Tanya Florence kemudian. Dia menyerahkan proposal lengkap dengan rencana pengembangan industri downstream CPO. Saya diam saja. Saya baca juga engga proposal itu. Dia sudah bahas ini lebih dari 1 tahun. Tetapi saya tidak pernah mau bahas secara serius. Saya diam saja. Akhirnya saya terpaksa bicara juga.
China itu saat sekarang melalui proxy nya sudah kuasai lahan lebih dari 100.000 hektar di Indonesia. Mereka tidak pernah komit dengan No Deforestation, No Peat, No Exploitation (NDPE). Empat perusahaan yang salah satunya yang tawarkan kerjasama dengan kita itu, menguasai supply chain di China. 7 dari 10 pemain besar sawit Indonesia terikat kontrak jangka panjang dengan mereka. Pemain sawit yang kerjasama dengan China tidak ada yang sepenuhnya patuh dengan NDPE. Terus apa saya harus juga begitu? Ogah saya. Kata saya. Florence bengong.
Kamu tahu, sejak tahun 2019 China itu importir terbesar kedua minyak sawit. Tekhnologi oleokimia China sangat maju. Bahkan mereka sudah mampu menghasilkan pakan ternak berprotein tinggi dari expeller. Itu sudan menggeser jagung. Tahun ini mereka sudah beli CPO dan PKO diatas 10 % total produksi Indonesia. Ambisi mereka ingin menguasai spply chain global Industry untuk menjadi ekosistem dari hulu ke hilir. Makanya mereka sangat agresif tawarkan kerjasama dengan banyak pengusaha kebun sawit.
Saya ingat tahun 90an saat pengusaha malaysia dan singapore melalui proxy nya di Indonesia menguasai program PIR nya pak Harto untuk meningkatkan luas kebun Sawit. Perburuan rente sudah terjadi sejak Orba, kata saya.
“ Angus Deaton, “ Kata Florence “ Dia memenangkan hadiah Nobel di bidang ekonomi untuk karyanya tentang kemiskinan global, mengatakan bahwa rent-seeking berdampak kepada rasio GINI melebar. Ini merupakan ancaman utama bagi kapitalisme global. Dia mengutip industri keuangan selama krisis 2008 serta obat-obatan, di mana pelobi meyakinkan Medicaid untuk mendanai resep obat opioid berbahaya bagi pekerja berpenghasilan rendah, sebagai contoh utama. “Semua talenta itu dikhususkan untuk mencuri barang, bukannya membuat barang,” katanya, dan menunjukkan bahwa menaikkan pajak orang kaya tidak menyelesaikan masalah ini.
Kalau alasan kebijakan yang mendukung rente itu untuk meningkatkan pajak bagi pendapatan negara dan kemudian dari pajak itu distribusi kemakmuran lewat subsidi dilaksanakan. Lewat regulasi intervensi dilakukan. Itu juga tidak tepat. Dalam: Man, Economy and State , Murray Rothbard menulis bahwa “semakin banyak pemerintah mengintervensi dan mensubsidi, semakin banyak konflik kasta akan tercipta dalam masyarakat, karena individu dan kelompok hanya akan mendapat keuntungan dengan mengorbankan satu sama lain.”
Demikian pula yang dicatat studi ekonomi dalam sebuah primis tentang perburuan rente bahwa “jika peraturan mengatakan bahwa tidak apa-apa menggunakan cara politik untuk membuat rente dengan mencegah orang lain bersaing dengan Anda atau dengan secara paksa mengambil kekayaan orang lain, orang secara alami, akan cenderung menghabiskan sumber daya yang berharga untuk mencoba mendapatkan akses ke sana. Ekonomi tidak akan efisien. Yakinlah.” Kata Florence.
“ Yang pasti, menentang perburuan rente tidak sama dengan menentang semua peraturan pemerintah, dan beberapa akan menganjurkan upaya mengurangi hubungan antara regulator dan bisnis yang mereka atur. Orang lain akan berpendapat bahwa rent-seeking adalah konsekuensi tak terelakkan dari regulasi. Misal, Masalah business nickel terkait dengan kebijakan hilirisasi mineral. Pemerintah focus kepada hilirisasi dan larangan ekspor mentah.
Smelter punya hak menjual biji nikel ( konsentrat ) ke pasar ekspor dengan kondisi 1 : 1. Artinya kalau kamu produksi turunan nikel 100 ton, kamu punya hak mengekspor konsentrat 100 ton juga. Kalau tidak ada smelter, walau kamu punya konsesi tambang, bisnisnya ya hanya jadi pemasok Smelter. Walau sudah ada aturan mengenai HPM dan HPA, harga tetap saja dipermainkan oleh trader yang punya stockfile dan punya kontrak dengan smelter. Tentu smelter juga bermain. Apalagi umumnya trader juga punya tongkang sendiri dan kadang ada juga yang punya truk sendiri. Nah disinilah dilema bagi penambang Nikel yang tidak ada smelter. Modal berkuasa.
Jumlah penambang ada banyak. Dari kelas ilegal, 100 hektar sampai dengan yang ribuan hektar. Berdasarkan data resmi dari APNI, saat ini dari 328 IUP Nikel–di luar 2 KK, tidak sampai 100 perusahaan pertambangan di sektor hulu yang benar-benar aktif melakukan produksi bijih Nikel. Nah kalau kamu punya tambang nickel di Sulawesi, maka yang jadi rumit adalah soal logistik. Karena medan yang jauh dari pelabuhan dan belum tersedianya infrastruktur yang luas khusus untuk tambang nikel. Jadi tidak mudah membawa nikel ke pelabuhan muat. Rantainya dari stockfile di lokasi tambang harus diangkut dengan truk ke stockfile ke pelabuhan antara. Kemudian menggunakan tongkang untuk dibawa ke pelabuhan laut. Dari pelabuhan laut diangkut ke smelter.
“ Mengapa tidak banyak smelter dibangun? Tanya Florence.
“ Membangun smelter itu tidak mudah dan tidak murah. Tanpa jaminan market sangat beresiko. Ini padat modal. Misal untuk kapasitas 40.000 ton nickel matte per tahun, investasi mencapai USD 425 juta. Belum lagi anda harus bangun sendiri pembangkit listrik untuk kebutuhan energi yang besar. Saat sekarang smelter, baik pyrometalurgi maupun hydroperlurgi, menurut data APNI totalnya 81 industri, yang terdiri dari 71 perusahaan pyrometallurgy dan 10 perusahaan Hydrometallurgy, jumlahnya diperkirakan akan bertambah. Kondisi industri hilir tersebut saat ini ada beberapa badan usaha masih dalam proses perizinan, ada yang mangkrak." Kata saya.
Terus dimana rentenya?
Contohnya untuk nikel kadar 1,8% dengan kadar air 35% harganya US 53 (HPM). Jika melalui trader, maka HPM-nya akan dikurangi antara US$ 1 - US$ 3. Misalnya dipotong US$ 3, harga HPM yang diterima penambang adalah US$ 50 per ton bijih nikel. Jika penambang melakukan kontrak trading dengan smelter, umumnya berbasis CIF. Pihak smelter hanya memberikan subsidi US$ 0 - US$ 3 per ton. Sementara biaya untuk tongkang antara US$ 4, 8, 10, sampai US$ 12 per ton bijih nikel.
Berapa harga di Shanghai sekarang? per ton USD 83. Jadi perbedaan harga dengan lokal USD 30. Beda harga 65% lebih mahal di Shanghai. Artinya dari disparitas harga saja smelter sudah untung 65%. Belum lagi smelter dapatkan insentif melimpah dari negara; bebas dari pajak ekspor atau bea keluar. Memang sudah ada rencana penerapan pajak ekspor produk hilirisasi nikel setengah jadi (NPI) akan berlaku pada tahun 2022.
Realisasi? masih tunggu. Mereka juga mendapat insentif pembebasan pajak atau tax holiday (pph badan) selama 25 tahun. Tidak pula membayar pajak pertambahan nilai (ppn). Dan karena tidak menambang dan hanya membeli ore dari penambang dengan harga murah, maka industri smelter tidak membayar royalti tambang sepeserpun. Itulah harga dari kebijakan hilirisasi nikel.
Sementara dari perspektif kepentingan masyarakat lokal dan kelestarian lingkungan, lebih terlihat sebagai kutukan bagi masyarakat setempat. Kutukan yang merusak ekosistem, yang kemudian berimbas pada penghidupan ekonomi masyarakat lokal. Celakanya, pemerintah bergeming. Yang tampak hanya pembiaran dan keinginan untuk menikmati keuntungan ekonomi sesaat semata. Belum terdengar ada rencana intervensi besar-besaran untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat setempat dan kepentingan kelestarian lingkungan yang akan menjamin masa depan kehidupan generasi mendatang.” Kata Saya.
“ Terus gimana dengan tawaran dari China?”
“ Ogah ikutan. Saya memang bukan orang baik, tetapi saya tidak akan menggadaikan negeri ini. Kamu tahu, semua pengusaha apalagi udah international kelas, harus punya mindset memprioritaskan kepentingan nasional. Kalau engga, siapa yang akan jaga ratusan juta rakyat yang lemah dalam segala hal. Thing about it.” Kata saya seraya seruput kopi.
No comments:
Post a Comment