Friday, June 18, 2021

Lebih cerdas dari Hewan.

 



Senja telah datang. Di upuk warna merah mulai nampak. Sedih , entah apa yang dirasa. Ketika rasa lapar mulai menyerang. Kalau puasa karena waktu, maka ini karena kemiskinan. Dua tubuh terlentang di bale bale reot. Di luar sana ada ribuan hektar kebun dari juragan besar tempat mereka menggantungkan hidup. 


“ Apa yang harus kita masak. Kamu janji sore ini upah akan dibagi. Mana ?Aku bosan terus menunggu. Sebentar lagi maghrib datang. Kita masih saja harus menunggu. “ Kata Mina istrinya.


Dia membukakan mata. “ Para juragan kebun itu penghisap darah kuli. Mereka kejam. Zolim kepada kita. Mereka perlakukan kita lebih rendah daripada anjing peliharaannya.” Ucap Berjo dengan amarah.


Berjo berdiri dari rebahanya, berkata. “ Aku harus sholat maghrib. !


“ Mas masih ingat sholat ?


“ Tentu!


“ Untuk apalagi sholat ?


“Kamu bicara apa sih ? “ Berjo mulai meninggikan suara “ Sholat ya sholat. “


“ Nduk “ Seru istrinya kepada anaknya “ kamu endak perlu sholat di musholla.. Itu ada orang putih yang buat gereja di ujung kampung yang kasih beras untuk kita makan. Pergi kesana lebih baik daripada ikut ayahmu sholat.”


“ Terserah kalian lah. Aku pentingnya sholat. Titik “Kata Berjo.


“Mbok, kenapa kita harus meminta kepada orang putih itu? “ Sang anak mencoba bertanya dengan lembut.


“Ah kamu endak perlu tanya. Kita perlu makan hari ini. “

Anak itu berlalu. Tak ingin berkata panjang kepada ibunya. Seperti biasa dia mulai duduk di depan teras gereja. Sama seperti orang orang yang di desa ini. Usai maghrib , anaknya membawa beras ke rumah“ Tuh kan, kita dapatkan beras. Aku bisa menanak nasi. Apa salahnya orang putih itu. Mereka endak suruh kita masuk agamanya. Mereka hanya datang untuk memberi. “


“ Aku tetap tidak setuju. “ Kata Berjo


“Ya tapi kenapa kamu terus mau makan dari pemberian mereka. ?


“ Ya karena kamu yang masak. !


“ Apa bedanya” kata istrinya sengit.


Berjo selalu kalah bila harus berdebat dengan istrinya. Sudah kalah sebelum berbicara. Memang lapar selalu teratasi oleh gereja yang ada di ujung jalan kampung. Dia malu bila Tuhan mempetanyakan sholatnya ” bukankah kamu telah berjanji bahwa hidupku, sholatku, ibadahku, matiku hanya untuk Allah. Bukankah kamu sendiri yang berjanji dalam sholat bahwa “ hanya kepadaMu aku menyembah dan kepada Mu meminta tolong. “ Tapi mengapa kamu justru meminta tolong kepada orang kafir itu. Kamu percaya kepadaKu tapi ragu akan pertolonganKu. Hingga kamu lebih memilih pertolongan orang lain. 


Itulah yang membuat dia semakin malu untuk berdoa apalagi berzikir. Dia tetap sholat , sujudnya lebih kepada malu kepada Allah. Takbirnya lebih ketakutan kepada Allah. Duduknya lebih kepada risih kepada Allah. Salamnya lebih kepada kehinaan di hadapan Allah. Dari semua itu rasa malu lebih menyakitkan.


Ketika tengah malam. Dia terjaga untuk sholat tahajud. Walau berat karena malu kepada Allah tapi dia tak bisa lari dari keinginan untuk sholat. Matanya melirik kearah istrinya yang lelap dalam tidurnya.


Usai sholat, diapun bersegera tidur. Sebelum tidur dia berdoa “ Ya Tuhan , maluku karena kegagalanku melaksanakan amanah terindah darimu untuk menafkahi anak istriku. Andai mereka semua mati kelaparan itu tak akan membuatku malu di hadapanMu. Tapi kemiskinan ini telah membuat mereka lari dariMu. Pantaskah aku yang lemah ini terus bertakbir , memuji kebesaranMu. Pantaskah aku mengesakanMu. Pantaskah aku berharap hanya padaMu. “ Doanya berakhir dengan airmata berurai. Lafal doa dengan kata kata tak lagi mampu terungkapkan.


***

“Berjo” terdengar suara halus menyerunya. Tak jelas dari mana sumbernya. Tapi dia mendengar suara itu dengan jelas. Berusaha dia melihat kekiri dan kekanan, juga keatas untuk mencari sumber suara itu “ Tak penting dari mana aku berbicara. Dengar sajalah. “ Suara itu kembali terdengar jelas di telinganya.


Di depannya terdapat hamparan warna hijau. Semua sama. Tak ada warna warni. “ Inilah kehidupan sesungguhnya. Sebetulnya hidup itu tak ada warna apalagi kelas. Kalau ada warna , maka mata menggambarnya apa yang dipikirkan oleh akalmu. Matamu melihat apa yang diinginkan oleh nafsumu. Tak lebih. “


Kemudian hening. Berjo memilih duduk dalam keadaan bersila. ‘ Berjo “ Kembali suara itu terdengar “ Rasa malu itu adalah pakaian iman. Ujud pengakuan keberadaan Allah dengan rendah hati. Malu kepada Allah adalah ujud dari Takbir sesungguhnya. Malu adalah ujud sujud sesungguhnya kepada Allah. Malu adalah ujud salam sesungguhnya kepada alam semesta. Airmata malu kepada Allah adalah meninggikan Allah itu sendiri.”


“ Mengapa “ Kata Berjo.


“ Kita berurai airmata takut kepada Allah karena ancaman hukumannya. Allah bukan penghukum. Kasihnya mendahului amarahnya. Kita berurai airmata memuji Allah. Allah tak bertambah kekuasaannya karena dipuji. KekuasaaNya tak terbatas. Kita berurai air mata meminta pertolongan Allah, Allah itu maha pengurus.


“ Aku malu karena tak bisa melaksanakan fungsiku sebagai suami dan kepala keluarga. Aku malu meminta kepada Allah karena akupun makan dari pemberian orang kafir. Aku malu…” Kata Berjo lagi.


“ Dalam hidup ini hanya dua yang harus kamu jadikan prinsip. Pertama, jangan kamu sakiti dirimu sendiri.  Kedua, jangan kamu sakiti orang lain. Kemiskinan karena pasrah adalah menyakitkan dirimu sendiri. Padahal apa beda kamu dengan orang lain? Semua manusia terlahir sama. Jangan karena kamiskinan kamu menyalahkan orang lain, yang sehingga meragukan keadilan Tuhan. Padahal sikap mental kamu sendiri yang membuat kamu miskin.  Tuhan tidak hanya memberi raga kepadamu tetapi juga akal. Bekerja keraslah dan lakukan dengan cerdas.


Memakmurkan diri sendiri adalah tidak menyakiti diri sendiri, dan cara terbaik bersukur akan karunia Tuhan. Karenanya kamu akan selalu menjaga orang lain, dan tak ingin menyakiti mereka. Apalagi berprasangka buruk. Dari itu kehadiran Tuhan dimaknai dengan euforia dan cinta  bagi semua.”


“ Bagaimana caranya aku bisa memaknai kehadiran Tuhan?


“ Kamu harus berterima kasih kepada empat hal. Pertama, berterimakasihlah kepada orang tuamu. Karena dari mereka kamu mengenal cinta untuk kali pertama. Kedua, berterimakasihlah kepada gurumu. Karena darinya kamu mengenal Tuhan. Ketiga, berterimakasihlah kepada orang  yang tulus membantumu, karena darinya kamu mengenal kasih Tuhan. Keempat, berterimakasihlah kepada musuhmu. Karena darinya kamu dididik Tuhan untuk sabar dalam berbuat. Agar kamu kuat tak terkalahkan.”


Suara itu tak terdengar lagi. Kemudian sayup sayup terdengar suara azan mengumandang. Dia tersentak dari tidurnya. Ditatapnya kesekeliling ruangan. Masih nampak istrinya tertidur pulas. Diapun berdiri , untuk sholat dengan rasa malu yang menggayut.” Aku harus berubah. Kalau memang kuli tidak membuat keluargaku makmur, maka cara lain harus kutempuh. Kalau di tempat ini nasipku tidak berubah, aku harus hijrah. Tuhan bentangkan rezeki sangat luas, seluas bumi. Tuhan memang menjamin rezeki semua mahluk, tetapi Tuhan tidak kirim makanan ke sarang burung. Aku harus lebih cerdas daripada hewa


No comments:

Hijrah dari atmosfir kemiskinan

  ” Udah tembus 16 ribu rupiah harga beras sekilo. Gula juga udah tembus 17 ribu rupiah. Cepat sekali berubah harga. Sebentar lagi listrik j...