Kupandangi Mia dalam tidur pulasnya. Kucium lembut keningnya. Airmataku menganak di tubir mata. Di samping nampak suamiku memperhatikan. “ Maafkan bunda, Ya Mia.” Kataku dengan suara sesal dan tahan isak tangis.
Tadi siang aku sempat marah besar kepada Mia karena entah kenapa dia tidak mau pergi sekolah. Dengan segala macam cara aku membujuknya tapi Mia tetap tidak mau kesekolah. Tak disengaja aku meletupkan amarahku sampai memukul kakinya. Mia menangis “ Bunda, sakit …” aku terdiam seketika ketika melihat wajah takutnya memandangku.
Segera aku merangkulnya. “ Sekolah ya nak. Mia kan mau jadi orang pintar. Sepintar ayah Mia , yak an”
“ Mia, engga mau sekolah bunda” katanya dengan pandangan kosong.
“ Kenapa , sayang “
“ Mia, takut sama Bobi. “
“ Siapa itu ?
“ Anak laki laki”
“ Emang kenapa “
“ Dia sering ganggui Mia. Mia benci Bobi..” katanya meninggi.
“ Gimana kalau bunda antar Mia kesekolah “
Matanya memancarkan satu keyakinan dan kekuatan “ benar , bunda mau antar Mia kesekolah”
Aku menggangguk.
“ Mbak…”Katanya hampir tidak percaya. Karena biasanya yang antar ART.
“ Mbak di rumah jaga adik. “
Mia mengganguk dan memelukku.
Ketika sampai di sekolah. Mia berkata kepadaku “ Bunda tidak kekantor, kan. “ Wajahnya nampak kawatir.
Aku terdiam. Namun aku tidak bisa membiarkan permata hatiku cemas dalam belajar” Bunda akan tetap di sekolah. Jaga Mia sampai pulang sekolah.” Wajanya cerah.
Mia putri sulungku. Dia sekarang duduk di TK. Sementara adiknya berusia 3 tahun. Aku sendiri bekerja di perusahaan Swasta dan Suamiku juga bekerja Perusahaan Asing. Kehidupan ekonomi kami memang mapan dan karena itu tidak sulit bagi kami untuk membayar dua orang baby sitter. Sehari hari Mia dirawat oleh Baby sitter. Kebersamaanku dengan Mia dan adiknya hanyalah dipagi hari sebelum berangkat kekantor dan malam hari hanya melihatnya terlelap ditempat tidur.
Mungkin beginilah apa yang dirasakan oleh mama ketika menungguku belajar di sekolah. Aku ingat betul dulu aku acap melongok keluar jendela untuk melihat mama duduk di taman sekolah. Bila mataku bersitatap, mama akan tersenyum indah kepadaku. Karena itu aku bersemangat di sekolah.
Ketika acara perpisahan sekolah di TK, aku masih ingat mama berlinang air mata menyaksikan aku membaca puisi “kasih ibu “. Papa juga selalu hadir disetiap hari istimewaku. Mama tetap selalu mendampingiku sampai aku tamat SD. Setelah masuk sekolah SLP, mama tak lagi menungguiku tapi selalu aku diantar dan jemput oleh mama. Mama setir sendiri mobil. Ini terus berlangsung sampai aku tamat sekolah SMU.
Ketika aku masuk perguruan tinggi, mama paling sibuk menyiapkan aku untuk tinggal di luar kota. Dia sendiri yang mencarikan tempat kos terbaik untukku. Dia sendiri yang membelikan kebutuhanku di tempat kos. Paling sedikit dalam seminggu mama menelphone tiga kali. Selalu yang diingatkan agar aku menjaga sholat dan makan.
Mama sangat sabar. Mama tidak pernah membentakku apalagi sampai memukulku. Bila kadang puncak emosinya tak mampu diredamnya karena kenakalanku maka mama akan memeluku sambil menangis “ Anak mama sayang. Buah hati mama. Jangan nakal ya sayang. “Itu selalu dikatakan mama. Namun dengan airmata mama sudah cukup membuatku luluh untuk sadar akan kesalahanku.
Bila aku sakit mama tak pernah jauh dariku. Bila malam mama menemaniku tidur. Sedikit saja aku tersentak dari tidurku, mama sudah terbangun. Dia meraba keningku dan bila aku kembali tertidur mama akan mencium keningku sambil berdoa “ Ya Allah, sembuhkan buah hatiku. Engkau titipkan ia padaku tentu engkau pula yang akan menjaganya.” Kata kata itu masih tetap lekat dalam ingatanku.
Kecintaan mama bukan hanya kepadaku tapi kepada semua saudaraku. Kepada Bang ijal, uni Remi, sikap mama sama. Karena itu jarang kami bertengkar satu sama lain. Sikap bijak mama membuat hati kami melembut dan mudah didamaikan.
Ketika aku lulus perguruan tinggi. Mama bersama papa mengantarku ke gedung wisuda dengan wajah ceria. Ketika aku menggunakan baju toga, nampak mama dan papa berlinang air mata sebagai ujud kasih mereka yang tak bisa diungkapkan dengan kata kata. Ketika aku mulai bekerja, Mama selalu mengingatkanku untuk menjaga makan. Kadang menyiapkan sarapan pagi untukku.
Ketika aku akan menikah, mama mengajak bicara dari hati kehati. Mama menasehatiku agar menjadikan rumah tangga sebagai ladang ibadah. Cinta itu adalah pengorbanan dalam konsep memberi. Demikian mama menjelaskan kepadaku dalam bahasanya yang sederhana. Namun itu sangat bermakna bagiku. Karena mama tidak hanya pandai berkata tapi mama telah membuktikan itu dalam hidupnya. Pengorbanannya menjaga anak anak sangat luar biasa.
Kami beruntung punya mama. Kesetiaannya kepada Papa sangat luar biasa. Papa beruntung mendapatkan mama sebagai istri. Ini dapat kurasakan sebagai anak dan wanita, yang kelak akan menjadi ibu juga istri dari seorang pria.
Ketika mendekati hari pernikahan, ada satu yang tak pernah bisa kulupakan seumur hidup ketika mama berkata kepadaku “ Nur, kelak yang akan menjadi wali nikahmu adalah penghulu.”
“ Mengapa ? mengapa bukan papa ?
Mama terdiam. Tak berapa lama , airmata mama mengalir sambil berkata “ Secara agama papa tidak berhak menikahkanmu karena kami bukanlah orang tua kandungmu. Kamu anak yatim lagi piatu sejak usia dua tahun. “
Aku hampir tidak percaya apa yang barusan aku dengar. Tapi mama berkata dengan sungguh sungguh tanpa bisa menahan airmatanya. Mama memelukku. Aku larut dalam tangis. Aku masih tidak mempercayai kata kata mama. Aku berharap ini hanya mimpi belaka, Bukan realita yang harus kuterima. Dua puluh lima tahun mama dan papa merahasiakan ini dan terungkapkan ketika aku akan menikah. “ Bagaimanapun Nur tetap anak kami. Hanya ceremonial agama mengharuskan seperti itu. Maklum ya nak.”
“ Ma, …” aku membalas dekapan mama dengan keras” Ma, kenapa Nur harus menjadi yatim lagi piatu. Aku tidak pernah merasakan perbedaan sebagai anak tiri. "
Mama menatap mataku dengan tatapan kasih “ Semua Allah yang mengatur. Allah bisa menitipkan anak melalui rahim kita tapi bisa juga menitipkan pada rahim wanita lain. Walau rahim berbeda namun hakikatnya sama. Sama sama milik Allah dan sama sama titipan Allah. Kecintaan mama kepada kamu dan juga saudaramu, adalah kecintaan mama kepada Allah.
Pengorbanan mama kepada kalian semua karena kecintaan mama kepada Allah. Ketika kalian tumbuh dan berakhlak, rasa cinta itu semakin membuncah. Karena mama mampu mengaktual cinta itu dalam bentuk berbuat karena Allah dan menjadikan kalian seperti Allah mau. Ini amanah teramat indah yang tak mungkin bisa dibandingkan dengan apapun , anakku.”
***
“ Bunda “ terdengar teriakan Mia kepada ku. Membuat lamunanku terhenti. Mia berlari kearahku sambil merentangkan kedua tangannya untuk memelukku. “ Bobi engga nakal lagi , bunda” Aku memeluk erat Mia sambil berkata “ Bunda , janji mulai saat ini dan besok besok , bunda akan selalu ada bersama Mia.”
Aku mengirm SMS kepada suamiku “ Yah, bunda mulai sekarang akan berhenti kerja. Bunda akan selalu ada di rumah untuk anak anak.”
“ Benar nih “Jawab SMS suamiku.
“ Benar, Yah.
“ Alhamdulillah. “
Setelah itu, aku tersenyum bahagia. Aku telah membuat keputusan terbaik dalam hidupku saat itu. Karena itu aku sangat merindukan mama. Dalam perjalanan kerumah , pikiranku selalu kepada mama. Sudah dua kali dalam sebulan ini mama mintaku datang membawa anak anak tapi karena kesibukanku di kantor selalu tidak ada waktu. Aku berniat akan datang kerumah mama.
Namun ketika aku sampai dirumah, nampak mobil mama sedan di parkir di dalam pagar. Mia langsung berlari kencang kedalam rumah “ Omaaaa…datang. Oma Mia datang. "
Aku berjanji besok besok akan selalu datang kerumah mama bila mama merindukan anak anakku, cucunya. Aku akan selalu ada di rumah, untuk anakku, untuk suamiku. Tentu waktuku akan selalu ada untuk menjaga mama dan merawatnya dimasa tua, sebagimana mama berkorban untukku...
No comments:
Post a Comment