Tahun 2013, saya ketemu Andi di KL“ Lue tahu kan, abeng” Tanyanya. Saya menganguk. Betapa tidak. Abeng sahabat saya. Kami berteman sejak tahu 87. “ Sekarang dia tidak punya apa apa lagi. Dia diusir oleh istri dan anak anaknya. Tengoklah dia. Dia ngekos di Mangga besar “ Lanjut Andi. Kami berpisah. Saya berikan kartu nama. Andi janji akan ke kantor saya kalau saya sedang di KL.
Sepulang dari KL, saya sempatkan datang ke tempat Kos Abeng. Saat saya datang pagi hari. Dia terkejut. Dia peluk saya lama.
“ Ada apa Beng. ? kenapa engga telp gua? Tanya saya.
Abeng diam saja sambil tertunduk.
“ Sejak perusahaan gua serahkan ke anak gua yang tertua untuk kelola. Gua praktis pensiun aja. Kemudian bini gua diangkat oleh anak gua sebagai direktur keuangan. Gua sendirian aja di rumah. Pas gua sakit, yang urus nurse. Entah mengapa mereka curiga gua selingkuh dengan nurse. Akhir cerita gua dibuang oleh mereka. Adik gua rawat gua di Bangka. Setelah sembuh gua balik ke jakarta. Karena gua mau urus uang gua di Singapore.” Kata Abeng dengan nada datar. Saya juga tidak mau bertanya lebih jauh. Itu masalah keluarganya.
“ Ale, bisa bantu gua.” tanya.
“ Ya pastilah. Apa yang harus gua bantu?
“ Bebarapa tahun lalu gua ada teken kontrak investasi di Singapore. “ Katanya seraya menyerahkan kontrak dari balik tasnya yang kumuh. Saya baca kontrak itu. “ Kita ke singapore hari ini. Lue cepatan mandi. “ kata saya. Dia segera mandi. Dari mangga besar kami go show ke bandara. Hanya dua jam saya urus, investasi Abeng di Asset manager itu bisa saya cairkan. Jumlahnya USD 5 juta.
“ Terimakasih Ale. Padahal udah capek gua urus. Engga juga cair. Tapi ama lue sebentar doang, selesai.” Kata Abeng berlinang air mata.
“ Lue ya..aneh. Kata saya mengerutkan kening. “ Gua kan teman lue. Kenapa engga tel kalau ada masalah.”
“ Ale, gua malu. Kata teman teman lue udah jadi orang hebat. Apa iya masih ingat gua. Malu ale. Gua tahu diri.” Katanya. Saya geleng geleng kepala. Memang udah tabiat Abeng. Dia sangat perasa sekali. Tapi hatinya baik.
“ Terus apa rencana lue dengan uang itu? tanya saya. Abeng hanya diam. Saya juga maklum. Tidak mau desak dia. Sejak itu dia tidak pernah telp saya lagi. Tapi dari Awi saya tahu usahanya semakin berkembang sebagai eksportir sarang walet. Dia memang punya network di Taipeh.
Tahun 2020 saya dapat kabar dari Awi. Abeng masuk rumah sakit karena COVID. Segara saya datang ke ruman sakit bersama Awi. Kondisinya memang parah. Dia minta dikeluarkan dari RS. Awi urus agar Abeng di rawat inap di luar. Abeng sempat menyerahkan kunci safety box bank dan PIN. Dia tidak bisa bicara lagi. Tapi saya tahu bahwa kalau terjadi apa apa dengan dia, saya mendapatkan amanah dari dia. Sebisanya saya berusaha menghubungi istri dan anak anaknya. Tetapi mereka tidak mau tahu.
Seminggu kemudian. Telah berlaku takdir untuk ABeng. Dia dijemput pulang oleh Tuhan. Awi urus jenazahnya dan penguburunnya. Tetap anak anak dan istrinya tidak mau datang ke rumah duka. Seminggu setelah Abeng meninggal, saya temui anak dan istrinya. Saya serahkan semua dokumen kepada mereka. “ Ada 4 rumah. Salah satunya di Pantai Mutiara. Termasuk reksadana di Singapore. Dan saham perusahaan yang sekarang ada. “ Kata saya. Istrinya terkejut.
" Papa engga punya istri lagi ? tanya anaknya yang perempuan
" Papa kamu tidak pernah menikah lagi. " Kata saya.
Anaknya yang perempuan langsung menangis saat baca surat warisan. Dia teriak histeris menyalahkan mamanya. Anaknya yang laki laki hanya tertunduk dan diam. Sayapun keluar dari rumah itu. Semoga Abeng damai di alam sana dan keluarga yang ditinggalnya …Tentu akan menjadi sesal yang tak berujung bagi mereka..
***
“ Ale…” terdengar di seberang suara Andi. “ di KL kah?
“ Ya.”
“ Boleh jumpa awak?
“ Kemarilah. “ Kata saya senang.
Tak lebih 40 menit. Andi sudah di kamar kerja saya. “ Lama engga ketemu ya. Terakhir tahun 2013. Artinya udah 7 tahun engga ketemu ya.” Kata Andi.
“ Eh lue masih bisnis di Penang? tanya saya.
“ Ya. Setelah kerusuhan Mey 98, gua hijrah ke Penang. Bareng Achuan di sana. Buka pabrik kecil kecilan.”
“ Achuan sehat ?
“ Wah tambah gemuk dia. Dua anaknya perempuan sekolah di Amrik. Dia sendirian di Penang. Karena istrinya ikut dampingi dua putrinya sekolah di Amrik. Tapi setahun dua kali Achuan ke Amrik, Dia punya rumah di California.”
“ Lue gimana kabarnya? Tanya Andi. Saya senyum aja.
“ Gua dengar lue bisnis di Cungkok. Bareng anak anak Petojo ya. Sering ketemu mereka di sana?
“ Ya jarang sekali. Kalaupun ketemu ya hanya kebetulan aja. Semua sibuk.” Kata saya tersenyum.
“ Gua dengar kan lue partner sama Awi ya. Tapi sejak tahun 2003 lue engga pernah keliatan. Kata Awi lue di China. Sekarang bisnis Awi keren ya. “ Kata Andi.
“ Tahun 2003 gua hijrah ke China. Bisnis gua di Jakarta yang kelola hari hari ya Awi. Awi dibantu oleh Yuni. “
“ Hebat Awi. Tahun 2003 hanya dagang ikan. Tapi sekarang udah ada 16 pabrik berdiri. Pasti lue support dia terus”.
“ Sejak berdiri gua engga terlibat dalam operasional. Paling kalau ada masalah yang tidak bisa mereka selesaikan, barulah mereka laporkan ke gua. Biasanya cepat gua selesaikan. Karena gua engga ada waktu. Gua sibuk kelola l bisnis di China.”
" Kenapa lue lebih banyak berbisnis di Luar negeri daripada di Indonesia? Tanya Andi. Saya sulit untuk menjelaskan. Karena alasan Andi hijrah ke luar negeri karena pabriknya dibakar massa saat kerusuhan Mey 98. Keluarganya trauma tinggal di Indonesia. Sedangkan saya, selama 15 tahun bisnis di Indonesia, 4 kali bangkrut. Hijrah karena memang karena alasan ingin berkembang tanpa harus berkubang dengan rente dan hidup melayani pejabat yang tidak pernah merasa puas. Tapi apakah itu perlu dijelaskan. Saya diam saja. " Ayolah Ale, jelaskan. Gua engga minta apapun dari lue. Gua hangan ingin belajar. Diatara teman teman kita, hanya lue yang melek pengetahuan. " Desak Andi.
" Ya oklah saya jelas." Kata saya. Andi tersenyum. " Karena tiga alasan. Pertama. Gua berbisnis tidak menggunakan uang keluarga. Tetapi uang investor, ya uang Bank, lembaga keuangan, sophisticated investor. Kedua. Bisnis gua adalah bisnis kreatif. Artinya tidak bergantung kepada sumber daya alam. Tetapi bergantung kepada tekhnologi dan business model. Ketiga, Gua berbisnis skalanya international, tentu skalanya juga ekonomi. Bukan nasionalisme. “ kata saya.
“ Bisa jelaskan tiga hal itu? Tanya Andi.
“ Baiklah, gua jelaskan satu persatu alasan tersebut. Pertama. Sumber daya keuangan di Indonesia itu rendah sekali. Rasio kredit Indonesia hanya 35,47 persen dari PDB. Artinya kalau PDB kita USD 1,186 triliun, maka kredit bank hanya USD 415 miliar. Nah bandingkan dengan Singapore. Rasio kredit bank terhadap PDB singapore sebesar 136%. Artinya kalau PDB Singapore USD 397 miliar, maka likuiditas kredit bank mencapai USD540 miliar. Bayangkan dengan negara liliput saja kita kalah. Padahal penduduk banyak dan PDB besar.”
“ Mengapa ? Tanya Andi. “ Padahal jumlah nasabah bank di Indonesia lebih besar dari Singapore.
“ Ya benar. Tapi dana nasabah yang nongkrong di bank itu kecil. Rasio dana pihak ketiga bank di Indonesia hanya 38 persen dari PDB. Apa artinya?, 68% PDB memang berupa aset nganggur yang tidak produktif, bahkan buang ongkos. Sedangkan Singapura sebesar 135 persen dari PDB. Bahkan rasio aset bank di Indonesia sebesar 54,08 persen dari PDB. Itu artinya pejabat bank kita engga kerja, tapi ngerjain. Bandingkan dengan Singapura sebesar 272 persen.
Oh itu bukan hanya terhadap singapore. Dengan Thailan saja kita kalah. Rasio kredit terhadap PDB Thailand sebesar 118 %. dan Rasio DPK terhadap PDB , Thailand 121%. Jadi dalam hal ekonomi kita udah jauh banget ketinggal dari Singapore, thailand. Apalagi negara maju seperti Korea, jepang, Amerika, dan Eropa.” Kata saya.
“ Terus yang kedua ?
“ Kedua. Di Indonesia biaya riset tanggung sendiri. Tidak ada trade off atas biaya riset yang dilakukan swasta. Lah pemerintah sendiri aja engga peduli dengan Riset. Berdasarkan data terakhir UNESCO, besaran anggaran riset yang dialokasikan pemerintah Indonesia pun masih sangat rendah, yaitu 0,1% dari Pendapatan Domestik Bruto. Coba dech dibandingkan dengan beberapa negara tetangga. Tuh lihat Thailand saja 0,5% dari PDB. Malaysia 1,3% dari PDB, dan 2,1% Singapura. Indonesia memang tidak didesign negara makmur karena otak manusia tetapi dengan otot dan SDA. “ Kata saya.
“ Terus yang ketiga? Tanya Andi. Sepertinya dia antusias.
“ Ketiga, Indonesia sudah ratifikasi Regional Comprehensive Economic Partnership ( RCEP) seperti ME-ASEAN, China-FTA, Korea-FTA dll. Jadi batasan wilayah dalam konteks nasional udah engga ada. Saya punya pabrik di Malaysia atau Vietnam sama saja dengan saya punya pabrik di Indonesia. Karena tarif sama. Jadi apa pertimbangan utama saya? ya ongkos logistik. Logistic Performance Index (LPI) Indonesia pada 2022 menempati peringkat ke-60 dari 139 negara. Di ASEAN saja kita kalah. Gimana mau invest. “ Kata saya. Andi tersenyum dan mengacungkan jempol.
“ Oh ya. Gua dengar Abeng meninggal karena Covid ya” Tanya Andi. Kemudian saya ceritakan pertemuan saya dengan Abeng sampai mendampinginya menjelang ajal. Setelah Abeng meninggal, saya mentunaikan janji Abeng untuk menyerahkan harta warisan kepada anak dan istrinya. Andi keliatan berlinang air mata.
“ Lue , gua, Awi, Achuan, kita semua lahir dari keluarga miskin. Entah kenapa kita menikah dengan wanita dari keluarga kaya. Tapi kita tidak numpang kaya dari keluarga istri. Sama juga entah mengapa kita lahir dari rahim ibu pertiwi yang kaya raya akan SDA. Tapi kita tidak numpang makan dari kekayaan SDA negeri. Sepanjang hidup kita berusaha survival dari ketidak adilan. Disaat tidak ada ruang bagi kita untuk bernapas di negeri sendiri, kitapun hijrah ke tempat lain. Disaat anak dan istri tidak bisa bersabar dengan keadaan kita, kita memilih ikhlas dibuang atau ditinggalkan, dilupakan. Namun cinta kita tidak pernah surut untuk mereka dan tentu untuk tanah air, tempat kita dilahirkan. “ Kata Andi.
3 comments:
Segitunya jeleknya para pengelola NKRI, ibaratnya ayam mati di lumbung padi
Menyedihkan sesungguhnya negeri kita ini Uda
Sangat menginspirasi tks babo. 🙏
Post a Comment