Saturday, May 06, 2023

Kisah negeri Sangkala Dharma (2)

 




Bruno sengaja mengundang Dulkanak datang ke Eropa bertemu dengan Sundratama. Publik tahunya Sudratama sedang berobat ke luar negeri dan Dulkanak membesuk. Maklum mereka bersahabat. Mereka pernah satu partai. Walau sundratama sudah mendirikan partai sendiri. Namun hubungan merekat tetap baik. Ya bisa jadi karena sama sama punya chemistry business.  Politik bagi mereka hanyalah alat leverage mereka mendapatkan kekayaan lewat penguasaan sumber daya.


“ Dewi dengan partainya tetap belum bisa bersikap menentukan Capres. Sementara kekuatan kami dan team shadow number1 sudah bisa mengkondisikan capres yang akan didukung koalisi besar. Kita hanya ingin mengamankan apa yang sudah dilakukan selama dua periode kekuasaan Wiratama. Suka tidak suka kita semua kan kebagian kue. Jadi engga elok lah saling berhadapan. Kamu atur aja gimana langgam mainnya untuk gagalkan Abunasarudin maju capres tahun 2024. Kamu kan ketum Partai pengusungnya” Kata Dulkanak. Walau suaranya terkesana lembut ditengah musim dingin Swiss namun terasa panas.


Sundratama sangat kenal karakter Dulkanak. Bagi Sundratama itu hanya cara Dulkanak menyudutkannya. Dia hanya tersenyum tipis. Dia tidak ingin bicara lebih jauh. Yang jelas selama dua periode  jabatan number1, yang menikmati kekuasaan adalah Dulkanak. Semua orang dianggap tak bernilai. Semua anggota partai Koalisi dipaksa mengikuti kehendaknya. Tentu dengan banyak cara dia lakukan demi memuluskan agenda number1. Termasuk meminta kepada kartel bisnis tambang untuk membayar anggota Parlemen mensyahkan UU sesuai agendanya.. 


Dan kini Dulkanak datang lagi dengan nada seakan harus sama sama cuci piring. Sebenarnya itu cara dia mengkapitalisasi semua orang. Bruno melirik kepada mereka berdua. Sundratama tetap tidak berkomentar apapun.  “ Sabda Marka engga mau kalian terpecah. Ayolah bersatu lagi. Bagi kami tidak penting siapa capres, yang penting jangan sampai dia yang di blacklist HAM oleh kongres. Toh intinya siapapun yang menang, kita akan bersama sama menghadapi kekuatan negara Chakra. Ya tinggal setujui outlook Indo pacifik kami, kita sudah jadi fakta pertahanan bersama menghadapi Chakra. “ 


“ Sampai hari ini kalian tidak serius berpihak.  Setor dululah uang untuk persiapan Pemilu 2024. Setelah itu saya ikut kemana kamu arahkan perahu saya.” Kata Sundratama.


“ You engga bisa todong begitu. Kan engga selalu dalam bentuk uang. Tapi dukungan sumber daya inteligent juga uang. Kasus Rp. 150 T temuan Financial interligent unit sudah berhasil dia hidden  dari sistem perbankan international. Itu uang yang siap jadi sumber daya kita untuk memenangkan pemilu 2024.” kata Dulkanak “Percaya ajalah dengan Bruno. Saya udah ketemu dengan team dia di Sabda Marka. Mereka serius dan komit kok” 


Sundratama hanya menyeringai. Kalau dia lemah sekarang, besok dia juga akan lemah. Sama dengan tahun 2014 dan 2019. No Way. Kalaulah langkahnya sekarang tidak tepat, manapula Dulkanak dan Bruno mau bicara dengan dia. Pertemuan itu ditutup dengan sikap Sundratama akan memikirkan  usulan Dulkanak. Padahal itu hanya cara Sundratama menolak halus sikap Dulkanak.


***

“ Dulkanak, kita dapat masalah “ kata Bruno via telp international. Mereka janjian bertemu di Singapore. Dulkanak sempat mulai ragu kepada Bruno. Karena dana Rp. 150 T  yang di hidden, kini malah di block oleh bank di Singaparna. Alasan Bank itu  masuk katagori 3310. Artinya Green pack  yang intervensi sehingga Sabda Marka tidak berdaya. Karena greenpack kuasai sistem on/off rekening offshore.


“ Greenpack bungkam DC. Ini berkaitan dengan open market committee. Dana hidden harus dibuka. Kalau tidak, ketidak seimbangan sektor fiskal dan moneter akan memperburuk ekonomi global dan mengancam hegemoni mata uang green. Dalam waktu dekat akan terjadi badai tsunami sistem keuangan, terutama dana hidden. Akan banyak bank kena masalah. “ Kata Bruno.


“ Ya ok. Itu bukan urusan saya. “ kata Dulkanak. “ Apa hubungan dengan agenda saya”


Bruno memberikan empat lembar kertas kepada Dulkanak. Seperti halilintar di tengah siang hari bolong. Di lembaran kertas itu tertulis data setiap mereka yang terlibat dalam operasi transaksi mencurigakan yang masuk katagori 3310. Jelas akan terkunci segera. Tidak akan bisa diakses lagi itu rekening. Sementara bukti file nya akan memaksa negara manapun untuk melakukan investigasi dengan kuridor dari greenpack. Kalau tidak, greenpack akan keluarkan dari list penerima fasilitas likuiditas valas. Dampaknya mata uang lokal akan terjun bebas dan pasti rezim juga akan jatuh. 


“ Apa yang harus saya lakukan” Kata Dulkanak. Karena namanya dan teman temannya terdapat pada empat lembar kertas itu.  Sepertinya dia sudah duduk diatas kursi panas. 


“ Saya tidak bisa beri advice apapun. Saya hanya ingin sampaikan bahwa kami tidak bisa bantu apapun. “ 


“ Apakah karena greenpack mendukung Abunasarudin? Tanya Dulkanak dengan mengerutkan kening.


“ Greenpack tidak berpolitik dan tidak ada urusan dengan siapa yang mau jadi number1. Mereka lebih focus amankan sistem mata uang. Dengan kekuatan sistem mata uang, mereka bisa leluasa kendalikan rezim dimanapun dan siapapun “ Kata Bruno tegas. Dulkanak menarik napas. Jantungnya berdetak kencang. Ada rasa kawatir atas apa yang sudah dirancangnya berbulan bulan meningkatkan elektabilitas capres yang di design atas restu number1, ternyata kandas. Kini dia menghadapi masalah lebih serius kalau file itu dibuka ke publik.


***

Mahdi datang ke istana bertemu dengan number1. Selaku ketua team nasional financial intellgent unit dan Menteri Senior kabinet republik Sangkala Dharma, dia melaporkan temuan dari sistem greenpack atas ilicit fund. “ Kalau kasus ini dibuka ke publik dan harus melewati proses investigasi, saya kawatir akan menimbulkan kegaduhan politik. “ Kata Wiratama. 


“ Kita tidak punya banyak pilihan. Kalau kita tolak permintaan greenpack, mata uang kita akan jatuh. Keadaan sospol akan sulit dikendalikan. Militer jelas tidak ingin dibenturkan dengan rakyat. Polisi juga tidak akan seleluasa sebelumnya. Jatuh semua” Kata Mahdi dengan taktis menjelaskannya. 


“ Gimana dengan Ibu Dewi? Apakah dia sudah tahu?


“ Ya sudah. Dia siap mendukung dibukanya kasus ini. Biarkan semua publik tahu. “ Kata Mahdi.


Wiratama terhenyak.  “ Ya lanjutkan saja” kata Wiratama akhirnya.


***

“ Anda kan number1. Seharusnya anda bisa arahkan Mahdi bicara dengan saya. Kalau begini kan kita jadi kacau semua. Teman teman oligarki yang dipartai maupun pengusaha sekarang panik semua. Kita kehilangan kendali atas politik ke depan. “ Kata Dulkanak. Number1 hanya diam. Tapi matanya menatap tajam kepada Dulkanak. 


“ Ini ada dokumen untuk anda ketahui “ kata Dulkanak menyerahkan amplop, sebelum keluar dari kamar kerja Wiratama.  


“ Dokumen apa ini ?” tanya Wiratama seraya membuka amplop dan membaca dokumen itu. “ Ini kan Letter of guarantee, Yang pernah saya keluarkan atas saran dari anda …” Wiratama mengerutkan kening.


“ Ya. Dokumen itu ilegal karena belum ada pesetujuan parlemen dan tidak masuk dalam anggaran nasional”


“ Mengapa anda tidak segera urus ke negara  Chakra. Minta mereka setujui pinjaman proyek kereta peluru tanpa jaminan APBN.” Lanjut Wiratama dengan nada kawatir. Dia merasa sedang diancam.


“ Itu sebenarnya yang sedang saya perjuangkan selama ini. Agar kita semua selamat. Sekarang kekuatan kita sudah dilucuti karena file 3310. Tinggal berusaha selamatkan diri saja. Ya setidaknya minta kembali dokumen itu” 


“ Cepatlah urus” kata Wiratama. Dia baru menyadari bahwa semua agenda yang dia percayakan kepada Dulkanak tidak ada yang jalan. Investor dari  konsorsium asing untuk program B2B proyek pembangunan KotaLoka sebagai ganti ibu kota republik Sangkala Dharma, tidak ada satupun yang komit. Mereka malah mundur. Sepertinya dia terjebak dengan ilusi yang selama ini ditiupkan oleh Dulkanak. Kini dia harus menghadapi tagihan sovereign guarantee dari negara Chakra. Dan pasti Parlemen menolak. Apalagi sudah dipenghujung kekuasaan. Ini akan jadi skandal.


***


Sebenarnya antara Agama dan Nasionalisme itu tidak ada masalah. Bahkan saat negeri Republik Sangkala Dharma didirikan kedua isme itu bergandengan erat. Platform negeri ini dibuat atas dasar meleburnya antara agama dan nasionalisme. Itu berkat tokoh agama adalah juga tokoh yang memperjuangkan nasionalisme. Bagi kaum agama, nasionalisme adalah jalan memperjuangkan nilai nilai agama. Sementara bagi kaum nasionalisme, agama adalah alat persatuan dan kesatuan. Makanya dua ormas besar, satu tradisional dan cultural, satu lagi moderat walau berbeda mahzab, namun tidak pernah berbeda kata soal platform.


Memang dikalangan agama ada perbedaan soal menyikapi perkembangan agama maupun nasionalisme namun itu hanya segelintir saja. Kalaulah itu disikapi dengan jenial oleh semua elite politik, tentu tidak perlu ada polarisasi, Yang jadi masalah semakin lama semakin terpolarisasi. Masalahnya segelintir orang yang terus mendengungkan agama dianggap ancaman serius. Masalah kecil dan sepele terus diperbesarkan. Sehingga melahirkan phobia agama. Seakan mengabaikan keberadaan hukum dan UU yang  bisa menjamin ketertiban berbangsa.


Abunasarudin tidak mewakili golongan agama. Dua ormas besar memback up partai agama itu ada di koalisi besar. Bukan dikoalisi Sundratama yang mengusung Abunasarudin. Walau ada partai berbendera agama di dalam koalisinya namun suaranya tidak significant. Masih satu digit. Lantas apa yang harus dikawatirkan dengan adanya politik identitas agama?. Bukankah dua omas terbesar itu bisa meredamnya. “ Hampir tidak mungkin koalisi besar itu bisa terlaksana.” Kata Surdin saat ditemui Mala, Partai yang  didukung oleh salah satu ormas agama terbesar.


“ Masalahnya, bukan ketakutan berhadapan dengan Abunasarudin sebagai capres tetapi takut dengan kesalahan yang kalian buat sendiri. Sementara di era keterbukaan seperti sekarang ini, tidak ada yang bisa ditutupi seperti era sebelumnya. Rakyat sudah cerdas melihat fenomena politik dan pembangunan. Hasil survey soal kepuasaan kepada pemerintah itu relatif. Dulu presiden Darna dua tahun sebelum jatuh, partainya  mampu memenangkan pemilu dengan suara diatas 80%. Tapi suara 80% lebih itu cepat berbalik menjadi kebencian yang menghancurkan statusquo rezim Darna. Yang dihadapi sekarang ini adalah arus perubahan. Arus perubahan itulah musuh kalian. “ Kata Surdin.


“ Jadi pak gimana seharusnya ? tanya Mala.


“ Biasa saja. Ini kan demokrasi. Engga usah terlalu diramaikan dengan rasa kawatir segala. Hadapi saja dengan ceria. Number1 engga usah terlalu intervensi urusan internal partai. Biarkan saja mereka berproses menuju 2024. Percayalah, konstitusi kita itu sangat cerdas mengatasi setiap gejolak politik. Engga mungkin terjadi stuck kalau para elite tahu diri dan lapang hati” Kata Surdin. Mala bisa maklum kata kata Surdin yang terkesan bijak. Namun sebenarnya by design Surdin ada dibalik pencapresan Abunasarudin dan terbentuknya koalisi Partai Sudratama, Partai Sorbun, dan Partai agama. Pertemuan itu berakhir dengan semakin menguatkan Mala, bahwa Surdin ada di perahu Sundratama.


***


Dewi sudah mengumumkan capresnya setelah kasus transaksi ilicit fund dibongkar oleh Mahdi. Dewi mencalonkan kadernya tanpa melibatkan koalisi yang didukung oleh Number1. Hal ini membuktikan bahwa selama ini Partai Dewi bukan bagian dari oligarki politik dan korporat. Bukan bagian Elite partai yang dibawah kendali ring number1. Dulkanak sebagai motor dibalik koalisi memilih pasrah saja. Dulkanak sadar kalau Dewi tidak suka dia. Sementara untuk mendukung Capres dari koalisi besar sulit dapatkan posisi tawar. Maklum dia pernah jadi mitra bisnis mantu Darna itu. Ada catatan gelap yang membuat ex mantu Darna tidak suka kepada dia.


Satgasus illicit funf sudah dibentuk. Ini akan menembak sasaran kemana mana, yang targetnya adalah para oligarki. Sudah pasti ditebak. Semua koalisi termasuk koalisi Sudratama juga panik. Karena para penyandang dana memilih tiarap. Sumber daya keuangan partai tersumbat. Dalam sistem pemilu terbuka, tanpa uang itu sama saja boong. “ Sumber masalah ada pada Dewi yang mendukung Mahdi membuka kasus illicit fund itu. Sementara number1 tidak bisa berbuat banyak mengendalikan situasi politik karena kena trap proyek kereta peluru. Yang kapan saja bisa meledak menjadi skandal politik kalau dia salah bersikap terhadap elite politik. Sementara dia sendiri ingin soft landing.


***


“ Sekian dekade. Terbukti Demokrasi memang tidak pernah mundur namun gagal maju. “ Kata Bruno saat bertamu dengan temannya , Dono dari Negeri Republik Sangkala Dharma. 


“ Mengapa ? Tanya Dono.


“ Jawabannya, ada tiga. Pertama. Peran korporat dalam sistem politik sangat dominan menentukan arah bandul. Maklum korporat  lewat pajak menanggung  anggaran nasional lebih dari 80%. Walau korporat  hanya segelintir namun ia menanggung beban sosial dan ekonomi negara. Sulit membantah bahwa oligarki bisnis itu kukunya mencengkeram batang leher elite. 


Kedua. Peran uang haram atau uang gelap atau uang rente yang masuk kedalam sistem politik. Panetrasi uang rente ini luar biasa sehingga membuat demokrasi hanya sebatas prosedur formal saja. Kenyataannya negara bekerja untuk kepentingan rente saja. Yang menjalankan UU, mengawasi dan pembuat UU, dalam satu gerombolan. Diantara mereka berlaku saling sandera. Siapa yang kuat, akan jadi pecundang. Mereka gunakan senjata hukum atas dasar konstitusi kepada lawannya. Dan mereka juga gunakan senjata hukum dan konstitusi untuk berlindung dari kejahatannya. Dan semua itu tarjadi diatas teater yang tanpa kekerasan. Bahkan dengan tawa dan senyum saja.


Ketiga. Transformasi media massa ke-ekosistem informasi yang terstruktur sehingga informasi bisa di-create sesuai kehendak modal dan pasar.  Akibatnya kebenaran yang menjadi nilai nilai demokrasi tidak menjadi bagian dari proses pendidikan politik. Orang mudah terpolarisasi dan diadu domba. “ Kata Bruno. Mereka kemudian membahas permintaan negara Chakra agar proyek kereta peluru dijamin oleh APBN. " Ada solusi dari anda? Tanya Bruno. 

" Memang kenapa ?

" Dulkanak gagal dapatkan kemudahan syarat pinjaman kepada negara Chakra. Mereka tetap minta jaminan APBN dan bunga komersial. Dan itu tidak mungkin. Kalau dipaksakan bisa jadi skandal politik" Kata Bruno.


Dono hanya tersenyum seraya mengisap cigar. Dari kaca lebar hotel bintang V, Dono memandang keluar. Di luar hujan turun deras. Kota masih sibuk dan jalanan macet. Bagi rakyat realitas politik adalah soal perubahan dan statusqo tetapi bagi elite ini soal sumber daya keuangan dan kekuasaan. Pada akhirnya mereka akan berdamai  satu sama lain, ya begitulah proses oligarki politik negeri ini  ***


Kisah negeri Sangkala Dharma.

7 comments:

Ben de Haan said...

Wao, skenarionya rumit juga ya Bang Udin, saling sandera..Politik pada akhirnya kepentingan dan rente semata,rakyat jelantah dijadikan pion yang selalu menjadi korban, walau adigium " rakyat berdaulat,suara rakyat sama dengan suara Tuhan di eliminir sampai pada level - tingkat pemggembira yang sudah tersenyum walau hanya remah remah yang bisa dinikmati,miris aja ya Babo - EJB..

Anonymous said...

Apakah endingnya para elit akan damai dgn sendirinya,mangkanya berkumpul di istana.

Nanang said...

Harus menterjemahkan nama tokoh... 😂

Anonymous said...

Wow..ada yg kena trap,pantesan belakangan ini dulkanak tdk ada disisi Wiratama baik itu ke Lampung atau ke LA Bajo

Anonymous said...

Jokowi yg berambisi besar bw bangsa menjadi Republik yg beradab berkeadilan sosial terjebak di proyek yg sebetulnya ga trlalu sulit klo sistemnya diatur detail sistem sdh diatur detail tp pemain dilapangan jg butuh manisan.....nasib Petruk jadi Raja
so....semua masih cari aman dan imej baik...cincailaaah

Anonymous said...

Lah bener juga bang si dulkanak kaga ikut ke LAMPUNG serta LABUAN BAJO

Anonymous said...

who is Bruno ?

Siluet kekuasaan dan kemiskinan.

  “ Mengapa kapitalisme disalahkan ? tanya Evina saat meeting di kantor Yuan. Dia CEO pada perusahaan di Singapore. Dia sangaja datang ke J...