Saturday, April 27, 2024

Obsesi...

 



Aku bersahabat dengan Mey yang aku kenal kali pertama tahun 85 saat kursus Management di LPPM. Walau dia terkesan charming tetapi tidak pernah aku anggap serius. Kepada siapapun dia memang charming. Makanya dia dekat dengan banyak orang kaya. Dia punya kecantikan dan kecerdasan untuk dapat uang. Bisnisnya memang lebih sebagai broker. Tahun 1990, aku punya idea membuat produk Modul mesin tenun. Dengan copy buatan Jepang dan dimodifikasi, aku bisa menghasilkan produk hanya 20% dari harga buatan Jepang. Aku ajak Mey bermitra. Dia setuju.


Produk ini udah lulus test Lab LEN dan sudah pula diuji coba pada Pabrik tenun. Kualitas lebih baik dari buatan jepang. Daya tahannya lebih lama. Kami berencana mendirikan pabrik Modul itu. Investasi sangat besar. Aku dan Mey tidak punya uang.  Sementara bank tidak bisa berikan kredit. Itu teknologi baru dan tentu dianggap  oleh bank beresiko.  Apalagi kami tidak punya mitra strategis yang sudah pengalaman bidang Industri elektronika. Kami harus cari investor private.


Mey kenalkan dengan Andi, direktur salah satu perusahaan dari keluarga penguasa. Aku tawarkan kerjasama. Terlalu mudah deal terjadi. Itu berkat reputasi Mei tentunya. Hanya seminggu, Andi setuju tanda tangani MOU. Namun sejak itu dia tidak bisa lagi dihubungi. Tiiga bulan kemudian, dia dirikan sendiri pabrik atas nama perusahaannya. Dan Mey nyeberang ke Andi. Tinggalkan aku. Ya setelah semua data dan informasi mengenai idea bisnisku dia kuasai, dia jalan sendiri tanpa aku.


Aku berusaha minta tolong ketemu Mey untuk bicara. Aku masih berharap Mey punya alasan kuat untuk tinggalkan aku dalam kemitraan. Dia sanggupi setelah lebih sebulan aku tunggu“ Kamu engga pantas jadi pengusaha pabrikan berkelas international. Modal engga ada. Mimpi doang yang ada” Kata Mey saat aku pertanyakan komitmen Andi sebagai mitra  “ Mau lawan? lawan aja.” Katanya seakan membaca kemarahanku. “ Kamu itu idealis namun tidak punya urat kaya” Lanjut Mei.


“ Mey, dari awal kita berteman. Aku percaya kamu. Tetapi kamu telah kecewakan  aku.” Kataku dengan lirih. Aku tak ingin menampak wajah kecewa atau sedih. Aku harus tegar walau dalam kondisi sangat menyakitkan. Apalagi aku baru saja akan bangkit dan berharap bisnis ini bisa jadi pijakan ku untuk melompat jauh.


“ Apa peduli aku ? Suara Mey meninggi. Dia nampakan sikap aslinya. " kamu kecewa atau engga, engga ada untungnya bagiku” kata Mey tanpa perasaan bersalah atas kandas nya idea ku menjadi kenyataan. Aku kalah tetapi aku tidak menyerah.  Mey juga tidak salah.Tentu dia bela Andi yang kaya daripada bela aku yang miskin. Dia perlu masa depan yang jelas. Wajar kalau dia lebih mencintai dirinya sendiri.


***

2018

Restaurant menyediakan table untukku sebagai tamu penthouse Hotel Peninsula Beijing. Restaurant itu menyediakan menu Perancis namun dengan sentuhan Asia. Aku suka. Perpaduan barat dan timur begitu kompak dalam suasana kosmopolitan. Tamu yang datang, umumnya adalah pengusaha papan atas atau profesional

.

Setelah duduk, pandangan kuarahkan ke seluruh ruangan. Mataku tertuju kepada seorang wanita yang duduk sendirian. Wajah yang tak bisa hilang dalam ingatanku. Mengapa dia ada disini? Apakah dia turis. Kalau iya, pasti dia sudah masuk kalangan the have dengan status sebagai sosialita. Dari kacamatanya aku tahu itu harga diatas UDS 2000. Pasti yang lain  seperti tas dan jam tangan diatas itu harganya. Walau posisinya menyamping, sebenarnya tidak sulit  bagi dia untuk menoleh kekanan untuk bertatap denganku. Entah mengapa dia seperti patung.

Aku melangkah menghampiri tablenya “ Mey..” Kataku lembut. 


“ Kaukah itu Ale? Dia terkejut dan segera berdiri. Wajahnya sangat dekat denganku.


“ Ya Mey. “ Kataku mengangguk. Dia merebahkan tubuhnya dalam pelukanku. “ So long..my dear…” katanya seakan dia sangat merindukanku.


“ Tidak terlalu lama, May. Hanya 30 tahun atau 6 windu kurang ya tidak jumpa” Dia memukul dadaku dengan lambat. “Aku kangen, Ale “ Katanya. Mey menangis. Mengapa Mey berubah. Bukankah dia wanita yang tegar. Tak mudah menangis. Bahkan merasa tidak bersalah meninggalkanku.


“ Ceritakan kepadaku tentang 30  tahun yang tidak aku ketahui.? kataku. Mey lama memandangku. “ perlukah? 


Aku mengangguk.


Aku akhirnya menikah dengan Andi. Andi memang gagah. Dia pintar. Waktu menikah, dia menghadiahiku satu set berlian. Kalung, gelang dan anting serta jam. Waktu itu harganya USD 200.000. Aku tahu harganya. Karena dia perlihatkan bonnya. Dia hadiahi aku rumah mewah di Cinere. Rumah besar lengkap dengan kolam renang. Kendaraan mewah lengkap dengan supir yang selalu siap mengantarku kemana saja. Dia larang aku kerja di kantor. Aku disuruh di rumah aja.


Tapi Ale, 10 tahun berumah tangga serasa kering. Dia benar memanjakanku dengan hartanya. Tetapi itu sama saja dia memanjakan anjing peliharaannya. Tak ada sentuhan yang menghangatkan jiwa. Kamu bisa bayangkan Ale, malam pertama setelah dia nikmati tubuhku dengan fast track, dia langsung memunggungiku. Saat itu aku merasa sampah. Seonggok daging BBQ. Tapi ada dayaku. Selanjutnya, begitu. 


Siapapun tamu dari keluargaku datang dia bermuka masam. “ Tidak perlu kamu terlalu dekat dengan mereka.  Orang orang miskin selalu ada alasan merongrong kita. Dan lagi apa untungnya dekat dengan mereka. “ Katanya. Dia marah kalau aku ke salon yang tidak dia kenal. Bukan cemburu. Tetapi lebih soal harga diri. Dia tidak mau aku sebagai aksesori jatuh kelas dihadapan orang lain karena salah tempat. 


Suatu saat aku jatuh sakit. Sakit Ginjal. Saat sakit itu dia ceraikan aku. Alasannya dia butuh anak. Sebetulnya dia anggap tubuhku tidak lagi sesuai dengan kesukaannya. Dia beri aku uang dan aku keluar dari rumahnya. Apa yang bisa kulakukan. Aku masuk ke dalam hidupnya, dia sudah punya segala galanya. Sementara aku datang dalam kemiskinan. Tapi bagaimanapun pemberian uangnya lebih dari cukup untuk aku memulai hidup baru. 10 tahun rumah tangga berjalan tampa makna.


***


Perceraian pertama tidak menyakitkan. Sesuatu yang sudah kuduga itu pasti terjadi. Pernikahan kapitalis. Mudah bertaut mudah juga berpisah. Setelah bercerai aku bertemu dengan pria. Dia tidak kaya tapi baik da cerdas. Kehidupan sex kami baik walau tidak sempurna. Dia bekerja di kampus. Aku jadi istri dosen. Dengan uang yang ada aku beli rumah mungil di luar kota. Sisa uang, aku biayai sekolahnya sampai S3 di Eropa. Aku sabar menanti dia pulang dengan mengelola bisnis  impor boneka.  Tapi apa daya. Usahaku bangkrut. Rumahku disita bank. Dia kembali dari Eropa tidak pernah pulang untukku. Dia memutuskan bercerai dengan kepulangannya. Ternyata dia kembali ke mantan pacarnya. 5 tahun waktu berlalu tampa makna. Yang ada aku menertawakan kebodohanku. Tidak tahu diri. Terlalu berharap lebih dari apa yang kuberi.


***

Perceraian kedua aku masih yakin aku akan baik baik saja. Usiaku masih muda.Tepatnya 32 tahun. Aku bekerja sebagai pengajar tari. Dua tahun setelah itu, aku berkenalan dengan pria yang lebih muda  1 tahun dariku. Dia manager pada perusahaan Asuransi.  Dia cerdas dan banyak impian. Ternyata dia hanya punya ambisi dengan memanfaatkan kelemahan orang lain. Dia jadikan aku umpan dengan calon customernya. Memang sukses. Karirnya cepat melesat dan penghasilan meningkat. Tapi setelah itu dia tidak mau lagi menyentuhku. Setelah itu dia selingkuh dengan teman satu kantornya. Aku memilih bercerai. 10 tahun perkawinan sia sia. Usiaku sudah 42 tahun. Saat itulah kau tersadarkan. Aku telah menganiaya diriku selama ini. Aku ingat kamu Ale, Ingat aku menghinamu. Ingat semua ketulusan mu sebagai sahabat. Aku pantas menjadi pecundang.


***


Setelah bercerai yang ketiga kalinya, aku bekerja pada sebuah rumah tangga sebagai perawat manula.  Tugasku merawat dan menemani pria manula kesepian yang kaya raya. Kemanapun dia pergi aku mendampinginya. Tugasku mengingatkan obat yang harus dimakannya dan memandikannya. Tak lupa memastikan dia tidur dengan nyaman. Ya itulah hidupku kini. Sekarang ada disini di hotel super mewah. Ya hanya sekedar bertahan hidup. 


Tapi Ale…antara aku dan pria manula itu dua sosok yang sama walau nasip berbeda. Sama sama mengejar photomorgana. Dia kumpulkan harta, dimasa tuanya dia harus menghindari makan enak. Dia punya istri dan selusin selir, tapi di masa tuanya dia sendirian dan kesepian. Dia besarkan anak dan manjakan tetapi masa tuanya hidup dijaga perawat. Tidak ada beda dengan aku. Aku selalu mencari suami yang sempurna tapi yang kudapati adalah kesendirian juga. Dia bukan pria suamiku tapi aku berbakti kepadanya karena dibayar. Aku bukan istrinya, tapi hidupnya butuh aku orang bayarannya. 


***

Mey terdiam setelah bercerita panjang tentang hidupnya. Ada air menggenang di tubir matanya. “ Sebetulnya siapa yang pecundang Ale? Apakah aku atau orang orang yang pergi meninggalkanku. Apakah si manula itu atau keluarganya? “ Katanya.


“ Mey, masalah kamu dan mereka adalah tidak pernah saling mencintai. Diantara kalian masing masing mencintai diri sendiri. Karenanya semua kalah. Tidak ada yang menang. Pemenang sejati adalah mereka yang bisa mencintai orang lain namun tak pernah merasa memiliki “ Kataku. Dia tersenyum tipis seperti tersadarkan. Mey adalah sahabatku, tentu akulah yang pantas mengingatkannya.


“ Apa yang dapat kau maknai dari semua jalan yang kau tempuh.” Tanya Mey.  Aku tersenyum. Kamu dan aku nampak menua. 


“ Hidupku biasa saja. Awal phase sebagai pengusaha yang tak henti terjerembab, bangkit dan kembali terjerembab. Kadang membuatku masuk dalam lobang gelap tak bersinar. Terkurung dalam sepi dan teracuhkan orang banyak. Kalaulah tanpa kesabaran yang dibekali oleh Tuhan dalam jiwaku, rasanya sudah lama aku ingin akhiri hidupku. Kesabaran itu lahir dari kekuatan. Kekuatan itu sendiri tercipta karena memang tidak ada jalan lain. Jalan sebagai pengusaha bukanlah jalan yang aku rencanakan sejak kecil. Dari kecil aku hanya bercita cita jadi marbot. Kalau akhirnya jadi pengusaha, itu hanya sebagai usaha survival saja. Maklum aku tidak sarjana. Hanya tamatan SMA." 


" Survival ? Wajah Mey nampak sedih. " Rendah hati sekali kamu menyikapi hidup ini.." 


" Ya. Dunia bagiku adalah proses survival. Dari tiada menjadi ada dan kemudian tiada lagi untuk sampai kepada sebaik baiknya kesudahan." Kataku tersenyum " Makanya, semenjak beberapa tahun lampau. Aku mengundurkan diri dari hiruk pikuk kerakusan pasar uang. Aku menjauh dari setelan jas mahal, parfum mahal, jam tangan mewah atau lingkar cincin precious stone di pergelangan jari manis dan isi dompet, black card unlimited." Kataku. Mey memperhatikan setiap kata kataku. Tidak surprise. Dia maklum apa yang aku katakan. Dia mengenal sifatku.


“ Aku hanya tahu sepak terjang mu dalam bisnis dari teman. Mereka cerita kamu punya investment holding international. “ Kata Mey lirih dengan mata sendu menatapku. “ Bagaimana dengan istrimu? Tanya Mey seperti berharap ada cahaya untuknya, mungkin


“ Kamu kan tahu aku menikah dengan wanita biasa. Kalau sampai sekarang kami tetap bersama,  karena kami tidak merasa saling memiliki,  tapi kami saling menjaga. Karenanya berlalunya waktu kami semakin tak berjarak. Selalu saling mengkhawatirkan dan  tentu saling mendoakan.” Kataku. Mey terpengkur dan air matanya jatuh. Seperti sesal yang tak berujung. Memikir kesalahan masa lalunya dalam menentukan pilihan.”


”Istrimu wanita yang beruntung karena memilih tempat bersandar yang tepat dan teduh. Dari awal andaikan aku tahu dan cerdas memilih tentu cerita nasibku akan lain" Kata Mey berlinang air mata. Aku diam saja. Itu sudah sifat Mey memang pintar berdrama.

”Kau semakin menua dan semakin bijak.  Apakah kau masih ada  obsesi? Tanya Mey kembali tersenyum.

” Tentu ada obsesi. " Kataku cepat

“ Apa itu ?

“Aku ingin agar setelah aku tidak ada. Cucuku bisa menikmati seni karena mencari rezeki mudah dan beribadah lapang. Dan itu hanya bila mereka  yang punya visi sains, dan bertaqwa kepada Tuhan.  ” Jawabku sambil melempar senyum dan akhirnya temenung. 



Monday, April 22, 2024

Hijrah dari atmosfir kemiskinan

 





” Udah tembus 16 ribu rupiah harga beras sekilo. Gula juga udah tembus 17 ribu rupiah. Cepat sekali berubah harga. Sebentar lagi listrik juga naik. BBM akan naik juga. Gas pasti akan naik.  Beda dengan pendapatan yang lelet  naik.  Ada apa negeri ini, Mas  ” kata Marni kepada lakinya, Ucok

”Tak paham aku?” Kata Ucok sekenanya.

” Mas memang tidak paham. " Kata Marni mencibir. " Tahunya kerja dan setor uang ke saya setiap akhir bulan. Udah selesai.?  Mas engga tahu kalau kerja keras Mas itu tidak berarti Mas pantas masabodoh dengan kenaikan harga. Karena kerja keras Mas semakin lama semakin tidak berharga. Dan akhirnya aku yang sesak, Harus mikir apa yang harus dihemat. Apa lagi? semua uang dihasilkan selama ini hanya soal kebutuhan, bukan keinginan. Saya hanya ingin cukup, engga ingin kaya raya. Soal keinginan sudah lama saya kubur saat menikah dengan Mas. “ Kata Marni. 

Ucok mulai pening dan berusaha duduk di teras rumah dengan wajah masam. Pening kepalanya kalau Marni sudah mengeluh soal harga harga naik. “ Anehnya Rokok tetap berasap dari mulut dan hidung Mas. Apa engga bisa berhenti merokok dan alihkan untuk kebutuhan yang lebih penting untuk kita dan anak anak yang masih Balita” Marni terus merepet.  

“ Aku kerja, hanya rokok ini yang kunikmati dari penghasilan kerja kerasku selama sebulan. Itupun kau mau ambil pula” Kata Ucok lemah. 

“ Udah dibilang kerja keras Mas tidak ada artinya ketika harga terus naik.  Itupun tidak dipahami oleh Mas.  Masih aja perhitungan dengan kerja kerasnya. Dasar tak tahu diri kalau sudah menikah dan punya keluarga.” teriak Marni.

”Ngerokok lagi,” tiba-tiba Marni sedikit membentak saat ucok mengambil  rokok” apa  enggak bisa uangnya sedikit disimpan untuk beli Roti Tart ulang tahun anak sulung kita.”

”Beli roti bagaimana?” Ucok memelas. ”Kau ini aneh  ya. Nyediain nasi aja susah, kok beli roti mewah kayak gitu. Itu makanan menteri, bupati, dan wali kota serta para koruptor. Tahu?! Kita makan nasi aja sama sambal…. Kamu itu mimpi….” 

Tiba-tiba sepi. Di langit ada mendung yang memberi sasmita akan hujan. Kilat sesekali menggebyar. ”Rumah kita masih bocor,” kata Ucok lagi sambil mendongak. ”Belum bisa beli plastik tebal penahan tiris. Kok kamu mikirin roti tart yang, bagi kita, harganya seperti triliunan rupiah. Anehnya kau itu!”

Marni diam. Dia sadar pernikahan beda budaya kadang bagus. Marni yang jawa memang suka ngomel tetapi suaranya tetap lembut. Retorika dan logikannya nyambung. Ucok bisa maklumi itu.  Mana ada orang Sumatera tersinggung dengan kata kata istri. Bayangan Marni,  di depan matanya sangat jelas: tart dengan bunga-bunga mawar, dengan tulisan Happy Birthday. Betapa bahagianya anak yang diberi hadiah itu. Marni sendiri belum pernah mendapat hadiah seperti itu, apalagi mencicipi. Tapi, alangkah lebih bahagia ia jika bisa memberikan sesuatu yang dinilainya luar biasa, betapa pun belum pernah menikmatinya.

”Kurang beberapa hari lagi, Mas ,” kata Marni memecah kesunyian.

”Apanya yang kurang beberapa hari lagi?” Ucok memelas. ”Kiamatnya apa gimana? Kita memang mau kiamat. Hakim, jaksa, polisi, pengacara, menteri, anggota DPR… nyolong semua. Dan kau malah mau beli tart. Duitnya sapa? Nyolong? Tak ada yang bisa kita colong. Ngerampok? Kau punya pistol atau bedil? Enggak! Kau cuma punya pisau dapur dan silet untuk mengerok bulu ketiakmu….”

Marni tak menyahut. Pikirannya masih melanglang ke toko roti. ”Kita bisa naik bus Mas, aman. Enggak ada copet.. Kita harus hati-hati bawa tart sangat istimewa itu, Mas. Ah, si bocah itu pasti seneng banget.… Kalau dia bisa seneng, alangkah bahagia diriku.”

Kedua tangannya dilekatkan pada dada dan membentuk sembah, menunduk. Tuhan, bisik Marni, perkenankan saya membeli tart untuk ulang tahun anakku. Ia lalu menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Saking kepinginnya beli tart, seakan ia hendak menangis. Matanya terasa basah.

Kemudian hujan pun rintik-rintik. ”Naaah, mau hujan,” kata lakinya. ”Pindah-pindahin bantal-bantal. Jangan biarkan di situ, tempat tiris deras….” Uncok memberi komando. Marni tenang saja.

”Biarkan tiris membasahi rumah,” kata Marni. ”Itu rezeki kita: air,” sahut marni

Ucok tak tahan. ”Kau ini semakin aneh,” Malam merambat larut. Ternyata hujan hanya sebentar. Sepertinya alam menaruh hiba kepada keluaga kecil ini.  Marni merebahkan kepalanya ke pundak suaminya yang sedang duduk di bale bale sambil udut dan minum kopi. “ Mas kan, sarjana Ekonomi. Mengapa harga terus naik dan gaji mas kalah cepat dengan kenaikan harga harga. Cerahkan saya. agar saya tidak punya prasangka buruk kepada suami saya yang sudah kerja keras demi keluarga. “ Kata Marni. Dia tatap wajah suaminya. Dulu wajah itu bersih dan penuh semangat. Tetapi setelah menikah. Dia semakin menua.

“ Kau tahu, “Kata ucok berusaha menjawab pertanyaan istrinya. “ Uang yang aku terima setiap bulannya itu adalah surat utang pemerintah kepada kita. Jadi kalau aku kerja keras menghasilkan produktifitas, pemerintah bayarnya pakai surat utang bernama Rupiah. Dengan nominal yang kita terima,  surat utang itu bisa ditukar dengan barang dan jasa senilai nominal itu. Tugas negara membayar dengan tersedianya sistem produksi barang dan jasa agar surat utang itu bisa dipertukarkan. “ Kata Ucok. Marni mengangguk.

“ Nah apa jadinya jika produksi barang dan jasa lebih sedikit daripada uang yang beredar? Terpaksa impor untuk dapatkannya. Tentu harga akan naik. Itu namanya efek inflasi. Bahasa vulgarnya, pemerintah default membayar utang sesuai nominal. Mereka tipu kita dengan janji. “

“ Mengapa tidak menghasilkan barang dan jasa yang melimpah ?  jadi harga harga bisa murah. “ Kata Marni. “ Ya itulah nama lain dari korupsi. “ Kata Ucok.

“ Contohnya Mas ? Kata Marni penasaran. 

“ Contoh, pemerintah lewat kebijakan stimulus mensuplai uang ke bank. Agar bank salurkan ke dunia usaha sehingga produksi barang dan jasa terjadi. Begitu sistemnya. Tapi tidak semua uang yang disuplai ke bank itu menghasilkan barang dan jasa yang efisien. Distribusi uang tidak menghasilkan dampak berganda secara luas disektor produksi. Karena lebih banyak masuk ke sektor non tradable, konsumsi dan lebih parah lagi, distribusi itu tidak adil. Hanya segelintir saja yang menikmati“ kata Ucok. 

“ Terus ..” Mata Marni sudah redup.

“ Contoh lagi, pemerintah mensuplai uang lewat APBN agar produksi barang dan jasa terjadi meluas. Tetapi 30% dana itu tidak masuk ke sektor produksi tetapi dikorup. Dari 70% belanja itu, proses sampai kepada tujuan hanya 50%. Karena belanja subsidi sangat mudah dikorup apalagi istilahnya sekarang perlinsos.  Padahal saat uang itu tercipta, sebenarnya adalah utang negara kepada rakyat. Nah, kalau pemerintah tidak bisa delivery barang dan jasa sesuai nominal, ya kita rakyat yang harus bayar lewat naiknya harga dan upah yang terdepreciasi akibat kurs melemah “

“ Terus kemana uang yang dikorup itu ?

“ Uang itu menumpuk di bank, di rekening segelintir orang yang menikmati fasiltas sumber daya. Menumpuk dalam bentuk rumah mewah, apartemetn mewah, dan segala yang mewah yang tidak produktif. Akibat dari skema uang itu, yang kaya semakin kaya karena menikmati bunga tinggi. Yang miskin semakin miskin karena harga naik akibat inflasi. Tapi karena dilakukan lewat kebijakan fiskal atau APBN dan moneter. Maka modus korupsinya jadi legal. Walau karena itu APBN defisit, utang semakin  membumbung  dan kurs melemah. “ Kata Suaminya. Namun Marni sudah terlelap dengan kepalanya bersandar di bahu suaminya.

Ucok membopong istrinya ke dalam kamar.  Dicium kening istrinya.  Banyak orang tidak tahu bahwa kemiskinan itu karena sistem yang culas oleh pemerintah yang brengsek. Namun bagi penguasa itu disebut politik. Hal yang dianggap biasa saja dalam politik kekuasaan dan demokrasi  Makanya buta politik itu sangat buruk sama seperti saat tikus gigit kepala Ayam yang sedang terkantuk,  dia tiup dengan lembut setiap usai menggigit kepala ayam. Sampai akhinya kepala ayam itu bolong dan otaknya diisap oleh Tikus. Ayampun mati dalam keadaan tertidur. Begitulah nasip rakyat yang buta politik dan mudah terbuai dengan janji populis.

***

Keesokan paginya, dengan lembut Ucok berkata kepada Marni. “ Izinkan aku hijrah ke negeri Jiran. Lamaran kerjaku diterima disana” Kata Ucok menyerahkan surat dari perusahaan PMA Singapore. “ Nanti setelah aku dapat Apartemen , aku akan jemput kamu dan anak anak. Boleh Ya Marni..” Sambung Ucok. Marni terkejut. Dia membayangkan suaminya selalu diam saat dia mengeluh dan ngomel karena penghasilan semakin  berkurang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Ternyata selama ini suaminya melamun sambil merokok di teras, bukan pasrah tetapi berpikir untuk menyelamatkan masa depan mereka. 

“ Ya pergilah Mas. Pergilah. Tanggung jawab utamamu kepada kami,  bukan kepada negara dan bangsa. Walau kita masih harus bersukur negara sudah beri pekerjaan untuk hidup kita selama ini. Karena masih banyak sarjana di negeri ini yang nganggur. Saya ikhlas kamu hijrah. Saya dan anak anak akan selalu menanti Mas jemput ” Kata Marni. Dia persiapkan semua pakaian terbaik milik suaminya dan tak lupa dia siapkan bekal nasi bungkus untuk suaminya sarapan pagi di bandara. Ucok menangis saat taksi membawanya ke bandara. Mungkin dia selamat dari sistem yang korup yang memiskinkannya tetapi masih banyak yang tak berdaya dan pasrah menerima kenyataan yang tak ramah di negeri ini.

Saturday, March 30, 2024

Siluet kekuasaan dan kemiskinan.

 






“ Mengapa kapitalisme disalahkan ? tanya Evina saat meeting di kantor Yuan. Dia CEO pada perusahaan di Singapore. Dia sangaja datang ke Jakarta untuk meeting. Aku didampingi team legal Yuan, Yuni, florence dan Awi. Dia punya dasar akademis untuk membela kapitalisme terutama karena dia memang sekolah business di universitas bergengsi. Aku ? hanya orang kampung yang tidak pernah mengecap bangku universitas. 


“ Tidak ada yang bisa disalahkan kalau kapitalisme berati peningkatan prokduktifitas dan efisiensi, berdampak kepada keadilan sosial bagi semua. " Kataku tersenyum 


" So.." Kejar Evina. Sepertinya dia melihat sikap retorik ku.  


" Yang jadi masalah adalah produktifitas  dan efisiensi meningkat hanya untuk kemakmuran segelintir orang. “ Kataku sekenanya. 


“ Segelintir orang gimana? katanya mencibir.” Setiap produksi barang dan jasa ,membutuhkan angkatan kerja dan tentu memberikan peluang orang mendapatkan income.” Sambungnya dengan rasional.


“ Benar “ Jawabku tegas. “ memberikan dampak bagi tersedianya angkatan kerja, ya kan.? Kataku tersenyum. 


" Ya benar dan multiplier effect “ 


" Itu kalau produksi dan jasa berkaitan dengan industri kreatif. Ya itu benar !  Tapi bisnis yang berkaitan dengan SDA dan ekstraksi itu tidak berdampak luas bagi semua. Justru pengangguran  terbuka maupun tersembunyi merupakan hal yang penting dipertahankan, karena hal ini menekan upah dan Yield bagi negara. Itu juga merupakan konsekuensi dari kekuatan pasar dan anarki produksi berbasis SDA”  sambungku


“ Loh tanpa eksploitasi SDA bagaimana negara mendapatkan akses kepada sumber daya keuangan, seperti pajak, retribusi, bagia hasil dan lain lain, untuk ongkosi ekspansi sosial? Kamu terlalu naif dan terjebak dengan pemikiran kiri” Katanya


“Mungkin saya naif. Tapi apakah saya boleh bertanya kepada kamu yang percaya kepada kapitalisme. “ Kataku


“ Silahkan ?


“ Kapitalisme mengxploitasi SDA secara massive, menebang hutan, mencemari sungai dan udara, dan kemudian menyerahkan tanggung jawab kepada negara untuk membayar tagihannya. Apakah ada hitungan jujur soal social cost yang hilang akibat hutan ditebang, udara tercemar, sungai tercemar. Apakah sepadan dengan yang diterima Negara? 


" Ya itu pasti ada hitungannya. Lebih besar manfaatnya untuk negara. " 


" Nah mari lihat data.  Faktanya hanya 1% populasi yang menguasai sumber daya negara. 9% merasa nyaman namun dilanda kawatir jatuh miskin. 90% rakyat dengan income sebulan kalah dengan tariff semalam kencan dengan escort kaum the have. Social Gap dan Capital gap semakin lebar. Semakin besar dana Perlinsos digelentorkan setiap tahunnya. Sampai mati rakyat tetap akan jadi sampah.“ Kataku.


“ B, kenapa sih kamu sinis amat dengan kapitalisme. Bukankah kamu juga pengusaha dan bagian yang menikmati kemakmuran dari sistem kapitalisme. Yakin deh. Tahun 2045 kita akan jadi negara besar dan makmur” Kata Evina merengut. Kalah duel dia dengan ku.Sekarang gunakan pertanyaan retorik menyudutkan ku.  Aku diam aja.  Untuk apa bicara banyak. Toh ini hanya omongan selingan pengantar core business meeting.


***


Kini aku sedang dalam perjalanan ketemu teman untuk buka bersama di kawasan kota tua, Jakarta. Kuingat kelakuan masa remajaku di Kampung. Teman teman nongkrong malam minggu. Mereka bingung cari minuman. Mau sokongan engga cukup uang. Biasanya ada teman pedagang ikan, yang bandari. Tetapi ini dia tidak datang. Aku pergi. Kemudian tak berapa lama aku kembali lagi bawa satu botol anggur. Teman teman senang sekali. Minuman itu di tempatkan dalam ember. Kemudian dicampur dengan Minuman fanta. Mereka pada minum. Aku engga  ikutan minum. Aku senang melihat teman teman bahagia dalam kemiskinan kami.


Keesokan paginya waktu kerja bakti di kampung. Temanku Asiong teriak teriak ke kami. “ Pada setan semua lu orang. Kuburan engkong gua di bongkar. Ampe anggur untuk dia lue orang ambil. “ Kata Asiong menangis. Teman temanku saling pandang. “ Anggur ? Anggur apa? Kata mereka saling tanya. Keesokan malam aku beli anggur di pasar. Aku masukin lagi anggur ke dalam peti. “ Kong maafin saya. Maafin. “ Kataku. Kisah ini aku ceritakan ke teman teman. Mereka tetap tidak percaya. Karena tidak rasional. 


Apakah aku tidak ada rasa takut ? Ah tentulah. Angin yang membentur bulu tengkuk terasa lebih dingin dari biasanya. Gugup campur cemas, bergetar jemariku saat menggali kuburan dari samping untuk mengambil botol anggur yang ada dalam peti. Antara bergumam-berbisik, kuminta maaf pada engkong yang  belum seminggu tertidur dalam peti. Malamnya mataku sulit terpejam. Rusuh hati bukan karena takut kepada arwah mayit, tetapi aku telah mengecewakan Asiong sahabatku. Aku tidak tahu sebegitu besarnya cinta Asiong kepada engkongnya, bahkan  sudah jadi mayit pun tidak membuat cinta itu rasional. Dia tahu engga mungkin Engkong nya bisa minum anggur lagi, tetap  dia tidak peduli itu, dan marah kalau anggur itu diminum orang lain.


Bagi orang kebanyakan tindakan itu tidak rasional tetapi sebenarnya karena mereka tidak punya nyali mengambil botol anggur di dalam peti mati di malam hari. Mereka tahunya kuburan itu tempat angker, rumah segala jenis hantu, nanti kualat, kesambet makhluk halus, dikutuk arwah yang murka. Ada pula yang mencetus, kelak aku akan diganjar di neraka; botol-botol itu akan ditancapkan ke anusku.  Pikirku, Aku memang salah karena tidak menghormati kepercayaan Asiong kepada makam Engkong nya. Ada nilai yang harus dijaga dan tidak selalu diukur dengan materi. Kalau aku tidak paham itu, aku bukan manusia. Yang sok alim mengguruiku: jangan menumpuk dosa. Ah, soal itu, biar Tuhan yang menimbang. Aku pasrah, toh aku sudah kembalikan dan selesai.  


***

Saat aku sampai di restoran, teman temanku sudah kumpul semua. Mungkin hanya aku yang muslim dan puasa. Teman teman hanya datang karena aku undang. Mereka semua sahabat semasa muda saat masih jadi salesman. Masa muda kami diisi dengan kerja keras, kini kami menua dalam keadaan santai. Setelah menanti setengah jam, hidangan datang dan waktu buka puasa masuk. Kami makan dengan santai.


“Dengar kabar PT. Refined Bangka Tin kena kasus Timah.  Itukan punya TW. “ Kata akhiat.


“ Bego, lue. Bukan. Itu punya Harvey Moeis .” kata Abeng.


Aku tersenyum. “ Refined Bangka Tin itu benar tadinya punya TW tetapi tahun 2016 dijual. Data yang gua dapat dari bursa London, FastMarkets, pembelinya adalah Roberto Bono. Tetapi secara legal nama Roberto tidak ada dalam akte perusahaan. Yang ada nama Harvey Moeis.” Kataku.


“ Kenapa dijual? Tanya David. “ Kan itu perusahaan untung besar. Bahkan katanya produsen Timah terbesar di Indonesia. Aneh aja, apalagi sekelas TW mau lepas asset yang sumber cuan gede begitu.”  Sambung David. Aku senyum aja. Ngapain kepoin bisnis orang lain.  “ Ya mungkin masalah Politik. Mungkin TW engga kuat  menghadapi tekanan dari luar. Ya terpaksa dia lepas atau di-cak ulang biar aman. BIsa jadi pemilik legalnya Moeis. “ Kata Afin. 


“ Aneh aja.”Kata Akhiat. “ Kita kan tahu, Roberto teman baik sama TW. Koneksi Roberto kan luas banget dengan aparat. Lue ingat engga dulu kasus sengketa perdata rebutan saham TPI. Mbak Tutut aja dibuat keok sama dia.Dia juga temanan dengan Ketua BIN “ Sambung Akhiat.


“ Emang gimana sih sebenarnya modus operasi penambangan Timah di Bangka Belitung itu sehingga katanya merugikan negara mencapai Rp 271 triliun “ Tanya David.  Semua saling tatap. Maklum sebagian besar temanku itu pengusaha pabrikan. Ada yang punya pabrik obat nyamuk, pabrik makanan kering, pabrik bakso dan ada juga yang punya pabrik kimia. Tetapi gimanapun mereka berbisnis dengan basic pengalaman mereka sebagai salesman. Mereka kurang gaul di luar bisnis mereka.


“ Gini” Kata ku” Ada tiga jenis skema bisnis disana. Pertama, penambang yang kerjasama dengan PT. Timah sebagai kontraktor penambangan di wilayah IUP PT, Timah. Nah ini tidak semua hasil tambang itu dikirim ke PT. Timah. Ada juga yang dikirim ke Smelter Swasta.  “ Kataku


“ Kedua ? tanya David.


“ Penambang yang punya Izin Pertambangan Rakyat  atau IPR. Mereka dapat SPK untuk mengirim biji TImah ke Smelter PT. Timah. Tetapi faktanya sebagian besar mereka engga kerja di kawasan IPR. Ada banyak yang kerja di luar kawasan IPR, bahkan menjarah wilayah IUP PT. Timah. Nah mereka gunakan SPK itu untuk mengirim biji Timah ke Smelter. Tapi tidak semua ke PT. Timah ada juga ke Smelter Swasta.” Kataku.


“ Ketiga.? Tanya David.


“ Penambang yang punya iUP dan juga punya Smelter. Mereka membentuk konsorsium yang kerjasama dengan PT Timah. Konsorsium ini sebagai outsourcing untuk exploitasi dan Smelting Timah. Ongkos smelting kalau engga salah pernah sampai USD 4 /kg. Padahal kalau PT. Timah smelting sendiri, ongkosnya hanya USD 0,7/kg. Masalahnya tidak semua biji timah yang masuk berasal dari tambang legal, tetapi juga ada dari modus yang seperti skema pertama dan kedua. Mereka punya quota untuk ekspor Timah sendiri  tanpa melalui PT. Timah.” Kataku.


“ Kita  bisa bayangkan. PT. Timah itu memiliki konsesi dengan IUP 472.000 hektar. Sementara gabungan semua Swasta hanya punya konsesi luas IUP-nya tidak mencapai 18.000 hektar. Tetapi jumlah ekspor jauh lebih banyak Swasta. Ambil contoh selama 2022 total ekspor timah Nasional mencapai 74.408 metrik ton. Dari jumlah itu, PT Timah Tbk hanya mengekspor 19.825 metrik ton, sementara gabungan smelter swasta mencapai 54.255 metrik ton. “ Lanjut ku


“ Jadi, yang aneh itu. PT. Timah kan pemilik konsesi terbesar di Indonesia tetapi nilai ekspor jauh lebih rendah dari Swasta sekelas PT. Refined Bangka Tin. Dah tuh rugi lagi. “ Kata David. “ tidak perlu sekolah tinggi untuk tahu bahwa telah terjadi perampokan SDA Timah secara TSM. Terstruktur,  Massive, sistematis. Aneh aja kalau tidak ada aparat dan pejabat pusat terlibat. “ Sambung David. Mereka menyimak sambil geleng geleng kepala.


“ Lue kanapa engga ikutan Ale ? tanya Akhiat.


“ Gua engga punya kemewahan untuk kerja seperti itu. Apalagi itu bukan hal yang sulit selagi punya koneksi ke aparat dan pejabat. Itu bukan kerja tetapi ngerjain.  Kalau kita belum bisa berbuat banyak untuk negara, setidaknya janganlah menjarah sumber daya negara. Engga baek” kata saya. Mereka manggut. “ Tetapi walau sesulit gimanapun dan bahkan kurang fasilitas negara, kita jabanin. Apalagi peluang itu tidak diminati banyak orang. Karena resiko besar.  Itu akan memacu talenta kreatifitas dan effort kita akan pasti berbalas manis dan indah saatnya nanti“ Sambung Akhiat.


Aku teringat kata Florence tadi saat meeting. " Tindakan lue kadang engga  ransional. “ Kata Florence." Gua engga mau katakan lue bego.  Karena dari tindakan yang tidak rasional itu lue bisa mengakhirinya dengan baik. Itu bukan karena lue lucky, tetapi ya memang nekat. Ukuran lu bukan orang lain tetapi diri lue sendiri. Lue memang tidak punya kemewahan mengambil peluang bisnis yang diminati dan diburu orang banyak. Semakin besar resiko dan semakin sedikit orang menjamah peluang itu, maka itulah peluang bagi lue. Hanya itu yang pantas untuk lue, begitu sikap tahu diri lue. “ 


***

Usai makan malam. Aku diantar David ke Citraland Mall. Istriku janji akan jemput ku di sana. Di jalan aku mampir ke ATM yang tidak jauh dari restoran itu. Saat keluar dari ATM. Aku melihat wanita berusaha mempertahankan dagangan asongannya yang akan dirampas seorang Pria kekar.. aku berusaha mendekat. Wanita itu menggedong balitanya. Dia berkali kali terjatuh bersama balitanya. “ Maaf, ada apa ini” Kataku mendekat dan mendirikan wanita itu seraya mengambil balitanya ke dalam pelukanku. Balita yang menangis itu melihat kepada ibunya. Aku tatap tajam pria itu. Entah mengapa dia pergi berlalu. 


“ Ada apa bu ?” kataku menyerahkan kembali balitanya yang ada dalam pelukanku.


 “ Saya tidak bisa bayar uang lapak. Karena seminggu  saya engga dagang. Anak saya sakit. Gimana saya mau bayar? uang sewa kamar di bawah kolong jembatan layang aja udah nunggak. Hari ini engga bayar, saya pasti diusir. Tinggal di jalanan  saya.” Katanya berlinang air mata. Seraya menghapus airmatanya. Saya tahu inilah kehidupan di jalanan. Tidak ada bedanya dengan sistem oligarchi. Ada preman atau private yang menggunakan tangan kekuasaan formal untuk menjarah. Dan membagi hasil jarahan itu kepada elite partai dan penguasa. Selagi para preman itu loyal, mereka akan aman aman saja.Tetapi kalau tidak loyal, mereka akan dikorbankan oleh elite atau penguasa. Selalu pada akhirnya mereka jadi pecundang.


Aku beri wanita itu uang sebesar Rp. 5 juta. Itu uang yang baru saja aku ambil dari ATM. Dia terkejut. Tangannya gemetar saat menerima uang dariku. Aku belai kepala balita dalam gendongannnya. “ Siapa namanya bu?


“ Rahmat, pak “ 


“ Adik ganteng. Yang sehat ya sayang. Cepat besar agar kelak kamu jadi tongkat ibumu “ Kataku membelai kepala anak itu.


 “ Terimakasih pak..” Ibu itu menangis, Dia masih terlalu muda untuk menghadapi realita hidup yang kejam. Pria yang tak bertanggung jawab kepada wanita yang dia hamili dan pemerintah yang zolim kepada rakyat miskin yang memilihnya.  Akupun berlalu dari wanita itu dan berdoa semoga dia baik baik saja.


Di dalam kendaraan. “ Cepat sekali response lue Ale. Kalau gua engga akan berani begitu. Apalagi menghadapi preman tadi “ kata David “ Dan lue tanang sekali menghapinya. Sampai dia keder sediri.” 


“ Vid “ seruku “ Menurut KPK, kalau saja di dunia pertambangan ini, kita bisa menghapus celah korupsi, maka setiap kepala orang Indonesia itu setiap bulan akan mendapatkan uang Rp 20 juta rupiah tanpa kerja. “ Kataku. “ Nasip derita nestapa tidak akan terjadi seperti pada ibu dan anak itu.” Sambungku.


“ Ya Ale. “ Kata David mengangguk. “ Kadang kita masabodoh dengan politik. Toh siapapun presiden itu tidak ada pengaruh langsung dengan bisnis kita. Itu karena kita sudah established.  Orang seperti kita ini hanya 5% dari populasi negeri ini. Tetapi bagaimana dengan mereka yang 95% populasi negeri ini, yang masih berjuang? Karena pilihan politik yang salah, menempatkan para bandit diatas singgasana kekuasaan. Yang terjadi adalah penjarahan SDA dan  menghilangkan harapan mereka yang masih berjuang dalam kemiskinan..” Sambung David. Aku terhenyak.

Sunday, March 24, 2024

Ayah Baptis

 



Marta lu udah tahu ? pesan temanya di Partai lewat WA. Dia segera telp temannya “ Tahu apa? 


“ Sepertinya kamu lolos ke Senayan.” kata temannya. 


“ Oh gitu. Sukurlah.” Jawabnya singkat. “ Nanti saya telp lagi. Saya sedang meeting “ sambungnya, Sebenarnya dia tidak tahu mau bersikap apa terhada berita itu. Kalaupun happy itu terlalu naif. Karena dia tidak ada effort apapun sampai bisa terpilih sebagai orang orang terhormat. Karena sejak penentuan partai, pendaftaran caleg, sampai kepada kampanye diatur oleh orang orangnya Pak Widjaya. Dia hanya tanda tangan saja dan patuh saja sesuai arahan Pak Widjaya.


Dia teringat lebih 10 tahun lalu saat kali pertama bertemu dengan Pak Widjaya. Dia hanya membantu Widjaya untuk mendapatkan akses wanita seleb kalangan Atas yang bisa di-utilize memanjakan pejabat. Menemani pejabat penting dalam perjalanan ke luar negeri. Kebetulan dia bergaul dengan kalangan seleb dan modeling. Tidak sulit dia dapatkan wanita yang qualified sesuai standar pak Widjaya. 


Belakangan Pak Widjaya menawarkan Marta menduduki jabatan direktu korporat dan pemegang saham proxy dengan status beneficial owner. Kompetensi nya hanya karena dia punya akses ke kalangan seleb dan pejabat. Itu aja. 


“ Marta, Seru Pak Widjaya “ Saya akan kembangkan potensi kamu. Tetapi saya tidak akan menjadikan perusahaan kamu sebagai kendaraan untuk bisnis fasilitas impor dan ekspor. Perusahaan kamu akan jadi fasilitator financing untuk clients kamu yang punya akses dapatkan quota impor dan ekspor. Kalau mereka perlu seed capital ya saya akan atur mereka deal dengan pengusaha rente. Nanti kalau mereka dapat quota, kamu bantu mereka pembiayaannya. Tugas kamu giring mereka teken kontrak ke Singapore. Setelah itu urusan saya.” Kata Wijaya briefing dia.


Marta kenal semua  mereka yang berpotensi sebagai clients yang punya fasilitas impor quota pangan dan ekspor mineral tambang. Mereka adalah perusahaan boneka yang terhubung dengan elite partai dan Ring1 presiden dan tentu punya pengaruh besar di kalangan ormas besar. Di balik clients itu ada pengusaha besar yang juga jaringan pak Wijaya yang siap ongkosi hidup mereka dan memberi mereka profit secara legal.


Walau status Marta sebagai direktur, sebenarnya tugasnya sama. Yaitu melaksanakan agenda pak Widjaya dalam bisnis impor pangan dan ekspor mineral tambang. Perusahaannya hanya bertindak sebagai shadow banker untuk fasilitas trade financing. Itupun perusahaannya hanya agent dari luar negeri.  Belakangan clients nya minta tolong dia menitipkan uang hasil komisi haram itu. Kawatir kena tracking PPATK. Marta gunakan fasilitas shadow banker memindahkan dana itu ke luar negari dengan aman. Diapun dapat fee dari bisnis  penitipan uang itu. 


Namun Marta dilarang Pak Wijaya mempunyai akun sosial media dan tampil hedonisme. "  Sangat tolol kalau kita tampil vulgar hedonisme. Karena itu sama saja kita memancing kecemburuan sosial ditengah masyarakat  yang mayoritas hidup dalam kemiskinan. Gimanapun yang harus kamu sadari bahwa kita hanyalah kumpulan Anjing yang menikmati kekayaan dari kebodohan orang banyak." Demikian alasan Pak Wijaya.


***

Jam meja di kamar tidur mengeluarkan suara Alarm membangunkan Marta dari lelapnya. Dia menyibak selimut. Mematikan alarm itu. Tubuhnya yang dibalut lingering memperlihatkan dadanya yang mancung. Dia berdiri depan pintu kamar apartemetnnya di kawasan super mewah di Jantung Jakarta.  Dia juga punya rumah mewah di kawasan elite. Matanya menatap keluar. “ Selamat pagi Jakarta. Selamat pagi kemunafikan” Katanya tersenyum. 


“ Apa susahnya mengakui hidup dalam munafik. Apalagi pengakuan itu kepada diri sendiri tanpa ada orang lain mendengar. “ Kata Wijaya tadi malam.  Walau semua pria yang dekat dengan Marta pasti berujung ke tempat tidur. Tetapi tidak bagi pak Wijaya. Sangat disiplin mengelola skema bisnis. Pak Wijaya tidak pernah terlibat skandal dengan proxy dan siapapun wanita yang terhubung dengan bisnisnya. Katanya itu pesan dari Ayah Babtis nya yang harus dia jaga.


“ Janga lupa besok jam 4 sore kamu akan bertemu dengan Ayah Babtis. Saya jemput kamu jam 3 sore. Kita sama sama ke tempat Ayah Babtis saya. “ Pesan Pak Wijaya kemarin malam. Pak Wijaya selalu menyebut bahwa dia hanya anak asuh dari Ayah Baptis. Pak Wijaya saja sudah sangat kaya. Gimana ayah baptisnya? Pasti sangat kaya. Pikir Marta. Lebih 10 tahun bekerja dengan Pak Wijaya, dia tidak pernah bertemu dengan ayah babtis itu. Dan sore ini dia akan  bertemu dengan Ayah Baptis. Siapakah dia.


***

Sebelum ketemu Ayah Babtis, Marta sempatkan bertemu dengan clients nya di cafe tidak jauh dari Apartemetnnya.  Clients nya adalah  Hanif tokoh Ormas. Saat dia sampai di cafe,  Pak Hanif sedang santai bersama  relasinya. Ini kali pertama dia bertemu relasi Pak Hanif itu. Mereka terus aja berbicara tanpa ada keinginan dari Pak Hanif perkenalkan relasinya itu kedia. Marta hanya menyimak dari table sebelahnya.


“ Kini yang ada di DPR adalah mantan aktifis yang sukses menjatuhkan rezim orba. Idealisme penuh semangat meniti karir sebagai politisi di bawah angin reformasi. Tapi dari mereka lah pengusaha mendapatkan akses menjarah SDA dan memanjakan teman teman mereka yang duduk di kabinet. Tanpa disadari mereka berkumpul dalam teater kekuasaan untuk saling berbagi nikmat diatas kemunafikan. Oligarkhi itu nyata, bukan fiksi “Kata Hanif


“ Kamu tahu “ kata Hanif  kepada relasinya yang selalu tersenyum. “ tanda-tanda kiamat adalah diangkatnya orang bodoh sebagai pemimpin. Dikatakan, pemimpin akhir zaman ini akan berbicara tanpa dilandasi ilmu sehingga hanya akan menyesatkan. “ Marta Menyimak. Hanif bicara berdasarkan hadith sohih, ini katanya “ Allah SWT tidaklah mengangkat ilmu dengan mencabutnya dari diri manusia, tetapi ilmu diangkat dengan cara mewafatkan para ulama sehingga tidak ada seorang ulama pun, lalu manusia mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh. Jika mereka ditanya tentang suatu urusan, mereka menjawab tanpa ilmu, akhirnya mereka sesat dan menyesatkan.” 


“ Pak Hanif.” Kata relasi Pak Hanif ”, esensinya di era modern sekarang ini tidak ada ilmu yang harus jadi pijakan sebagai kebenaran absolut. Semua hal tentang fenomena realita hanyalah persepsi. Yang karenanya perlu dialektika mengasah logika. Dari sini manusia akan terbelah. Cerdas dan Dungu. Bagi yang cerdas, tidak melihat dunia dalam dimensi hitam dan putih.  Dia mandiri bersikap tanpa jadi follower. Dia berjalan diantara hitam dan putih dengan kekuatan spiritual. Sementara bagi yang dungu, masih saja melihat dunia dari sudut kacamata hitam putih.  Dunianya dunia follower. Berharap lahir pemimpin berilmu yang bisa membawa mereka kepada dunia putih dan menjauh dari hitam. Itu utopia dan pasti paradox. “


“ Lantas mengapa kegiatan ekonomi itu terbelah. Ada yang formal dan ada yang informal. Ada yang kaya dan ada yang miskin. Ada yang melimpah sumber daya dan ada yang kekeringan. Mengapa ? tanya Hanif. Marta tahu ini pertanyaan retorik yang sebenarnya Marta sudah punya perspektif sendiri terhadap jawaban itu. Apa ? Ya faktor ketidak adilan. 


“ Sebenarnya kalau anda mengerti ilmu filsafat ekonomi. Anda akan paham apa yang disebut dengan teori rasional. Bahwa individu atau kelompok selalu membuat keputusan yang bijak dan logis atas pilihan yang ada. Jadi bukan ketidak adilan sumber masalah tetapi soal pilihan. “ Kata relasi Hanif 


Pak Hanif mengerutkan kening.


“ Kemampuan membuat keputusan memilih itu tergantung kepada mindset atau prilaku. Sementara prilaku individu dipengaruhi banyak faktor, seperti nilai sosial dan budaya yang sering kali tidak dapat dijelaskan secara rasional. Contoh orang yang lahir dari keluarga pegawai, yang hidup secara linear. Sekolah, masuk universitas, terus jadi pegawai. Engga mungkin dia mengambil pilihan sebagai wirausaha mengelola sumber daya yang terbatas dan beresiko, Dia cenderung memilih cara aman. Walau sebenarnya cara aman itu justru tidak aman dalam jangka panjang.


Atau orang yang lahir dari lingkungan pedagang informal dan dari keluarga tidak terpelajar. Dia tidak akan mampu berpikir mendirikan pabrik dengan memanfaatkan fasilitas bank atau lembaga ventura. Dia lebih focus mencari lapak dan barang yang bisa laku dijual. Kalau karena itu tidak membuat dia kaya, itu bukan pilihan dia. Dia engga ambil pusing. Pilihannya hanya ganjel perut dan melanjutkan hidup dengan apa adanya. Masyarakat  berkelas, itu sunnatullah.  Kaya dan miskin, cerdas dan dungu akan selalu bersanding di dunia ini sepanjang masa.” Kata relasi pak Hanif.  Marta terpesona dengan kata kata itu. 


Setelah itu, relasi Pak Hanif itu permisi undur diri. Marta perhatikan sekilas, relasi pak Hanif itu. Pria belum terlalu mature tetapi sangat sederhana bersikap. Penampilannya juga sederhana. Pria itu berlalu dan Marta masih terkesan. 


***

Jam 3 sore. Pak Wijaya sudah ada di lobi apartemen menanti Marta untuk pergi ketemu dengan Ayah Babtis nya. “ Marta, kamu kan sebentar lagi akan jadi anggota Dewan. Boss saya ingin bertemu dengan kamu. Untuk kamu tahu, menjadikan kamu janggota dewan itu sudah rencana dia dan sudah keputusan dia. Saya menyediakan sumber daya untuk kamu terpilih juga atas perintah dia. Jadi, dengar baik baik arahan dia.” kata Pak Wijaya saat di dalam kendaraan. Marta mengangguk. Dia membayangkan bertemu dengan pria yang pasti bukan pria biasa. Apalagi bisa membuat pak Wijaya segan dan takut, itu sesuatu banget. 


Kurang dari 30 menit. Mereka sudah sampai di sebuah gedung apartement yang menyatu dengan Mall bergengsi di Jakarta.  Saat masuk lift, Marta melirik pak Wijaya. “ Dia tinggal di apartemen ini? tanya Marta. “ Ini safehouse “  Jawab Pak Wijaya dengan tersenyum. 


Sampai di lantai apartement yang dituju. Pak Wijaya menuntun Marta masuk ke ruang Cigar. Ini Apartemen tetapi interior ruangan di design seperti lounge executive hotel bintang V. Marta terkesiap saat meliat pria masuk ruangan Cigar dengan senyuman. Tidak ada kesan dia ayahn baptis. Senyum ramahnya mengambang “ Apa kabar Marta “ kata Pria itu menyapanya. Marta hendak menyalami pria itu dengan membungkuk. Tetapi pria itu memeluknya dengan kasih seorang ayah. 


“ Marta, disaat kamu mengenakan pin DPR , yang ada hanya kamu dan Tuhan. Jadi patuhi nurani kamu.  Namun disaat kamu keluar dari gedung DPR, yang ada hanya kamu dan setan. Cerdaslah hidup.” Pesan pria yang disebut Pak Wijaya sebagai Ayah Babtis itu. Dia kemudian uraikan dengan taktis pesan itu. Dia tidak mendikte tetapi mengajak Marta menjadi pribadi yang tranformative. Marta terhenyak. Baru dua jam lalu dia  bertemu dengan pria ini bersama dengan Pak Hanif…Ternyata tidak seperti cerita sosok ayah baptis pada umumnya. Dia sangat sederhana dan bersahabat, penuh kasih.

Bertemu lagi.

  Siska menemukan nomor telp dan email saya dari sosial media. Lewat telp dia memberi tahu bahwa papanya Danil, mau bertemu saya. Sejak tahu...