Friday, February 14, 2025

Aku harus hijrah dari negeriku..




Inilah nasip. Ingin kuceritakan kepadamu. Aku ikut PETA dan dilatih oleh Tentara Jepang sebagai petugas intelijent. Paska proklamasi aku ikut bergerilya menghadapi agresi Belanda yang ingin kembali menjajah. Setelah KMB pengakuan kedaulatan Indonesia oleh PBB. Aku memperoleh beasiswa untuk belajar di Jepang, Di Universitas Waseda. Tidak mudah bisa diterima di Waseda. Orang jepang juga sulit apalagi aku orang dari negeri yang baru merdeka. 


Tapi karena niat juangku ingin menambah pengetahuan untuk pembangunan negeriku. Aku bisa melewati semua test. Akhirnya bisa tamat universitas dengan gemilang. Akupun tidak ingin langsung pulang ke Indonesia yang masih sibuk dengan jargon revolusi. Beberapa tahun aku menetap di Tokyo, menjadi koresponden koran Partai Komunis yang terbit di Jakarta.


Ingin aku ceritakan tentang Ayano. Ayano gadis Jepang yang kali pertama aku kenal di perpustakaan. “ Wealth of nation, Adam Smith“ sapaku dan membuatnya terkejut saat sedang asik membaca. Dia tersenyum. “ Kenalkan. Panggil aku Bimo” kataku memberanikan diri berkenalan. Dia menyambut dengan menunduk “ Pangil aku Ayano.” Katanya.


“ Apa yang kamu pahami tentang ekonomi, terutama uang ? tanyaku. Ayano tersenyum. Wanita Jepang tidak mau cepat menanggapi pertanyaan pria yang baru dikenalnya. Ah tidak ada salahnya aku yang berbicara banyak. “ mau dengan perspektif ku terhadap uang ? kataku. Ayano mengangguk.


“ Dalam bahasa inggris, uang itu adalah Currency, yang berasal dari kata Latin “currere, yang berarti “menjalankan , to run  atau “mengalir , flow ”. Sementara Money berasal dari kata Latin "monere", yang berarti “memperingatkan". Mari kita pahami dari aspek etimologi. Ada dua pengertian yaitu mata uang atau disebut currency dan uang atau disebut money. Jadi kalau hanya mata uang, maka itu berkaitan dengan arus uang. Sementara kalau uang saja, maka itu bermakna peringatan. 


Currency bisa juga kata lain dari current atau arus listrik. Ya sama dengan aliran muatan listrik dari kutub positif ke kutub negatif. Nah, kalau dianalogikan, uang  adalah sumbu negatif. Aktifitas ekonomi disebut sumbu positip. Bagaimana agar terjadi arus bolak balik?. Ya sistem moneter dibentuk. Ketika uang masuk ke dalam sistem perbankan, ia sudah disebut currency. Dicatat dalam current account. Tipe currency terdiri dari M0,M1, 2, 3 dan seterusnya. Ia berfungsi menghubungkan satu sumber daya dengan sumber daya lain agar terus terjadi hubungan arus yang tiada henti.


Contoh bagaimana menghubungkan sumberdaya manusia dengan sumber daya material, Sumber daya material dengan sumber daya jasa. Semua sumber daya dengan sumber daya pasar, sumber daya lokal dengan global dan lain sebagainya.   Selagi hubungan antar sumberdaya itu terus terjadi arus, maka itulah currency. Itulah uang dalam perngertian kapitalis. 


Uang  itu hanya sarana pemicu distribusi capital untuk terjadi nya beragam aktifitas, terbentuknya well civilization. Jadi bukan jumlah berapa banyak uang yang dikumpulkan atau dicetak, tapi seberapa banyak aktifitas usaha yang bisa dikembangkan. Itulah pentingnya sistem currency yang punya kredibilitas dan trust.


“ Lantas mengapa uang itu bermakna memperingatkan, monere.? Kata Ayano. Aha terpancing juga gadis cantik ini. Aku tersenyum.


“ Contoh, Inflasi itu terjadi karena likuiditas tersendat ke sektor produksi dan jasa. Uang lebih banyak daripada produksi. Kalau inflasi 5%, itu artinya penghasilan tetap kita sebesar 5% dirampas oleh sistem. Nah berlakulah kutukan  atau monere. Itu bentuk lain dari penjajahan abad modern. Bukan lagi penjajahan bangsa tetapi penjajahan pemikiran lewat ilusi yang bernama uang. Dari sanalah kerakusan berkembang lewat korupsi. 


Makanya korupsi, itu jahat sekali. Karena dia menggrogoti daya magnit dua kutup. Yang sehingga terjadi ketidak seimbangan demand and supply. Yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin terpuruk. Kalau tidak dihentikan maka currency akan berubah hanya jadi money. Itu sumber kutukan. Engga percaya? tuh lihat resesi yang melanda seluruh dunia. “ Kataku


“ Anda benar. Itu sudah diperingatkan oleh Adam Smith, dalam The Theory of Moral Sentiment, menyebutkan tentang perlunya perikemanusiaan, keadilan, kedermawanan, dan semangat bermasyarakat. Artinya ketika kapitalisme kehilangan moral dan kebersamaan, dan lebih mengandalkan kepentingan pribadi, maka kapitalisme sebagai sistem akan hancur.” Kata Ayano.


Setelah itu dan selanjutnya aku dan Ayano jadi akrab. Pernah aku ajak nonton teater dan dia tidak menolak. Wanita Jepang sangat tertutup dalam berhubungan. Lebih banyak mendengar daripada menyampaikan pendapatnya. Kadang terkesan dia lebih mementingkan aku saja.   Satu saat aku sampaikan cintaku kepadanya. Ayuno bersemu merah wajahnya. Dia tidak menolak aku tiduri dan bahkan membalas dengan liar. Saat itu aku bisa merasakan betapa Ayano sangat mencintaiku.


Tapi bagaimanapun Ayano memang cantik dan aku suka. Sama dengan ibuku wanita jawa. Yang lebih pasrah dihadapan suami dan menerima saja. Namun Indonesia tetaplah tanah airku. Ibu pertiwi lebih membutuhkanku. Tahun 1960 aku putuskan pulang ke tanah air. Aku berjanji akan menikahi Ayano dan membawanya ke tanah air. Ayano menerima saja walau tak bisa menyembunyikan kegetiranya berpisah denganku.


Kembali ke tanah Air. Aku disambut dengan penuh kebanggaan oleh keluarga besarku. Tidak banyak orang bisa sekolah ke luar negeri. Apalagi bisa jadi sarjana dari Waseda. Kampus terbaik di Jepang. Sunarti teman masa kecilku yang selalu memandang sebelah mata kepadaku, berubah setelah tahu aku lulusan Waseda. Keluarganya ikut mendukung kedekatanku dengannya. Masa depanku cerah.


Semua hal tentang Sunarti aku suka. Dia putri dari tokoh agama yang moderat. Terpelajar dan jago berdebat. Teman bicara yang asyik. Yang penting Sunarti adalah cinta pertamaku yang tak berbalas dan akhirnya mau menjadi kekasihku. Keluarga Sunarti bersenang hati menerima aku sebagai menantu. Mas kawin yang diminta Sunarti adalah pergi ke Makkah. Aku sanggupi dengan akad hutang. Aku bertekad dengan  tangan dan otakku untuk dapatkan uang mentunaikan mas kawinku. Entah mengapa aku begitu saja melupakan janjiku kepada Ayano.


Di Jakarta, aku bekerja  di Media Rakyat, milik partai Komunis. Sebenarnya aku juga melamar ke Koran Abadi milik Masyumi. Tetapi mereka tidak bisa membayarku seperti di Media Rakyat. Padahal aku senang berkumpul dengan teman teman gerakan politik islam. Aku lahir dari keluarga yang taat beragama. Tentu aku senang menyuarakan suara syiar agama lewat media politik. 


Tetapi lagi lagi karena aku sudah berkomitmen cari uang untuk secepatnya membawa Sunarti ke Makkah. Aku tidak punya pilihan.  Apalagi PKI adalah partai besar urutan 4 di negeri ini. Berada dalam barisan nasional NASAKOM. Banyak kolomnis Media Rakyat akhirnya jadi pejabat sipil dan perusahaan negara. Latar belakang pendidikanku dari Waseda akan sangat mudah meraih puncak karirku.  


Dua tahun setelah menikah, aku dapat tawaran jadi dosen di Shanghai Jiaotong University. Sunarti tidak mau ikut denganku ke Shanghai. Terpaksa aku pergi sendiri. Aku janji akan kirimin uang untuk membayar maharku. Hanya setahun di shanghai. Karena keadaan politik dalam negeri memanas.  Aku pulang ke tanah air kembali jadi kolumnis Media Rakyat. 


Oktober 1965 situasi jakarta mencekam. Banyak kader PKI ditangkap oleh militer.  Aku masih merasa aman saja. Karena aku bukan politisi dan bukan kader PKI. Salahku dimana.  Makanya aku tetap di rumah. Berharap situasi politik mereda, aku bisa kembali bekerja dimana saja. Mertuaku mulai kawatir karena banyak orang yang bukan kader PKI ditangkap. Malam itu, Sunarti dijemput oleh ayahnya dari rumahku. 


Saat itu politik sedang tidak menentu. Balas dendam politik menghilangkan akal sehat. Setelah kepergian Sunarti dan Ayahnya, kemudian, tentara datang ke rumahku.  Berkali kali aku katakan bahwa aku bukan  kader partai.  Menantu dari tokoh agama. Namun tentara tidak percaya. Apalagi mertuaku justru ikut membenciku. Mungkin dia tidak mau tersangkut kasus. Cari selamat sendiri.


***

Tiga tahun digelandang dari Salemba, ke Cipinang, ke Tangerang, kemudian digiring ke kapal rusak untuk dikucilkan selama sepuluh tahun di Pulau Buru. Tiga belas tahun yang gulita, aku melewati malam dengan terang bohlam yang redup. Semalaman selalu gelisah. Terutama saat mengingat segala kebaikan dan ketulusan cinta Ayano. Apalagi Ayano sempat bertemu denganku di Cipinang. Ayahnya tokoh politik di Jepang. Tentu tidak sulit dia melewati protocol untuk bertemu denganku. Sunarti dan keluarganya sudah melupakanku. Tidak bagi Ayano.


Di Pulau Buru, aku dan kawan-kawan dipaksa membuka hutan untuk lahan pertanian. Dengan tangan telanjang. Ya, benar-benar tangan telanjang! Jangankan traktor. Arit pun tak ada. Walau begitu, pulau buangan itu akhirnya bisa berswasembada pangan berkat tangan-tangan kami orang rantai, meskipun yang menikmati adalah tentara yang mengawasi hidup kami. 


Setelah melewati 13 tahun terpanjang dalam hidupku. Kami semua dapat amnesti sebagai tahanan politik.  Setelah melewati laut, kami dibawa dengan truk menuju tangsi militer. Puluhan tahanan politik, diturunkan dari truk dan diperlakukan tidak lebih berharga dari kawanan kerbau dan kambing yang sedang dihalau ke pejagalan. 


Aku keluar dari tangsi militer itu setelah melewati upacara pelepasan. Tidak ada yang menjemputku. Aku dapat tahu dari kerabat tempat tinggal Sunarti, di kawasan Menteng. Ternyata apa yang kudapati. ? Sunarti sudah jadi istri orang lain. Dia sudah berhaji karena suaminya pejabat negeri. Feodalisme dan uang berkulindan. Aku baru sadar, aku berada di negeri kapitalis. Semua ukurannya uang. Tidak seperti sosialis komunis yang menawarkan hope dan harus diperjuangkan dengan bermartabat lewat kerja keras menjadikannya kenyataan.


Aku tidak protes.  Begitulah hukum nikah. Sesuai akad nikah lewat 3 bulan berturut turut suami tidak memberikan nafkah lahir batin, talak cerai berlaku otomatis. Sunarti sudah membebaskanku dari hutang dengan menikah lagi. Sama seperti aku dibebaskan dari Pulau Buru. Namun keduanya bukan karena kesalahan yang aku buat. Aku hanya kurang beruntung karena berada pada tempat dan waktu yang salah.


Aku sudah jadi orang bebas. Di hadapanku terbentang realitas, kemerdekaan Negeri yang diperjuangkan dengan darah dan air mata ternyata tidak memberikan harapan tentang masa depan. Ekonomi dikelola dengan cara kapitalis bersenggama dengan asing dan atas nama pembangunan menipu rakyat bodoh. Yang kaya semakin kaya. 


Masa lalu sudah ada dibelakang. Aku harus move on untuk masa depanku. Namun karena politik, aku tetap najis untuk dibantu atau ditemani. Aku jadi orang asing di negeriku sendiri. Setahun setelah itu, aku kirim surat kepada Ayuno bahwa aku siap untuk kembali ke Tokyo. Ayano sendiri yang menjemputku ke Jakarta. Dia masih setia dengan cintanya. Ayano membebaskan hutang janjiku dengan bersedia menikah denganku. Tiga tahun kemudian, Ayano ikut aku ke Shanghai jadi dosen untuk masa depan China, masa depan sosialis tentunya. 


Aku harus hijrah. Bukan karena aku tidak cinta negeriku. Tidak mencintai Sunarti. Tetapi aku tidak ingin mati tanpa harapan dan tanpa kemerdekaan dalam arti sesungguhnya. Apa artinya hidup tanpa harapan di negeri yang korup. Apa artinya cinta tanpa kebebasan memperjuangkan nilai nilai keadilan. Pahamkan Sun...


4 comments:

Anonymous said...

Super sekali,Terima kasih atas edukasi lewat cerita kisah nyata Pengalaman Hidup

Anonymous said...

Hmm siapa tokoh legendaris ini babo, luar biasa cerita yg di kemas dengan dialog yg sangat menyentuh hati.

Anonymous said...

Aku harus hijrah. Bukan karena aku tidak cinta negeriku. Tidak mencintai Sunarti. Tetapi aku tidak ingin mati tanpa harapan dan tanpa kemerdekaan dalam arti sesungguhnya. Apa artinya hidup tanpa harapan di negeri yang korup. Apa artinya cinta tanpa kebebasan memperjuangkan nilai nilai keadilan. kalimat ini menusuk sekali

sadek said...

Hmm...

Bisnis model...

  Tahun 1990 saya bangkrut. Pabrik karton saya yang bermitra dengan teman dari Korea di hostile. Dari tahun 1985 sampai tahun 1990 saya jadi...