Malam hari di tahun 2012 “ Temanin gua makan bubur ayam di Mangga Besar 1.” kata saya kepada Awi. Bubur ayam di Mangga besar ini makanan Favorit saya sejak tahun 80an. Kendaraan parkir agak jauh dari restoran. Karena konsumen keliatannya ramai. Saat jalan kaki ke restoran, saya dikejutkan oleh keributan. Seorang pria berusaha menarik wanita remaja ke atas motor. Wanita itu berontak. Wajah wanita itu berlumuran darah. Sepertinya darah dari kening. Tidak ada orang yang melerai
Saya terkejut dan replek bergerak melerai. Mungkin karena suara saya lantang meminta pria itu berhenti menyeret wanita itu. Pria itu mundur dan pacu motornya. Berlalu. Membiarkan wanita remaja itu terduduk di trotoar jalan. Wanita itu tidak menangis. Matanya masih menyiratkan rasa takut namun tegar. “ Kamu engga apa apa” tanya saya. “ mari kita ke rumah sakit. “ Lanjut saya. Dia berusaha berdiri tapi sempoyongan. Saya bopong dia kedalam kendaraan. “ Wi, kita ke rumah sakit terdekat” Kata saya.
“ Ale, udahan dech. “ Kata Awi mengerutkan kening. “ Ini kawasan red light. Udah biasa seperti ini. Ngapain diurus segala. Wanita ini bisa urus dirinya sendiri. Mending kita biarkan saja wanita ini.” Lanjut Awi.
“ Ada apa kamu ? sentak saya. “ Orang lain boleh tidak peduli. Tapi tidak bagi saya.” Lanjut saya. Awi diam saja dan terus arahkan kendaraan ke RS.
Sampai di UGD RS, lecet di kening wanita itu diobati dan diperban. Dua jam di UGD, wanita itu sudah tegar kembali. “ Tinggal dimana kamu ? Tanya saya. Wanita itu diam saja. “ Om antar kamu pulang. Mau ya” Kata saya menawarkan diri.
“ Saya tidak punya rumah. “ Katanya dengan tatapan kosong. “ Tadinya saya ngekos sama pacar saya di Mangga besar. Tapi belakangan dia paksa saya jadi PSK. Saya menolak, dia marah dan pukul saya. Begitu aja terus. Terakhir seperti tadi. Dia pukul kening saya. “ Katanya.
“ Kalau gitu kamu tinggal di hotel dulu ya. Besok saya carikan tempat tinggal kamu. “ Kata saya. Saya tahu. Dia tidak ada uang. Tadi waktu ambil KTP nya di dompet nya memang tidak ada uang. Di KTP namanya tertera “ Sumarni.” Usia 20 tahun.
“ Duh Ale, kenapa begitu amat sih. Jadi repot kita. Kalau soal empati, terlalu banyak ketidak adilan di negeri ini. Engga akan bisa kita jangkau. Udah dech. Cukup sampai RS saja. Selanjutnya biarkan dia dengan hidupnya.Kita doakan saja dia. “ Kata Awi. Tapi karena saya bersikeras. Awi tidak bisa menolak saran saya. Malam itu saya putuskan dia tinggal di Hotel di kawasan Jakarta Timur.
“ Besok akan saya carikan tempat tinggalnya “ kata saya.
“ Ok. “ Kata Awi. “terus apa rencana kamu untuk dia? Emang gampang mengubah hidup orang yang sudah terlanjur rusak di lingkungan brengsek. “ Lanjut Awi. Saya diam saja. Entah mengapa saya berdoa kepada Tuhan. “ Ya Tuhanku. Beri aku jalan untuk membantu wanita itu keluar dari kelam”
Saya book kamar seminggu.” Kamu tinggal di hotel ini ya” Kata saya. Minggu depan saya datang lagi. “ Sambung saya. “ Kalau ada apa apa kamu telp saya” kata saya memberikan kartu nama dan uang untuk dia makan..
Tiga hari kemudian saya dan Awi datang ke hotel tempat Sumarni nginap. Saat kami datang. Dia tidak ada di kamar. Petugas Hotel katakan bahwa dia baru saja keluar hotel. Saya segera keluar hotel. Mencari tahu kemana dia. Di pinggir jalan seberang hotel saya melihat dia sedang makan di warteg. Saya hampiri. Dia tersenyum. Saya mengangguk. Usai makan saya ajak lagi ke hotel.
“ Kamu kan ada uang. Kenapa engga pesan makan lewat room service. “ Kata saya.
“ Mahal makannya, Om” Katanya menunduk. “Saya harus hemat. Uang dari om lebih dari cukup untuk saya dagang.” katanya. Memang saya beri dia uang satu gepok pecahan Rp. 100.000. Itu senilai Rp 10 juta.
“Apa rencana kamu ? tanya saya.
“ Kemarin saya telp teman. Sewa warung makan Warteg boss nya sudah habis. Boss nya mau pulang kampung. Aku mau lanjutkan sewa warung itu “ Katanya.
“ Emang kamu bisa masak?
“ Saya tadinya tamatan SMK jasa boga. “ Katanya. Saya terkejut. Ini anak terpelajar. Saya tidak mau dengar cerita kelamnya sehingga sampai masuk ke dunia kelam. Saya ingin dia focus ke masadepan dia saja.“ Kalau begitu suruh teman kamu kemari. Kita bicara soal rencana kamu buka warung.” kata saya. Saya pinjmkan Hape saya untuk dia telp temannya. “ Ya dia mau datang kemari” katanya.
Kurang dari 2 jam. Temannya sudah datang. Dari temannya saya tahu. Sewa tempat itu Rp. 15 juta setahun. Saya minta Awi beri dia uang Rp. 25 juta. ‘ Ditangan kamu kan ada uang Rp 10 juta yang kemarin saya beri. Jadi uang kamu ada 35 juta. Gunakan uang itu untuk sewa rumah dan warung. Juga modal kamu buka warung” kata saya. Dia terkejut. Temannya juga terkejut. Tak ada kata kata keluar dari mulutnya. Dia menangis. “ Kamu jaga diri bari baik baik ya. “ Kata saya berlalu.
***
“ Sepertinya kita baru saja dirampok oleh wanita itu.” Kata Awi dalam kendaraan. Saya temenung. Mungkin saya sedang di rampok oleh wanita itu. Sebegitu mudahnya saya terbawa perasaan sehingga uang keluar sebesar Rp. 35 juta begitu saja. Kalau di kurs kan dollar itu sebesar USD 2500. “ Tapi kalau mengingat dan membandingkan biaya bisnis relationship kita. Itu uang hanya sebesar ongkos sekali bawa relasi bisnis ke KTV. “ Kata saya.
“ Memberi uang kepada wanita yang bukan siapa siapa, jelas secara bisnis itu konyol, boss “ kata Awi ketus.
“ Keberadaan Sumarni di hotel itu karena keputusan saya sendiri. Bukan permintaan dia. Itu bukan karena dia cantik seperti artis korea. Bukan. Itu udah nature saya“ Kata saya.
“ Ya Ale. Itu yang gua tahu tentang lue. Ingat engga. Tahun 92 gua keluar dari penjara karena judl gelap. Mau kerja, sekolah gua hanya SMP. Mau usaha engga ada modal. Engga ada teman dekat yang mau tolong gua. Tapi lue yang baru gua kenal, begitu saja percaya gua. Dan beri gua modal untuk buka usaha. Setelah gua sukses. Gua tetap nyaman kerja sama lue. Dan lue terima gua kerja sama lue. Sampai sekarang kalau gua ingat, gua yakin lue bukan manusia normal. Lue malaikat yang Tuhan kirim ke dunia untuk membantu orang yang sudah masuk katagori sampah bagi orang lain.” Kata Awi.
Alam bawa sadar cepat sekali meresponse kalau ada ketidak adilan di depan saya. Itu bukan karena saya orang baik dan sholeh. Memori masalalu saya yang keras dalam kemiskinan dan terabaikan, membentuk empati yang kuat. Tanpa saya bisa kendalikan. Andaikan saya terlahir dari keluarga bangsawan atau konglomerat, belum tentu saya punya empati yang begitu kuat. Ini takdir saya. Akhirnya saya bisa berdamai dengan kebodohan saya yang mudah percaya kepada wanita yang baru saya kenal.
***
Tahun 2014 saya sangat militan mendukung Jokowi sebagai capres dari PDIP, partai wong cilik. Saya tidak kenal Jokowi secara personal. Dia bukan pengusaha sekelas saya. Bisnis saya jauh lebih besar dari dia punya. Dia bukan ulama. Bukan jenderal. Bukan elite politik. Tetapi saya saksikan sendiri saat dia jadi Gubernu DKI. Saat kunjungan ke rumah rakyat miskin. Dia tanpa ragu minum kopi dari cangkir yang bau sabun. Itu artinya rakyat miskin tidak cukup dapat air bersih untuk mencuci.
Saya percaya kepada Jokowi karena mindset empati itu bukan pencitraan ala drama sabun. Bukan konsep politik populis yang dipelajari di fakultas Sospol, tentang sosialisme. Bukan. Tanpa empati yang terbentuk karena lahir dari keluarga miskin yang pernah tinggal di bantaran kali, engga mungkin Jokowi bisa begitu saja minum kopi dari cangkir bau sabun. Itu tidak mungkin ada pada Prabowo. Kalau Prabowo punya konsep kemakmuran bagi rakyat miskin, itu bukan karena empati yang terpatri lewat alam bawa sadar. Itu pasti bukan karena dia lahir dari keluarga bangsawan. Tapi dia pelajari dari buku Ayahnya yang sosialis. Sesuatu yang dipelajari biasanya sangat pragmatis. Tidak akan bisa tulus.
Tahun 2017
Saya mendampingi direksi BUMN dan mitra saya dari China. Kami bertemu dengan Gubernur Jateng dalam rangka lelang Jalan Toll Trans Java. Saat bertemu, Ganjar sangat santun dan humbel. Dia tidak sungkan tuangkan teh untuk saya dan mitra saya. Kalau dia terlahir dari keluarga kaya raya mana mungkin dia mau merendahkan diri depan tamu. Apalagi dia Gubernur.
“ Saya hanya peduli soal pembebasan lahan. Jangan minta kompensasi soal harga tanah. Karena saya pasti bela rakyat saya. Itu aset mereka untuk kini dan masa depan, Jadi harga tanah sangat tergantung kepada keinginan rakyat. Saya pastikan tidak akan ada mafia tanah. Dan pastikan rakyat mendapatkan harga yang pantas.” katanya. Dia menghormati pemodal tapi dia menyayangi rakyatnya yang harus melepas tanahnya untuk Proyek Strategis nasional. Dia bisa menjaga keseimbangan itu. Itu karena dia lahir dari keluarga miskin dan pernah harus cuti kuliah karena kurang biaya. Dia tidak punya kemewahan seperti Anies yang dapat beasiswa. Kalau dia berniat membela wong cilik, itu bukan karena pencitraan. Itu udah nature dia sebagai anak yang lahir dari kolong langit.
“Kalau China punya Mao dan Dengxioping. Indonesia punya Jokowi dan Ganjar. Keduanya walau berbeda style, namun orientasinya sama. Sama sama untuk rakyat, terutama rakyat miskin yang butuh keadilan sosial. Karena itu saya yakin Indonesia akan jadi negara besar. Itu karena pemimpin yang lahir dari keluarga miskin dan bukan siapa siapa. “ Kata teman dari China.
Usai makan malam dengan Gubernur saya, sempatkan jalan jalan di kota Semarang. Mampir di cafe untuk minum kopi. Saat saya masuk. Belum duduk. Ada wanita menyapa saya. Saya terkejut.
“ Kamu siapa ? kata saya mengerutkan kening. Wanita cantik.Putih lebih mirip wanita korea.
“Om lupa ya. Aku Nani. “ Katanya. Saya tetap bengong. “ Ingat engga kejadian tahun 2012. Om bantu aku di Mangga besar. Dan kemudiian beri aku uang untuk modal buka warung” lanjutnya mengingatkan saya.
“Oh ya ya..” kata saya terpesona melihat keadaannya.
“ Ini cafe Nani Om. “ Katanya dengan semangat. Dia semakin cantik dan penuh passion.
“ Kamu udah menikah? pertanyaan bodoh saya.
“ Belum. Tapi di rumah Nani rame anak anak om”
“ Anak siapa ?
“ Anak yatim. “ katanya. “Boleh Nani peluk om.” Katanya dengan wajah merona. Saya langsung peluk dia. “ sejak terakhir bertemu dengan Om, nani terus doakan om siang dan malam. Berharap om tetap sehat dan bisa bertemu lagi dengan Nani.”katanya dengan air mata berlinang.
Keesokan paginya Nani datang ke hotel saya bersama tiga anak. Dua perempuan dan satu pria. Mereka berusia dibawah 10 tahun. " Ayo salam dengan Opa" kata Nani. Mereka bertiga menyalami saya dan saya cium mereka satu persatu. Tak lupa saya genggamkan uang masing masing Rp. 50.000. Saya tatap Nani, dia berlinang air mata.
Madam Teresia pernah berkata. “ Kamu tidak akan bisa menghabiskan air laut tapi segayung kamu ambil, air lautpun berkurang. “ Kita tidak akan bisa menegakkan sepenuhnya keadilan sosial di negeri ini tapi secuil empati kita beri, ketidak adilanpun berkurang.
30 comments:
Maksih babo
Makasi Babo, inspiratif sekali... 🙏🙏
Terimakasih babo
Saya mau nangis.
Air mata saya mau keluar, dan saya sedang makan di warung pinggir jalan.
Sangat terharu, terimakasih Babo
Mau nangis saya membacanya Babo....tak terasa air mata ini menetes ...
Thanks Babo
Saya terharu bacanya...
Good job Uda guru👍
Terimakasih Babo. You are my inspiration...
Terimakasih Babo, you are my inspiration
Bang ..ini cerita sebenarnya
Abang luar biasa banget
Subhanallah
"Nature" memang tidak akan bisa dibuat-buat...
Cinta Tanpa syarat....
Terima Kasih
Sudah kurang lebih 5 thn saya mengikuti tulisan Baboku,baru kali ini mata ini basah.
🥲❤️❤️❤️
Sering baca tapi tetap aja menyentuh dan bikin mewek
Saya teguk kopi dr gelas cangkir...saya kunyah...
Biar air mata gak tumpah...
Asyikkk babo...🙏☕🇮🇩❤😃
Jokowi yang dulu apa masih sama dengan Jokowi yang sekarang Babo...?
Membuka dan porak porandakan rasa haru saya membacanya..
Dua kali sudah sy membaca kisahnya..
Sisi keharuan tetap takbtertahankan..
Terkait Jokowi dan Ganjar..
Sisi kekuasaan dapat merubah pribadinya..
Sayang Ganjar tidak mendapatkan dukungan luas rakyat Indonesia..
Tulisan yg sangat menyentuh sisi spiritual Babo, membasuh dahaga kejamnya sisi belantara kehidupan, Babo memerankan kasihNya Tuhan, semoga selalu diberkati Babo, Aamiin
Apa yang Babo tuangkan ditulisan adalah kejadian nyata dan itu sangat inspiratif, semoga Babo sekeluarga selalu dianugerahi rahmat berkah tuhan semesta alam
Terimakasih Babo
Bagus sekali Babo
Terharu babo
Ijin share Babo 🙏
Terima kasih, Babo
Post a Comment