Sunday, October 20, 2024

Bisnis dalam dimensi moral

 



Saya tadi sore ketemu dengan sahabat pembaca blog saya. Dia dari luar negeri yang sedang menyelesaikan S3 nya. "Saya tertarik membaca cerpen anda. Ya cerpen bisnis tanpa kehilangan sisi humanisnya. Tanpa pengalaman pribadi tidak mungkin anda bisa bercerita sangat detail. Saya sudah riset sebagian besar cerpen anda. Itu semua ada dasar referensi akademis nya dan dalam berbagai studi kasus yang saya pelajari memang apa yang ada ceritakan sangat berkelas. “ tulisnya dalam email. 


Saya senyum aja. Saya menulis untuk saya sendiri dan tidak perlu baper kalau orang muji saya. Rencana kedatangannya sudah disampaikan via email 1 bulan lalu. Dan hari ini saya sempatkan bertemu dengan dia. Saya undang dia minum di cafĂ©. 


“Sepertinya Eropa memutuskan untuk menurunkan suku bunga. Kira kira apa dampaknya terhadap perekonomian. Saya ingin tahu sudut pandang pemain hedge fund” Tanyanya mengawali pembicaraan. 


“ Ya idealnya kalau suku bunga turun tentu akan berdampak kepada membaiknya yield obligasi dan Index bursa saham juga meningkat. Tetapi dalam situasi sekarang, itu hanya window dressing aja. Untuk memungkinkan adanya stimulus ekonomi dengan alasan inflasi rendah dan upaya meningkatkan kinerja ekspor. Maklum negara Eropa dan AS kan PDB nya sangat bergantung kepada ekspor. Pasar membaca itu. ” Kata saya.


“ Mengapa ?


“ Problem utamanya adalah disparitas suku bunga Eropa dan AS lumayan besar. Kalau suku bunga turun, pemodal akan pindahkan uangnya ke USD. Apalagi dari data yang ada, sebagian besar arus modal yang masuk ke Eropa dialokasikan kepada surat utang AS. Tidak masuk ke sector real. Jadi sama dengan hot money. Sangat rentan terhada valuasi mata uang. Keadaan Eropa sama dengan negara ASEAN termasuk Indonesia. tidak dapat mengimbangi pertumbuhan AS dan China.  Mungkin bisa disebut kutukan kapitalisme atau debt trap.” Kata saya. Dia tersenyum dan mengangguk.


Kemudian dia menyerahkan kertas selembar “ Maaf, mohon baca profliling ini. “ katanya. “ Saya tahu Yuan dan SIDC dalam cerpen anda itu nama alias.” Lanjutnya. Saya agak kaget juga. Karena dia dapatkan informasi dan profile tentang dua holding yang dimaksud. “ Saya tidak mungkin mau duduk di pesawat lebih 12 jam kalau tidak yakin akan bertemu dengan principal” katanya lagi dengan tersenyum.


“ Saya tidak butuh clarifikasi anda atas profiling dua holding itu. Karena memang nama anda tidak ada di dua entity itu. “ Katanya menegaskan. Bagi saya itu hak dia menulis tentang saya. DAN Memang tidka perlu saya clarifikasi. 


“ Yang ingin saya ketahui adalah bagaimana caranya bisa membesarkan dua holding itu dengan cepat. Hanya 10 tahun. Ini penting untuk bahan desertasi saya” Tanyanya. Saya tersenyum dan seruput kopi saya. Wanita Asia berusia 32 tahun dihadapan saya ini memang keliatan cerdas. Dari CV nya saya tahu dia pernah kerja di Lembaga Keuangan First Class di Eropa dan ambil S3 atas beasiswa. Dia juga dapat high recommended dari investment banker, yang kebetulan saya kenal baik.


“ OK lah. Katakanlah dalam konteks ini soal SIDC” Kata saya berusaha menjawab pertanyaannya. “ SIDC itu didirikan dengan business model ekosistem bisnis mineral tambang, Energi, Food, Induustri high tech. Ekosistem itu terkait dengan sumber daya, supply chain, financial dan R&D. Jadi SIDC itu adalah bisnis ekosistem. Semua unit bisnis berdiri secara independent sesuai yuridiksi negara dimana dia beroperasi. Namun mereka tidak bisa lepas dari control SIDC. Karena kalau lepas, pasti bisnis nya mati. Terlepas dari ekosistemnya.” Kata saya. 


“ OK. Bagaimana dengan Yuan ? tanyanya lagi.


“ Yuan itu business model nya adalah logistic dan trading. Tentu cakupan bisnisnya luas. Kan engga ada bisnis yang tidak tergantung kepada logistic dan trading. Saat sekarang ada 4 unit holding bidang Agro, energi dan sumber daya mineral, Industri dan manufaktur Mereka afiliasi dari Yuan. Pada setiap holding itu Yuan menunjuk Lembaga keuangan sebagai nominee beneficial owner. Jadi pengendalian bisnis terjadi lewat ekosistem financial. “ kata saya.


“ Benar benar ciri khas investor hedge fund. Penguasaan riset bisnis yang luas dan penguasaan sumber daya keuangan yang kuat. Namun terstrutktur dengan rumit. Tentu tidak sulit anda bisa membangun ekosistem bisnis yang solid.” Katanya terpesona. Saya senyum aja atas persepsinya. Dia tanya dan selesai saya jawab. 


“ Apa lagi ? tanya saya.


“ Mengapa anda memilih jalan yang rumit dan pasti setiap waktu diawasi ketat oleh otoritas. Secara personal tentu gerak gerik anda juga tak henti di suspect otoritas. Tentu engga mudah mengelola situasi itu. Padahal anda punya sumber daya keuangan. Kan lebih baik kembangkan bisnis Private Equity. Anda bisa hidup tenang menikmati kemelimpahan financial” katanya berusaha membalut senyum agar saya tidak tersinggung. Karena pertanyaannya terkesan personal.


  Pertanyaan anda sangat personal. Kalaupun saya jelaskan, anda tetap tidak akan mengerti dan percaya. “ Kata saya tersenyum.


“ Please cerahkan saya. Saya datang dengan cangkir kosong” Katanya.


“ Anda tahunya membangun bisnis holding hanya 10 tahun. Tapi anda tidak tahu kalau proses sebelumnya membutuhkan waktu lama dengan kegagalan berkali kali dan tentu terhina sampai pada batas tak tertanggungkan. Nah kalaulah berbisnis dalam dimensi materialistis. Tentu sudah lama gila dan mungkin tidak pernah bangkit lagi. Tetapi karena berbisnis dalam dimensi moral, ya cuek aja. Bukankah resiko terbesar adalah kematin dan semua orang pasti mati. Hanya masalah waktu aja. Jadi ya selagi masih bernapas tetap bersukur dan terus move forward dalam situasi kondisi apapun. “ Kata saya.


“ Bisa jelaskan secara konkrit dimensi moral dalam bisnis?


“ Dalam hidup ini ada dua hal yang pasti yaitu kelahiran dan kematian. Diantara dua itu ada proses. Itu disebut proses menempuh perjalanan takdir kita. Tiap orang menempuh jalan berbeda, dengan cara berbeda. Ini soal pilihan. Kebetulan ada yang memilih jalan moral. Jadi selama berproses dalam bisnis. Bagaimanapun pengaruh -yin dan yang- datang silih berganti, pada akhirnya dia  tetap kembali kepada esensi moral.


Orang bijak berkata ada tujuh dosa sosial. Kekayaan tanpa kerja. Kesenangan tanpa hati nurani. Pengetahuan tanpa karakter. Perdagangan tanpa moralitas. Ilmu pengetahuan tanpa kemanusiaan. Ibadah tanpa pengorbanan. Politik tanpa prinsip. Semoga anda paham” kata saya tersenyum. Dia terdiam. Jam 7.30 PM saya undur diri untuk pulang.


6 comments:

Anonymous said...

Yin and Yang

Hans said...

Closing statemennya menambah wawasan.

Anonymous said...

7 dosa sosial.

Totok Prawitosari said...

Statement terakhir sangat dalam. Apakah kira-kira tamu Babo itu bisa mencernanya?

Anonymous said...

Statement terakir sangat dalam. Apakah kira-kira teman Babo bisa mencernaya?

Anonymous said...

Tak ada bosannya baca blog babo, nyaris semua ilmu kehidupan.

Bisnis dalam dimensi moral

  Saya tadi sore ketemu dengan sahabat pembaca blog saya. Dia dari luar negeri yang sedang menyelesaikan S3 nya. "Saya tertarik membaca...