Tuesday, July 02, 2024

Maka yang terjadi, terjadilah...

 


Aku dapat kabar Dina sakit. “ Dia tinggal sendirian di Rumah nya. Hanya di temanin pembantu saja “ Kata Edi. Dina sahabatku. Aku kali pertama mengenalnya di acara bedah buku tahun 1983 “ Bumi manusia “ karya Pramoedya Ananta Toer.. Saat itu memang buku itu dilarang oleh rezim Soeharto. Usiaku 20 tahun. Masih sangat muda untuk tahu politik. Aku terpesona dengan narasi Dina dalam memahami makna kebudayaan dan feodalisme. Usianya lebih tua 3 tahun dariku. Mungkin karena dia mahasiswi. Dan aku orang kampung yang hanya tamatan SMA, berusaha menjadi bagian dari budaya metropolitan.


Setelah itu aku berusaha dekat dengan Dina. Aku tahu diri. Berusaha menghormatinya sebagai kakak dan juga mentor dalam politik. Belakangan aku tahu Dina aktif di partai dan terpilih  menjadi anggota legislatif. Aku teman curhatnya dalam segala hal. Dina memang tidak berjarak denganku. Makanya aku bingung. Mengapa dia berubah. Setidaknya mengapa kata kata tidak sesuai dengan sikapnya.


“ Ini politik Ale, kadang harus merangkak di bawah rumah demi dapatkan telur. Tan Malaka bergabung dengan Partai Komunis bukan karena dia komunis tetapi itulah cara dia melawan imperialis. Karena saat itu hanya partai komunis yang punya cantolan kuat secara internasional. “ katanya berusaha meyakinkanku atas pilihannya masuk ke partai penguasa dan akhirnya jadi anggota dewan. Aku berusaha maklum walau aku tidak pernah bisa memahami. Bagaimana  orang yang tadinya sangat membenci rezim akhirnya jadi penghuni cangkang rezim. 


Setelah Dina jadi anggota dewan, kami sudah jarang bertemu. Akupun sibuk dengan bisnis. Kalaupun kami bertemu, itu karena permintaan dia. Aku tidak bisa menolak. “ Aku bisa gunakan akses politik untuk kemudahan kamu berbisnis. Mengapa kamu tidak manfaatkan itu “ katanya satu waktu. Aku diam saja. Usia emasku, bukan mencari yang mudah. Aku memilih semak belukar, dan berusaha melewatinya. Walau terluka dan kadang terjatuh, itu mendewasakanku. 


Belakangan aku tahu Dina sering ikut pertemuan secara gelap dengan kelompok prodem. Dia tidak pindah ke PDI, dan namun  dia membantu prodem lewat lobinya dengan elite kekuasaan. Ikut arus dalam perubahan PDI yang diwarnai sengketa kepengurusan antara kubu Megawati dan Suryadi.


“ Kemenangan partai kamu sebenarnya adalah kemenangan pro demokrasi.” Kataku usai pemilu 1997. 

Dina terkejut.” Maksud kamu ?


“ Pemilu 1997 ini, Megawati berhasil menarik simpatik massa islam. Gus Dur mendukung dia. Pertarungan internal PDI dimanfaatkan Megawati untuk melambungkan namanya secara nasional. Kalau itu terjadi, ABRI akan melirik ke dia. “ Kataku.


“ Mengapa ?


“ ABRI itu doktrin ideologinya adalah rakyat. Kalau rezim tidak lagi didukung oleh NU, maka moncong bedil tidak lagi diarahkan ke rakyat tetapi ke istana. Tanpa dukungan militer, rezim pasti jatuh” Kataku. Dina tersenyum.  Mungkin dia pura pura tidak tahu. Atau memang dia sekedar menguji pemahaman politik ku. 


Kemudian benarlah,  Dina cerita panjang lebar soal intrik internal Partainya yang masing masing berusaha menarik ABRI dalam intrik tersebut. Itu dipicu oleh sifat jelous partainya yang melihat Pak Harto semakin dekat dengan kelompok Islam intelektual, yaitu ICMI. “ Sudah saatnya Pak Tua itu dijatuhkan.” Katanya geram.


***

“ Ale, kamu bisa bantu teman temanku untuk placement uang di bank asing. “ Kata Dina satu waktu awal tahun 1997. 


“ Kenapa ? untuk apa ?


“ Banyak diantara mereka mau pindahkan uangnya keluar negeri. Alasan karena politk sudah tidak kondusif lagi. 


Saat itu kurs Rupiah terhadap USD berkisar Rp. 2300. Tidak ada tanda tanda akan jatuh rupiah. Itu artinya stabilitas politk baik baik saja. Bahkan IMF dan Bank Dunia masih memuji ekonomi indonesia. Aku berusaha membantu Dina dengan menghubungi banker di Singapore. Sampai akhirnya banker itu bersedia dengan proposalku. Aku buka kantor di hotel bintang V di Jakarta.


Setelah itu, Dina setiap hari bawa tamunya ke ruang Business center Hotel. Setelah bertemu denganku, mereka isi form aplikasi dan tanda tangani. Dalam 5 menit mereka sudah punya rekening offshore. Dengan itu mereka akan minta banknya untuk transfer uang itu ke luar negeri. Caranya sederhana sekali. Bank asing itu punya cabang di Indonesia. Itu bisa dilakukan secara cross settlement atau pindah buku dari rekening dalam negeri ke rekening offshore di luar negeri. Saat itu belum ada larangan cross settlement antara rekening dalam negeri dengan rekening luar negeri.


Ternyata bukan hanya aku, ada beberapa orang juga jadi agent  rekening offshore dari beberapa bank asing di luar negeri. Maklum kami dapat finding fee sebesar 0,25% setiap placement fund. Ratusan triliun uang rupiah berpindah ke USD. Sampai tiga bulan keadaan ekonomi Indonesia baik baik saja. Kurs masih stabil. Namun pada tanggal 14-15 Mei 1997 badai hedge fund melanda Thailand. Nilai tukar baht Thailand terhadap dolar AS, jatuh akibat para investor mengambil keputusan “jual” besar besaran.


Apa yang terjadi di Thailand akhirnya merembet ke Indonesia dan negara asia lainnya. Sejak saat itu, posisi kurs rupiah  mulai tidak stabil. Walau BI berkali kali intervensi tidak ada artinya. September 1997, Pak harto mengundang IMF untuk menyelamatkan moneter Indonesia. Tetapi sudah tidak tertolong lagi. Lewat tahun 1997, rupiah terjun bebas. Soeharto pun jatuh. 


“ Kita jahat ya Din ? kataku saat nonton TV pengumuman Soeharto mengundurkan diri.


“ Dia lebih jahat.” kata Dina ketus. 


“ Tapi kan karena kita rupiah jatuh dan berujung krisis moneter. "


" Kalau rupiah engga jatuh, dia tidak akan jatuh” Kata Dina sekenanya.” Dan lagi, bukan hanya kita. Semua teman dekat dia ikut jatuhkan dia. Itu para pengusaha rame rame minta KLBI dan BLBI. Kan pengusaha teman dia juga. Semua penguasa jatuh bukan karena oposisi tetapi oleh ulah dia sendirii. Teman temannya sendiri”


“ Tetapi oposisi legitimate, lebih terbuka melawan. Sementara kita…” kataku


“ Apa bedanya?. Terbuka atau tidak tidak, sama saja. Lawan ya lawan aja. Hidup kan begitu. “ Kata Dina sekenanya.


“ Apa rencana kamu dengan fee yang kamu terima? tanyaku.


“ Aku mau mengundurkan diri dari panggung politik.” Kata Dina.  “ Dan kamu, apa rencana kamu ? Tanya Dina balik.


“ Aku mau hijrah bisnis ke luar negeri.” Kataku.


***

Aku datang ke rumah Dina di kawasan Kuningan, jakarta. Saat aku datang dia tunggu di ruang tengah. “ Katanya sakit ? kok engga tidur di kamar” Kataku menyalaminya. Usianya kini 63 tahun. Aku tahu Dina aktif di NGO international yang berdedikasi masalah HAM. Dia tetap keliatan cantik dan pancaran mata cerdasnya tidak mengabur. “ Ah capek tiduran terus.” Katanya menyentuh pipiku dengan kedua telapak tangannya. “ Edi yang kasih tahu kamu ya” 


“Ya. Katanya kamu sakit” Kataku.


“ Kalau bukan kabar sakit engga mungkin kamu mau kunjungi aku” Katanya tersenyum. Dasar orang politik selalu ada cara bersikap terhadap kelemahan orang lain. Dia tahu aku peduli dia. Dan itu selalu dimanfaatkan. 


“Keadaan pemerintah sejak periode kedua kekuasaan Jokowi semakin tidak jelas. Kurs terus melemah. Deindustrialisasi. Rente meluas seiring memburuknya index korupsi. Dan demokratisasi hanya sebatas procedural belaka. Karena presiden mampu mengkudeta secara konstitusi lembaga demokrasi. Kita set back setelah berdarah darah memperjuangkan reformasi tahun 1998” Kataku.


 “ Ale…Serunya dengan wajah teduhnya. “ Awal merdeka kita melihat cahaya sorga di upuk. Namun kita hanya berdiri di pangkal akanan. Berusaha menggapai cahaya itu. Dalam lelah dan airmata. Rezim berganti cahaya pun memudar." Dina terdiam. Air Matanya berlinang. " Negeri ini sudah membusuk sejak era Orba. Walau kejatuhan Soeharto bau amis darah, namun kita tidak berani menyebut nya revolusi. Maksimal reformasi. Kalau ditanya mengapa ? akan selalu berbeda jawabannya. Mau gimana lagi? Hipokrit sudah seperti air susu ibu. "


Dina berdiri dan mengambil buku di rak, Democracy for Sale: Dark Money and Dirty Politics dan satu lagi, Republic, Lost, dan Dark Money.


" Negara.., katanya seraya memegang buku itu. " dalam prakteknya, terdiri atas “para menteri kabinet, birokrat, orang-orang yang, pendek kata, seperti umumnya orang, menyimpan dalam hati mereka hasrat untuk memperbesar kekayaan dan pengaruh, dan dengan bersemangat menangkap kesempatan untuk itu.  Ya, gimanapun negara adalah manusia yang memerintah.  Manusia, adalah makhluk yang menampik kepedihan dan penderitaan yang pada waktu bersamaan mereka ingin damai namun dengan laku Homo homini lupus. “


“ Memang harus diakui pada manusia itu ada otak reptil yang kadang mereka gunakan mengatasi dilemanya. Termasuk menemukan cara, menikmati hasil kerja orang lain lewat pajak seraya menghembuskan retorika tentang keadilan dan masa depan yang lebih baik. Itulah politik. Perang atas nama geostrategis, perampasan lahan rakyat atas nama pembangunan, penipuan kurs atas nama kendali moneter dan inflasi, dan hal-hal lain yang mengerikan. “ Kataku lirih. Dina terdiam dan hening. Sepertinya kami diderai masa lalu, yang dulu sangat bersemangat menantikan sorga kaum marhaen.


“ Ale, " seru Dina kemudian. " kita sudah menua. Pengalaman hidup kita dipimpin oleh 7 presiden mengajarkan banyak hal. Setidaknya kita tidak melihat negara dalam bingkai ideal. Sebab ia punya keterbatasannya sendiri. Negara tak terbentuk untuk bisa memuaskan semua orang. Dimana mana negara hanya memuaskan segelintir orang. Walau lewat demokratisasi mayoritas termarginalkan namun itu juga tidak salah. Karena tiap politik punya utopia dan punya kalkulasi, dan di antara itulah hadir elite politik yang dengan kecerdasannya mengeksploitasi mayoritas penduduk demi agendanya.” Lanjut Dina.


Aku menghela nafas. Selalu setiap pergantian rezim dipenuhi oleh euforia dan impian utopia dan akhirnya utopia itu hanya ilusi. Akhirnya cerita lama selalu berulang yang kuat memakan yang lemah, yang cerdas menelan yang bodoh.


“ Yang pasti dunia ini adalah ladang ujian bagi orang beriman.   Untuk menguji tentang sabar dan sukur. “ Kataku, yang mungkin itu caraku kembali ke fitrah pemikiran. 


“ Tuhan berkata, Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, Kami telah beriman, dan mereka tidak diuji? Ya, tidak dikatakan beriman sebelum diuji. Kalau diuji dengan harta ya bersyukur, kalau diuji dalam kemiskinan ya bersabar. Apapun itu bukanlah antara kita dengan keadaan tetapi antara kita dengan Tuhan saja. Karena pada akhirnya manusia mati sendiri sendiri. Siapapun itu. 


Agama berkata. Sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain. Kalau tidak mampu menjangkau orang banyak dengan tangan, sampaikan hakikat kebaikan itu walau hanya setetes embun. Setidaknya buatlah diri kita tidak merepotkan orang lain atau tidak membuat orang lain terganggu. Itu aja. Karena Tuhan diatas sana berkata, Jika kalian berbuat baik, sesungguhnya kalian berbuat baik bagi diri kalian sendiri.


Karenanya tidak salah bila kamu terus kritis untuk mengingatkan.  Negara bukan entitas suci dan penguasa bukan nabi atau volunteer yang bekerja tanpa dibayar. Sikap kritis itu sikap manusiawi. Sikap  orang yang punya daya survival yang tinggi. Engga nerimo begitu saja. Akal yang selalu berfungsi untuk menilai dan bersikap“ Kata Dina


“ Ya hanya sekedar mengingatkan, walau kadang dengan putus asa di balik narasi teologi dan filosofi. Tidak lebih. Tidak berharap banyak. " Kataku lesu. 


" Ale,..Manusia memang membuat sejarah, demikian kata Marx , tapi di bawah kondisi yang bukan dipilihnya sendiri. Rezim jatuh, itu karena situasi dan kondisi yang terjadi begitu saja. Ya semacam invisible hand. Kadang dalam situasi damai tanpa prolog, kalau saatnya terjadi, terjadilah. “Dina menepuk  bahuku.  “ Seperti kejatuhan Soeharto ya kan. “ kata Dina tersenyum, seakan dia mengingatkan bahwa selagi ada orang yang kritis tanpa memihak, Indonesia akan baik baik saja.


Kami bersahabat sejak muda. Di usia menua ini, kami merasa sudah selesai. Tak lagi dengan semangat aksi. Dan kami tidak menyesal dengan pilihan hidup kami. Selanjutnya generasi muda yang harus melewati hidupnya. Masa depan mereka tergantung pilihan mereka pada hari ini..

Tuesday, June 18, 2024

Selalu ada harapan..

 


“ Ale ! terdengar suara Patria di seberang lewat telp selularku. “ Ketemuan dong. Tempat biasa di bunker ya. " sambungnya. Aku tahu istilah bunker itu adalah satu tempat berada di hotel bintang V,  yang tidak semua orang bisa masuk. Itu tempat berbisik bisik kalangan atas. 


“ hmm…”  Untuk apa aku harus ikuti ajakannya. Hanya kumpul kumpul para pebisnis dan politisi. Tak jauh urusanya dengan rente. Dulu ya dulu, aku memang bergaul dengan mereka. Tetapi lambat laun aku bisa keluar dari lingkaran mereka. Kalau engga, lama lama bisa tumpul otak dan hati nurani. Kan kasihan ibuku yang melahirkanku kalau hidupku terus mantiko.  


“ Ayolah. Kenapa sombong amat lue Ale. Kita kan teman lama. Apa salahnya kumpul kumpul apalagi lue sekarang lebih banyak di Jakarta.” Desak Patria. Entah kenapa aku terprovokasi. Hanya karena dia menyebut teman lama, tidak ada alasan bagiku untuk menolak bertemu. “ Ok gua datang ke bunker. “ Kataku dan matikan telp. Ya Aku sempatkan juga datang.


Kedatanganku disambut Patria yang segera berdiri dari tempat duduknya dan membimbingku ke table.. “ Ale! Kata Suryo menyalamiku dengan hangat. Dulu aku pernah berbisnis dengan dia tapi tidak lanjut. “ Kamu tidak berubah. Tetapi kelihatan kurusan. Kelamaan bisnis di cungkok jadi lebih cungkok kamu. “ katanya. Aku hanya senyum aja. Suryo pengusaha property. Sebenarnya itu hanya yang tampak di publik. Usahanya lainnya yang tidak kecil datangkan cuan adalah godfather untuk impor pangan. Dia sendiri tidak pernah terlibat langsung. Namun mereka yang terlibat pastilah terhubung dengan dia. 


“ Ale ini dulu kan orangnya dage kita yang menetap di Singapore” Kata Surya memperkenalkan kepada yang lain, diantaranya, Muktar, Dono dan dua lagi aku engga kenal. Aku hanya mengangguk. Aku memang tidak pernah deal dengan mereka. Hanya teman saja.


“ Ale, Gua dengar Baowu Steel Group Corp ambil alih smelter Tsingshan di Sulawesi.”  Kata Dono, yang sebenarnya minta konfirmasi dariku. Dono bisnis nya udah listed di bursa. Itu cara jenial dia jarah Dapen BUMN lewat proses IPO. Ya sama dengan pemain bursa lainnya, seperti kasus saham Unicorn yang akhirnya jatuh ke level Gocap. Ada juga usaha yang tidak nampak namun mendatangkan cuan yang jauh lebih besar, yaitu  lagi lagi rente impor pangan dan tambang.


“ Ya.” Jawabku seraya mengangguk.


“ Punya siapa Tsingshan? Tanya Surya.


“ Kalau engga salah Xiang Guangda. Itu trader  nikel asal Wenzhou, provinsi Zhejiang.”


“ Berapa nilai akuisisi ? Tanya patria.


“ Kalau engga salah USD 4 miliar.” Jawabku sekenanya.


“ Mengapa mereka lepas ? Tanya Surya.


“ Katanya sih tekor. Rugi ratusan triliunan rupiah.” jawabku


“ Loh katanya cuan gede di smelter. Kok rugi? Kata Dono terkejut


“ Dia rugi karena kontrak forward nickel. Akibat perang Rusia-Ukania. Gagal antisipasi.” Kataku sambil udut rokok


“ Gua dengar group lu di  China ikutan ambil sahamnya ya “ Kata Patria menyela dengan mata menyipit. Itu nadanya selidik alias kepoan.


“ Ah bukan gua. “ Kataku mengibaskan tangan. “ Teman gua. Mereka  punya tagihan. Engga gede. Ya daripada engga dibayar, ya ambil saham aja.”


“ Detail nya gimana ? tanya Patria. Dia sudah seperti wartawan. Rasa ingin tahu apapun secara detail. Maklum dia pemilik asset management dan pemegang saham bank


“ Engga paham gua. Itu udah management.” kataku angkat bahu.


“ Yang gua tahu ada cuan mudah dibalik investasi di smelter nikel itu .” Kata Surya


“ Mudah apa ? Tanyaku mengerutkan kening.


“ Kita ekspor bebas PPN, belum lagi bebas pajak macem macem. “ Kata Patria.


“ Terus..” Aku sengaja pura pura lugu.


“ Disparitas harga Ore antara China dan Indonesia, gede. Bedanya USD 30. Bayangin aja. Dari perbedaan harga, 2 tahun balik modal kita. Belum lagi untung dari nilai tambah smelter. “ Kata Surya.


“ Wow banget kan. “Kata Patria tertawa. “ Kalau investasi USD 4 miliar atau Rp 60 triliun. 2 tahun balik modal hanya dari beda harga. Belum lagi keuntungan bebas pajak. Belum lagi keuntungan bisnis.” Sambung Patria hembuskan asap cigar.


“ Ya itulah enaknya bisnis di indonesia. Terutama era Jokowi. Makannya sejak tahun tahun kemarin investasi nikel masuk ke Indonesia hampir USD 60 miliar. Sebagian besar yang masuk China, Korea dan Jepang. Tahun depan bakalan tambah rame.“ Kata Surya.


“Indonesia punya pabrik nikel sulfat terbesar di dunia. Lokasinya di Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara. Dengan kapasitas 240 ribu ton per tahun. Pemegang saham dari China, Lygend Resources Technology Co. Ltd dan Kang Xuan Pte Ltd.” Kata Muktar. Aku kenal dia. Tidak ada bisnisnya yang nampak dipermukaan. Namun sebenarnya dia menjadi bagian dari putaran uang ilegal bisnis judi online, komisi haram, dan uang hasil korup. Maklum dia punya bank dan juga punya portfolio investasi atas nama perusahaan di luar negeri yang bertindak sebagai lender dan investor. Hampir semua komisaris utama pada portfolio investasinya menempatkan mereka yang terafiliasi dengan elite kekuasaan.


“ Ya. Gimana peluang futur nikel sulfat ? Tanya Muktar.


“ Sejak july 2019 Pemerintah china menghapus subsidi ongkos produksi nikel sulfat. Sejak itu harga Nikel Sulfat jadi mahal. Dengan beroperasinya pabrik di Pulau Obi itu, pasar nikel sulfat akan mengalami surplus , dan berpotensi kelebihan pasokan. Harga pasti akan turun.” Kataku.


“ Terus..” Patria antusias ingin tahu.


“ Dan tentu margin semakin turun. Biaya produksi nikel sulfat dari endapan campuran hidroksida rata-rata US$3.500 per ton Ni. Berat itu. Ya, itu memang strategi untuk kepentingan domestik China ” Kataku.


“ Jadi China bangun Pabrik nikel sulfat di Indonesia dengan tujuan sebagai bahan kimia umpan untuk memasok pabrik katoda baterai china, khususnya baterai lithium-ion EV. Tanpa subsidi, China tetap dapatkan nikel sulfat yang murah. Secara tidak langsung Indonesia subsidi rakyat China.” kata Patria menyimpulkan. Aku tersenyum.


“ Kan uang investasi dari China. Dimana mana kan uang raja. Pemerintah aja yang lemot. “ Kata Muktar. 6 tahun lagi cadangan nikel habis. Kita dapat lingkungan yang rusak.


“ Ya udah, Lik “ Kata Patria kepada pria yang juga hadir dalam pertemuan itu. Aku tidak kenal. “ Lanjut lagi omongannya “Sambung Patria. 


“ OK “ seru Lik sepertinya dia siap lanjutkan pembicaraan. Yang lain menyimak. “ Masalah proyek IKN atau  Investasi Kawasan Nanggala itu bukan lagi soal bisnis tetapi sudah urusan politik. Kegagalan pada proyek IKN ini berdampak buruk bagi kelompok oligarki kekuasaan. Nah karena sifatnya politik, maka all at cost harus selesai. Asing memang tidak berminat berinvestasi karena tidak percaya IKN itu dibangun dengan green city concept. Apalagi pegiat lingkungan internasional bersuara kencang soal deforestation lahan IKN dan soal HAM atas konflik agraria. Jadi kita harus bantu pemerintah dengan ikut terlibat. Ini kepentingan nasional “ Kata Lik. Dia melirik ke semua yang hadir yang nampak tidak antusias. Mana ada dalam benak mereka mikirin kepentingan nasional.


“ Tapi “ Patria kelihatan berusaha menjelaskan secara konkrit “ Bapak bapak tidak perlu keluar uang. Saya akan atur agar bank BUMN mau keluarkan Non Recourse loan atau Kredit yang jaminannya adalah proyek itu sendiri. Kita bisa mark up proyek itu. Itu cuan engga sedikit. Misal kalau plafond kredit bank untuk proyek hotel bintang V, Rumah Sakit dan Air bersih dan lot komersial lainnya  sebesar 100 triliun. Dari mark up kita udah dapat cuan 80 triliun rupiah di depan. Selanjutnya setelah proyek jadi, kalau tidak menguntungkan ya bank sita. Kita udah untung di depan. Resiko ada pada negara.  Kan ini proyek nasional. Biasa saja tekor. Reputasi bapak bapak terjaga,  bahkan semakin terhormat” Lanjut Patria. Semua yang hadir tersenyum dan keliatan cerah wajah mereka seraya mengacungkan jempol.


Kemudian, bicara lagi orang lain yang juga tidak aku kenal. Dia anak muda belum 50 tahun. Kelihatannya cerdas. Namanya Tom“ Kita harus kunci stok gula dan bisa  atur harga sesukanya. Itu agar kita bisa tingkatkan volume impor gua. “ Katanya. Dia menjelaskan. Ketika musim giling tebu atau produksi gula tiba pada Juni-September, hasil lelang gula jatuh ke tangan mereka. Sebaliknya, ketika musim paceklik bulan Desember-April, maka stok gula sudah dikuasai oleh mereka. 


“ Dan soal beras. “ kata Tom lagi“ Kita harus samarkan data stok beras nasional dan provokasi pemerintah agar amankan stok nasional lewat impor. Ini kan tahun politik. Pemeirntah perlu stabilitas pangan dan para elite perlu uang untuk pemilu. Kita bisa tentukan harga yang bisa untung besar. Belum lagi dapat cuan dari logistik“ Lanjut Tom. 


Semua yang mendengar tersenyum cerah. Tapi perutku malah mual. Mending cepat keluar dari lingkaran mereka. “ Maaf, gua harus pergi.  Masih ada janjian ketemu teman lain” Kataku berdiri. Patria antar aku keluar dari bunker” Ale, gimana pendapat lue soal presentasi IKN dan impor pangan? tanya patria. Tahulah aku, dia undang aku datang untuk minta opini. “ Gua engga ngerti dan main begituan lagi. Udah terlalu tua untuk jadi mantiko” Jawabku tersenyum. Patria  mengacungkan jempol.


Saat di Lobi tunggu jemputan Ojol. Aku ditegur Wanita. “Pak Ale ” Katanya menyalamiku. Dia baru turun dari mobil mercy. Aku senyum saja.” Apa kabar kamu, Rika?

“ Baik baik saja bapak. Bapak mau kemana ?

“ Ke Jalan Denpasar. Mau ketemu teman. Ini lagi mau pesan Ojol” kataku tersenyum. Dia telp supirnya “ Kamu balik lagi ke lobi” Katanya. “ Saya antar ya pak. “ Lanjutnya tersenyum.

“ Ah engga usah. Saya bisa naik ojol”

“ Engga. Saya antar pak Ale Ingat loh saya ini kan anak bapak.” Katanya tersenyum. Tak berapa lama kendaraannya sampai di Lobi. “ Kamu tunggu di hotel ini. Saya yang setir antar bapak ini” Katanya kepada driver nya seraya  ajak aku masuk kendaraan.

" Dulu masih SMU pernah diajak Papa ke jalan denpasar " Kata Rika. Dia sebut nama seseorang.

" Ya saya mau ke sana ke rumahnya. Dia baru pulang dari AS. Papa Rika dan Saya punya mentor sama. Kami banyak dibantunya. " Kataku. 


Dia telp langsung papanya. Kami videocon. " Padang, masih hidup lue' Kata Ayahnya.


" Siap boss. Masih beredar. " Kataku.


" Jaga Rika ya. Kalau bandel jewer aja dia. Gua susah didik dia. Eh lue bisa taklukan dia. Dage  udah balik dari Amrik ya.”


" Ya ini saya mau ke rumahnya.”


" Kirim salam buat dia. " Kemudian telp saya serahkan kepada Rika.


“ Pak, Ale. Proyek pembangkit listrik saya jalan pak. Dua tahun saya dekat bapak, itu berkah luar biasa. Saya berhasil dapatkan proyek pembangkit listrik. Saya juga berhasil dapatkan funding nya. Itu karena mitra yang juga nerworking bapak. Setiap putaran negosiasi yang rumit, saya lewati semua hambatan. Itu kalaulah tidak ada dukungan dari bapak. Engga mungkin bisa sukses. “ Katanya Rika dengan mata berbinar.


“ Kamu cerdas. “ Kataku. “ Memang saya pernah dihubungi Shanghai tentang nama kamu. Mereka minta pendapat tentang kamu. Saya jawab saja , saya kenal kamu, bahkan saya ayah kamu. Hanya itu saja. Terus ada lagi teman saya telp. Dia tanya saya apakah saya kenal kamu. Saya jawab aja. Kenal secara pribadi”


“ Oh itu sebabnya pihak Shanghai mau undang saya untuk bicara tentang proposal bisnis saya. Akhirnya mereka beri saya dana promosi untk dapatkan proyek pembangkit listrik. Sehingga saya ada ongkos lobi dan ikut tender. Terus mitra saya di perusahaan , juga orang yang tidak pernah saya kenal sebelumnya tetapi akses politiknya kuat. Saya tawarkan kerjasama. Saya sebut nama bapak. Dia tersenyum. Akhirnya dia setuju. Saya dapat mitra international dan komut punya akses politik. Terimakasih Bapak” Katanya.


Rika aku kenal tahun 2012. Dia baru setahun tamat kuliah dari AS. Dia tidak mau kerja walau ayahnya punya banyak perusahaan. Dia memilih berwirausaha. Usahanya grosir bunga. Ayahnya sahabatku, tahun 2006 memilih bermukim di Pert, Australia. Selama dua tahun aku sering ketemu Rika. Dia selalu kirim SMS “ Mau temanin bapak, Boleh”. Aku senyum saja. Kalau kebetulan aku ada pertemuan dengan relasi, dia siap menanti di table lain. Kadang dua jam dia tunggu. Sabar banget. Memang dia sering bertanya macam macam. Aku jawab dengan santai.  Tahun 2015 dia sudah tidak lagi bertemu denganku. Dia sudah sibuk. Namun SMS nya selalu datang menanyakan kesehatanku.


“ Kini di samping punya pembangkit listrik , saya juga punya pabrik microchip di Malaysia kerjasama dengan teman kuliah saya dulu di Amrik. Dengan teman dari Panama, saya kerjasama jalankan bisnis Cargo tambang. Sekarang punya 5 kapal ukuran mother vessel. “ kata Rika Pencapaian luar biasa selama 10 tahun berbisnis.


Rika bisa sukses bukan karena modal dari ayahnya, tetapi karena dia memang cerdas. Mampu belajar mandiri dan menyimak setiap penjelasanku. Termasuk kesadaran terhadap kepatuhan standar bisnis kaum terpelajar yang utamakan menjaga lingkungan,  sosial dan moral etik. Dari generasi seperti Rika lah aku berharap agar masa depan Indonesia lebih baik. Tentu masih ada harapan di tengah generasiku yang mantiko.

Friday, June 14, 2024

Hipokrit tersembunyi

 




“ Sebaiknya tunda aja dulu kepergian ke Pyongyang” Kata Chang. “ Korea Utara salah satu negara yang paling tertutup di dunia. Mereka menganut sistem politik satu-partai di bawah front penyatuan yang dipimpin oleh Partai Buruh Korea dengan ideologi Juche, yang digagas oleh Kim Il-sung..” Sambung Chang seakan mengingatkan saya untuk tunda pergi sendirian. Sebaiknya pergi bersama rombongan yang sudah diatur oleh CWDP


“ Saya harus datang lebih dulu sebelum team dari CWDP datang.” Tegas saya. Saya tidak anggap saran Chang itu sesuatu  serius. Apalagi, kunjungan ini sangat penting sebagai lobi. Membujuk otoritas Korut agar memenuhi standar kepatuhan program pembiayaan dibawah Housing development program untuk rakyat miskin. Ini sangat sensitip dibicarakan secara formal. Kedatangan saya informal tentunya. 


“ Ok lah.” Kata Chang sepertinya menyerah. Dia tahu saya dipercaya sebagai lead dalam proyek ini, tentu saya inginkan semua rencana berjalan dengan baik. “ Saya akan atur kamu masuk Pyongyang. “ Sambung Chang dengan tersenyum. Saya tahu Chang punya koneksi luas di Korut, terutama kalangan politik. Politik Korea Utara terhubung dengan China yang menjadi undertaker politik, miiter, ekonomi dan sosial. Sistem kekuasaan hanya menjalankan agenda China saja, yang didukung oleh 10 orang super elite, yang tidak ada dalam daftar pejabat formal, namun sangat menentukan. Dalam situasi itulah, para elite dengan mudah mengamankan agenda China, yaitu menjadikan Korut halaman belakang, backyard  yang kokoh dari infiltrasi AS.


Pada tahun 2008 pagi hari dari Beijing dengan pesawat saya terbang  ke Shandong, sebuah kota di Timur Laut China yang berbatasan dengan Korea Utara. Perjalanan memakan waktu 1,5 jam. Sampai di Shandong, ada orang menjemput saya di Bandara. Dia bekerja di konsulat Korea Utara di Shandong. Dia memang ditugaskan oleh Chang untuk mempersiapkan keberangkatan saya ke Pyongyang. Saya harus menanti semalam di Shandong untuk dapatkan Visa masuk. 


Dengan pesawat tua buatan Rusia, saya terbang ke Pyongyang. Di dalam pesawat para penumpang sebagian besar adalah pria Korea Utara dan mereka termasuk high class yang populasinya di Korut sebesar 0,001%. Kebanyakan mereka mengenakan jas dengan pin warna merah. Setelah mengamati lebih dekat saya baru menyadari bahwa pin itu bergambar wajah mendiang Kim Il Song, presiden pertama Korea Utara yang mendapat julukan ‘Bapak Korea’. Pin merah yang disematkan pada baju hanya contoh kecil bagaimana Kim Il Song dan putranya Kim Jong Il menguasai rakyat Korea Utara.


Butuh waktu 1,5 jam penerbangan. Setiba diPyongyang Sunan International Airport angin sejuk membelai wajah saya. Petugas bandara mengambil telepon seluler saya untuk diperiksa. Mereka memeriksa semua isi tas dan menyita buku-buku atau barang-barang yang dianggap tidak pantas dibawa masuk ke negeri itu. Keluar dari gate , ada poster bertuliskan nama saya dari seorang wanita cantik berpenampilan sederhana. Saya melambaikan tangan. Dia membalas tersenyum. 


“ Kenalkan, nama saya Mss. Myung” Katanya memperkenalkan diri “ Saya ditugaskan oleh atasan saya untuk mendampingi anda selama kunjungan. Selamat datang di Pyongyang” sambungnya. Bahasa inggris nya bagus. Saya sadar bahwa Myung walau nampak ramah dan cantik, tetaplah dia bagian dari Militer Korea utara.

Saya tinggal di Sosan hotel, ini hotel bintang 4 dan termasuk modern. Chang memang tidak menyediakan akomodasi hotel bintang 5 di Pyongyang. Karena akupasinya rendah dan pasti engga bersih. Dalam perundingan dengan elite partai dan pejabat kementerian di hotel. Mereka tidak begitu mengerti segala protokol kepatuhan pendanaan proyek. Namun apapun mereka tanda tangani selagi tidak ada asing terlibat dalam proyek. Semua harus dikerjakan oleh perusahaan Korea Utara. Soal pengawasan, mereka hanya setuju bila itu dilakukan oleh China, bukan negara lain. Pembicaraan cepat sekali berlangsung. Mereka tandatangani disclaimer akan kepatuhan standar bantuan pembiayaan proyek.


Pejabat korut mengajak saya meninjau kawasan yang akan dijadikan proyek perumahan. Di sela sela waktu kunjungan itu, saya sempatkan melihat lihat dari dekat kota Pyongyang. Kota ini memang berkembang sebagai kota metropolitan. Banyak gedung pencakar langit bergaya retro-futuristik, dengan kurva dan kaca. Bangunan-bangunan yang lebih tua telah dicat ulang dengan corak permen berwarna merah, seafoam hijau dan biru langit. Kalau dari udara memang kelihatan indah. Cara terbaik menyembunyikan ketimpangan kaya dan miskin. 


Tak lupa Ms Myung ajak saya ke Bukit Mansudae, yang berisi patung perunggu Kim Il-Sung dan Kim Jong-Il setinggi 22 meter.  Di pintu stasiun kota ada The Arch of Triumph, sebuah monumen besar dan mengesankan yang dibangun pada tahun 1952 untuk memperingati perlawanan Korea terhadap Jepang. Myung menceritakan dengan detail kisah perang melawan Jepang itu. Saya tahu itu propaganda hapalan. Setelah itu, kami mengunjungi Lapangan Kim Il-Sung, alun alun yang biasa diadakan pawai. Kesannya tidak meriah. Sepi aja.


Berkesempatan mengunjungi demilitarization zone, yaitu sebidang tanah yang membentang di sepanjang Semenanjung Korea. Ini digunakan sebagai zona penyangga antara Korea Utara dan Selatan, dan memiliki panjang 160 mil dan lebar 2,5 mil. Kami secara khusus mengunjungi Joint Security Area, yang terletak di desa Panmunjom; di dalam area itu terdapat deretan bangunan yang digunakan untuk pertemuan antara Korea Utara dan Selatan.


MRT mereka hebat. 90% orang pyongyang menggunakan angkutan umum. Taksi juga ada. Orang kaya boleh punya kendaraan pribadi. Tetapi itu harus benar benar kaya dan dekat dengan elite kekuasaan. Di trotoar orang berjalan tidak nampak tergesa gesa seperti di Jepang atau Hong Kong. Penampilan mereka terkesan konservatif. Hampir tidak pernah melihat wanita berpakaian modis.

Selama kunjungan di Pyongyang, walau Guide dan pejabat pemerintah berusaha menggambarkan kemajuan Korea Utara dengan menjadikan Pyongyang sebagai tolok ukur modernisasi Korea Utara yang bergerak menjadi negara makmur, namun ketika melihat Mall yang besar sepi pengunjung dengan SPG yang kaku, tempat wisata yang bersih dan hebat namun sepi pengunjung kecuali hari libur, itupun 80% adalah keluarga tentara. Apa yang mereka katakan itu hanyalah propaganda dan menjadikan Pyongyang sebagai panggung teater kebohongan, dimana para elite penguasa tinggal di istana megah di tengah rakyat yang miskin.


Sebenarnya menurut Chang, walau yang berkuasa adalah elite namun mereka menjadikan presiden sebagai wayang. Ya semacam oligarki. Para oligarki itu menjauhkan Presiden dari informasi terupdate.  Menjauhkan presiden dari buku buku. Bahkan sejak remaja sudah ditanamkan sifat ambisius ayahnya dan tentu kalau sudah ambisius cenderung psikopat, yang salah satu tabiat buruknya adalah megalomania. Ingin terus dipuja dan engga mau disalahkan. Bergaya apa saja minta dipuja. Anggaran biaya program pemujaan Presiden mencapai 30% dari APBN, termasuk pengadaan rumah gratis, RS dan bansos agar rakyat terus memujanya.


Kita tidak bisa menyimpulkan kemegahan kota metropolitan di Pyongyang dengan kehidupan malamnya sebagai indikator makmur dan kekuatan ideologi seperti billboard Kim di setiap sudut kota. Semua nampak kaku dan sepi serta gelap. Banyak gedung tinggi namun tidak terawat dengan baik. Satu satunya yang menarik adalah wanitanya, seperti Myung. Kulitnya putih dan halus. Exciting.


 “ Seumur hidup, saya tidak akan bisa menabung untuk dapatkan uang sebanyak ini.. “ Kata Myung  saat menerima uang 10.000 yuan dari saya di bandara keberangkatan. Kebersamaan selama 5 hari ternyata membuat dia menjatuhkan airmata saat akan  berpisah dengan saya. “ saya akan selalu merindukan anda “ katanya berbisik. Saya tak akan berjanji yang tak mungkin saya tunaikan. Tak ingin lagu “ nizen me shuo” terjadi padaku. 


***


Sampai di Beijing saya di jemput Chang di Bandara. “ Saya dengar misi anda sukses. “ Katanya tersenyum. “ Apa kesan anda terhadap Pyongyang? tanyanya.


“ Pembangunan fisik oklah walaupun terkesan hipokrit. Tetapi disana tidak ada pembangunan peradaban. Politik isolasi merupakan cara penguasa memperoleh kekuasaan mutlak atas rakyatnya” Kata saya.


“ Mereka para elite itu terjebak dengan penyakit mental ambisius. Presiden dan para elite meracuni anak anaknya dengan budaya hedonis dan gila pujian. Kelak mereka akan melanjutkan kekuasaan itu dengan cara ambisius juga. Ya semacam politik dinasti. Dan karenanya negara itu tidak akan pernah bergerak kemana mana.  “ kata Chang dengan sambil lalu. 


Saya tersentak. Ambisi? Sebenarnya ambisi itu bagus kalau dibekali dengan pengetahuan mumpuni dan good attitude. Karena dalam hidupnya. Tak perlu motivasi dari orang lain, tak perlu situasi yang membuatnya terpaksa melakukan sesuatu, ambisi dalam dirinya akan membuatnya terus bergerak dan berkembang melewati segala  hambatan dan tantangan. One of the amazing things about someone with ambitions is the optimism. Sikap otimis tersebut bisa berakar dari rasa percaya diri yang tinggi atau pengetahuan yang dimilikinya.


Namun kalau orang ambisi tanpa pengetahuan dan spiritual yang cukup, maka ia disebut orang ambisius. Pastinya tidak tahu diri. Dia selalu percaya dengan saran dan pendapat yang memungkinkan dia bisa memuaskan keinginannya. Tidak peduli bagaimanapun caranya. Dalam hal Politik Korea utara, presiden dan elite tidak merasa risih hanya jadi alat kepentingan Beijing. Mereka menindas ke bawah, ke kiri dan kanan namun menjilat keatas, dalam hal ini ke China. Saya melirik ke Chang yang duduk bersama saya dalam kendaraan ke hotel. Sebelah saya inilah predator sebenarnya. Dan para elite korut adalah hipokrit yang tersembunyi.


***

Walau awalnya lancar tetapi selanjutnya tidak mudah meyakinkan pemerintah agar mereka setuju dengan standar kepatuhan dana Hibah, yaitu program berkelanjutan untuk lingkungan sehat seperti pendidikan, kesehatan, sarana ekonomi mandiri. Saya perlu waktu 2 tahun meyakinkan pemerintah Korut. Mungkin karena kegigihan saya meyakinkan mereka. Sampai akhirnya pejabat Korut luluh hati. Karena saya tidak pernah menyangkal setiap sikap mereka yang sangat paranoid terhadap bantuan asing. Saya hanya meluruskan saja. Itupun dengan hati hati. Selama proses negosiasi itu, saya ditemani  Myung yang bertindak sebagai asisten dan juga translator. 


Barulah tahun 2011 bisa disetujui proposal proyek itu. Saat proyek dibangun saya tidak lagi aktif sebagai volunteer karena kesibukan bisnis. Ternyata setelah proyek di Samjiyon selesai. Mulai mengalir deras dana NGO ke Korea Utara. Mereka copy paste dengan program yang saya buat. Jalan kemanusiaan bagi rakyat miskin korut terbuka sudah.


Tahun 2013 saya dapat kabar dari sahabat saya di UNF kalau Myung masuk program isolasi di kamp kerja pertanian. Saya putuskan untuk rescue dia. Akses politik ke China terpaksa saya gunakan untuk membebaskan Myung. Dan dia bisa kembali ke keluarganya setelah  setahun lebih dalam isolasi. Bahkan dia dapat kehormatan dengan jabatan bagus. 


“ Saya tadinya tidak yakin akan bertemu lagi dengan kamu. Ternyata kamu yang jemput saya dari kamp isolasi. Padahal saya sudah hopeless, tinggal menunggu ajal“ Kata Myung menangis saat saya jemput dari kamp isolasi. 


“ Awalnya tidak ada NGO Filantropi yang mau terlibat. Tetapi setelah kamu memulai, jalan untuk kemanusiaan bagi rakyat miskin Korut tercipta.“Kata Myung berusaha melupakan deritanya dengan melihat kenyataan proyek itu menjadi inspirasi bagi NGO lain. Saya berusaha tidak baper. Saya hanya ingin jadi sahabatnya saja.

Jalan menemukan rizki...

  “ Ale, bosoboklah kita” kata Mardi lewat SMS kemarin. Walau kami jarang sekali bertemu. Mungkin setahun belum tentu ketemu. Kami saling ma...