Friday, April 14, 2023

Karena rente, sulit untuk berubah..

 





Saya baca SMS dari Ira. Itu sudah kesepuluh kali dia kirim SMS. Tapi tidak pernah saya response. Karena saat itu saya sedang focus menghadapi masalah bisnis. Akhirnya saya telp dia. “ Honey, apa kabar ? Kata saya mengawali salam saat dia terima telp : Hallo


“ Ngapain lue telp gua. Memang kalau perempuan udah nenek nenek engga lagi menarik, bahkan sekedar membalas SMS pun tak lagi bergairah.” Katanya terdengar ketus diseberang.


“ Duh segitunya ngambek. Gua kangen lue omelin gua. Ketemu ya” 


“ Ya udah. Lue datang aja ke kantor gua sore. Karena sore gua dampingi UKM dan Koperasi untuk deal dengan investor asing” kata Ira. “ Mau ! Lanjutnya.


“Siap “ Kata saya. 


Sore saya datang ke kantor Ira di Sudirman. Dia sambut saya dengan ceria. Engga lagi terkesan ngambek. “ Langsung ke ruang meeting aja. Kita lagi dengar presentasi potensi Alga dan jahe di Daerah” katanya. Saya ikut aja. Duh lihat bokong Ira dari belakang dan caranya jalan.Engga terkesan dia udah kepala 6. Masih lincah dan bergairah. Dia memang well educated dan gaya hidup dengan standar yang sehat. Tidak makan daging merah dan hanya makan sayur. Rajin konsumsi madu.


Di ruang meeting saya dapati ada pria  India dan wanita China. Mereka wakil dari investor. Dan presentasi sedang berlangsung tentang potensi sumbe daya daerah.  Saya menyimak saja. Data yang dipaparkan sangat akademis. Lengkap dengan sumber data dan dukungan analisa yang hebat. Singkatnya kalau berdasarkan data,  maka  peluang membangun Pabrik ginger extract dan ginger oil serta bioetanol dari Alga sangat mendukung. 


Setelah presentasi, pria india itu berkata kepada team Ira. “ Berdasarkan data presentasi tadi, kami hanya melihat potensi ekonomi tapi bukan potensi bisnis.  Apalagi dikaitkan dengan peluang investasi untuk downstream Ginjer dan Alga. “ 


“ Maksud anda dengan potensi business itu apa ? tanya Ira mengerutkan kening.


“ Business process yang berkaitan dengan pengadaan alga dan jahe. “ Kata Wanita China.


“ Ya Alga dari laut dan jahe dari kebun. Lahan tersedia untuk tanam jahe dan daerah pesisir yang bersih juga tersedia untuk budidaya alga. Apalagi. Kan tinggal kerja “ Kata team Ira.


“ Ya benar. Bagaimana proses nya agar Alga dan Jahe bisa datang ke pabrik. Itu yang ingin kami ketahui. Dari sana kami bisa tahu apakah layak dibangun industri.”  Kata pria India.


“ Oh itu mudah. Kalau ada uang, tentu tidak ada yang sulit. Masyarakat tinggal digerakan.” kata team Ira yang dari daerah.


Mereka yang mewakili investor terdiam dan saling pandang.  Selang beberapa menit kemudian mereka berdua berdiri dan tersenyum. “ Permisi kami masih ada janji ketemu dengan ralasi kami. Terimakasih untuk presentasinya.” kata Pria India. Mereka berdua berjalan ke arah pintu ruang meeting. Mereka yang hadir di ruang meeting itu terdiam semua. Ira antar tamunya sampai pintu lift. Setelah itu dia kembali lagi ke ruang meeting.


“ Ale, kenapa selalu investor tidak tertarik investasi di Indonesia. Padahal sumber daya kita sangat besar. Peluang bangun agro industri yang high tech terbuka lebar. Mengapa ? Tanya Ira. Saya senyum aja. Karena sulit menjelaskan kepada orang yang mindset nya masih serba tergantung kepada sumber daya alam. Belum berpikir secara industri, apalagi supply chain industry. 


“ Ale please jelaskan. Kamu kan praktisi. Sudut pandang kamu sangat diperlukan, “


Akhirnya saya tergugah untuk menjelaskan secara sederhana. “ OK. Kata saya seraya menghela napas. 

“ Ale mending lue bicara pakai white board. Arahkan kami semua” kata ira. Duh ini kan kantor konsultan yang berafiiasi dengan NGO international. Pastilah semua teamnya adalah tenaga riset yang hebat. Tapi oklah saya coba jelaskan dengan cara saya.


“ Mereka yang datang itu adalah investor langsung, bukan broker. Umumnya mereka dapatkan dana investasi dari investor institusi. Nah SOP investasi itu sudah ada. Sangat ketat sekali standar kepatuhannya. Misal kalau mereka mau investasi industri agro untuk mendukung supply chain industri, maka itu skalanya bukan lokal tetapi international. Otomatis yang mereka perlukan adalah mitra yang punya visi supply chain industri.” Kata saya.


“Apa yang dimaksud dengan visi supply chain industri itu ? Tanya Ira.


“  Nah visi itu bisa dilihat dari business process. Bagaimana stuktur organisasi pengadaan dan budidaya alga dan jahe di derah. Bagaimana organisasi itu memanfaatkan tekhnologi dan modal dan SDM. Bagaimana logistiknya. Bagaimana ekosistem financial yang ada untuk mendukung proses produksi jahe dan alga. “ Kata saya.


“Wah itu rumit Ale. Seharusnya investor yang bina aja. Mereka tinggal ngikut aja“ Kata Ira.


“ Tugas membina itu adalah negara atau pemerintah dan masyarakat terpelajar seperti LSM. Mana bisa diharapkan dari investor asing “ Kata saya.


“ Terus gimana solusinya ? Kejar Ira.


“ Ya ..”  Saya tidak sanggup lanjutkan kata kata saya. Saya terdiam seraya menatap mereka semua. “ Ale apa ? terus aja ngomong.” Desak Ira.


“ Ya beri aja investor konsesi lahan untuk tanam jahe dan izin pemanfaatan pesisir pantai untuk budidaya alga. Rakyat dan masyarakat jadi pekerja saja.” Kata saya. 


“ OH engga ada masalah pak. “ kata salah satu pengusaha wakil daerah yang hadir dalam rapat itu. “ Kami siap jadi mitra. Sediakan lahan dan perizinan. “ Lanjutnya.


Saya tersenyum.


“ Engga usah kawatir, Kami punya koneksi kuat dengan penguasa.  Soal izin dan dapatkan lahan  mudah. Yang penting investor komit beli saham kami setelah izin semua lengkap. Tapi kamik tetap dapat minimal 10% saham goodwill “ katanya provokasi saya.  


Saya termenung.


Sikap pengusaha daerah ini percis sama dengan pengusaha daerah yang punya SDA tambang nikel dan batubara. Mereka punya IUP tapi yang dapatkan manfaat adalah investor asing. Dulu era Orba, waktu program PIR diperkenalkan Soeharto untuk budidaya Sawit, Model bisnis ini sangat marak terjadi. Umumnya pengusaha lokal hanya jadi kepanjangan tangan dari investor Singapore dan Malaysia. Mereka hanya mengandalkan kedekatan dengan penguasa. Yang mendapatkan nilai tambah dan laba berlipat hanyalah investor asing. 


Indonesia hanya kebagian kerusakan lingkungan dan  pengaruh sosial yang buruk. Apa itu ? lahirnya Middle class yang lemah berinovasi dan kreatifitas dalam proses produksi dan kompetisi. Mereka sudah terlanjur menikmati penghasilan too good to be true, walau itu bersumber dari transaksi ilegal. Mereka tidak peduli. Baik pengusaha maupun ASN sama sama terjebak kehidupan middle class yang hedonisme. Bayangkan, bagaimana nasip masa depan bangsa ini bila kelas menengahnya seperti itu. High Class nya tentu lebih buruk lagi.


Pembangunan bergerak ke depan tapi proses pemiskinan terus terjadi. Walau ekspor melimpah, namun DHE sebagian besar di luar negeri. Walau PDB tinggi tapi rasio terhadap Kredit dan DPK masih dibawah 100%. Kita punya SDA berupa nikel, batubara, bouksit dan lain lain. Mengapa negara tidak sediakan pusat logistik dan smelter dalam satu kawasan Ekonomi khusus, sehingga negara bisa kontrol sumber daya dan lingkungan. Kalau ekspor semua berasal dari kawasan khusus, tentu mudah mengontrol pemasukan devisa.


Begitu luasnya lahan Sawit. Anehnya kita engga punya pusat downstream seperti Malaysia. Akibatnya harga komoditas CPO tergantung market malaysia dan sebagian besar perusahaam CPO terdaftar di Singapore. Jutaan hektar lahan kita di-leverage mereka di Singapore dan uangnya dipakai untuk kendalikan sumber daya kita. Kan lucu. Kan bego..Begitu besar potensi terabaikan. Karena sumber daya besar yang menikmati hanya seglitintir saja. 


“ Wah..” Kata Ira membuat saya terkejut dari lamunan. “  kalau gitu, kapan kita bisa mandiri. Selamanya kita hanya jadi jongos atas sumber daya yang kita miliki “ Kata Ira dengan raut sedih.


“ Ya itulah realita bangsa kita. “ Kata saya.


“ Mengapa ?


“ Karena sistem pembelajaran di sekolah yang tidak melahirkan kreatifitas dan rasa hormat. Lihatlah fakta, semua lulusan sarjana berharap jadi pekerja daripada wirausaha. Karena sistem pendidikan tidak mendidik kreatifitas dan etos kerja. Lihatlah korban investasi bodong dan Asuransi Link. Itu jumlahnya besar sekali. Itu fakta bahwa kelas menengah kita mudah terjebak jadi korban dan disisi lain hobi menjebak orang lain jadi korban.” Kata saya. Ira terdiam.


“  Bangsa ini sakit Ira, Kita tidak sedang baik baik saja” Kata saya dengan suara lirih. Mereka semua terdiam.


***

Malamnya saya janjian dengan  Ira makan malam di Cafe di SCBD. Jarak dengan kantornya hanya 5 menit jalan kaki. 


“ Ale, coba jelaskan ke gua. Gimana caranya agar petani itu berdaya.” Tanya ira. Masih penasaran dia kiranya.


“ Ini adalah pusat logistik produk pertanian di China. Luasnya 27 hektar. “ kata saya memperlihat photo lewat gadget. “ Pusat logistik ini dilengkapi dengan gudang bertekhnologi lindung kualitas seperti mesin pendingin, mesin pengering, mesin packing nitrogen. Ia menampung beragam produk pertanian seperti bahan rempah, cabe, buah buahan, bijian, umbian. Member yang terlibat adalah petani, pedagang, pabrikan. Untuk menjamin likuiditas, Resi Gudang sebagai bukti penitipan barang bisa diperjual belikan di market secara OTC. Sistem juga dilengkapi mekanisme transaksi opsi.


Kontrak opsi menawarkan kepada pembeli opsi untuk membeli satu unit lagi produk pertanian segar pada hari tertentu dengan harga exercise yang telah dinegosiasikan sebelumnya dengan syarat membayar premi opsi kepada pemasok sebelumnya. Kontrak ini membawa secara fleksibel kepada pembeli tanpa merugikan pemasok.  Disamping itu juga dilelangkapi dengan fintech yang memungkinkan petani dapat pinjaman tunai tanpa harus menjual barangnya ketika harga jatuh.


“ Apa dampaknya dengan adanya pusat logistik itu? Tanya ira.


“ Industri pengolahan pertanian berkembang pesat. Petani dapat jaminan pasar. Perhatikan keterkaitannya. Para pabrikan dapat kepastian pasokan dari pusat logistik. Pabrik sauce, powder chilly, makanan kemasan, buah kemasan, minuman ringan, pharmasi, herbal dan lain lain semua berkembang berkat tersedianya sistem pasokan bahan baku yang solid. Dan sistem logistik yang didukung ekosistem financial dan market. Demikianlah bisnis process produk pertanian yang berkelanjutan. Tidak ada rentenir, tidak ada tengkulak, tidak ada permainan harga. Ketika panen petani penentu harga dan jual. Patokan international price.” Kata saya


“ Wow..Hebat sekali. Tentu hanya yang mau kerja keras berhak kaya. Rente kelaut aja. “ Kata ira terpukau. “ Di Indonesia memang sulit diterapkan sistem seperti itu. Padahal kita udah ada UU RSG. Karena political will tentang produktifitas hanya sebatas retorika saja. Akibat tidak adanya ekosistem logistik ini, terjadi pemborosan sekitar  20-25%  dari PDB. Itu semua income yang dipenggal oleh adanya rente dan yang dikorbankan adalah sektor produsi termasuk petani dan nelayan. Industri tidak tumbuh bahkan terjadi deindustrialisasi.  Sulit untuk berubah. Karena poltik diongkosi oleh rente. Masa depen yang tidak menjanjikan kecuali kerusakan“ Kata Ira dengan suara lirih.


Kita membangun selalu melihat ke luar. Tidak bergerak sesuai kemistri kita. Bayangin aja. Kita ikutan arus bisnis IT. Tapi bukan dimanfaatkan untuk terjadinya trasformasi ekonomi malah sibuk kembangkan bisnis di hilir, unicorn. Semenetara yang di hulu seperti insfrastruktur jaringan tergantung kepada asing. Engga sedikit uang dibuang untuk unicorn. Kalaulah dana itu disalurkan kepada kekuatan ekonomi berbasis agro, itu sama saja dengan membuat puluhan industri vegacab atau bahan baku kapsul dari rumput laut yang harganya per kg USD 500. Engga kehitung berapa juta nelayan dan UKM bisa makmur.


Kita punya kekuatan bisnis informal rumah tangga yang sangat besar. Ini jaring pengaman sosial terbesar. Mengapa negara tidak sediakan ekosistem bisnis dengan didukung sistem stokis dan supply chain untuk retail market berskala nasional. Sehingga bisa mudah diakses oleh pedagang rumahan. Tidak perlu ada hegemoni bisnis retail modern yang dikuasai korporat. Tapi dengan lemahnya negara dalam mengawal keadilan tataniaga, tak terbilang bisnis rumahan yang tutup karena kehadiran 3 retail modern di seluruh Indonesia. " Kata saya.


Ira terkejut. Karena dua orang investor yang tadi meeting di kantornya datang ke table saya bersama satu orang.


“ Loh kan tadi mereka meeting di kantor saya. Kok kamu pura pura engga kenal ? Kata Ira dengan mengerutkan kening.


" Mereka berdua kebetulan adalah staf dari SIDC yang ditugaskan menjajaki investasi di Indonesia. Saya baru tahu tadi waktu dapat telp dari perwakilan SIDC di Jakarta. Mereka minta ketemu saya. Karena mereka mau pamit dengan saya sebelum besok pulang “  Kata saya.  Wajah ira langsung berubah. “ Ah sudahlah, Kamu terus boongin saya. Tega lue ! Teriak Ira. Dia langsung pergi ninggalin saya seorang.

No comments:

Tahu diri...

  Aku berdiri di dekat jendela. Temaram lampu kamar kerja, membingkai bayangan Esther seperti setengah memanjang. “ Ah mimpi kamu B. “ kata...