Saturday, September 04, 2021

Pelacur...

 



Malam itu aku mendatangi Bar yang dimaksud untuk menemui wanita teman kencan Fernandez. Mungkin karena aku datang lebih ‘pagi’, pengunjung belum begitu ramai. Aku mendatangi petugas Bar untuk menanyakan wanita yang ingin kutemui. Petugas kafe itu menunjuk kesudut ruangan. Nampak seorang wanita duduk sendirian. Wajahnya berhias senyuman menggoda. Tinggi sekitar 167 cm lebih tinggi dariku. Hidung mancung dan kulit putih. Rambut sebahu. Usia sekitar 30an. Terdengar alunan musik lembut menambah nuansa romantis pembangkit imaginasi syahwat. 


Aku melangkah ke arah tempat wanita itu duduk. Namun seorang pria dengan setelan jas mendatangi wanita itu lebih dulu. Aku pun terpaksa berbelok, menyingkir. Tempat duduk di kafe ini dirancang untuk membuat pengunjung merasa nyaman duduk berlama-lama. Kursi berbentuk setengah lingkaran yang bersebelahan dengan kursi lainnya. Menjamin tawar-menawar dan acara ngobrol basa-basi berjalan santai. 


Aku pun mengambil tempat duduk di sebelah, sambil menunggu pria itu berlalu. Dengan jarak yang lumayan dekat, aku dapat mendengar dengan jelas apa saja yang mereka perbincangkan. Samar-samar aku juga dapat melihat posisi mereka. Maklum, lampu memang dibuat muram agar nyaman untuk melampiaskan syahwat.


“Kamu sendirian, ya?” tanya pria itu basa-basi. Sambil berusaha mendekatkan wajahnya ke wanita itu.


“Bapak lihat, apakah ada orang lain menemaniku?”


“Aku kan, hanya ingin memastikan saja.”


Wanita itu tersenyum sambil melirik pria di sampingnya. Dia menyulut sebatang rokok dan mengepulkan asap rokok dari sudut bibirnya. “Mungkin malah Bapak yang sedang ditunggu seseorang?” kata si wanita, balik bertanya. “Aneh pertanyaan Bapak ini. Di sini, semua wanita tentu menunggu.” 


Pria itu tertawa kecut seakan menertawakan dirinya sendiri yang bodoh, karena sedang berada di sebuah tempat di mana semua hal bisa dibeli. 


“Aku baru kali ini melihatmu,” kata si pria mulai serius.


“Sama! Aku juga baru kali ini melihat Anda.”


“Boleh duduk di sebelahmu? Siapa namamu?” Kata pria itu sambil merapatkan tubuhnya ke tubuh wanita.


“Berapa Bapak bisa membayarku?” tanya wanita itu tanpa basa-basi. Datar, tanpa ekspresi.


“Apakah aku terlihat seperti sedang manawar?”


Wanita itu memicingkan mata kearah tamunya, “Lantas untuk apa Bapak mendekatiku, di tempat seperti ini?”


“Aku tertarik dan ingin tahu saja.”


“Tertarik apa? Ingin tahu apa?”


“Kamu nampak berbeda dengan yang lainnya.”


“Di tengah kompetisi, kita harus menentukan cara unik menarik pelanggan. Aku tidak mau seperti yang lain dengan turun ke lantai bar, memamerkan tubuh untuk ditawar.”


“Jadi, sikap kamu sekarang adalah sikap menjual dengan cara yang kamu yakini benar dan efektif untuk menarik pelanggan?”


“Ya! Sebutkan berapa harganya?”


“Aku tidak mau transaksi seks walau aku memang butuh seks malam ini.”


“Mengapa?”


“Aku ingin menikmati seks tapi tidak mau membeli untuk itu.”


“Mengapa?”

“Aku tidak ingin membeli, tapi aku ingin menikmati dan di layani seperti selayaknya aku membeli.”


“Mengapa?”


Pria itu terdiam. Wanita itu mengerutkan kening. Sepertinya dia mulai kesal karena pria itu tidak bisa menjawab rasa ingin tahunya. Sepertinya ini pertanyaan yang mudah tapi juga sulit untuk dijawab.


“Mengapa?” dia mengulangi pertanyaanya.


“Aku ini orang terhormat yang percaya tentang moral. Membeli seks adalah perbuatan tidak bermoral. Itu selera rendahan. Bukan selera manusia sepertiku.” Pria itu tersenyum bangga. Seolah di telah berhasil membuka mata perempuan yang ada di sampingnya tentang siapa dia sebenarnya.


“Tapi tetap saja, Bapak tidak bisa lari dari kebutuhan seks dan selera rendahan,” balas wanita itu dengan senyum mencibir. Pria itu tampak terkejut dan menatap tajam wanita yang ada di sebelahnya, “dengar baik-baik!” kata pria itu setengah berteriak agar wanita itu dapat mendengar dengan jelas “Bisakah kamu lupakan tentang harga dan tarif untuk kencan? Kamu akan mendapatkan lebih banyak dari apa yang kamu terima selama ini.”


“Tidak bisa! Aku ini pedagang. Harga harus ditetapkan sebelum kita sepakat. Beda dengan istri kamu di rumah yang tanpa tarif tapi memeras kamu setiap hari.”


“Kamu pelacur. Ingat itu!”


“Iya, aku tahu dan ingat betul!” Jawab wanita itu mencibir dan berani.


“Aku ini orang yang paling dihormati, bagian dari segelintir orang di negeri ini. Aku ini pejabat!”


“Apa bedanya?”


“Tentu ada bedanya. Kamu hanyalah wanita murahan yang terdampar di dunia remang-remang. Siapapun bisa membeli kamu. Jangan sombong. Sangat beda denganku, seorang pejabat negara yang mewakili rakyat banyak. Aku punya misi untuk kesejahteraan mereka. Termasuk manusia terlantar seperti kamu.”


“Tetap tidak ada bedanya. Siapapun bisa membeliku, asal ada uang. Banyak tamuku cerita, bahwa mereka biasa membeli orang-orang seperti Bapak untuk kelancaran bisnisnya. Aku tidak sombong dengan profesi ini. Sedang kamu terlalu naif, bercerita tentang tugas terhormat. Padahal kenyataannya, setiap hari kamu juga melacurkan diri dengan jabatanmu.”


Aku mendengar pembicaraan itu dengan jelas dan semakin tertarik. Ternyata wanita yang pernah bersama Fernandez ini bukanlah wanita biasa. Dari gaya bicaranya, tahulah aku bahwa dia wanita cerdas.


“Kamu pelacur murahan!” balas pria itu dengan ketus. Namun tetap duduk merapat dengan wanita itu.


“Soal murah atau mahal, itu hanya soal tarif. Toh, tetap saja kamu dan aku sama-sama pelacur. Sama, kan?”


“Apa kesamaannya, heh?!” tanya pria itu lantang. Tampaknya dia mulai kesal dan marah.


“Sama-sama melacurkan diri untuk uang. Aku melacurkan tubuhku untuk uang dan kamu melacurkan jabatan untuk uang. Sama, kan?!”


“Tapi, tetap saja kamu beda denganku.”


“Apa sih bedanya antara aku dan kamu? Sama-sama mendapatkan uang dari cara yang tidak bermoral. Kamu melindungi diri dengan pangkat. Aku melindungi diri dengan parfum dan make up.,kadang pakai baju gamis dan jilbab. Semakin tinggi pangkat seorang pejabat, semakin tinggi pula tarif komisi haramnya. Begitupula dengan kami, semakin mahal parfumnya, semakin mahal pula tarif kencan kami. Bila kamu bilang, mendapatkan uang untuk kesenangan dan kebahagiaan keluarga maka akupun melakukan profesi ini dengan alasan yang sama! “


“Semua orang tahu bahwa profesi kamu adalah profesi terhina di dunia,” balas pria itu emosi.


“ Memang hina. Tapi anda tahukan,  profesi pelacur di negeri ini menduduki peringkat kedua di dunia setelah Ukraina. Kalau kalian keliatan terhormat itu karena Tuhan tutup aib kalian.  Hebat? Bahkan lembaga pendidikan pencetak generasi bangsa yang dikelola oleh para professor dan Phd, faktanya tak pernah berhasil masuk universitas terbaik di dunia. Dengan singapore saja kalah”


“Tapi bagaimanapun, keberadaan orang seperti kamu merusak kehidupan moral kota. Kalian teroris moral” kata pejabat itu.


“ Rakyat jelantah seperti saya ini jadi korban persepsi salah dan benar, moral dan amoral. Kalian melihat amoral terlalu jauh dari posisi kalian berada. Padahal musuh kota dan negara adalah orang yang ada di dalam ring kekuasaan, seperti kalian itu. Jauh lebih amoral dan jahat, daya rusaknya lebih dahsyat dibandingkan teroris sekalipun. Kalian selalu meniupkan kebencian kepada pelaku maksiat, pelaku teror, itu cara kalian menutupi diri , menipu rakyat agar kalian bebas korupsi tanpa tercela. Tetap merasa terhormat. Hipokrit !”


Pria itu tersenyum kecut mendengar kata-kata terakhir wanita itu. Dia merasa tersudut. Sebuah tesis gemilang dari seorang wanita yang hidup dari dunia remang-remang telah dipaparkan dengan begitu baik.


“Lebih baik aku akhiri di sini saja. Kelihatannya Bapak tetap dengan pendirian Anda untuk membeli seks tanpa mau disebut melacur. Kita akan tatap sama dalam cara dan perbuatan kita. Sama-sama pula dikutuk oleh semua orang yang masih menghargai moral. Sebaiknya Anda tetap setia kepada wanita di rumah yang selalu mau melayani. Walau dia sadar sedang ditiduri oleh pria yang setiap hari melacurkan jabatannya demi membayar dan memuaskan wanita, yang disebut sebagai istri itu. Itulah beda kami dengan wanita di rumah, istri seorang koruptor. Entah mana yang lebih hina? Tanyalah kepada rumput yang bergoyang!”


Wanita itu berdiri, lalu melangkah menjauh dari si pejabat. Aku segera mengikutinya dari belakang. Kemudian dia duduk di meja bar. Aku menyusul dan ikut duduk di sampingnya.  Aku menegurnya dalam bahasa inggris. “ Are you Philipino ya.” Katanya. Kami bicara dalam bahasa inggris. Dari dia saya dapat informasi tentang Fernandez. Itu penting untuk bisnis saya.


“ Do you have an idea tonight. “ Katanya mesra merapatkan wajahnya di kuping saya. Terasa susu kenyal menempel di bahu saya.


“ No. But I'm glad to meet you.. “Kata saya menyerahkan 3 lembar pecahan 100 lembar.

“ Thank. You paid me for drinking time, while there was a guest that was too much talk but bullshit” Katanya. Saya hanya tersenyum dan melangkah keluar dari Bar &Cafe itu. Dia tidak pernah tahu saya orang Indonesia. Dia hanya tahu saya orang asing yang sedang kiling time di cafe berkelas di Selatan Jakarta


Terimakasih pah..

 


Dalam diam bayanganku tetap kepada papa. Aku kangen Papa.. Berulang ulang kucoba untuk merangkai kalimat demi kalimat pada buku harianku. Namun kalimat itu tidak pernah selesai. Pandanganku tertuju pada sebingkai photo seseorang yang sangat kuhargai dan kucintai. Dua puluh tahun sejak aku dijemput di panti asuhan oleh papa dan mama, waktu berjalan tak terasa. Allah membuatku menjadi yatim dan piatu dalam usia kanak. Karna kasih Allah maka akupun mendapat belaian kasih sayang dari orang tua angkatku. Walau mereka kristen, namun mereka juga yang menjaga keislamanku sejak lahir. 


Bila air pegunungan mengalir dengan begitu beningnya dan terus hanyut menebarkan kehidupan disetiap alirannya maka begitulah perumpamaan tentang kemuliaan orang tua angkatku. Kuusap photo itu dengan halus. “ Papa terlalu baik , terlalu baik. Mudahkan rezeki dan panjangkan umurnya , ya Allah ”. Mataku melirik kesamping , dimana suamiku tidur dengan lelapnya. Dua orang pria yang hadir dalam hidupku. Aku tidak bisa menyesali takdir bila akhirnya mendapatkan suami yang tidak seperti papa.. Inilah kehendak Allah.


Suamiku memang pekerja keras namun juga tidak stabil emosinya. Ketika awal aku berumah tangga kehidupan begitu bahagianya. Namun kini prahara itu datang. Pria yang kini menjadi suaminku butuh pertolongan. Sejak di PHK sikap suamiku tidak lagi hangat seperti dulu. Mudah sekali tersinggung dan kadang membuat anakku Tika takut. Hal yang kecil dapat menimbulkan pertengkaran. Tidak banyak yang kuharapkannya dari suamiku kecuali sabar menerima kenyataan. Tapi hal ini pulalah yang sulit bagi suamiku. Walau aku sendiri punya penghasilan dari pekerjaan sebagai bidan. 


Memanglah andai ada catatan statistic tentang angka perceraian yang disebabkan oleh PHK tentu jumlahnya sangat besar di negeri ini. Tak terbilang gelombang PHK terjadi setiap hari nya. Pemerintah memang memberikan peluang dimana saja, bagi siapa saja. Namun kehidupan yang berkompetisi kadang membuat orang putus asa. Aku sebagai istri harus tetap di samping suamiku untuk mendorong tidak kalah dalam kompetisi. Bagaimanapun dia adalah imamku. 


Kusudahi niat untuk menulis buku harian setelah menggores kalimat singkat “ Maafkan aku papa …“


Mas, aku kangen papa “ kataku ketika sarapan pagi. Suamiku hanya menatapku sekilas dan tanpa menjawab seakan tidak peduli dengan kerinduanku.. Entah mengapa saat sekarang aku sangat merindukan papa.


“ Sudah dua kali ulang tahun papa, kita tidak datang. Mengapa Mas ? Bukankah papa selama ini selalu baik dengan kita ? “ Kataku.


“ Aku engga mau datang. Lagian apa peduli mu?. Bukankah mereka adalah orang tua angkatmu. Kafir lagi.”


“ Mas ..! “ Seruku tersekat dan menahan keterkejutan mendengar kata kata itu ..” Tolong jangan pernah keluar lagi kata kata seperti itu. Bagiku walau papa dan mana orang kristen namun mereka adalah orang tuaku.” Dan akupun menangis.


“ Kamu tahukan.? Kita sedang dalam keadaan sulit dan mereka tidak peduli.”


“ Mereka peduli “ jawabku seketika.


“ Mengapa mereka tidak bantu kita ?“


“ Karena aku memang tidak mau membebani mereka. Ini adalah rumah tangga kita dan kitalah yang harus menyelesaikannya. “


“ Itulah karena kamu memang bukan anak kandung mereka. Kamu muslim dan mereka kristen. Beda dengan Mbak Meri, Linda dan Bobi. Mereka hidupnya senang karena orang tuanya selalu membantu mereka “ kata suamiku dengan sinis.


“ Mas..” Aku tak bisa menahan tangin. “ Dari kecil aku dipungut papa dan mama. Namun Papa dan Mama tidak pernah membedakan kami satu sama lain. Mbak Linda dan Meri, Mas Bobi memang hidup mereka mapan. Mereka dapat menyelesaikan pendidikannya sampai tuntas dan mendapatkan pekerjaan yang baik.. Hanya aku yang tidak. Karena otakku tidak seencer mereka.” Kataku dengan terisak. Suamiku terdiam. Dia mungkin tidak mau aku  terluka dengan kata katanya barusan.


“ Aku hanya ingin kita hadir dalam acara ulang tahun papa ini. Tolonglah mengerti Mas perasaan ku “Suamiku tidak mengubris dan segera menyudahi sarapan pagi sebelum waktunya dan . langsung pergi meninggalkanku seorang diri di meja makan.


Sejak menikah , aku diboyong oleh suamiku pindah kekota lain. Sudah lebih dua tahun sejak suamiku di PHK , aku tidak menghadiri acara ulang tahun yang selalu diadakan oleh papa dan mama. Walau mereka tidak pernah berharap ulang tahunnya dirayakan oleh anak anaknya namun mereka tidak bisa menolak bila acara itu diadakan. Apalagi usulan ini awalnya datang dariku. Kini dua kali acara ulang tahun itu terlewatkan begitu saja. Aku tidak ingin untuk kali ini akan sama dengan yang sebelumnya


.“ Dian , ““ Ya Papa ? Kataku ,setengah terkejut mengangkat telp genggamku


.“ Kamu jadi datang. ?“


“ Eeeh ya, ya pa. ? Jawabku bingung


“ Ada apa , dengan kamu.? Kedengaran sepertinya kamu lagi ada masalah. “


“ Tidak ada masalah Pa..”


“ Katakan dengan papa. Kamu adalah anak tersayang papa. Kamu akan salalu jadi anak bungsu papa. Katakan , sayang” Kata papa dengan lembut dan bijak.


“ Mas, Ton , tidak mau datang. “ Entah mengapa kata kata itu terlontar begitu saja. Tidak seperti sebelumnya dimana aku selalu pandai merangkai cerita bohong agar papa tidak kecewa dengan ketidak hadiranku


.“ Kenapa ? ada masalah apa dengan dia ?”


“ Dia malu datang ka Jakarta.”


“ Kenapa harus malu. Bukankah kami adalah orang tua kalian. “


“ Ya Papa. Sebetulnya sudah dua tahun Mas Ton tidak lagi bekerja. Kami memang lagi sulit. Tapi papa engga usah kawatir. Kami baik baik saja. Hanya Mas Ton malu dengan keadaanya yang tidak lagi bekerja. Dia malu dengan Mbak Linda, Mbak MEri dan Mas Bobi. Dia minder. “ Akirnya akupun tidak bisa lagi menyembunyikan rahasia yang seharusnya kujaga agar papa tidak mengetahui.


“ Oh begitu masalahnya. Katakan dengan suamimu, datanglah karena kami sangat mengharapkan kedatangan kalian. Terutama dengan mamamu Dia sangat merindukanmu. Sebetulnya kalau papa engga sibuk pengen sekali ke Kalimantan menemui kalian. “ Kata papa dengan lembut “Juga papa sudah kangen dengan Tika, cucu papa” Sambung papa. Tika memang dekat sekali dengan opanya. Pernah dua kali diajak papa keluar negeri ketika usianya masih berumur lima tahun. Padahal papa keluar negeri untuk urusan dinas..


“ Ya. Pa “ Kataku terisak.


Sehari sebelum acara ulang tahun, suamiku berubah pikiran. Suamiku setuju untuk datang ke Jakarta.“ Kita jadi berangkat ke Jakarta. “


“ Benar ya Mas.” Kataku setengah beteriak riang . “ Tapi acaranya besok. “ sambungku bingung


“ Ya. Sekarang kita langsung ke Airport. Kita jemput Tika kesekolah dan langsung ke Jakarta. “ kata suamiku.


“ Terimakasih ya Mas, Sudah mengerti perasaan aku “ kupeluk suamiku.


“ Ada lagi yang harus kamu ketahui” Kata suamiku lagi sebelum hilang keceriaan karena jadi berangkat.


.“ Apa itu? “


“ Aku tidak perlu malu lagi dengan keluargamu. Karena sekarang aku sudah dapat kerjaan. Aku sudah diterima bekerja. Aku tidak lagi nganggur sekarang. “ Kata suamiku beruntun sambil mengangkat tubuhku tinggi tinggi dan menggendongku dengan berputar putar. Itulah sifat suamiku yang memang terlahir sebagai anak bungsu dan selalu manja.“ Oh Ya Mas .Alhamdulillah,..” kubalas pelukan suamiku dengan air mata berlinang


.“ Maafkan aku bila selama ini sering membuat kamu tersinggung dengan sikapku yang kasar. Aku memeng depresi melihat kamu terus bekerja sementara aku hanya di rumah. AKu sayang kamu. Aku tidak mau kamu menderita hidup bersamaku. “ kata suamiku..


Kedatanganku dan suami serta anakku Tika disambut oleh papa dan mama dengan gembira. Juga oleh seluruh keluarga besar yang ikut datang jauh jauh hanya ingin menghadiri ulang tahun papa yang ke 56. Ditengah acara pesta itu , papa menarik tanganku untuk dikenalkan dengan seseorang“ Pak Robet. Ini anak saya. “


“ Oh Ini toh anakmu yang suaminya akan bekerja di cabang perusahaan kami di Surabaya. “ kata pria yang dipanggil Robet itu. Aku terkejut dan tidak mengerti maksud dari kata pria itu


“ Betul. Pak. Tolong didik suaminya. Saya serahkan kepada Pak Robet lah. Anggap dia seperti anak sendiri.” Kata papa dengan angkrap kepada pria itu.


“ Tentu! Tentu!, Pak. Mantu bapak juga mantu saya. Tidak usah kawatir. Dan lagi hasil test memang mantu bapak pantas diterima diperusahaan kami. “ Kata pria itu. Sementara aku bengong. Ternyata papalah dibalik suksesnya suamiku diterima bekerja.


Kemudian Papa berbisik kepadaku “ Jangan pernah cerita kepada suamimu bahwa dia bekerja karena rekomendasi papa. Pak Robet itu pemegang saham di perusahan. Kebetulan suamimu pernah masukin lamaran dikantornya setahun yang lalu. Jadi , sampai sekarang suamimu hanya tahu dia diterima bekerja karena dia pernah mengirim lamaran. “


“ Mengapa papa harus rahasiakan “ Tanyaku haru.


“ Anakku , “kata papa sambil merangkul pundakku. “ Semua pria sama. Pekerjaan adalah harga diri bagi mereka. Bukan masalah berapa penghasilan yang akan didapat tapi kehormatan dihadapan orang lainpun penting. Jadi selagi suamimu merasa malu karena tidak bekerja itu pertanda kamu mendapatkan suami yang benar benar sebagai laki laki. Jadi membuat ini tetap menjadi rahasia adalah lebih baik agar suamimu dapat menjadi lelaki yang sesungguhnya untuk membuktikan diri kepada siapapun bahwa dia pantas dihormati dan dihargai.” Kata papa. 


Aku tak bisa menahan tangis. Aku bersyukur mendapatkan papa sebaik ini. Yang selalu menjadi pelindungku dan selalu bijak.


“ Apakah mama tahu tentang ini, Pa ? “ tanyaku lagi


“ Mamamu tidak tahu. Juga kakak kakamu. “ Kata papa dengan tersenyum.” Untung kamu beritahu keadaan suamimu hingga papa dapat berbuat sesuatu untuk kalian. “


“ Makasih ya Pa. “ kupeluk papa dengan linangan airmata


“ Jangan menangis Anak papa jelek kalau nangis” Kata papa sambil memegang daguku. Dari kejauhan nampak suamiku memperhatikan kami dan melangkah mendekat. Segera kuusap airmataku.


“ Pa, mulai minggu depan aku sudah diangkat sebagai kepala cabang di Surabaya. Kami mohon doa restu semoga didaerah baru ini kami dapat sukses. “ Kata suamiku dengan wajah yang nampak percaya diri.


“ Oh ya. Jadi engga di Kalimantan lagi? “ Kata papa dengan roman agak terkejut.


"Tidak pa. Aku udah pindah keperusahaan lain. Sekarang jabatan baruku sebagai kepala cabang disurabaya. “ Lagi lagi nampak suara suamiku terdengar membanggakan diri.


“ Hebat kamu. Papa bangga sekali. Jaga diri kalian baik baik di tempat baru.. “ Kata papa sambil memeluk suamiku.


“ Ya. Pa. “ Kata suamiku sambil melirik kearahku dengan bangganya.

Friday, September 03, 2021

Kelap kelip lampu di kota..

 






Di ruang Spa di hotel bintang V, Julius menepuk  bahu Robi. “ Ada apa ? tanya Robi mengerutkan kening. “ Luci semakin lengket denganku.  Hebat sekali dia di tempat tidur.”  Kata Julius. Robi hanya diam. Dalam situasi sulit dan seluruh asset tergadaikan kepada Julius, dia hanya menyerah ketika Julius terobsesi meniduri istrinya.  Apalagi secara seksual dia sudah tidak mampu memuaskan  Luci. Namun yang membuat dia sedih dan pencudang, dia membiarkan Luci masuk perangkap Julius tanpa dia berusaha menghalangi


“ Kamu harus top-up loh jaminan saham transaksi REPO kita. Harga saham kamu turun terus. “ Kata Julius. “ Terus kas bon keluargamu juga udah diatas limit. Mana jaminan yang kamu janjikan?. Saham hotel aja dech saya pegang. “ Julius melanjutkan.


“ Saya udah perintahkan orang saya untuk menyerahkan saham hotel. Besok udah selesai penyerahan di hadapan notaris. Soal Top Up, saya nyerah. Engga ada lagi tersisa saham saya mau digadaikan. Beri saya waktu” kata Robi dengan raut putus asa.


“ Dengar kabar jadi juga reklakmasi untuk bangun pulau di teluk jakarta “ Kata Robi


“ Ya terimakasih. Kamu udah bantu saya dapatkan akses politik. Tapi komisi sudah saya bayar lunas kan”


“ Fee udah habis kapan tahu. Saya benar benar lagi sulit. Semua bisnis jatuh.  Yang enak kamu lah. Jadi penampung uang haram.” 


“ Ya mau buka usaha yang benar era sekarang sulit untung. Sementara bisnis lendir dululah. “  Kata Yulius. Robi dan Yulius memang berteman. Sama sama pengusaha.


***


Untuk kesekian kalinya Luci berusaha untuk bertemu dengan Julius dan Julius tidak bisa menolak. Sebetulnya, hubungan ini sia sia. Luci sedang dalam prahara rumah tangga dengan Robi. Mungkin karena pernikahan bertaut usia 30 tahun, Luci tidak siap bersabar dengan keadaan Robi yang sudah berusia 65 tahun.  Julius belum 60 tahun. Sementara perkawinan itu terasa hambar karena tampa kehadiran anak. Harta dan uang yang ada pada kehidupan mereka, tidak bisa membuang sepi dan meraih bahagia. 


Luci berdiri di dekat jendela. Temaram lampu kamar, membingkai bayangannya seperti setengah memanjang. Sesaat, Julius hanya menangkap nuansa kesedihan di wajah Luci. Wajah yang menyiratkan selaksa kepucatan yang membentang seperti iring-iringan awan melingkupi langit. Juius lebih banyak diam, mendengarkan suara seseorang di seberang. Julius tahu, Luci sedang menerima telepon suaminya. Tetapi, Julius tak mendengar dengan jelas: suaranya pelan setengah berbisik, seperti dengung serangga. Sesekali, ia mengangguk-angguk.


Julius masih meringkuk dibalut selimut. Tapi tiba-tiba, dia lihat segumpal warna serupa sisa badai yang menggumpal di sudut mata Luci. Mata yang membuatnya bergidik menatapnya lebih lama. Tak sampai semenit, Luci mematikan handphone, kemudian berjalan ke arah Julius ”Aku harus pulang,” suaranya datar tidak terlalu mengejutkan. Seperti hari-hari yang lain, Luci  tidak selalu mengungkapkan satu alasan pun sebelum pergi.


”Apakah Robi tahu kalau malam ini kamu di apartementku?” Kata Julius. Luci  menggeleng. “ Dia tahunya aku pergi bareng teman teman ke Sing untuk shoping. “ Sorot matanya kelabu dan ganjil serasa meninggalkan bekas luka pedih bagai timbunan kardus kumal yang teronggok di tempat sampah. Lama, mereka bersitatap pandang. Mata mendidih, serupa air yang dijerang di atas tungku. Julius ingin bertanya…, tetapi genangan hitam di sudut mata Luci itu membuatnya beringsut. Luci buru-buru berpakaian. Julius hanya menatapnya dengan diam, bahkan ketika Luci pergi dengan tergesa dan meninggalkan Julius yang masih meringkuk setengah telanjang dalam balutan selimut.


***

Dalam perjalanan pulang, Luci benar-benar merasa bergidik dan disesap rasa takut. Itu karena, dia tidak ingin pernikahannya hancur. Kesenangan hidup berakhir. Kalau sampai suaminya tahu hubungannya dengan Julius, dia tak tahu apa yang terjadi dengan perkawinannya. Tiba di rumah, dibukanya pintu dengan gugup. Lebih gugup lagi tatkala yang menyambut bukan suaminya, tapi anak suaminya dari perkawinan pertama. 


”Mami boleh bebas dengan teman teman mami, tapi tugas mami menjaga papi kami harus utamakan. Emangnya semua yang mami dapat gratis ? pandailah berterimakasih. Jangan seperti seleb gayanya.” Kata putra suaminya

”Ya, mana papi…,” jawab Luci kawatir

Hening sejenak.


”Papi sudah dilarikan ke RS karena stroke. Nih aku mau kesana” Kata putra suaminya ketus. Luci tercekat. Teringat kata kata suaminya via telp tadi siang “ Mengapa kamu selalu tidak ada disaat aku membuhtuhkan. Kalau kamu tidak suka aku sibuk, itu bukan alasan kamu bersibuk juga di luar. Dari awal kamu tahu bisnisku memang menyita waktuku. Pulanglah segera.” 


Luci  langsung ke rumah sakit dan menemukan suaminya terbaring dengan tubuh lemas di ruang ICU. Sampai akhirnya dokter mengabarkan bahwa suaminya telah pergi ke haribaan Tuhan.


***

Sebulan setelah suaminya meninggal. Luci diusir oleh keluarga suaminya dari rumah. Untuk menghidupi dirinya, dia bekerja di cafe sebagai PR. “ Eh pak Budi, apa kabar?  Kata Luci menyapa Budi ketika masuk wine cafe.“ Baik. Gimana kabar kamu? Kata Budi sambil melangkah ke ruang smoking room.

“ Saya keluar dari rumah suami tanpa harta. Karena Perusahaan Mas Robi dan termasuk hotel disita oleh Pak Julius.”


“ Terus gimana hubungan kamu dengan Julius ?


“Kok tahu hubungan saya dengan Pak Julius ? Luci terkejut. “ Jadi mas Robi tahu hubunganku dengan Pak Julius.” Kata Luci berlinang airmata dan akhirnya menangis. Budi memberikan tissue untuk Luci mengusap airmatanya. Hening. 


Luci kembali sibuk melayani tamu. Sebentar bentar dia melirik kearah Budi dan tersenyum. Dia kembali mendekati tablel Budi ketika aku mau bayar bill. “ Aku ada sedikit uang untuk kamu. Mulailah hidup baru.” Kata Budi seraya menyerahkan uang dollar.


“ Kenapa sebanyak ini kasih uangnya?


“ Robi sahabat saya. Dia pernah bantu saya ketika saya terpuruk. “ Kata Budi.


“ Saya berasa diri ini kotor dan sulit bagi saya memaafkan diri sendiri. Apalagi saat Mas Robi sakit saya sedang di kamar dengan Julius”


“ Apapun yang terjadi itu sudah jalan hidup kamu. Jadikan itu pelajaran untuk kamu berubah jadi lebih baik. “


“ Tidak mudah, Pak Budi. ” Luci menangis


“ Berusahalah untuk tegar. “ Kata Budi berlalu. 


Pernikahan Luci  dengan Robi berada disituasi yang retak. Tanpa ada rasa hormat dari putra putri suaminya dan disaat suaminya menua, dia kesepian. Sementara suaminya tidak berdaya melindungi dia dari jeratan julius. Entah siapa salah atau siapa berdosa. Robi sudah meninggal dalam keadaan bangkrut. 


Setahun kemudian  Julius ditangkap KPK karena menampung uang haram hasil korupsi lewat business money changernya. Anak anak Robi tidak bisa menahan selera hidup hedonis ketika ayahnya kesulitan keuangan. Mereka paranoid terhadap Luci padahal luci dikorbankan ayah mereka demi hutang yang sulit dibayar. Semua sudah membayar kesalahanya.  


Namun Budi tidak bisa menghakimi kehidupan orang. Sebisanya membantu Luci keluar dari kehidupan malam. Moga dengan uang yang dia beri bisa sebagai modal awal Luci untuk mandiri dan mendekat kepada Tuhan


Mengapa Hijrah ke China.

  Sore itu saya makan malam dengan Florence dan Yuni. Kebetulan Yuni ada business trip dari Hong Kong ke Jakarta. Yuni kini CFO Yuan Holding...