Saturday, July 09, 2022

Berada di tempat dan waktu yang salah

 








Tahun 2012. Setelah tiga bulan proses akuisisi perusahaan logistik oil and gas di Dubai yang melelahkan. Saya berniat cuti. Dari London saya sudah beri tahu sekretaris bahwa saya akan cuti selama 7 hari di Jakarta.  Tetapi Ramon, teman saya dari Mexico datang ke Hong Kong. Dia ingin bertemu dengan saya. Dari London saya terbang ke hong kong. Rencana keesokannya saya pulang ke Jakarta. Ramon menginap di Shangrila Hotel kawasan Central bisnis distric. Luggage saya dibawa oleh sekretatis ke Apartemen dan saya terus ke Shangrila hotel. 


Saat sampai di Shangrila jam 8 malam. Ramon minta saya langsung ke kamarnya. Maklum dia  teman lama. Kami sudah akrab sejak beberapa tahun lalu. Dia pedagang emas dan punya konsesi tambang emas. Dengan Lift saya menuju lantai kamarnya. Bell saya tekan. Pintu kamar tersibak. Ramon segera memeluk saya. “ Akhirnya kita ketemu lagi. I miss you. “ Katanya. Ternyata di kamar dia tidak sendirian. Ada juga wanita. Usianya mungkin tidak lebih 40 tahun.


“ B, kenalkan Caty. Dia partner saya dari Taipeh, Dia nginap di hotel ini juga. Lantai executive room. “ Kata Ramon perkenalkan wanita itu.


“ Saya tahu kamu sibuk.” Lanjut Ramon. “ Langsung aja. Caty punya bisnis. Dia sudah invest untuk start up bidang tekhnologi Ultra micro processor. Mereka mau listed di Nasdaq.  Tapi ada kendala.”


“Apa kendalanya? tanya saya.


“ Mereka butuh supply chain dari Rusia. Kamu kan punya koneksi dengan Moscow. Mari kita garap sama sama ini bisnis “ Kata Ramon dengan gaya wallstreet.


“ Bisa jelaskan tekhnologi apa? Kata saya mengerutkan kening. Ramon melirik Caty “ Oh ini tekhnologi manufaktur untuk ultra micro processor. Dengan daya tampung memori super terrabit dan berkecepatan gigantik. Materialnya dari Rusia. Design dari  Lab Amerika. Dalam uji coba di Taipeh sudah provent. Lebih hebat dari processor manapun. Tekhnologi ini akan mengubah tatanan dunia. Siapa yang kuasai maka dia akan lead“ Caty menjelaskan secara sederhana. Saya paham.


Sedang asyik bicara. Bell kamar berbunyi. Ramon melangkah ke arah pintu kamar. Namun kembali ke  kami dalam keadaan pucat. Di belakangnya ada dua orang menodongkan senjata.  “ Ikut semua! kata salah satu pria kepada kami. 


Saya tercekak. Ada apa ini? Apakah mereka aparat?  Belum sempat mikir. Ramon memukul pria itu namun meleset. Pria itu memukul kepala Ramon dengan gagang senjata FN. Dia terjatuh tidak sadarkan diri. Dengan replex saya tarik lengan yang todongkan senjata itu dan membantingnya. Terjatuh. Pada waktu bersamaan saya menjatuhkan diri seraya menyapu kaki pria yang memukul Ramon. Dia  juga terjatuh. Kejadian cepat sekali. Entah mengapa dua pria itu bangkit dari jatuhnya.  Berlari keluar kamar. Hanya  berselang 3 menit, petugas sekuriti hotel sudah datang. Ternyata Ramon sempat tekan alarm hotel.


Setelah Ramon siuman. Kami di interogasi oleh sekuriti. Mereka tidak tahu mengapa ada orang menyerang mereka. Namun Ramon tidak mau perpanjang kasusnya.  Data CCTV juga tidak jelas. Karena mereka menggunakan masker. Petugas sekuriti perkuat keamanan di kuridor hotel agar kami aman.


“ OK. Ada apa ? kata saya setelah sekuriti pergi.


“ B, kami tahu siapa yang serang kami. Sudah kami duga. Namun tidak menyangka akan sejauh ini. “ kata Ramon.


“Siapa mereka? 


“ Itu dari grup AS. Mereka bayar gangster dari Taiwan untuk habisi kami.” Kata Caty. Saya garuk garuk kepala. Kenapa jadi begini. Oh ternyata mereka target buruan. Mengapa saya terjebak dalam situasi gila ini. Setelah berbicara tidak lebih 15 menit. Wanita itu dihubungi oleh Front office. Bahwa bill dia sudah siap. “ Saya harus segera pergi” Katanya. Tak lama petugas sekuriti datang ke kamar mengantarnya ke front office untuk check out. Sekali lagi dia mengucapkan terimakasih seraya memeluk saya. 


***


Setelah wanita itu pergi. Kami putuskan makan malam di Wanchai. Dengan taksi kami melaju dari shangrila hotel ke restoran yang hanya 10 menit perjalanan. Sampai di jalan Lochard road, taksi berhenti. Kami lanjutkan jalan kaki ke arah restoran. 


Namun entah darimana. Kendaran van berhenti tepat di samping kami. Tiga pria datang menyerang saya dengan golok babi. Saya dorong Ramon ke samping  dan berusaha mundur dari serangan mendadak itu. Tiga langkah mundur. Salah satu dari mereka mengeluarkan senjata. “ Menyerah!. Ikut kami” kata pria itu. Temannya dalam posisi stand by dengan golok di tangan. Saya tidak punya pilihan. Saat itu maut terasa dekat. Ada apa ini?. Saya lirik Ramon jatuh pingsan.


Belum sempat saya berpikir jauh. Dari seberang jalan terlihat wanita dengan jaket musim dingin melangkah cepat ke arah kami. Dia melepaskan tembakan berperedam  tepat mengenai pria yang todongkan senjata ke saya. Dua pria yang standby dengan goloknya juga terjerembab kena peluru. 


Duh ada apa sih. “ Kamu ikut saya. “Kata wanita itu. Dia tarik tangan saya dengan keras dan berlari ke arah belakang gedung Bank. Di sana ada kendaraan parkir. Dalam kendaraan ada tiga pria, dia minta saya tenang dan patuhi dia. Hape saya diambil mereka. Kendaraan melesat ke arah Aberden 


***

“Kita diikuti,” kata pria salah satu dari mereka . Semua mata serentak menatap ke belakang. Sepertinya mereka punya team yang memberi tahu bahwa mereka dikkuti. Saya memperhatikan lewat kaca spion, kendaraan yang melaju di belakang kami berwarna putih jenis Merci. Berjarak tidak lebih dari 200 meter. Semua yang ada di dalam kendaraan tampak tenang, kecuali saya. Sepertinya, sesuatu hal akan segera terjadi. Firasat saya berkata demikian. Kendaraan berbelok ke dalam gedung parkir. Ternyata menurunkan wanita itu.  Setir dipegang oleh satu pria.


Kendaraan meliuk-liuk menyusuri daerah perbukitan. Jalanan nampak sepi. Ketika kendaraan berbelok pada satu tikungan, Saya memperhatikan kendaraan yang mengikuti kami  masih terlihat. Tepat di belakang Merci itu, terlihat pengendara motor  balap dengan kecepatan tinggi. Kemudian, pandangan saya tertutup bukit. Dan, sekejap kemudian, BOOM!! terdengar suara ledakan hebat. Jantung saya berdetak keras. Namun dua pria itu masih saja tenang dan menguasai situasi. 


Saya tidak tahu apa yang sedang terjadi. Saat menoleh ke belakang, yang muncul dari balik tikungan hanya motor balap yang melesat bagai anak panah. Pengendaranya melambaikan tangan sambil mengacungkan jempol dengan tangan kirinya ketika melewati kendaraan kami.


“Apa yang terjadi?” tanya saya

“Mobil yang mengikuti kita sudah diledakkan,” kata salah satu mereka

“Diledakan?”

“Ya, granat tangan.”

“Oleh siapa?”


Mereka hanya tersenyum menatap saya. Kendaraan kembali berbelok masuk ke jalan kecil, berkelok-kelok dan mendaki. Tak berapa lama kemudian, kami sampai di suatu tempat. Sebuah tempat peristirahatan yang luas dengan pagar tinggi. Pintu gerbang terbuka secara otomatis. 


Kendaraan berhenti ketika sampai di depan tangga. Tangga itu menempel pada tebing yang agak vertikal. Kami keluar dari mobil dan menaiki tangga. Dari atas tangga, terlihat sebuah rumah besar bercat putih. Aku melirik ke bawah, sebuah motor balap di parkir tidak jauh dari Van.


Seorang wanita keluar dari balik pintu dan, ternyata wanita yang tadi menembak tiga pria di Wanchai. Dengan tersenyum dia mendekati saya. “ Kenalkan. Nama saya Lien” kata wanita itu ramah. Tidak nampak tegang. Santai sekali. Padahal tadi dia berusaja menghilangkan nyawa empat orang. 

Saya terima ulurang tangannya. “ Nama saya jelly. Ada apa? mengapa saya dibawa kemari? Apa salah saya?


Dia menarik tangan saya masuk ke dalam, diikuti yang lainnya. “Untuk sementara kita akan tinggal di sini,” kata Lien. 


Saya memperhatikan sikap mereka, terlihat sangat menghormati Lien. Ketika saya duduk bersama Lien di ruang tamu, mereka tetap berdiri tanpa suara. Sepertinya Lien adalah ketua team ini. Telepon selularnya berbunyi. Usai menerima telepon, wajah lien nampak tegang. Terdengar dia bicara kepada ketiga orang teamnya dalam bahasa Mandarin. Mereka serentak pergi ke sebuah lemari di sudut ruang tamu. Dari dalam lemari, mereka mengeluarkan sesuatu. Ternyata beberapa pucuk senjata. Sepertinya situasi genting akan terjadi. Duh ada apa ini?


“Keberadaan kita di sini sudah terlacak lewat satelit mereka,” kata Lien menatap saya tegang.


“Bagaimana mungkin? Siapa mereka itu. Ada apa dengan saya?” sergah saya panik.


“ Ya kami saja tahu posisi kamu. Apalagi mereka. Dalam diri kamu ada sesuatu yang mudah terlacak sehingga kemana saja kamu pergi bisa jadi target. Tugas kami melindungi kamu. Kami harus pastikan kamu aman sebelum bertemu dengan boss kami?


“ Apa ? Kata saya dengan terkejut. “ Saya hanya pengusaha asing di Hong Kong. Saya tidak mengerti apa maksud kamu? Kata saya.


Lien menatap ketiga teamnya yang sedang berjaga di depan jendela, sambil sebentar-sebentar memandang keluar. Dia tidak pedulikan saya.


“Mereka pasti datang dan itu tak akan lama,” Lien berkata kepada saya dengan wajah dingin. Tak nampak sama sekali rasa takut menyelimuti wajahnya. Terlihat sedikit senyum di wajahnya. Namun sikap siaga menghadapi segala kemungkinan buruk tetap tidak berkurang.


“Hmm..” Lien berdiri dari tempat duduknya.“Mereka sudah datang,” kata salah  satu dari mereka setengah berteriak. 


Lien segera melihat ke arah jendela. Dua buah mobil van bergerak lambat sebelum akhirnya berhenti tepat di depan gerbang. Delapan pria berlompatan dari dalam kendaraan. Mereka berhasil melompati pagar dan mulai masuk menuju bangunan di mana kami berada.


“Saatnya kamu melindungi dirimu sendiri,” kata Lien sambil menyerahkan sepucuk senjata FN  kepada saya.


“Pegang erat senjata ini dan arahkan pada sasaran,” jelas Lien memberikan arahan. “ Tarik pelatuknya dengan lembut” 


Tiga orang team sudah berada di luar bangunan. Sementara Lien tetap di ruang tamu bersama saya, menanti dengan tegang kedatangan tamu tak diundang. 


“Apakah tidak sebaiknya kita hubungi pihak kepolisian?” Kata saya.


“Tidak mungkin. Kita harus hadapi mereka sendiri,” kata Lien tegas dengan mata tetap fokus ke arah jendela.


Selang beberapa saat yang menegangkan. Terdengar teriakan salah satu mereka. Kepalanya bersimpah darah dan jatuh tepat di teras. Sementara yang lain segera mundur ke belakang. Sebelum akhirnya mereka berlari ke dalam rumah sambil melepaskan tembakan.


“Tiarap!” teriak Lien sambil melompat menyambar saya. Kami bergulingan ke samping sofa. 


Sejenak kemudian, beberapa peluru menembus kaca dan membuatnya pecah berhamburan. Sama sekali tak terdengar suara desingan karena rupanya, mereka menggunakan peredam. Keadaan menjadi hening untuk beberapa saat. Lien menoleh ke samping, melihat dua rekannya meregang nyawa sambil memegangi dada mereka yang tertembus peluru.


“Tetap di sini,” kata Lien yang masih terlihat tenang dan tersenyum. Lalu dia berkonsentrasi pada empat orang yang berdiri tepat di depan jendela kaca lebar. Dengan kedua tangan kanan dan kirinya tergenggam pistol. Lien melompat keluar dari jendela kaca yang sudah pecah dengan bersalto. Saya memperhatikan dari balik sofa.  Pandangan di belakang saya leluasa kearah samping tangga. Lien melayang sambil melepaskan tembakan ke arah empat orang yang berdiri dalam formasi sejajar. Memudahkan Lien mengarahkan tembakan untuk melumpuhkan mereka sekaligus. Benar saja, tidak satupun tembakan Lien yang mereleset. Semuanya tepat mengenai sasaran di kepala. Empat pria itu  jatuh tersungkur.


Lien berguling ke samping, lalu segera bangkit, dengan tubuh membungkuk, dia berlari ke bawah untuk menyambut empat orang lainnya. Namun Lien terjatuh setelah menghabisi dua pria itu. Peluru mengenainya. Salah satu teamnya tiba-tiba muncul kembali dari balik tangga sambil berlari ke arah saya. Sepertinya ingin melindungi saya. Dia melepaskan tembakan ke arah dua orang itu. Malah dia sendiri terjatuh kena tembakan. 


Saya tetap bersembunyi balik sofa. Dua penyerang itu masuk ke dalam. Mereka cepat sekali tahu persembunyian saya. Dengan todongan senjata mengarah kepada saya.  Saya berdiri perlahan lahan dan membuang senjata. Saat itu entah mengapa saya harus bertarung dengan situasi. Saya tidak mau mati konyol. Apapun masalahnya, saya harus survival. 


Ketika digiring ke tangga. Saya dengan cepat mendorong salah satu mereka yang ada disamping saya dan tendangan saya mengarah kepada pria yang ada dibelakang saya. Satu terjatuh berguling guling di tangga dan satu lagi terkejut. Namun dengan cepat saya sapu kakinya. Diapun terjatuh di tangga. Saya segera berlari menuruni tangga. Namun sebelum dua pria itu bangkit. Lien sudah ada dari balik tangga dengan menghabisi dua pria itu. Kepalanya terluka membasahi sampai setengah wajahnya. Jalannya terhuyung. Ternyata peluru hanya nyerempet di keningnya.


“Cepat! Ikut aku!” teriaknya. Saya mengikutinya setengah berlari ke arah kendaraan yang parkir. Lien membuka kaus kakinya menutup luka di kepalanya. Segera memacu kendaraan dengan kecepatan tinggi melewati gerbang.. “Kamu tidak apa-apa?” tanya Lien. Aneh ini wanita. Kepalanya berdarah dan setengah wajahnya dilumuri darah. Kok malah kawatirkan saya. Tetapi memang keliatan sekali dia terlatih sebagai petarung berani mati dan focus.


“Ya. Saya baik-baik saja.” Jawab saya


“Bagus,” serunya. “Kita akan menuju ke perbatasan Shenzhen.”


Ketika saya sampai di perbatasan Shenzhen. Hari sudah menjelang tengah malam. Tempat itu berada di resort hotel, di kaki bukit. Sebuah tempat yang sangat indah dengan panorama alam yang asri. " Ada apa ini semua? mengapa ? Kata saya berusaha menyembunyikan rasa kawatir. 


" Anda bukan target kami. Tetapi anda berada di tempat dan waktu yang salah. Pada diri anda ada sesuatu yang kami perlukan. " 


" Apa ? 


" Tenang." Kata Lien. Salah satu Pria itu membawa alat scann. Dia scann tubuh saya. “ Ini dia. “ Kata pria itu mengambil jam tangan dari saku jas saya. Saya baru tahu ada jam tangan di saku jas depan saya. “ Wanita yang anda temui di kamar hotel itu sengaja menyisipkannya di saku anda. Tapi dia tidak sadar. Kalau pada jam tangan ini ada alat pelacak” Kata Lien.


“  Darimana anda tahu itu semua ?


“ Teman anda orang Mexico itu sejak datang ke Hongkong sudah kami ikuti. Pembicaraan anda dengan mereka di kamar juga kami pantau melalui CCTV. Dan dengan anda  jadi target oleh mereka, kami yakin design chip itu ada pada anda”


“Siapa Caty itu sebenarnya ? Tanya saya.


“ Dia profesional yang dibayar khusus untuk mencuri ” Kata Lien tersenyum. “ Dan yang memburu anda tadi adalah gangster yang dibayar oleh konglomerat Wallstreet. Karena Caty mencuri milik mereka. “ 


Hati saya lega. 


“ Sekarang anda aman. Tidak ada lagi yang akan memburu anda. Kami akan antar anda kembali ke Apartement” Kata Lien. Dia minta salah satu pria teamnya mengantar saya.


“ Terimakasih. Anda sudah menyelamatkan hidup saya. Setidaknya design ultra micro processor itu jatuh ke tangan kami.  “ Kata Lien  seraya menyerahkan hape saya." Sebagai pengusaha, anda patarung yang profesional. Bertarung real dengan senjata dan tinju" sambungnya tersenyum." Senang mengenal anda" Katanya. 


Saya kembali ke apartement. Sampai di apartemen jam 2 dini hari. Keesokan paginya saya dapat kabar  lewat SMS dari Ramon bahwa dia sudah terbang ke New York. Saya baca berita di koran pagi. Tidak ada peristiwa berdarah itu. Berita TV juga tidak ada. Belakangan saya telp wanita yang saya temui di hotel shangrila. Telp nya off. Saya yakin di belakang Lien dan teman temannya adalah china. Itu semua adalah  perang intelijen merebut tekhnologi semi konduktor. 


***

Dalam situasi apapun harus tetap tenang. Jangan pernah berpikir negatif terhadap situasi. Karena itu akan menimbulkan rasa kawatir dan takut. Sifat kawatir mematikan daya pikir. Rasa takut membelenggu spirit. Kita harus jadi petarung dalam hidup kita. Karena segala kemungkinan buruk bisa saja terjadi. Namun ketenangan diri dan berpikir positif akan sangat membantu kemampuan kita untuk survival dan keluar sebagai pemenang.




5 comments:

Irman said...

Kisah yg sesuai dgn kapasitas Babo

Nanang said...

Udin si Jamesbind 😂😂😂

Anonymous said...

jika ada member sineas, sangat layak dibuat jadi film. Pesan moral terakhir sangat memotivasi Babo.

Anonymous said...

007 memang lihai 👍👍

E2rd said...

Wow, bgmn nasib processor itu skrg Babo?

Siluet kekuasaan dan kemiskinan.

  “ Mengapa kapitalisme disalahkan ? tanya Evina saat meeting di kantor Yuan. Dia CEO pada perusahaan di Singapore. Dia sangaja datang ke J...