Monday, May 06, 2024

Kapitalisme universitas

 



Saya ada janji dengan teman banker untuk meeting di sebuah Hotel. Dengan menggunakan taksi saya menuju tempat meeting itu. Saya merasakan kendaraan berjalan dengan lambat dan tidak stabil. 


“ Bapak engga apa apa ? Tanya saya dengan kawatir.

“ Eh ya pak. Engga apa apa.” Kata supir dengan terkejut. 


“ Kenapa jalannya lambat.?


“ Ya pak. Maaf saya sempat bengong tadi. Baik pak. “ katanya kendaraan kembali melaju dengan agak cepat. 


“ Bengong kenapa ?


“ Hmmm “ Terdengar seperti ragu untuk mengatakannya. Saya diamkan saja. 


“ Saya bingung dengan anak saya. " katanya kemudian. " Sudah saya bilang engga usah melanjutkan ke universitas. Tetapi dia tetap ngotot juga. Seminggu lalu dia diterima di universitas negeri. Saya engga punya uang untuk bayar.” Katanya. Saya diam saja. Bayangan saya ada seorang anak yang sedang bertarung dengan nasibnya. Untuk masa depannya. Tanpa sedikitpun mengkhawatirkan akan keadaan ayahnya yang tidak ada uang. Tekadnya untuk sekolah lebih karena ingin perubahan terhadap nasib keluarganya.


“Anak bapak terima dimana ? Tanya saya kepada supir taksi.


‘ Ini pak. “ Kata supir taksi itu memperlihatkan dokumen kepada saya. Itu dokumen dari universitas yang menyatakan putranya lulus test. Dan syarat yang harus dipenuhi.


“ Pak, ini ada uang dollar. Bapak tukar di money changer. Jumlahnya cukup untuk bayar uang kuliah anak bapak” Kata saya ketika hendak turun. Di tas saya memang selalu ada uang dollar. 


“ Dan ini ongkos taksi saya.” sambung saya. Keluar dari taksi itu. Supir taksi itu mengejar saya “ Kenapa bapak bantu saya? 


“ Bukan saya. Tetapi Tuhan. Itu uang titipan Tuhan. Semoga bermanfaat. Saya doakan agar anak bapak bisa terus kuliahnya.”


Supir taksi itu menyalami saya dengan airmata berlinang. Saya pun berlalu. Bagi saya, putranya pantas mendapatkan itu. Dan selanjutnya tentu proses tidak mudah bagi dia yang miskin untuk  jadi sarjana. Ayahnya memang mengeluh dengan keadaan tetapi tidak menadahkan tangan. Itu pesan cinta dari Tuhan kepada saya. Dan lagi putranya terima di perguruan tinggi Negeri. Tidak mudah orang bisa masuk PTN. Lah saya aja gagal. 


***

Saat saya datang, Aling sudah lebih dulu datang bersama banker. Saya hanya mendengar saja.Yang bicara Aling. Usai pertemuan, saya minta uang cash ke Aling. Karena uang tunai di tas selempang saya habis. Aling serahkan uang tunai satu ikat yang masih ada seal bank. 


“ Tadi saya berikan uang ke supir taksi untuk bantu uang kuliah anaknya. “ kata saya. 

“ Semua ? Aling berkerut kening.

“ Ya berapa yang ada di tas, itulah yang saya berikan” Kata saya polos.

“ Kenapa segitunya. ?
Orang tua saya menasehati saya. Ada tiga hal yang kalau orang datang minta tolong tidak boleh menghindar, yaitu bayar sewa rumah, bayar biaya pendidikan, bayar biaya kesehatan.”

“ Mengapa ? 

“ Karena dia menggadaikan kehormatannya. Kehormatan itu diberikan Tuhan kepada dirinya. Karena tidak ada lagi yang dia miliki maka itulah yang dia gadaikan. Kalau sampai saya tolak maka itu sama saja saya menolak kehadiran Tuhan. Tak pantas saya menyembah Tuhan. Saya bukan orang kaya. Juga bukan orang mudah keluar uang untuk hal yang engga jelas. Tetapi untuk tiga hal itu, saya tidak bisa menolak.”


Aling termenung. 


“ Sejak berlakunya UU No. 12/2012 memang terasa mahal uang kuliah. Mahalnya UKT tentu ada hitungannya. Tetapi jelas hitungannya laba. ” Kata saya.


“ Padahal kalau berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 53 ayat (3) walau berstatus badan hukum namun tidak boleh keluar dari prinsip nirlaba. Status badan hukum itu lebih kepada cara mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan, ya sejalan dengan Pasal 31 ayat (1) UUD 1945. “ Kata Aling.


“ Namun  sejak UU No.12 Tahun 2012, Pendidikan Tinggi menjelma menjadi lembaga kapitalis.. Entah apa landasan konstitusi dari UU ini.  “Kata saya.


" Nah kalau begitu adanya. Sudah seharusnya Perguruan Tinggi negeri maupun swasta berpikir smart menyiasati sistem pendidikan yang ada sekarang. "


" How ? tanya saya antusias ingin tahu solusi.


" Ya ubah bisnis model. Jangan lagi bergantung 100% kepada uang kuliah saja. Tetapi diversifikasi kepada jasa riset, media sains dan vokasi. Tentu syaratnya kampus harus punya spesialisasi bereputasi nasional dan internasional. Misal UI, reputasi bidang ekonomi. ITB bidang Teknik. Cobalah create bisnis yang bisa jadi sumber income  bagi Kampus. Dan ini engga perlu ongkos mahal. Mahasiswa bisa dilibatkan dalam bisnis process, yang juga bisa sebagai proses belajar bagi mereka.” Kata Aling menyampaikan solusi praktis.


“ Tepat sekali. Saya tidak pernah masuk Perguruan tinggi dan pasti tidak sarjana. Tetapi saya punya sertifikat kursus dari Universitas kelas dunia seperti Cambridge di London, Erasmus university Rotterdam, Finance and baking di PolyU, Hong kong. Biayanya memang mahal tetapi untuk orang bisnis yang butuh berkembang, biaya itu tidak ada masalah. Sumber income universitas dari kursus atau vokasi ini tidak kecil. Sangat besar. Pesertanya dari seluruh dunia.


Perusahaan saya di Hong Kong juga kontrak dengan kampus dalam hal desk research berkaitan dengan perkembangan teknologi terupdate. Perusahaan dikenakan biaya tetap bulanan sedikitnya USD 200 untuk dapatkan buletin setiap bulan. Buletin dikirim via email dan bisa juga di download lewat web. Dan biaya khusus sesuai dengan luasnya cakupan desk riset. Salah satu kampus di inggris, punya 400.000 member korporat sebagai clients. Hitung aja berapa per bulan mereka dapat income member fee  


Nah biasanya kampus menawarkan program filantropi kepada clients Corporate untuk ambil bagian dalam subsidi biaya pendidikan. Umumnya promosi filantropi ini dibantu oleh almamater. Corporate tidak keberatan selagi data mahasiswa valid dan dilaporkan perkembanganya secara terupdate. Apalagi tawaran beasiswa itu termasuk paket rekruitmen terhadap mahasiswa setelah lulus.  Bagi corporate, subsidi beasiswa lewat CSR itu cara mudah dan murah dapatkan SDM berkualitas.” Kata saya.


" Jadi kalau dikelola dengan baik atau well organise, diversifikasi income itu sangat besar bagi kampus. Bahkan bisa lebih besar dari bersandar kepada uang iuran kuliah. Ya, kampus di era sekarang seharusnya dikelola secara modern, dan itu 60% lebih income berasal dari jasa desk riset, media sains, vokasi" Kata Aling menyimpulkan. 


"Apa Universitas engga mikir solusi. Kan mereka well educated. " Aling menggeleng gelengkan kepala. Sepertinya dia membayangkan masa depan anak anak dari sistem pendidikan yang ada. Entah bagaimana kelak. Seharusnya tidak perlu terjadi mahasiswa gagal jadi sarjana hanya karena tidak ada biaya. " Dampak biaya UKT yang mahal, membuat Angka Partisipasi Kasar Perguruan atau APK akan drop. APK pada 2024 yakni 39% something di bawah rata-rata global yang 40%. Bahkan, lebih rendah dibandingkan dengan negara tetangga, Malaysia, Thailand, dan Singapura. Artinya, masih ada 67% siswa lulusan SLTA yang tidak melanjutkan pendidikannya ke jenjang pendidikan tinggi.” Sambung Aling. 


" Sementara SD dan sekolah lanjutan dari sistem pendidikan yang kita jalankan kualitasnya rendah.  Tahun 2022, survey PISA yang dirilis OECD, skor kemampuan matematika pelajar Indonesia sebesar 366 poin, menempati urutan keenam di Asia Tenggara. Namun, skor ini menempatkan Indonesia di posisi ke-69 secara global, termasuk dalam 12 terbawah. Dibanding negara-negara ASEAN lain, Indonesia kalah dengan Thailand, Malaysia dan Brunei Darussalam.  Masa depan yang suram memang. Tamat SLTA low grade. Mau kuliah mahal ” kata saya. Dan akhirnya dia terdiam dan saya termenung.  



Friday, May 03, 2024

Tahu diri...

 



Aku berdiri di dekat jendela. Temaram lampu kamar kerja, membingkai bayangan Esther seperti setengah memanjang. “ Ah mimpi kamu B. “ kata Esther dengan ketus setelah aku cerita mimpi ingin mendirikan bisnis Private Equity. Sesaat, aku hanya menangkap nuansa kawatir dan mungkin juga kesal di wajahnya. Wajah yang menyiratkan selaksa kepucatan yang membentang seperti iring-iringan awan melingkupi langit.  


Aku lebih banyak diam, mendengarkan ucapannya “ Emang kamu siapa? Jangankan dapat trust dari investor, menjadi money broker saja kamu engga punya cantolan dengan aset manager. Jangankan Asset manager berkelas dunia, kelas lokal aja kamu engga qualified. Udah ah. Lupakan saja mimpi kamu itu. Udah cukup kamu sukses di bisnis maklon. Mending pulang ke Indonesia. Nikmati saja laba yang ada itu. Hidup damai bersama keluarga. Setidaknya kamu tidak perlu terhina lagi karena kemiskinan. Ngapain ngayal terlalu tinggi.”  Lanjut Esther. 


Aku tidak negatif thinking atas ucapan Esther pada tahun 2006 itu. Bagaimanapun dia sahabatku. Dia tentu lebih banyak mengenalku secara pribadi. Tapi dia juga berkata sebagai banker. Satu hal yang digaris bawahi. Bahwa untuk bisa sukses berbisnis Private Equity adalah punya network dengan banker dan investor kelas dunia. Kalau engga, ya benar kata Esther. bahwa aku hanya menggantang asap. Mimpi doang. Aku harus fokus dapatkan cantolan dengan asset manager berkelas dunia.  Tentu mereka itu semua orang bisnis dan punya mindset positif dan efisien. 


Tentu lingkungan mereka adalah orang orang hebat dan negara memberikan mereka peluang berkembang tanpa ada diskriminasi. Karena sistem negara maju memang mengharamkan KKN, membuat peluang berkompetisi secara sehat. Kalau engga, mana mungkin mereka bisa sukses. Sementara aku lahir dari keluarga miskin dan besar di lingkungan negara yang korup dan masih menganut mindset feodal. Itu sebab aku terpaksa hijrah dari negeriku sendiri. Berharap atmosfir baru keluar dari kemiskinan dan putus asa.


Tahun 2007 aku membuat keputusan penting dan ini titik awal perubahan besar dalam hidupku. Aku mendirikan PE yang terdaftar di Hong Kong. Dengan modal yang ada dari hasil bisnis maklon selama 4 tahun, Aku hired profesional dan sewa kantor di kawasan financial Center Hong Kong. Awalnya hanya 2 orang saja. Aku focus mendapatkan peluang mengakses financial resource. Lantas bagaimana mengakses sumber daya keuangan itu? 


Lebih setengah tahun aku berusaha masuk dalam komunitas financial international. Lewat seminar international tentang banking dan financial, aku berharap dapat  bertemu dengan para banker dan asset manager. Berkali kali ikut seminar. Yang aku temui hanya banker dan asset manager kelas madia. Bukan pengambil keputusan. Useless. Padahal untuk bisa ikut seminar itu aku bayar dan jadi sponsor. Akupun masuk dalam Gerakan volanter international bidang kemanusiaan, yang digagas oleh Konglomerat financial. Waktu habis, biaya terkuras, hasilnya aku hanya berinteraksi dengan pegiat kelas madia.


Lantas gimana caranya ? Dulu saat usia 20 aku pernah ikut training sales. “ Kalau anda datang menawarkan barang, orang mengukur anda dari Price. Tetapi kalau anda datang menawarkan solusi, orang mengukur anda dari value. Jadi, pastikan anda datang kepada target yang butuh barang anda karena mereka perlu solusi. Kuasai informasi target market dengan baik sebelum mendekati mereka. “   Nasehat itu sudah menjadi mindset-ku dalam dagang. Mengapa tidak aku terapkan dalam bisnis PE?. Mengapa aku tidak focus menawarkan solusi kepada mereka yang sudah dapat akses financial resource ? Kalau aku bisa deal, itu sama saja aku kuasai financial resource yang mereka punya. 

Aku mulai melakukan desk research terhadap perusahaan yang bermasalah. Aku bayar konsultan riset untuk memberi daftar perusahaan besar yang bermasalah dengan investasinya. Dari data itu aku focus mencari solusi untuk dapatkan exit strategy. Selama 3 bulan aku pelajari data itu. Setiap hari aku kerja 18 jam di depan komputer dan tumpukan buku. Teman aku  katakan “ riset kamu seperti orang mau ambil S3. “ 


Satu waktu aku dapatkan satu perusahaan yang bermasalah. Ini menjadi pilihanku sebagai target. Karena pemegang sahamnya termasuk investor bergengsi di dunia investasi. Bisnis nya hightech dan marketnya sedang tumbuh pesat. Tentu pesat juga pesaingnya. Nah perusahaan ini sedang oleng. Teknologinya memiliki layanan Internet berbasis satelit, DirecPC, namun pasangannya layanan modem kabel dari operator TV kabel. TV kabel terbukti jauh lebih menarik bagi konsumen. 


Kelemahan lain DirectPC yaitu hanya bisa layanan satu arah. Usernya mengunduh data dengan melalui satelit, namun mereka perlu terhubung melalui saluran telepon untuk mengirim perintah. Tanpa punya kendali terhadap operator telp yang punya bisnis digital atau internet, investasinya akan digilas pesaing. Sementara investasi awalnya mencapai USD miliaran. Mereka perlu exit strategy sesuai dengan perubahan lingkungan bisnis. Dan itu perlu langkah strategis meyakinkan investor dan banker.

Dan aku akan datang menawarkan solusi itu kepada pemegang saham.  Tetapi untuk ketemu dengan pemegang saham yang super kaya itu tidak mudah. Aku perlu waktu berbulan bulan melalui jalan ninja untuk bisa ketemu dia. Sampai akhirnya peluang bertemu itu ada. Ini aku manfaatkan dengan baik. Kalaupun deal terjadi itu deal paling naif. Aku menempatkan diri sebagai investment advisory tanpa retain fee. Kecuali success fee. Artnya aku harus ongkosi lebih dulu semua biaya arrangement. Bagiku ini berkah. Targetku bukan dapat uang tetapi akses kepada financial resource..


Setelah teken akad dengan mereka, aku dapat posisi sebagai special assignee ( penugas khusus) dari pemegang saham. Dan benar! Pintu akses terbuka lebar. Tidak ada satupun banker dan investor yang tutup pintu. Proses negosiasi atau meyakinkan investor dan banker itu sangat melelahkan dan rumit. Berlangsung berbulan bulan. lebih 10 kali aku terbang ke Eropa dan AS untuk melewati proses itu. 


Sampai akhirnya aku bisa sukses dapatkan dukungan dari investor dan banker untuk program exit lewat M&A terintegrasi dalam satu business model berbasis satelit dan kabel. Dan mendorong pemegang saham melepas sahamnya hanya kepada ku. Alasan mereka, agar dapatkan harga lebih baik saat exit. Mereka setuju tanpa perlu bayar didepan. Mereka percaya. Beri aku waktu 13 bulan untuk  financial closing. Setelah proses M&A selesai, aku exit lewat private placement dari 3 investor institusi. Selesai. 


Setelah itu akses kepada financial resource terbuka lebar. Maka semua menjadi mudah. Peluang terbuka lebar. Unit business ku yang ada di negara lain seperti Korea, China, Eropa, Afrika dan Asia Tenggara, yang merupakan bagian dari bisnis maklon-ku, aku speedup berkembang dalam business model supply chain global. Berkat financial resource yang aku kuasai, aku leluasa mengembangkan business model. Lewat akuisisi manufaktur dan industri, aku tidak perlu lagi sewa pabrik untuk mendukung market supply chain. Setelah itu semua unit business itu aku konsolidasi dalam satu Holding company. Tahun 2013 aku sudah established. Semua menjadi mudah untuk berkembang namun tidak mudah menjaganya. Jauh lebih sulit daripada memulai. Karena sekali saja saya default, maka trust yang aku bangun akan hancur dan tidak akan akan bisa bangkit lagi. 


***

Setelah semua aku lewati, Esther baru menyadari bahwa dia salah namun dia belajar dari pria kampung yang  dia cintai. Dia tahu walau lingkungan bisnisku top level financial community tapi aku tetap jadi diriku sendiri, untuk hidup lebih rendah hati. " Although you are able to conquer the world, you are not swallowed up by the world. Instead, you become stronger as a person " Kata Esther. 


" Banyak orang merasa menyerah ketika menghadapi kesulitan untuk hal hal baru. Perasaan ini semakin kuat ketika ada emosi yang terikat pada sebuah kegagalan atau hinaan, atau umpatan. Aku harus lawan perilaku mudah menyerah. Bahkan dalam situasi tidak tertanggungkan. Aku harus berubah sepanjang usia untuk sampai kepada sebaik baiknya kesudahan. Tida ada batas waktu untuk berubah menjadi lebih baik. Harus ada resilience dalam menghadapi setiap roadblock. Aku yakin tidak ada manusia terlahir dan tercipta dalam keadaan lebih buruk dari yang lainnya. Semua lahir telanjang. Proses yang menentukan nilai orang. Demikian sikap yang memaksaku sadar untuk bersabar melewati proses. " Kataku.


“ Enlighten me, please “ kata Esther.


“ Semua manusia terlahir dibekali kekuatan hebat. Sayangnya,  tidak semua orang menyadari itu. Mereka lebih percaya hal negatif pada dirinya dan kemudian  menyalahkan di luar dirinya. Akibatnya tanpa disadari dia hidup dengan victim mentality. Sikap “Ah siapa sih saya. Orang miskin. Engga punya kelas. “ Sikap ini sikap tidak bertanggung jawab atas berkah kehidupan yang Tuhan beri. “


“ Mengapa? Esther mengerutkan kening


" Diri kita adalah takdir kita. Amanah Tuhan kepada kita. Itu hanya antara kita dan Tuhan saja. Tidak ada orang lain. Kalau kita bergantung kepada orang lain, itu sangat merendahkan berkah pemberian Tuhan. ” Kataku. Esther terdiam. Dia kurang percaya itu. Karena dia atheis


“Kita harus percaya. Tidak ada yang too good to be true. Awalnya jalan itu tidak ada yang lewat. Karena penuh blukar dan onak. Mudah terluka melewatinya. Orang banyak menghindarinya. Namun karena ada yang melewatinya, jalan pun tercipta. Itu hukum kausalitas. Proses itu tidak akan kita pahami tanpa percaya kepada Tuhan. Artinya kita harus hadapi hambatan dan kesulitan itu karena yakin Tuhan Maha Penolong. Cintai Tuhan dengan prasangka baik tanpa berkeluh kesah dan tetap focus. Bahwa sesuatu yang sulit terkandung hikmah untuk kita menjadi something else. " Sambungku dan Esther keliatan masih belum paham. Aku tidak menyerah untuk mencerahkannya.


“ Penelitian yang mempelajari victim mentality menunjukkan bahwa individu dengan mentalitas korban mengalami kesulitan dalam mengekspresikan dan memproses emosi negatif, seperti kemarahan, ketakutan, dan kekecewaan. Akibatnya, mereka sering mengalami perasaan putus asa dan tidak berdaya. Cenderung berusaha membenarkan perilaku buruknya akibat ulah pihak lain. Hidupnya selalu punya alasan untuk mengeluh. Jika orang berperilaku seperti ini secara konsisten, kekuatan dalam dirinya akan meredup dan akhirnya lenyap. Dia bukan lagi makhluk bernama manusia dalam dimensi Tuhan, tetapi tak ubahnya dengan korban  hewan buruan. “Kataku. Nah kelihatan Esther tercerahkan. Air Matanya berlinang. Mungkin cahaya kebenaran masuk dalam sanubarinya.


“ Perkuat spiritual mu sayang” Kataku meremas jemarinya. “ Awali dengan buang jauh jauh sikap negatif. Tanamkan pada diri bahwa  aku pencipta realitas diriku, yang artinya akulah satu-satunya orang yang memiliki kekuatan untuk mengubahnya. Alih-alih mengasihani diri sendiri, percayalah bahwa begitu kita mulai menguasai pikiran, emosi, dan keyakinan, kita akan menyadari bahwa inilah satu-satunya kekuatan yang kita miliki untuk menjadi pahlawan bagi diri kita sendiri. Dan tentu kita akan tahu nikmat bersyukur akan kehadiran Tuhan dalam hidup. Tentu tahu arti mencintai. “ Kataku. Esther memelukku. “Bimbing aku menemukan Tuhan. Kamu sahabatku. “ Katanya berbisik. Aku mengangguk dan membelai kepalanya.

Wednesday, May 01, 2024

Kelas Menengah di Indonesia.

 



Saya datang ke Cafe itu dengan agak males. Karena ini cafe anak muda yang ada di jantung kota di puncak office tower. Entah mengapa Alisa undang saya ke cafe ini. Saya datang, dia sendiri belum datang. Ah ya. Saya datang lebih awal. Ya udah saya tunggu aja. Saya perhatikan sekeliling ruangan. Sore itu beberapa anak muda kelas menengah sedang menghabiskan waktunya di cafe itu. Tentu mereka tidak datang sendirian. Mereka datang ke cafe itu bersama teman. Ada juga yang satu table 5 orang. Kadang terdengar mereka tertawa. 


Menurut Bank Dunia, yang masuk kelas menengah itu adalah yang punya pengeluaran perbulan  perorang maksimum Rp 6 juta. Jadi kalau satu keluarga ada 4 orang, pendapatan keluarga sekitar Rp. 24 juta. Ya kisaran gaji diatas Rp. 15 juta perbulan. Bagi yang belum berkeluarga, pendapatan sebanyak itu memang memabukan dan mudah terjebak konsumerisme dan investasi bodong. 1 dari 5 orang Indonesia adalah kelas menengah atau populasinya sekitar 50 juta orang. Memang jumlah yang menggiurkan untuk sumber pendapatan pajak dan bisnis domestik. Itu sama dengan 10 kali penduduk Singapore.


Di negeri ini kelas menengah memang tak henti di palaki oleh sistem. Pendapatan mereka sudah terjerat dengan biaya cicilan beli rumah, kendaraan, credit card. Sulit bagi mereka menabung untuk secure life. Saat negara pusing mikirkan inflasi. Suku bunga di kerek. Biaya bunga hutang bertambah. Itu memenggal pendapatan tetap mereka. Saat negara ingin tingkatkan tax ratio, beragam pajak dan tarif diterapkan. PPN naik jadi 12 %. Mereka tidak bisa menghindar. Maklum mereka berkonsumsi bukan di kaki lima tetapi di mall  dan outlet yang pasti terdaftar wajib pajak. Itu akan menambah spending mereka. Pasti mengurangi daya tahan pendapatan mereka.


Dari arah pintu masuk cafe keliatan Alisa dan 3 orang temannya . Dia melambai kearah saya, berjalan ke arah table saya. “ Maaf, Bang Ale, telat 5 menit ya “ katanya melirik ke jam tangannya. Saya senyum aja.


“ Ok. Engga apa apa ? Kata saya cepat. “ Katanya ada yang penting mau dibicarakan. ? 


“ Ya. Ini kenalin dulu teman teman saya “ katanya perkenalkan satu persatu temannya. Dua orang pria, satu wanita. Saya mengangguk saat mereka menyerahkan kartu nama. Dari kartu namanya saya tahu mereka bekerja di perusahaan berbeda. Dari jabatannya saya tahu mereka terpelajar dan kelas menengah di Indonesia. 


“ Ale, mereka punya bisnis plan untuk kembangkan start up IT. Bisnisnya bagus. Mereka mau bangun aplikasi untuk ekosistem pertanian dari market place sampai kepada logistik.” Kata Alisa.  Artinya mereka ingin berwirausaha bidang IT. Mereka menyerahkan proposal ke saya. Ada 12 lembar. Itu materi presentasi bisnis.  Saya baca cepat. Hanya 10 menit. Saya menatap mereka semua. “ Ada yang mau kalian sampaikan ? tanya saya. 


“ Kami sebenarnya sudah ada deal dengan venture fund. Mereka sudah punya bisnis plan dengan masuk pada investasi seri A , mereka minta value 4 kali dari investor seri B. Mereka confident bisa dapatkan investor seri B dan seterusnya, Skema investasi dengan venture fund adalah hutang konversi” Kata salah satu mereka. Ini taktik  kuno menekan psikis dan provokasi calon investor.  Mereka juga jelaskan panjang lebar cara meningkatkan value bisnis. Cara bicara kaum kapitalis namun dihadapan saya tak ubahya dengan sales panci. 40 tahun lalu cara itu sudah saya lakukan. Biasa saja.


Saya senyum aja dan tak bertanya atau komentari presentasi mereka.  Namun saya jamu mereka dengan hospitality.  Setelah itu“ Gimana pendapat kamu? Tertarik kah dengan bisnis mereka ? Tanya Alisa.


“ Saya tidak melihat ada aliran uang masuk, yang ada hanya uang keluar. Dan uang keluar itu berkaitan dengan biaya tetap, seperti gaji karyawan yang paling kecil Rp. 7 juta. Biaya sewa gateway internet. Amortisasi biaya investasi aplikasi. Sewa kantor dan lain lain.Setiap pengembangan, biaya tetap itu terus meningkat. Sementara pendapatan hanya bersifat asumsi dengan term berat lewat  promosi dan ketergantungan dengan stakeholder. “ Kata saya. 


“ Ya pak. “Kata salah satu mereka. “ Tapi value nya setiap tahap meningkat sampai nanti kita bisa dapatkan aliran deras uang masuk seperti GoTo” Itu lah salah satu ciri khas kelas menengah. Mudah sekali terjebak dalam proses yang too good to be true. Padahal itu menyesatkan. Ilusi yang menyia nyiakan waktu dan biaya.


“Kalau anda pahami bisnis process pertanian, termasuk tataniaganya di Indonesia, saya yakin tidak mungkin anda buat bisnis plan seperti itu. “ Kata saya. Mereka semua terdiam. Mereka bukan pertani dan tidak pernah memahami petani. Sistem IT berbasis komunitas tidak akan sukses di Indonesia. Itu karena petani dijerat dengan tataniaga yang sudah estabilished lewat aturan dan UU. Tataniaga yang memungkinkan rente terjadi meluas dari hulu sampai hilir. Mau mengubah gimana? semua rezim berkuasa, menikmati rente komoditas pertanian, yang sehingga ketahanan pangan kita hanya bisa ditopang oleh impor, bukan swasembada. 


Saya  panggil waitress untuk bayar bill. “ Maaf, saya masih ada janji lagi untuk ketemu orang. Nanti kapan kapan dilanjut lagi ya” kata saya terseyum.


Setelah mereka pergi. Alisa tetap di table saya. “ Boleh aku bicara dan temanin abang sebentar?  Katanya. Saya senyum aja. Dia mungkin kangen. Karena lama engga ketemu. Pasti dia punya masalah. “Bang Ale, saya ada masalah ? katanya.


“ Masalah apa ?


“ Kendaraan saya mau diambil leasing. Sejak anak saya kuliah di luar kota, biaya cicilan rumah naik, engga bisa lagi saya bayar angsuran kendaraan. Padahal tinggal Rp. 25 juta lagi lunas” Katanya. Saya beri  USD 2000. Dia terharu. “ Aku malu, udah lama kita kenal. Bang Ale terus bantu aku.” Katanya menitikan airmatanya. Dia tenaga fungsional di kementrian. Tentu dia tidak punya akses dapat uang proyek. Menurutnya take home pay nya sekitar Rp. 30 juta sebulan. Namun sejak dia bercerai menanggung 3 anak, memang tidak mudah. Padahal dia lulusan luar negeri tugas belajar dari negara.


“Kamu juga banyak bantu saya. Kamu kenalkan saya dengan orang orang berpotensi dalam bisnis. Bukan kaleng kaleng mereka yang kamu kenalkan itu. Walau belum ada yang deal engga apa apa. Terus aja berproses. Jangan menyerah. “ Kata saya meremas jemarinya sekedar menentramkan hatinya. Hening dan akhirnya dia bisa tersenyum.


“ Pajak naik, kurs melemah dan harga harga narik. Susah juga ya kelola ekonomi negara itu.” kata Alisa kemudian. Menurut saya tidak juga susah. Sederhana saja. Sesederhana hukum persamaan  filosofis ekonomi yaitu I= C+ S. Setiap individu punya hak menentukan sendiri pilihannya untuk mendapatkan income. Setiap Income digunakan untuk pengeluaran konsumsi. Sekaya apapun orang, makannya hanya tiga kali sehari. Nah kelebihan dari pendapatan setelah konsumsi itu mereka salurkan ke tabungan. Tabungan itu bukan hanya di bank tetapi juga dalam bentuk investasi.


Mereka yang mampu menabung di bank  hanya 1% saja dari populasi negeri ini. Bahkan menurut OJK yang punya tabungan diatas 2 miliar hanya ada 300 ribu something, kurang dari 1% populasi. Tapi dampaknya terhadap fundamental ekonomi kita sangat significant. Kalau mereka tidak dikendalikan, diarahkan berinvestasi ke sektor real, ekonomi kita akan terancam. Kamu kan tahu, rumus I=C+S, fenomena ekonomi terjadi secara makro. Seharusnya kebijakan negara menginfluence terjadinya perubahan pada sisi S (saving).  Ini berkaitan dengan behaviour economy dalam masyarakat kelas atas,  yang kadang terjebak dengan kebutuhan Maslow. Makannya diperlukan ilmu diluar ekonomi untuk melahirkan kebijakan yang bisa memacu proses social engineering terhadap kelebih pendapatan. Dalam study public policy, social engineering itu dipelajari.  


Misal,  agar tidak terjadi tumpukan uang di sektor moneter dan beralih ke sektor real seperti industri barang dan jasa, maka pemerintah membuat kebijakan bahwa tabungan di Bank dikenakan pajak progressive. Tentu ini ditentang oleh teori ekonomi klasik. Tapi dampaknya bagus terhadap perubahan behaviour tentang uang.  Bahwa esensi uang itu adalah apabila sistem terkait produksi dan distrbusi berjalan lancar.


Nah agar aliran dana terjadi meluas dan tidak terakumulasi kepada sekelompok saja, maka pemerintah buat kebijakan anti rente. UU Persaingan usaha di-implementasikan dengan tegas. Sehingga antara yang besar dan kecil hidup berdampingan dengan sinkronize.  Kebijakan ini jelas ditentang oleh teori ekonomi pro market. Tetapi bagus untuk kelancaran proses produksi. Kemudian agar sektor real bergairah, efisien atas dasar kreatifitas, pemerintah membuat kebijakan insentif pajak bagi dunia usaha yang melakukan riset IPTEK. Juga jelas tidak sesuai dengan ekonomi pasar. Tapi dari sini akan melahirkan kolaborasi dan sinergi antara akademisi, profesional dan dunia usaha. Perubahan pun terjadi.


Jadi tidak selalu harus mengikuti teori dasar ekonomi bekerja. “ Kata Aliasa. Memang teori ekonomi itu bukan ilmu eksakta. Selalu berdiri diatas asumsi ideal. Tetapi dalam prakteknya kehidupan ini tidak ada yang sempurna. Mana ada ideal itu. Artinya public policy itu basisnya adalah social engineering. Rekayasa sosial untuk terjadinya transformasi dari ekonomi tradisional ke ekonomi modern, dan itulah perlunya negara mengatur, agar terjadi proses social engineering terus menerus. 


Hanya dengan social engineering ? tanya Alisa.  Dalam  public policy, social engineering tidak akan efektif menginfluence perubahan prilaku ( behaviour) publik kalau tidak disertai dengan proses value engineering.  Kalau dianalogikan seperti teko dan teh. Social engineering itu teko. Sementara value engineering tehnya. Indah gimanapun teko tapi tehnya tidak berkualitas, ya  itu namanya penampilan doang yang hebat tapi tidak ada manfaatnya. Setinggi apapun pertumbuhan ekonomi tetapi tidak berkualitas itu hanya fake growth.


“ So, Value engineering itu apa ? tanya Alisa. Rekayasa nilai terhadap kebiasaan yang menghambat kita berkembang mengikuti perubahan zaman. Kalau bahasa mesranya value engineering itu adalah spiritual. Spiritualitas bukanlah lari dari agama secara esensi dan nilai. Spiritualitas berkembang di setiap dimensi kehidupan dengan cinta, tanggung jawab, keseimbangan batin, kreativitas, dan kasih sayang. Saya peluk kamu. Itu jelas agama melarang. Karena bukan muhrim. Tetapi bagi saya memeluk itu sikap anti diskriminasi gender, meningkatkan trust dan rasa nyaman. Jadi esensinya bukan soal patut atau muhrim. Tetapi value kemanusiaan. Bahwa kasih  atas dasar rasa hormat. 


Kadang kita terjebak dengan standar normatif. Kita anggap hubungan resmi menikah itu standar yang solid bagi agama. Soal hak dan kewajiban belaka. Tetapi kadang esensi hubungan manusia atas dasar hormat diabaikan. Betapa banyak wanita direndahkan suami. Hanya kelambanannya, ketidak sempurnaannya dibandingkan WIL dan lain sebagainya. Itu lebih rendah dari pelacuran dan perbudakan. Sama halnya kita banggakan pertumbuhan ekonomi, tetapi demi tataniaga pasar dalam dimensi ketahanan pangan, kita korbankan petani atau produsen.  Itu lebih buruk daripada kolonialisme.


Alisa mengangguk angguk. 


Singkatnya value engineering itu adalah bagaimana berproses menjadi orang sabar, jujur, dermawan, sopan, rela berkorban, adil, bijaksana, dan karenanya dia bisa melewati perubahan zaman dengan rendah hati dan kerja keras. Melakukan kreatifitas dan inovasi tanpa jeda untuk peradaban yang lebih baik. Ya revolusi mental menjadi manusia free Will dan berani melakukan perubahan dan memperbaiki diri terus menerus. Kita perlu middle class seperti itu.  Tidak perlu 50 juta orang. 10 juta saja, itu sudah bisa mengubah Indonesia menjadi negara besar, mandiri dan terhormat. 

Saturday, April 27, 2024

Obsesi...

 



Aku bersahabat dengan Mey yang aku kenal kali pertama tahun 85 saat kursus Management di LPPM. Walau dia terkesan charming tetapi tidak pernah aku anggap serius. Kepada siapapun dia memang charming. Makanya dia dekat dengan banyak orang kaya. Dia punya kecantikan dan kecerdasan untuk dapat uang. Bisnisnya memang lebih sebagai broker. Tahun 1990, aku punya idea membuat produk Modul mesin tenun. Dengan copy buatan Jepang dan dimodifikasi, aku bisa menghasilkan produk hanya 20% dari harga buatan Jepang. Aku ajak Mey bermitra. Dia setuju.


Produk ini udah lulus test Lab LEN dan sudah pula diuji coba pada Pabrik tenun. Kualitas lebih baik dari buatan jepang. Daya tahannya lebih lama. Kami berencana mendirikan pabrik Modul itu. Investasi sangat besar. Aku dan Mey tidak punya uang.  Sementara bank tidak bisa berikan kredit. Itu teknologi baru dan tentu dianggap  oleh bank beresiko.  Apalagi kami tidak punya mitra strategis yang sudah pengalaman bidang Industri elektronika. Kami harus cari investor private.


Mey kenalkan dengan Andi, direktur salah satu perusahaan dari keluarga penguasa. Aku tawarkan kerjasama. Terlalu mudah deal terjadi. Itu berkat reputasi Mei tentunya. Hanya seminggu, Andi setuju tanda tangani MOU. Namun sejak itu dia tidak bisa lagi dihubungi. Tiiga bulan kemudian, dia dirikan sendiri pabrik atas nama perusahaannya. Dan Mey nyeberang ke Andi. Tinggalkan aku. Ya setelah semua data dan informasi mengenai idea bisnisku dia kuasai, dia jalan sendiri tanpa aku.


Aku berusaha minta tolong ketemu Mey untuk bicara. Aku masih berharap Mey punya alasan kuat untuk tinggalkan aku dalam kemitraan. Dia sanggupi setelah lebih sebulan aku tunggu“ Kamu engga pantas jadi pengusaha pabrikan berkelas international. Modal engga ada. Mimpi doang yang ada” Kata Mey saat aku pertanyakan komitmen Andi sebagai mitra  “ Mau lawan? lawan aja.” Katanya seakan membaca kemarahanku. “ Kamu itu idealis namun tidak punya urat kaya” Lanjut Mei.


“ Mey, dari awal kita berteman. Aku percaya kamu. Tetapi kamu telah kecewakan  aku.” Kataku dengan lirih. Aku tak ingin menampak wajah kecewa atau sedih. Aku harus tegar walau dalam kondisi sangat menyakitkan. Apalagi aku baru saja akan bangkit dan berharap bisnis ini bisa jadi pijakan ku untuk melompat jauh.


“ Apa peduli aku ? Suara Mey meninggi. Dia nampakan sikap aslinya. " kamu kecewa atau engga, engga ada untungnya bagiku” kata Mey tanpa perasaan bersalah atas kandas nya idea ku menjadi kenyataan. Aku kalah tetapi aku tidak menyerah.  Mey juga tidak salah.Tentu dia bela Andi yang kaya daripada bela aku yang miskin. Dia perlu masa depan yang jelas. Wajar kalau dia lebih mencintai dirinya sendiri.


***

2018

Restaurant menyediakan table untukku sebagai tamu penthouse Hotel Peninsula Beijing. Restaurant itu menyediakan menu Perancis namun dengan sentuhan Asia. Aku suka. Perpaduan barat dan timur begitu kompak dalam suasana kosmopolitan. Tamu yang datang, umumnya adalah pengusaha papan atas atau profesional

.

Setelah duduk, pandangan kuarahkan ke seluruh ruangan. Mataku tertuju kepada seorang wanita yang duduk sendirian. Wajah yang tak bisa hilang dalam ingatanku. Mengapa dia ada disini? Apakah dia turis. Kalau iya, pasti dia sudah masuk kalangan the have dengan status sebagai sosialita. Dari kacamatanya aku tahu itu harga diatas UDS 2000. Pasti yang lain  seperti tas dan jam tangan diatas itu harganya. Walau posisinya menyamping, sebenarnya tidak sulit  bagi dia untuk menoleh kekanan untuk bertatap denganku. Entah mengapa dia seperti patung.

Aku melangkah menghampiri tablenya “ Mey..” Kataku lembut. 


“ Kaukah itu Ale? Dia terkejut dan segera berdiri. Wajahnya sangat dekat denganku.


“ Ya Mey. “ Kataku mengangguk. Dia merebahkan tubuhnya dalam pelukanku. “ So long..my dear…” katanya seakan dia sangat merindukanku.


“ Tidak terlalu lama, May. Hanya 30 tahun atau 6 windu kurang ya tidak jumpa” Dia memukul dadaku dengan lambat. “Aku kangen, Ale “ Katanya. Mey menangis. Mengapa Mey berubah. Bukankah dia wanita yang tegar. Tak mudah menangis. Bahkan merasa tidak bersalah meninggalkanku.


“ Ceritakan kepadaku tentang 30  tahun yang tidak aku ketahui.? kataku. Mey lama memandangku. “ perlukah? 


Aku mengangguk.


Aku akhirnya menikah dengan Andi. Andi memang gagah. Dia pintar. Waktu menikah, dia menghadiahiku satu set berlian. Kalung, gelang dan anting serta jam. Waktu itu harganya USD 200.000. Aku tahu harganya. Karena dia perlihatkan bonnya. Dia hadiahi aku rumah mewah di Cinere. Rumah besar lengkap dengan kolam renang. Kendaraan mewah lengkap dengan supir yang selalu siap mengantarku kemana saja. Dia larang aku kerja di kantor. Aku disuruh di rumah aja.


Tapi Ale, 10 tahun berumah tangga serasa kering. Dia benar memanjakanku dengan hartanya. Tetapi itu sama saja dia memanjakan anjing peliharaannya. Tak ada sentuhan yang menghangatkan jiwa. Kamu bisa bayangkan Ale, malam pertama setelah dia nikmati tubuhku dengan fast track, dia langsung memunggungiku. Saat itu aku merasa sampah. Seonggok daging BBQ. Tapi ada dayaku. Selanjutnya, begitu. 


Siapapun tamu dari keluargaku datang dia bermuka masam. “ Tidak perlu kamu terlalu dekat dengan mereka.  Orang orang miskin selalu ada alasan merongrong kita. Dan lagi apa untungnya dekat dengan mereka. “ Katanya. Dia marah kalau aku ke salon yang tidak dia kenal. Bukan cemburu. Tetapi lebih soal harga diri. Dia tidak mau aku sebagai aksesori jatuh kelas dihadapan orang lain karena salah tempat. 


Suatu saat aku jatuh sakit. Sakit Ginjal. Saat sakit itu dia ceraikan aku. Alasannya dia butuh anak. Sebetulnya dia anggap tubuhku tidak lagi sesuai dengan kesukaannya. Dia beri aku uang dan aku keluar dari rumahnya. Apa yang bisa kulakukan. Aku masuk ke dalam hidupnya, dia sudah punya segala galanya. Sementara aku datang dalam kemiskinan. Tapi bagaimanapun pemberian uangnya lebih dari cukup untuk aku memulai hidup baru. 10 tahun rumah tangga berjalan tampa makna.


***


Perceraian pertama tidak menyakitkan. Sesuatu yang sudah kuduga itu pasti terjadi. Pernikahan kapitalis. Mudah bertaut mudah juga berpisah. Setelah bercerai aku bertemu dengan pria. Dia tidak kaya tapi baik da cerdas. Kehidupan sex kami baik walau tidak sempurna. Dia bekerja di kampus. Aku jadi istri dosen. Dengan uang yang ada aku beli rumah mungil di luar kota. Sisa uang, aku biayai sekolahnya sampai S3 di Eropa. Aku sabar menanti dia pulang dengan mengelola bisnis  impor boneka.  Tapi apa daya. Usahaku bangkrut. Rumahku disita bank. Dia kembali dari Eropa tidak pernah pulang untukku. Dia memutuskan bercerai dengan kepulangannya. Ternyata dia kembali ke mantan pacarnya. 5 tahun waktu berlalu tampa makna. Yang ada aku menertawakan kebodohanku. Tidak tahu diri. Terlalu berharap lebih dari apa yang kuberi.


***

Perceraian kedua aku masih yakin aku akan baik baik saja. Usiaku masih muda.Tepatnya 32 tahun. Aku bekerja sebagai pengajar tari. Dua tahun setelah itu, aku berkenalan dengan pria yang lebih muda  1 tahun dariku. Dia manager pada perusahaan Asuransi.  Dia cerdas dan banyak impian. Ternyata dia hanya punya ambisi dengan memanfaatkan kelemahan orang lain. Dia jadikan aku umpan dengan calon customernya. Memang sukses. Karirnya cepat melesat dan penghasilan meningkat. Tapi setelah itu dia tidak mau lagi menyentuhku. Setelah itu dia selingkuh dengan teman satu kantornya. Aku memilih bercerai. 10 tahun perkawinan sia sia. Usiaku sudah 42 tahun. Saat itulah kau tersadarkan. Aku telah menganiaya diriku selama ini. Aku ingat kamu Ale, Ingat aku menghinamu. Ingat semua ketulusan mu sebagai sahabat. Aku pantas menjadi pecundang.


***


Setelah bercerai yang ketiga kalinya, aku bekerja pada sebuah rumah tangga sebagai perawat manula.  Tugasku merawat dan menemani pria manula kesepian yang kaya raya. Kemanapun dia pergi aku mendampinginya. Tugasku mengingatkan obat yang harus dimakannya dan memandikannya. Tak lupa memastikan dia tidur dengan nyaman. Ya itulah hidupku kini. Sekarang ada disini di hotel super mewah. Ya hanya sekedar bertahan hidup. 


Tapi Ale…antara aku dan pria manula itu dua sosok yang sama walau nasip berbeda. Sama sama mengejar photomorgana. Dia kumpulkan harta, dimasa tuanya dia harus menghindari makan enak. Dia punya istri dan selusin selir, tapi di masa tuanya dia sendirian dan kesepian. Dia besarkan anak dan manjakan tetapi masa tuanya hidup dijaga perawat. Tidak ada beda dengan aku. Aku selalu mencari suami yang sempurna tapi yang kudapati adalah kesendirian juga. Dia bukan pria suamiku tapi aku berbakti kepadanya karena dibayar. Aku bukan istrinya, tapi hidupnya butuh aku orang bayarannya. 


***

Mey terdiam setelah bercerita panjang tentang hidupnya. Ada air menggenang di tubir matanya. “ Sebetulnya siapa yang pecundang Ale? Apakah aku atau orang orang yang pergi meninggalkanku. Apakah si manula itu atau keluarganya? “ Katanya.


“ Mey, masalah kamu dan mereka adalah tidak pernah saling mencintai. Diantara kalian masing masing mencintai diri sendiri. Karenanya semua kalah. Tidak ada yang menang. Pemenang sejati adalah mereka yang bisa mencintai orang lain namun tak pernah merasa memiliki “ Kataku. Dia tersenyum tipis seperti tersadarkan. Mey adalah sahabatku, tentu akulah yang pantas mengingatkannya.


“ Apa yang dapat kau maknai dari semua jalan yang kau tempuh.” Tanya Mey.  Aku tersenyum. Kamu dan aku nampak menua. 


“ Hidupku biasa saja. Awal phase sebagai pengusaha yang tak henti terjerembab, bangkit dan kembali terjerembab. Kadang membuatku masuk dalam lobang gelap tak bersinar. Terkurung dalam sepi dan teracuhkan orang banyak. Kalaulah tanpa kesabaran yang dibekali oleh Tuhan dalam jiwaku, rasanya sudah lama aku ingin akhiri hidupku. Kesabaran itu lahir dari kekuatan. Kekuatan itu sendiri tercipta karena memang tidak ada jalan lain. Jalan sebagai pengusaha bukanlah jalan yang aku rencanakan sejak kecil. Dari kecil aku hanya bercita cita jadi marbot. Kalau akhirnya jadi pengusaha, itu hanya sebagai usaha survival saja. Maklum aku tidak sarjana. Hanya tamatan SMA." 


" Survival ? Wajah Mey nampak sedih. " Rendah hati sekali kamu menyikapi hidup ini.." 


" Ya. Dunia bagiku adalah proses survival. Dari tiada menjadi ada dan kemudian tiada lagi untuk sampai kepada sebaik baiknya kesudahan." Kataku tersenyum " Makanya, semenjak beberapa tahun lampau. Aku mengundurkan diri dari hiruk pikuk kerakusan pasar uang. Aku menjauh dari setelan jas mahal, parfum mahal, jam tangan mewah atau lingkar cincin precious stone di pergelangan jari manis dan isi dompet, black card unlimited." Kataku. Mey memperhatikan setiap kata kataku. Tidak surprise. Dia maklum apa yang aku katakan. Dia mengenal sifatku.


“ Aku hanya tahu sepak terjang mu dalam bisnis dari teman. Mereka cerita kamu punya investment holding international. “ Kata Mey lirih dengan mata sendu menatapku. “ Bagaimana dengan istrimu? Tanya Mey seperti berharap ada cahaya untuknya, mungkin


“ Kamu kan tahu aku menikah dengan wanita biasa. Kalau sampai sekarang kami tetap bersama,  karena kami tidak merasa saling memiliki,  tapi kami saling menjaga. Karenanya berlalunya waktu kami semakin tak berjarak. Selalu saling mengkhawatirkan dan  tentu saling mendoakan.” Kataku. Mey terpengkur dan air matanya jatuh. Seperti sesal yang tak berujung. Memikir kesalahan masa lalunya dalam menentukan pilihan.”


”Istrimu wanita yang beruntung karena memilih tempat bersandar yang tepat dan teduh. Dari awal andaikan aku tahu dan cerdas memilih tentu cerita nasibku akan lain" Kata Mey berlinang air mata. Aku diam saja. Itu sudah sifat Mey memang pintar berdrama.

”Kau semakin menua dan semakin bijak.  Apakah kau masih ada  obsesi? Tanya Mey kembali tersenyum.

” Tentu ada obsesi. " Kataku cepat

“ Apa itu ?

“Aku ingin agar setelah aku tidak ada. Cucuku bisa menikmati seni karena mencari rezeki mudah dan beribadah lapang. Dan itu hanya bila mereka  yang punya visi sains, dan bertaqwa kepada Tuhan.  ” Jawabku sambil melempar senyum dan akhirnya temenung. 



Bertemu lagi.

  Siska menemukan nomor telp dan email saya dari sosial media. Lewat telp dia memberi tahu bahwa papanya Danil, mau bertemu saya. Sejak tahu...