Sunday, June 11, 2023

Membakar feodalisme

 





Persahabatan kita yang terjalin lama telah membuatku terpanggil untuk mengungkap china dari sisiku sebagai pribadi, sebagai rakyat China. Mungkin ini untuk meyakinkan kamu bahwa jangan melihat china dari apa yang kini diraih tapi lihatlah jumlah korban dari system yang diterapkan partai untuk membuat semua kemajuan itu menjadi kenyataan. Aku seorang wanita yang terlahir ketika China masih dalam ketertutupan oleh kebijakan Mao. Aku lahir ditahun 1967 dan merupakan anak tertua dari empat bersaudara


Pada saat aku lahir dan usia Balita, Mao sedang berusaha mengganyang feodalism yang sudah terlanjur menjadi budaya di China. Sebagaimana kamu tahu. Ratusan abad China dikuasai oleh dinasti kerajaan. Raja penguasa tertinggi. Raja dikelilingi oleh para bangsawan, pendeta, dan pejabat sipil dan militer. Dasar kekuasaan kaum feodal ialah hak milik mereka atas  tanah. Diatas tanah itu mereka berkuasa terhadap pekerja kaum tani. Raja hanya menguasai sebagian kecil dari daerah kekuasaan secara langsung, sedangkan selebihnya dikuasakan kepada para bangsawan lewat konsesi bisnis dan pejabat sebagai wakil raja. 


Wakil-wakil raja inilah yang berkewajiban mengumpulkan setoran hasil panen kaum tani untuk keperluannya sendiri dan untuk raja. Di samping harus menyetorkan hasil panennya, kaum tani juga diwajibkan kerja paksa untuk para bangsawan dan punggawa, membangun istana dan tempat ibadah, membikin saluran-saluran dan bendungan-bendungan, dan dalam keadaan perang harus mengerahkan jiwa dan raga untuk memenangkan peperangan.  Kaum tani dan buruh juga diwajibkan mengongkosi tentara, yang digunakan terutama untuk menindas kaum tani dan jarang-jarang untuk melawan serangan musuh dari luar. Atas nama raja para bangsawan dan pejabat menjalankan kekuasaan pemerintahan, pengadilan dan pembuat undang-undang. Untuk memperdalam kebaktian rakyat kepada raja, rasa keagamaan dipertebal. Agama sudah menjadi bagian dari politik kekuasaan Raja. 


Feodalisme yang  mengagungkan milik privat seperti tanah dan benda lainnya, sebenarnya adalah racun kebudayaan yang membuat manusia suka menindas yang lemah dan merusak keadilan sosial. Mao mengumandangkan bahwa justru kaum buruh dan tani yang tak punya apa-apa, kecuali ”rantai yang membelenggunya”—yang akan jadi pelopor penggerak ke masa depan yang bebas dari keterasingan. Saat aku lahir Mao melepas belenggu itu melalui  revolusi kebudayaan. Deng mewarisi China baru. China lama sudah jadi debu api revolusi kebudayaan. Deng membawa China ke masa depan. Tapi jalan ke masa depan itu tidak mudah. Benar benar sulit dan penuh derita yang kadang tak tertanggungkan. 


Aku termasuk tidak beruntung lahir di China. Karena anak wanita dianggap sebagai anak lahir tanpa mampu melanjutkan generasi atau mereka menyebutnya hu-Jue guo. Atau mungkin juga di China keluarga akan dihormati bila punya anak laki laki. Maklum, kehidupan desa yang keras hanya membutuhkan pria untuk bekerja keras. Ibu tidak pernah bisa menatap tegar mata nenek sebelum adik laki lakiku lahir yang kesemuanya pria. Sebagai anak yang tinggal didesa , sedari kecil aku menyaksikan kami hidup dalam kemiskinan yang sangat. Ini merupakan akibat kebijakan partai yang mengharuskan semua untuk semua.  Ya buah dari revolusi kebudayaan adalah lahirnya masyarakat egaliter.


Kamu mungkin bertanya mengapa orang tuaku sampai mempunyai anak banyak. ? sementara nasip kami begitu buruk. Dulu memang tidak ada pembatas kelahiran anak. Juga tidak ada program keluarga berencana. Tapi memang kini China punya aturan jelas bahwa hanya orang kaya yang boleh punya anak lebih dari satu. Kehidupan di desa memang tak punya pilihan hiburan setelah berlelah bekerja seharian.  Mungkin sex adalah sesuatu hiburan yang menggelikan diatas dipan yang terbuat dari batubata dan tanah liat. Aku masih ingat , aku pernah menyaksikan ibuku mengikat perutnya dan kadang memakan abu tembakau untuk menghentikan kehamilan. Namun itu memang tidak efektif untuk menghentikan kelahiran dan bayi bayi baru lahir untuk menyaksikan dan merasakan kehidupan yang serba miskin.


Ketika awal Deng membuka china dari dunia luar. Berbagai program perlindungan kesehatan dan sosial dihentikan pemerintah kecuali pendidikan bagi yang berprestasi tinggi. Kakek saya meninggal dirumah sakit tanpa diobati karena petugas rumah sakit tidak punya anggaran untuk mengobatinya. Aku sempat melihat betapa ibu dan Ayah sampai bersujud kepada petugas rumah sakit agar kakek diobatin tapi tidak bisa kecuali kami bisa menyediakan 2 yuan ( Rp, 2000 ). Jalan desa terbuat dari tanah dan tidak datar. Pada hari yang cerah, angin menderu dengan suara yang keras menerbangkan aroma busuk debu jalanan yang bercampur dengan kotoran ternak. Pada musim hujan lumpur akan akrab dengan kami, tentu bau busuk kotoran ternak melekat pada diri kami. Untuk sampai kepinggir jalan besar membutuhkan 20 kilometer berjalan kaki atau bersepeda. 


Bila musin dingin kami hidup dari keju beku, lemak babi dan itik yang diasap bercampur cuka agar tahan selama empat bulan. Tak ada sayuran beraneka ragam. Desa kami hanya bisa ditanami buncis dan loba, ubi rambat. Itulah yang mengisi piring sepanjang tahun. Jangan harap kami mendapatkan mudah makanan yang digoreng karena kami tidak punya cukup minyak untuk menggoreng. Jangan pernah berpikir soal nilai nilai kemakmuran ketika itu. Ketika itu pemerintah sibuk menyiapkan segala infrastruktur untuk mimpi Deng , untuk lompatan china jauh kedepan. Petani dipajaki untuk membiayai itu semua. Subsidi Petani dihentikan. China tumbuh memang tanpa hutang luar negeri namun memeras rakyat khususnya petani. Beberapa anak di setiap keluarga, dan setiap anak berjuang untuk hidup tanpa peduli orang lain. 


Aku ingat bahwa ketika berusia 5 tahun, orangtuaku berangkat kerja pertanian, aku merawat adik di rumah, dan salah satu tetangga datang meminjam pisau dapur tetapi juga diam-diam mencuri makan malam berserta panci. Setelah orangtua ku kembali, mereka menemukan panci hilang, jadi mereka pergi ke tetangga itu, tapi gagal mendapatkan panci kembali karena tetangga ku menolak untuk mengakui bahwa ia mengambil panci . Gara gara ini ayah memukulku keras dan kami memasak tanpa panci untuk jangka waktu lama.


Dilain waktu ketika aku berusia 9 tahun, aku melihat kakak ipar dari sepupuku tertangkap basah mencuri kapas di gudang pamanku. Paman marah besar dan mengancam akan menceritakan ini kepada seluruh orang desa. Dia ketakutan dan berjanji bersedia berhubungan sex dengan pamanku di gudang itu asalkan dijamin untuk dibebaskan. Tapi setelah itu berita tentang ini tersebar luas dikampung. Ibu marah besar kepada paman dan Iparku juga dimarahi oleh kedua orang tuaku. Tapi bagaimanapun, itulah cermin kehidupan desa. Semua orang lapar dan sulit. Semua orang berusaha untuk bertahan hidup. Batas moral sulit diterjemahkan bila sudah menyangkut perut.


Aku bersyukur karena Ayahku seorang venteran perang pembebasan. Dia tahu betapa pentingnya pendidikan. Dan tidak begitu memperdulikan soal budaya anak laki laki harus lebih hebat dari anak perempuan. Ayah mengirimku kesekolah dasar yang jaraknya 10 kilometer dari tempat tinggalku. Setiap hari aku berjalan kaki kesekolah. Ada puluhan anak yang satu angkatan denganku tapi ketika lulus SD yang tertinggal hanya segelintir anak saja. Sebagian besar mereka ditarik oleh orang tuannya membantu bekerja di pertanian.  Tapi aku dan adik adiku bersyukur mendapatkan kebebasan untuk belajar. Nilai dan prestasi sekolahku sungguh luar biasa. Dua kali aku lompat kelas sampai SMU dan berkali kali aku mewakili sekolah desaku untuk konpetisi antar sekolah. Namun disela sela belajar ,aku tetap sibuk membantu keluargaku membuat Cao bian yang dapat digunakan untuk pembuatan jerami. Dalam periode itu, Cao-bian bisa menjual untuk 0,2 yuan, dan aku bisa merajut 5.


Ayah mengirimku kekota untuk melanjutan SLA. Karena itu aku berhenti merajut Cao bian. Aku terpaksa tinggal jauh dari keluarga dan harus hidup mandiri. Aku dipaksa untuk hidup hemat karena tahu betul betapa sulitnya ayahku bekerja agar aku mendapatkan kesempatan sekolah. Karenanya aku berusaha secepat mungkin menyelesaikan pendidikan dan benarlah, dalam usia 16 tahun aku bisa melanjutkan ke universitas. Ketika itu reformasi Deng sedang gencar gencarnya mendorong orang untuk bersaing mendapatkan pendidikan terbaik. Pemerintah tidak punya anggaran cukup untuk menjamin semua pelajar mendapatkan beasiswa ke universitas kecuali yang sangat berprestasi. Untunglah,aku termasuk pelajar yang mendapatkan beasiswa dari pemerintah karena pretasiku bagus.


Namun beasiswa yang diberikan oleh pemerintah hanya 60 yuan perbulan. Sementara ayah harus membayar uang pangkal sebesar 600 yuan. Aku ingat , ayah harus menjual persedian lemak babi seharga 600 yuan dan tentu aku tidak tahu apa yang harus diperbuat ayah selama musim dingin nanti tanpa lemak babi. Dan ayah masih harus berhutang untuk mencukupi uang masuk uninversitas. Dan untuk membayar hutang itu, ketiga adikku terpaksa sementara berhenti sekolah membantu ayah bekerja. Mereka berkorban untukku. Mereka sadar bahwa dikeluargaku hanya aku harapan mereka untuk merubah masa depan menjadi lebih baik. Aku tahu ketika itu, ayah berpikir praktis dan sadar tidak semua telur bisa menetas. Berkorban bukanlah sesuatu yang buruk untuk sebuah keluarga. Kami akan selalu bersama sama untuk masa depan kami.


Dengan 50 yuan beasiswa dari pemerintah, aku bisa mengirim kekampung 20 yuan. Namun aku harus hidup sangat prihatin sebagai mahasiswi dikota. Selama empat tahun diasrama dan dikampus, aku hampir tidak mengenal satu sama lain temanku. Waktuku habis di perpustakaan dan kurang sekali untuk bersosialisasi dengan teman temanku yang kebanyakan dari keluarga kaya. Maklum di China, keluarga kaya tidak membutuhkan beasiswa dari pemerintah dan mereka bebas menyekolahkan anaknya kemanapun. Lingkungan seperti inilah aku tumbuh menjadi dewasa. Wanita desa yang tak lepas dari pakaian seragam tani. Yang tak pernah ber make up. Acap aku diolokan teman, cantik tapi kampungan. Aku tidak peduli itu. Aku dengan hidupku dan pemerintah telah berela hati untuk memberikan aku kesempatan menjadi segelintir orang menjadi sarjana untuk membangun negara..


Aku lulus universitas ditahun 1990. Aku satu satunya wanita didesaku yang berhasil jadi sarjana. Kebanyakan teman teman priaku waktu disekolah dasar tidak menyelesaikan pendidikannya. Mereka pergi kekota untuk menjadi kuli bangunan atau buruh pabrik yang memang tersedia begitu luas sebagai akibat dari perubahan ekonomi china. Yang wanita ada juga yang menerjunkan diri sebagai pelacur dikota atau jadi selir pria kaya Hong Kong.


Kebijakan pemerintah berubah ketika aku lulus kuliah. Tidak ada lagi jaminan bekerja bagi sarjana. Kami harus masuk dunia kompetisi kapitalisme. Aku tidak bisa lagi mengandalkan hidup dari beasiswa karena sudah lulus. Ini tidak mudah bagiku seorang wanita desa yang harus tinggal dikota besar yang serba mahal. Kembali kedesa jadi pengangguran adalah tidak mungkin. Karena ini akan menimbulkan efek negatif bagi orang desa yang ingin berjuang menyekolahkan anaknya sampai tinggi. Dan lagi mereka akan mengolok ngolok keluargaku. Maka aku putuskan untuk tetap tinggal dikota.


Pekerjaan yang pertama kudapat adalah administrasi disebuah perusahaan swasta. Gaji yang kuterima sebulan 1800 yuan. Dengan uang ini aku harus membayar sewa apartement sebesar 600 yuan dan mengirim uang kekampung sebesar 800 yuan. Tersisa hanya 400 yuan bagiku untuk mengganjal perutku dikota termasuk untuk biaya transfortasi dan lain lain. Itulah makanya aku sempat stress ketika mendapat kabar adik bungsuku membutuhkan uang sebesar 10,000 yuan untuk masuk universtas. Dari mana aku mendapatkan uang sebanyak itu. Ayah sudah semakin renta. Pekerjaannya disamping bertani juga menjadi pengangkut gerobak batu bata.Ini pekerjaan yang sulit untuk bertahan terhadap semua yang tidak murah. Kebijakan baru pemerintah telah memungkinkan orang desa mendapatkan kebebasan tapi semua harus dibayar. Tidak ada yang gratis seperti era Mao.


Aku tidak tahu darimana mendapatkan uang 10,000 yuan untuk adikku. Pekerjaan dikota memang menghasilkan uang selagi bekerja keras. Namun tidak ada perlindungan bila anda sakit. Karena yang lebih menakutkan lagi, bila anda jatuh sakit maka gaji akan dipotong, dan akhinya anda akan kehilangan pekerjaan untuk meradang menghadapi tuntutan tagihan sewa apartement dan lain lain. Itulah yang kualami ketika sakit. 


Ditambah lagi ketika itu hukou (KTP ) nasionalku sudah kadaluarsa. Di China semua registrasi penduduk harus mendapat validasi dari tempat kelahiran. Tapi ketika aku datang ke desa mereka menolakku dengan alasan bahwa hukou ku tidak berada di sana karena pendidikan ku. Kemudian, aku pergi ke kota untuk itu, tapi aku tak punya apa-apa. Jadi aku hanya memiliki Surat Jalan dengan biaya 200 yuan. Tanpa pekerjaan, sumber daya keuangan aku dapat diusir oleh pemilik apartmen karena tidak bisa membayar sewa, dan aku mungkin mati kelaparan.


Pada saat itulah aku terpikir untuk bunuh diri. Kematian mungkin cara terbaik lepas dari persoalan hidup. Tapi mati sia sia juga tidak bagus. Setidaknya aku ingin mati demi berkorban untuk keluargaku. Tapi keberanian itu tidak pernah ada. Kesempatan untuk tidak lebih buruk adalah ketika ada tawaran untuk membeli ginjalku. Tanpa pikir lebih jauh aku menyanggupi untuk melepas satu ginjalku demi uang agar adiku bisa masuk universitas dan sedikit tabungan untuk biaya hari harinya.. Tak ada satupun anggota keluargaku mengetahui soal ini. Mereka hanya tahu aku bisa diharapkan mereka. Aku kembali mendapatkan pekerjaan setelah memperdalam kemampuan bahasa inggrisku di pusat Kursus Shanghai. Aku berjuang dapatkan beasiswa kuliah ke luar negeri. Peluang yang diberikan pemerintah berhasil kudapat setelah melewati kompetisi yang ketat. Menjadi satu terpilih dari 1000 yang gagal.


Kini aku seorang wanita berusia diatas 40 tanpa suami. Aku bekerja dipusat penelitian swasta dengan standar hidup yang serba higinise agar aku bisa tetap hidup dengan satu ginjal. Adiku sudah menjadi sarjana, bekerja diperusahaan raksasa. Adiku satunya lagi menjadi pengusaha hebat. Yang lain berkembang sebagai wiraswata desa yang berhasil seiring semakin pesatnya pembangunan infrastruktur ekonomi di seluruh china. Hidup kami memang berubah seiring perubahan ekonomi china. Petani tidak lagi dipajaki dan dibebaskan dari semua bea dan pajak. Kami sudah boleh memiliki tanah sendiri tanpa harus menyewa kepada negara. Kredit tani diperluas. Subsidi sosial diperluas. 


Tadinya usaha asing mendapatkan fasilitas keringanan pajak. Tentu maksudnya untuk membujuk asing membangun pabrik di china dan menampung angkatan kerja. Namun kini usaha lokal sudah mampu menggantikan asing. Pajak usaha lokal diturunkan dan asing dinaikkan. Itulah perubahan nyata dari niat baik pemerintah yang kami rasakan. Tapi bagaimanapun, Negara tidak akan pernah besar bila rakyatnya tidak percaya kepada pemerintah dan begitupula sebaliknya. Contoh, pengorbanan untuk sebuah pendidikan memang sangat mahal dan kami dipaksa untuk menjadi pionir dengan segala keterbatasan negara menyiapkan kami sebagai kader masa depan.


Kami sadar bahwa pemerintah tidak punya cukup uang untuk membiayai semua kebutuhan penduduk lebih dari satu miliar. Walau tanah daratan kami luas namun tidak semua bisa ditanami dan bahkan tidak sepanjang tahun bisa menghasilkan.Tapi pemerintah punya cara dan keyakinan akan semangat kami untuk berubah. Para sarjana kini ada digaris depan sebagai agent pembaharu untuk china yang lebih baik. 

China kini tumbuh percaya diri dan tentu masih terlalu banyak kekurangan yang harus diperbaiki, Rakyat china sebagaimana aku, tak pernah menuntut lebih kepada negara kecuali kebutuhan tempat tinggal dan makan. Itu saja. Untuk itupun masih banyak yang belum terjangkau tangan pemerintah. Kemajuan memang terjadi hebat walau dengan korban tak terbilang dari generasiku.. Generasi sebelumnya juga mengalami hal yang sama. Setiap generasi memang harus terus berkorban untuk generasi berikutnya.

4 comments:

Anonymous said...

Its really inspiring to struggle

Anonymous said...

Warbiasah, DNA org China terpupuk tangguh, gigih, maju trus pantang mundur, salutttt

Anonymous said...

Hasil tidak akan berkhianat pada proses ..

Anonymous said...

Negara bisa maju bila rakyatnya bertekad baja utk maju dan pemerintahan negara dijalankan dgn amanah. Brantas korupsi. Hilangkan ketidak adilan.

Harta hanya catatan saja

  Saya amprokan dengan teman di Loby hotel saat mau ke cafe “ Ale, clients gua punya rekening offshore di Singapore. Apa lue bisa monetes re...