Saturday, May 14, 2022

Jadi sahabatmu saja, cukup..

 



 


Tahun 2004 di Kereta dari Zhenzhen ke Hong Kong saya melihat ada wanita duduk di samping saya sedang membaca novel berbahasa inggris. Saya seperti melihat air di tengah padang pasir. Maklum saya sedang bingung mendapatkan teman bicara. Semua orang di China tidak banyak yang bisa berkomunikasi bahasa inggris. Saya tidak paham bahasa Mandarin. Sementara, teman yang sudah hijrah di China sejak tahun 1998, tidak ada waktu menuntun saya berbisnis di China.  Maklum dia sangat sibuk. Saya lirik ke samping. Mencoba ramah dan tersenyum. 


“ Sepertinya anda sangat menikmati novel itu.” Kata saya dalam bahasa inggris. Dia melepas kacamata bacanya dan menoleh ke saya. “ Ya memang menarik sekali novel ini.” katanya memperlihatkan judul novel itu. “ Frankenstein”. Saya tahu novel itu.  Pernah bacanya. 


“ Penulisnya hebat dan berbakat. “ Kata saya.


“ Oh ya. Yang anda maksud  Mary Shelley ?“


“ Ya. Novel itu ditulisnya pada usia 18 tahun. Karena masih muda, penerbitnya tidak menyantumkan namanya. Tapi 12 tahun kemudian, pada terbitan kedua, namanya disebut. Diapun jadi terkenal. Itu sebenarnya novel mencari Tuhan dan memperolok sains. Artinya bijaklah hidup ini. Sains memang hebat, tetapi ia akan bernilai ketika orang tahu batas dirinya. “ Kata saya. Dia mengangguk.  


Setelah itu dia mulai relax. Ramah. “ Kenalkan. Nama saya, Wenny.” Katanya menjulurkan tanganya. Saya terima “ Nama saya, Jelly.” 


Hanya 20 menit perkenalan itu. Sebetulnya saya ingin lebih lama dan minta tolong. Tetapi terlalu naif untuk menawarkan sesuatu kepada orang yang baru kenal, apalagi di negeri orang. Kami berpisah di Hong Kong. Malamnya saya pergi ke Wachai untuk minum di Bar khusus untuk orang asing. Itu cara saya mendapatkan jaringan pertemanan dengan cara mudah. Ketika saya sedang berbicara santai dengan pengunjung Bar lain, orang Swiss, saya melihat ada wanita di table Bar. Itu Wenny. Apakah ini yang disebut Jodoh pertemanan. Ketika kami saling bersetatap, dia tersenyum dan menghampir saya. “ Ketemu lagi” Katanya.


Sejak pertemuan malam itu, kami jadi akrab. Saya baru tahu dia bekerja pada perusahaan investasi milik Jepang. Kantornya di Shanghai. Dia ke Hong Kong mewakili clientnya  untuk presentasi bisnis di hadapan Banker dan investor.


***

Di Indonesia saya berpengalaman dalam busisnes, Punya network ekspor beberapa komoditi. Wenny sarankan saya untuk bisnis maklon di China. Soal modal dia akan bantu kenalkan dengan beberapa pabrikan yang akan jadi supplier. Jadi tidak perlu keluar uang di depan. Bayar setelah tagihan ekspor cair. Nanti kalau sudah jalan lancar, dia akan kenalkan saya dengan export credit agency di China.


Perusahaan saya dirikan di Hong kong namun kantor di Shenzhen. Ruang kantor merangkap tempat tidur. Ukuran 21 meter. Wenny kenalkan saya satu orang sebagai karyawan saya. Tahap pertama saya maklon Garmen ( Denim) ke Eropa. Selama 1 tahun, itu adalah  awal awal yang berat dan kerja keras siang malam. Supply chain sangat luar biasa. Tidak pernah bilang tidak bisa. Berapapun saya pesan , mereka layani.  Sebulan rata rata saya ekspor 40 kontainer.


Waktu datang ke Hongkong istri bekali saya uang USD 60,000. Setahun kemudian di rekening perusahaan saya ada USD 5 juta. Relasi dan network semua dari Wenny dan dia tidak pernah minta fee. Pernah saya beri uang, dia tolak dengan halus. Padahal pada waktu awal memulai dia pernah pinjamin saya uang Yuan 100.000 atau Rp, 100 juta. Itu uang tabunganya. Setelah saya dapat tagihan ekspor, uang itu saya kembalikan dengan bunga. 


Dia tersinggung. “ Apakah kurang cukup saya bersikap untuk pastikan saya sahabat kamu.  Berita tahu saya, apalagi yang kurang untuk yakinkan kamu bahwa saya sahabat kamu” Katanya. Saya seperti terjatuh dari atas bukit.  Emosi moral saya sepeti di tempatkan di bawah telapak kaki. Saya merasa rendah di hadapan Wenny. 


***

Tahun 2005. Saya business trip ke Shanghai. Pada kesempatan itu saya undang Wenny makan malam.  Wenny bercerita kepada saya “ Dari kecil saya sangat disayang oleh ibu dan ayah. Maklum saya anak tunggal. Tahun 1983 masuk SMA ternama di Shanghai. 1986, diterima di Universitas terbaik dengan mudah. Tahun 1990, lulus dengan IP terbaik. Setahun tamat kuliah, tahun 1992 saya diterima bekerja di Investment Management, perusahaan Jepang. Tahun 1998 saya menikah dengan investment Analis. Tahun 1999 saya punya bayi. Saat itu saya merasa hidup saya berlajan dengan baik dan sempurna.  Betapa tidak.? 


Tidak semua orang bisa masuk universitas. Tidak semua orang bisa bekerja di investment banking. Tidak semua orang bisa menikah dengan pria yang mapan. Dari 1,4 miliar penduduk Cina, hanya segelintir saja mendapatkan kemewahan seperti saya. Saat itu wajar kalau saya merasa selalu muda dan tidak akan pernah mati. Namun prahara datang. Tahun 2003, ayah sakit kanker. Saya harus menanggung biaya berobatnya. 


Lambat laun suami saya merasa dinomor duakan. Karena waktu saya diluar kerja habis merawat ayah. Saya bisa maklum. Kalau dia mulai dingin terhadap saya. Sejak itu saya tak ingin lagi minta uang berobat kepada suami. Biarlah saya tanggung sendiri. Semakin keras upaya saya agar ayah sembuh, semakin besar biaya keluar. Akhirnya saya terjerat rentenir. Tahun 2004 ayah saya meninggal. 


Kamu  bisa bayangkan. Sejak tahun 2003 sampai tahun 2005 atau dua tahun prahara melanda saya. Serasa puluhan tahun kenikmatan, kebanggaan, kebahagian hilang begitu saja. Seperti mimpi. Dan saya terjaga mennghadapi realitas yang tidak lagi ramah. Saya terpaksa berhenti kerja. Teman menasehati saya untuk mendekati Tuhan.  Saya datangi Gereja, Klenteng, Masjid. Saya berdoa atau tepatnya bicara kepada Tuhan.  


Tetapi bisikan yang datang ke batin saya serasa ejekan.” Puluhan tahun kenikmatan kamu rasakan, mengapa dua tahun saja kamu merasa putus asa. Saat kamu  merasa selalu bahagia, kadang kamu lupa Tuhan. Masalah datang menamparmu. Agar kamu sadar dan kembali kepada Tuhan.”  Begitu suara yang merasuk ke batin saya.  


Saat itu walau kamu sahabat saya, saya tidak mau bercerita masalah saya.  Saya ingat ketika kamu sedang kehabisan uang menyelesaikan kontrak ekspor. Akhirnya kontrak itu batal juga. Tetapi kamu tetap  tenang saja. Padahal kamu orang asing di China, tidak ada keluarga dan saudara.   Dan terbukti kamu bisa hadapi masalah itu, dan tidak membuat kamu menyerah dan pulang ke rumah.  " Kata Wenny. "  


"Ya, itu karena kamu membantu saya melewati masa masa sulit. Tanpa dukungan kamu, entahlah apa jadinya saya. Mungkin saya sudah pulang dalam kegagalan." Kata saya. Saat itu ada niat saya bantu Wenny. Namun bagaimanapun dia punya suami. Tentu tidak elok kalau saya menawarkan diri membantu dia. Kecuali dia minta tolong. Pasti saya akan bantu.


***


Tahun 2006 saya sedang membangun bisnis private equity. Saya sudah rekrut profesional. Jadi saya memang sibuk. Jarang sekali bertemu dan telp Wenny. Pada satu malam, ketika saya sedang business trip di Bangkok. Saya dapat telp dari Wenny. “ Saya akan jual ginjal saya. “katanya dengan nada menahan tangis.


“ Untuk apa ?


“ Saya terjerat shark loan. Suami saya ceraikan saya. Di tidak tahan menghadapi teror debt collector. “


“ Mengapa sampai terjerat shark loan? 


“ Saya perlu biaya berobat ibu saya. Kena kanker. Akhirnya meninggal juga. “ Katanya menangis. “ Maksud saya, kalau saya meninggal, tolong jaga anak saya. “ lanjutnya dengan terbata  bata.


“ Apa apaan sih kamu? Berapa utangnya. ? Besok saya ke hong kong,  kamu ambil uang dari saya. Lunasi hutangnya“ kata saya.’


“Engga perlu B.  Ini masalah saya. Biarkan saya selesaikan. “ katanya dengan terbata bata.


" Tunggu. Saya akan ke Shanghai. Kita selesaikan masalah kamu" Kata saya matikan telp.  Saya langsung terbang ke Shanghai menemuinya. Saya mengundangnya makan malam untuk sebuah solusi. “ saya punya peluang bisnis untuk trade financing transaksi Batu bara. Bahwa ada sebagian buyer China tidak selalu accepted beli batubara dari Indonesia dengan LC. Mereka hanya mau bayar lewat TT setelah barang sampai di pelabuhan pembeli. Sementara sebagian seller dari Indonesia tidak nyaman menjual batubara tanpa LC. “ Kata saya dengan hati hati.


“ Nah bisnisnya adalah sebagai payment gate way dan settlement agent. Ya, semacam Busines solution provider. Menawarkan solusi keterbatasan dan hambatan antara pembeli dan penjual. Kamu kan punya pengalaman dan network dengan lembaga keuangan di Hong Kong. Mari kita bermitra secara profesional. Mau ya Wen..”  Dengan airmata berurai dia menatap saya. Saya tahu dia terharu dengan tawaran saya. Secepatnya saya remas jemarinya untuk menentramkan batinnya bahwa saya peduli dengannya dan berharap dia mengerti sikap saya. Sehingga dia tidak perlu sungkan lagi terhadap saya. 


Keesokannya Weny bersama putranya terbang  ke Hongkong bersama saya. Saya sewakan apartemen untuk dia. Kemudian, membantu dia mendirikan perusahaan. Saya menyetor modal USD 200,000 agar dia dapat menjalankan rencana bisnisnya. “ Aku mau bermitra bisnis, bukan minta modal. Jadilah mitra venture ku. Aku pegang saham 30% dengan kewajiban jual sahanm itu ke kamu kapan saja dengan harga USD 1. Saya berjanji akan bekerja keras dan tidak akan mengecewakan kamu. “ Katanya berlinang airmata. Saya sanggupi.


“ Kamu telah melakukan banyak hal untuk saya. Kamu hadir disaat saya kehilangan tongkat dan terhuyung. Suami yang saya cintai pergi meninggalkan saya dalam keadaan menyalahkan saya. Padahal saya sangat membutuhkannya. Sementara saya merasa tidak pernah melakukan apapun untuk kamu. Rasanya saya tidak pantas mendapatkan kehormatan ini. “ Katanya.


“ Kamu adalah sahabat saya yang harus saya jaga, dan kamu sudah membuktikannya bagaimana kamu selalu menjaga saya. Bukan soal siapa memanfaatkan siapa, tapi memang persahabatan ini berkah yang sangat luar biasa bagi saya. " Kata saya meremas jemarinya.


Kami  keluar dari cafe. Berjalan menyusuri jalan Queen road, Saat itu musim dingin. Saya membuka jas saya untuk dia agar terhindar dari angin musim dingin. Dia melingkarkan lengannya di pinggang saya agar hangat tubuhnya menghangatkan saya. Itulah sahabat. Saling menjaga, tidak perlu kata kata.


Selama tahun tahun perjuangan mengembangkan bisnis itu dia sudah jarang bertemu dengan saya kecuali kirim email atau bicara lewat skype. Bila betemu kadang dia nampak murung karena tidak punya waktu cukup kebersamaan dengan saya. Dengan tegas saya katakan bahwa saya akan baik baik saja. Dia tidak perlu merasa bersalah. Kebahagiaan saya adalah bila dia dapat berhasil melewati hidup yang tidak ramah ini. 


Berkat kerja keras, dalam setahun, dia sudah bisa membayar hutang shark loannya. Dua tahun kemudian, dia berhasil mengirim putranya melanjutkan pendidikan ke Universitas di Canada. Dari modal awal USD 200,000,  bisnisnya kini berkembang jadi lebih 10 dengan total asset USD 1,8 miliar.  Bergerak dibidang tambang, investment banker, Gold trading dan IT. 100% sumber daya perusahaan dia pegang. Saya hanya monitor dari jauh saja. Kini hidupnya sudah mapan.


***


Sore yang membosankan. Aku mengambil sweater yang tergantung di belakang pintu dan kukenakan untuk untuk keluar dari hotel di kawasan Manhattan. Kulangkahkan kaki menelusuri Broadway. Udara musim semi di New York sore itu lumayan dingin. Jalanan sepi. Aku terus mengayunkan kakinya. Mataku mengembara memperhatikan burung-burung yang terbang berkejaran.


Sesampai di First Avenue langkahku terhenti. Sesuai janji dengan Tom, aku masuk ke Caracas Arepa Bar. Sebuah bar dengan gaya latin, tepatnya Venezuela. Aku duduk di meja deretan belakang. Mataku langsung tertuju ke atas panggung. Seorang sedang menyanyikan “You Need me ”-, sebuah lagu spiritual namun entah mengapa lagu itu selalu mengingatkanku bersama Wenny.


Aku sudah menikah dan mempunyai dua orang anak. Masa jejakaku sudah berada di belakangku. Tugas hidupku terbentang di depanku. Ambisi sebagai seorang pengusaha sudah aku pupuk di Indonesia sejak usia emasku. Dengan berdarah darah dan menahan rasa sakit aku berusaha keluar dari kepompong. Tiba-tiba keluar dari kepompong di Hong Kong dan  menjadi kupu kupu yang indah di China. Hinggap di berbagai negara.  Tanpa Wenny aku tidak mungkin jadi elang perkas. Wenny sangat penting bagiku. Dia adalah tongkatku, yang menuntunku melewati belantara bisnis di China dan Hongkong. Dia hadir disaat aku sangat membutuhkan. Aku seorang pebisnis pemula di China. Wenny selalu ada untukku disaat aku distrust dihadapan banyak orang. Tanpa ada inferior dihadapanku yang tak pernah menyentuhnya. Dia selalu mengerti aku. 


Wenny dengan mata sipitnya dan kencatikan alami, tidak menghilangkan kesan tradisionalnya sebagai wanita China yang tahu diri di hadapan pria. Di hadapanku, dia tidak memberikan pendapat. Dia hanya memandang dan memperhatikan, mendorong dan memuja. Dia memberiku sikap tidak mementingkan diri sendiri. Itu benar benar tanpa syarat. Dia bukan istriku.  Bukan pula pacarku.  Hanya karena aku pria pujaannya yang juga sahabatnya.. Sesuatu  ketulusan, yang kuperlukan dan tidak pernah kuperoleh sejak aku meninggalkan rumah ibuku di Lampung.


Di Hong Kong, aku pernah curhat kepada Tom tentang Wenny. 


“ Apa yang kamu impikan dari sebuah pernikahan, terutama terhadap seorang istri?


" Dia merupakan perpaduan dari kekasih, dan sahabat. Kalau aku pilek, aku ingin dipijitnya. Kalau aku lapar, aku ingin menyantap makanan yang dia masak sendiri. Kalau bajuku koyak, aku ingin istriku menambalnya. Aku ingin dia setia menantiku pulang. itu semua aku dapatkan dari istriku” Kataku. 


" Tapi Wenny.." aku tidak bisa melanjutkan kata kataku.  Tom tersenyum menatapku.


“ Masa kecilku. Dididik dengan keras oleh Papaku. Tak terbilang kakiku dipukul papaku karena kenakalanku. Setiap aku dimarahi, ibuku menangis seraya memelukku. Setiap terima lapor sekolah, nilaiku paling buruk diantara adik adiku. Aku dipukul papaku. Karena dianggap lemah dan bodoh. Tetapi ibuku memelukku. Memberikan semangat dan terus memujaku. Masa remajaku, aku tidak punya sahabat. Tidak ada wanita yang meliriku. Bahkan tidak ada yang mau menikah denganku karena cinta. Ibuku mendapatkan jodoh untukku, yang kini jadi istriku.


Kalau sekiranya aku menjalani hidup yang normal dengan kegembiraan yang normal pula, mungkin aku bisa tidak terpengaruh apapun dengan perhatian Wenny kepadaku. Aku sekarang berumur 45 tahun. Pada usia 20 tahun aku sudah terjun ke bisnis. Itu karena aku tdaik punya pilihan. Bisnis memang pilihan yang tidak kurencanakan dengan baik. Kurun waktu 15 tahun selama usia emasku adalah kegagalan demi kegagalan. Terabaikan, terhina dan kehilangan harapan. Bagaimana pun, dengan cara apa pun, sebaiknya ada suatu imbalan. Karenanya tidak bersalah kalau aku mencintai Wenny. Mungkin cinta seorang anak kepada ibunya.” Kataku.


“ Psikater akan mengatakan bahwa ini adalah pencarian kembali kasih sayang ibu. Mungkin juga, siapa tahu? Jika penilaian kamu begitu kepada Wenny, itu terjadi secara tidak sadar. Pendeknya, kalau dipikirkan secara sadar, perasaan-perasaan yang dia bangkitkan kepadamu tidak berbeda dengan seperti apa yang ibu kamu berikan kepadamu”  Kata Tom dengan bijak.


Akhirnya lamunanku buyar. Karena Tom sudah nampak masuk ke dalam kafe menghampiriku. Dia duduk santai depanku. Namun kesannya dari wajahnya dia ada pertanyaan besar terhadaku. “ Bagaimana mungkin kamu bisa menangkan tender proyek toll Shandong itu.”  Tanyanya. Saya hanya senyum saja. 


“ Ah’’ Katanya mengibaskan tangannya. “ Tidak penting itu. Kamu memang selalu nekat dan penuh kejuatan. “ Kata Tom.


“ Saya sudah pelajari proposal kamu. Secara bisnis itu memang layak. Internal rate of return diatas bunga bank. Konsesi bisnis yang diberikan pemerintah itu mendapatkan proteksi akan tarif yang menguntungkan. Jadi apa yang bisa saya bantu ? Tanya Tom. Dia sabatku yang berbisnis private equity.  Perusahaannya termasuk berkelas dunia dalam bidang investasi.


“ Saya hanya punya uang 5%. Uang itu sudah habis untuk proses tender mendapatkan proyek, design , detail engineering. Saya butuh 30% cash equity untuk dapatkan fasilitas Non recource loan dari Bank di China.” Kataku


“ Hmm” dia seakan berpikir. “ Apa yang anda tawarkan dalam skema ini dan gimana penyelesaian transaksi atas 30% cash equity ?  Kata Tom. 


“Saya sudah membentuk SPC ( special propose company.) dimana pemegang saham di SPC itu adalah perusahaan saya yang punya konsesi bisnis. Nah, penyelesaian transaksi melalui SPC itu “


“ Jadi anda butuh dana venture sebesar 30% project funding, jaminannya saham pada SPC itu? Kata Tom menyimpulkan maksud dan tujuanku.


“ Ya.”


“ Hmm.“ Dia mengangguk angguk. Seperti menangkap peluang namun masih ada keraguan. “ Yakin ada 70% cash loan dari bank? 


“ Semua confirmasi ada di dokumen yang saya serahkan kepada kamu. Silahkan pelajari. “


“ Gimana skema pembangunan proyek ?


“  Kita melibatkan EPC dengan rating AAA.  Dana venture dari kamu dan kredit bank disalurkan langsung ke EPC. Setiap penarikan dana, EPC keluarkan counter guarantee. Itu skemanya tertuang dalam kontrak dengan bank dan EPC.“


" Pembebasan tanah ?


" Engga ada masalah. Pemerintah China yang tanggung jawab bebaskan. Kita hanya bayar aja sesuai harga yang disepekati. EPC akan bayar lebih dulu  dan mereka akan reimburse dari project funding"


“ OK paham saya. Langsung ke pokok persoalan. Gimana exitnya ? saya mau pasti berapa margin yang saya bisa dapat. ? Katanya tangkas.


“ Kalau proyek sudah selesai dibangun. Nilai proyek akan naik 2 kali lipat. Jadi kalau proyek USD 500 juta, nilainya naik jadi USD 1 miliar. Bayar utang bank 70% dari USD 500 juta, yaitu USD350 juta. Pengembalian dana venture kepada anda USD 150 juta. Dan sisanya Yield sebesar USD 500 juta. Saya tawarkan share dana venture 40% atau USD 200 juta. Itu sama dengan 130% tingkat pengembalian atas uang anda keluarkan.”


“ Kontrak dengan exit buyer sudah ada?


“ Sudah ada MOU antara SPC dengan buyer. Itu bisa dilihat dalam lampiran. Semua pembayaran nantinya melalui SPC itu.”


“ Ok clear dan deal. “ Katanya seraya menyalami saya. Besok  jam 11 pagi anda saya tunggu di kantor. Kita teken kontrak. Proses due diligent 1 bulan, lansung financial closing. “ lanjut Tom. Dia pamit undur diri karena ada acara makan malam dengan istrinya di rumah. Namun  dia berjanji besok malam akan undang aku makan malam.


***

Aku melangkah menuju central Park. Aku sudah janjian dengan Wenny. Aku duduk di bangku yang terbuat dari batu alam utuh, dipahat menjadi balok panjang yang nyaman diduduki. Semak-semak rhododendron di belakang bangku itu masih menampakkan rona ungu dari bunga-bunga yang telah mekar sejak awal musim semi. Mungkin karena perdu itu terlindungi dari sinar matahari langsung oleh sederetan pohon cemara rendah, bunga-bunga ungu itu tak cepat menjadi layu. Sebentar lagi musim panas akan tiba. Dan rhododendron akan layu dibakar matahari yang terik. Tiada makhluk yang abadi di dunia ini.


Kolam air di dekat bangku taman itu memantulkan warna langit yang biru tak berawan. Dedaunan pohon willow yang berderet di salah satu sisi kolam berdesir ditiup angin sepoi. Daun-daunnya yang lembut, dan berdesir-desir bila ditiup angin, seakan mengingatkan NY yang gaduh karena skandal, mengakibat jutaan orang jobless dan tentu menyisakan segelintir orang tetap kaya, dan mendulang laba dengan mudah.


Teduh dan tenang di sekitar bangku tempat saya menanti. Sesekali melintas pasangan-pasangan yang sengaja berjalan menyimpang dari tapak jalan utama menuju Bethesda Fountain atau Cherry Hill yang tak jauh dari tempat itu. Dari bangku itu, ujung-ujung Belvedere Castle tampak menjulang di utara. Wenny datang juga. Seperti biasa dia memelukku dengan hangat. Wajahnya tidak nampak lelah. Padahal dia baru saja melewati penerbangan panjang dari Dubai ke New York.


“ B, maafkan aku”Kata Wenny menunduk. “ Investor kita untuk proyek jalan toll Shandong mengundurkan diri. Program terbitkan revenue bond yang sudah aku rintis dua bulan gagal.  Aku bingung dan kadang stress memikirkan komitment kamu kepada pemerintah China. “ Lanjut Wenny. Aku rangkul pundaknya. Dia sambut tangaku dan meremas jemariku. Itu udah nature Wenny. Selalu response keibuannya keluar begitu saja.


“ Bersama kamu, aku tidak pernah takut menghadapi tantangan apapun. Ingat engga. Awal aku bisnis maklon 8 tahun lalu. Aku berbohong kepada kamu bahwa aku dapat kontrak untuk ekspor. Padahal itu hanya caraku dapatkan uang dari kamu. Karena aku tidak punya alasan lagi dapatkan uang untuk memulai usaha. Semua orang tidak percaya kepadaku, Bahkan istriku tidak percaya lagi aku bisa sukses berbisnis di China. Tetapi kamu begitu saja percaya dan berkorban untukku.” 


“ B, dari awal aku tahu kamu berbohong kepadaku soal kontrak itu. Tetapi aku tidak penting alasan kamu. Aku hanya ingin menjadi bagian dari effort kamu. ?”


“ Mengapa ?


“Semangat kamu untuk bangkit sangat luar biasa. Tetapi saya juga liat di matamu. Rasa kalah dan kehilangan harapan. Saat itu timbul sayang. Saya tidak mau kamu kehilangan harapan. Dan terbukti kerja keras mengubah kebohongan menjadi kebenaran. Kehilangan harapan, menjadi peluang memberikan harapan besar. “ Kata Wenny. Dia menyentuh pipiku. “ Dan terbukti kamu bisa menjadi pria sesungguhnya seperti dalam imajisasi saya.” lanjut Wenny tersenyum. Dia cium kening saya, penuh kasih seperti ibuku.


“ Besok kamu teken kontrak dengan Private equity Company. “ kartaku kemudian.


“ Apa maksud kamu, B”  Wenny terkejut. Sepertinya dia tidak percaya apa yang barusan dia dengar.


“ Kita sudah dapatkan sumber pembiayaan proyek Toll shandong.”


“ B..” seru Wenny. Dia peluk aku. “ Terimakasih Tuhan. Terimakasih. “ Katanya menatap langit.


“ Kamu kan CEO nya. Setelah itu tugas kamu follow up sampai financial clossing. “ Kataku


“ Ya. Saya CEO Proxy. Paham.’Kata Wenny menganguk.


Kami memandang  ke kolam. Masing masing dalam pikiran. Entah apa yang dipikirkan Wenny. 

" Gimana kabar putra kamu. Udah selesai kuliahnya?


" Sudah. Tahun lalu. Udah kerja di Toronto. "


" Engga terasa ya. Dulu waktu kali pertama kamu kerja dengan saya, usianya masih ABG. Sekarang dia sudah siap jadi hero bagi kamu."


" Saya ingat B, Tahun 2005 suami saya menceraikan saya. Karena merasa tidak nyaman diteror oleh debt collector. Saya terpaksa pindah apartement bersama ibu dan Balita saya. Spirit kamu menjadi inspirasi saya  untuk keluar dari persembunyian. Harus berani menghadapi masalah.  Lender saya temui.  Saya katakan bahwa saya tidak ada uang untuk bayar. Harta yang saya punya adalah tubuh saya. Mereka setuju memberi waktu 1 tahun. Namun saya harus menjadikan organ tubuh saya sebagai jaminan. Kalau setahun tidak dibayar, maka mereka berhak menjual organ tubuh saya.  Walau 1 tahun waktu diberikan oleh lender, itulah kemerdekaan dan kebebasan saya.


Kamu tahu saya sudah berhenti kerja dan kamu tahu saya punya skill dan jaringan investment banker. Tahun 2006, Kerjasama bisnis diantara kita terjalin di bidang shadow banking. Belum  1 tahun saya sudah bisa melunasi hutang saya  kepada lender dan kamupun dapat untung. Ya waktu 1 tahun kebebasan itu adalah anugerah yang saya miliki dan harus saya manfaatkan dengan baik lewat kerja keras dan focus. Kerjasama kita terus berlanjut sampai sekarang dan persahabatan jadi lebih indah. Karena kita saling memberi, bukan meminta.


" Terimakasih B.  Bagiku, kamulah heroku. .”  Kata Wenny. “ Pada akhirnya anak akan punya kehidupan sendiri. Aku  semakin menua. Tetapi aku punya sahabat, you are my man. "  Wenny tersenyum. Merebahkan kepalanya ke pundakku, Jemarinya kuremas. " Jangan pernah tinggalkan aku, please..." Kata Wenny mengejutkanku.


***


Entah mengapa Chang sebagai boss investment company besar China minta bertemu saya di Beijing. Dari Jakarta saya terbang ke Beijing. Rencana business trip ini akan berlangsung dua hari dan kembali ke Jakarta “ B, coba kamu liat ini” Kata Chang ketika bertemu di Panninsula Hotel Beijing. Dia menyerahkan amplop. Saya membuka amplop itu. Ada photo wanita. Saya mengerutkan kening tanpa ada reaksi terkejut di hadapan Chang. “ Tentu anda kenal wanita itu.” Lanjut Chang.


“ Ya. Tentu. Ada apa ? Kata saya. Tentu saya kenal. Wanita di photo itu adalah Wenny


“ Dia terlibat membiayai riset untuk pesawat tanpa awak. Ini tekhnologi akan mengubah total bisnis konvensional. Karena kavasitas pesawat bisa mencapai 1000 ton. Itu sudah super tangker. Sama dengan Airbuss. Kamu tahu kan, market place via internet sekarang sudah bisa diakses di seluruh dunia lewat daring. Yang jadi masalah adalah kecepatan permintaan lewat daring ini jauh lebih cepat dari pertumbuhan sarana logistik udara.  Sekarang Bandara shanghai dan shenzhen  sudah overload untuk logistik udara. Narita, dan NY sama saja.

 

Hampir semua negara di dunia punya masalah soal logistik udara.  Pesawat mungkin tidak sulit diproduksi massal tapi  pilot tidak bisa cepat mengadakannya. Sementara laju pertumbuhan ekosistem bisnis karena IT terus meningkat pesat. Mungkin sebentar lagi akan jadi bottleneck. Padahal investasi membangun infrastruktur IT sangat mahal. Kan lucu kalau sampai stuck hanya keterbatasan Logistik udara. Investasi IT jadi sia sia” Kata Chang.

 

“ Ok lanjut. Jadi masalahnya apa ?


“ Wanita itu menjual hasil riset itu ke Perancis. “


“ Dimana risetnya? Kata saya., Karena saya tahu perusahaan Wenny tidak ada R&D tekhnologi dan lagi visi Wenny engga sampai sejauh itu.


“Di lembaga Riset Israel. Dia yang biayai semua.”


“ Jadi apa yang kamu inginkan dari wanita itu ?


“ Rebut tekhnologi itu. Berapapun ongkosnya kita bayar. Ringkasan penjelasan soal tekhnologi itu sudah ada di dalam amplop” kata Chang. Ya dia adalah mitra China fund kami dan berperan sangat besar sebagai sumber pendanaan holding. Saya tidak akan bertanya langsung dengan Wenny. Karena tidak mungkin informasi Chang tidak valid. Apalagi dilengkapi dengan summary tekhnologi.


Namun saya tetap berprasangka baik kepada Wenny. Bagaimanapun saya percaya. Dia tidak mungkin khianati saya. Pasti ada alasan yang membuat dia harus mendukung riset tanpa seizin saya. Saya akan gunakansemua sumber daya saya untuk dapatkan informasi tentang Tekhnlogi ini dan merebutnya. Tentu menyelamatkan Wenny dari target China. 


***

Dua bulan kemudian, kontak saya di Frankfurt, George  minta agar saya terbang ke Perancis. “ Orang yang kamu cari sudah saya temukan. Dia tertarik melepas saham tekhnologi itu. “ Kata George. Tanpa pikir panjang. Pagi hari saya terbang ke Frangfurt bertemu George dan terus ke Perancis. Sebelum terbang saya kabarkan kepada Chang di Beijing rencana keberangkatan saya.


Dalam perjalanan, George berusaha menceritakan cara dia dapatkan informasi tentang tekhnologi itu dan  siapa saja kontak mereka di Eropa. “ tadinya mereka akan dapat pembiayaan dari investment banker di London. Tapi saya bisa batalkan. Padahal mereka sudah follow up 6 bulan dan hampir financial clossing. Yang pasti semua financial resource sudah kami kunci. “ kata George. Saya menyimak saja. Saya tahu kekuatan financial china sudah sampai pada level mendikte perputaran uang global. Engga sulit menyumbat sumber uang bagi pihak yang tidak disukai atau mengancam mereka dalam berkompetisi secara global. Namun pikiran saya terus kepada Wenny.


Pertemuan diadakan pagi hari di Voreppe, La Terrasse des Alpes. Mereka yang hadir bertemu kami ada 3 orang. Satu dari Tel Aviv dan dua dari London. Dari Tel Aviv memang terkesan pendiam. Hanya senyum saja. Sementara dari London yang katanya mitra itu terkesan parlente dan cerdas. “ Langsung aja. Siapa yang punya paten? Kata saya.


“ Belum ada patennya. Karena kami masih perlu dana untuk riset VR. Maklum diperlukan sistem transmisi yang kuat untuk bisa menggerakan pesawat berukuran 1000 ton. Kalau engga, akan mengganggu navigasi penerbangan publik . “ Kata pria dari london yang memperkenalkan namanya David. 


“ Ok David. Bisa liat dokumen Jurnal risetnya. “


“ Saya ingin pastikan uangnya ada engga.” Kata David cepat, Ciri khas London.


“ Uang siap” Kata George menyerahkan kartu namanya sebagai banker.  David menyerahkan jurnal risetnya.  Saya bentangkan dokumen itu. Ada tiga lembar diatas meja. Saya baca satu persatu. Setelah membaca dengan seksama. Saya melirik mereka bertiga.” Terlalu premature untuk dijual.”Kata saya melirik George. 


“ OK Gentelman. Pertemuan kita sudahi sampai disini saja. “ Kata George. Kami berdiri dan kembali ke Hotel. 


Dalam perjalanan saya dapat message via SafeNet. “ Good Job. Kita sudah dapatkan file jurnal riset mereka. “ Kata Chang ,saya tahu dia gunakan GPS satelit China dengan super high resolution. Ketika itu tahun 2015, China belum launching ke publik GPS itu. Hanya untuk riset dan militer saja digunakan. Tahun 2019 baru direlease kepublik yang dapat diakses lewat baidu.


***

Sebulan kemudian saya bertemu dengan Akbar di Singapore. Dia berusia sekitar 42 tahun. Warga israel namun etnis Arab  Palestina. Ganteng dan bibir merah. Itu tandanya dia tidak merokok.  Dia fasih bahasa mandarin. “ Saya pernah kuliah di Shanghai. Dapat beasiswa dari pemerintah israel. “katanya. Pertemuan itu diatur oleh head hunter international. Saya sengaja memberikan nama Akbar kepada Head hunter agar bisa membujuknya.


“ Kamu mau bekerja di pusat riset ini ?Kata saya memberikan kartu nama Chang. Saya tahu dia menerima kesempatan kerja karena engga ada yang biayai riset lanjutan dia. Saya tidak menceritakan agenda melanjutkan riset drone logistik. 


“ Senang sekali. Saya ada ambisi melanjutkan riset drone untuk logistik kalau disetujui. Tetapi kalaupun tidak saya ingin riset VR.“


“ Ok. Kalau begitu kamu bisa berangkat ke Beijing untuk mulai kerja. “ Kata saya. Setelah itu saya kembali ke jakarta.


***

Musim semi di Hong Kong atau tiga bulan setelah itu. Saya  undang Wenny makan malam  di Garden Cafe, Conrad. Hanya menanti 5 menit, Wenny sudah nampak di pintu cafe. Berjalan ringan ke arah saya. 


“  Terimakasih sudah undang saya dinner.” Katanya membungkuk tubuhnya. Saya tatap lama Wenny sampai dia salah tingkah. “ Ada apa ?


“ George cerita soal kamu. ? kata saya dengan mata elang. Dia terdiam sejenak. Dia berdiri dari korsinya dan kemudian berlutut di hadapan saya dengan kepala tertunduk.  “ B, maafkan saya. “ Wenny menangis. Apapun yang akan kamu lakukan saya siap. Saya juga sudah buat surat pengunduran diri. Semua saham saya serahkan semua. Sekali lagi, maafkan saya. “ 


Saya terdiam lama. “ Kamu mencintai David ? Emang apa kelebihan  David ?


“ Berkali kali dia mau sentuh saya tapi saya selalu menghindar.  Tapi saya tidak bisa menolak kalau dia perlu uang. Maafkan saya.”

Saya perdengarkan rekaman pembicaraan antara David dan saya di Perancis. Wenny terkejut dan menangis. “Semua tabungan saya habis untuk biaya riset itu. Tidak ada uang perusahaan saya pakai. “Kata Wenny menangis dengan tetap berlutut 


“ Kamu terlalu lemah kalau sudah berhadapan dengan pria. Tanpa setahu kamu dia jual hasil riset itu. Dia memanfaatkan kamu dan mengorbankan kamu tanpa ada  rasa bersalah. Dan kini dia dipenjara karana kasus fraud”


“ Maafkan saya B..” Kata Wanni terisak, tetap dengan kepala tertunduk dalam keadaan berlutut.


“Wenny, kata saya menarik bahunya untuk berdiri.” Saya tahu kamu sangat berharap ada pria yang bisa menjaga kamu dimasa tua. Saya tahu putra kamu sibuk dengan karirnya sehingga engga ada waktu untuk kamu. Saran saya, berhati hatilah. Bukankah saya sahabat kamu.  Saya selalu ada untuk kamu. Jangan sungkan bicara kalau ada masalah. ” 


“ Maafkan saya B..” Wenny terus menangis. Saya usap air matanya.  Dia memeluk saya. “Kamu akan baik baik saja. Lupakan semua.” Kata saya berbisik.


Wenny terdiam. “ Tapi kata George kamu ada masalah karena saya berhubungan dengan David. MItra kamu di Beijing mengancam kamu karena ulah saya“ 


“ Itu sudah lewat. Sekarang kamu saya tugaskan sebagai proxy saya untuk pemegang saham perusahaan yang sedang kembangkan tekhnologi drone di Hangzou. Itu cara saya amankan kamu dan tetap dibawah pengawasan team china “


“ Jadi..” Wenny melotot dalam keterkejutan.


“ Ini uang pengganti yang kamu keluarkan untuk David” Kata saya mengeluar check dari saku jas saya.


“ Darimana uang ini? terkejut melihat angka di banker check


“ Dari mitra George di Arab yang ikut gabung dalam perusahaan riset kita di Hangzou”


“ B…” Wenny memeluk saya dan menangis lagi. Saya tenangkan hatinya. "  Carilah pria untuk jadi suami kamu. Kamu berhak untuk second chance ? kata saya.


" Mungkin saja saya menyukai pria lain. Tetapi belum tentu bisa mencintai sebesar cinta saya kepada kamu.  Saya ingin kamu bahagia ketika ada di sisi saya. Kebahagiaan bukan meminta tetapi memberi." Kata Wenny tersenyum. Saya terkejut." Tapi saya bukan  anak gadis. Saya janda.  Saya sudah melewati bukan sekedar berteori dan berfilsafat soal perkawinan. Pengalaman mengajarkan saya. Biarlah hubungan kita sebatas saling ingin membahagiankan. Cukup. Jangan lebih. Kalau dipaksakan, kita akan melewati batas dan akan saling melukai" 


"Saya engga punya keluarga di Hongkong. Hanya kamu yang jaga saya. Terimakasih sudah sabar dengan sikap saya selama ini “ kata saya memeluknya.


***


Saya datang ke cafe makan malam dengan Wenny. Tak berapa lama, ada pria menghampiri meja kami. Wenny segera berdiri. Memberi hormat. Dia kenalkan kepada saya. Bahwa pria itu mantan suaminya. Saya mengangguk dan menyalami pria itu. Wenny minta izin bicara di table lain. Saya mempersilahkan. 


Di cafe terdengar penyanyikan lagu “ You are my best friend.


You placed gold on my finger 

you brought love like I've never known

You gave life to our children and to me a reason to go on

You're my bread when I'm hungry 

you're my shelter from troubled winds

You're my anchor in life's ocean 

but most of all you're my best friend


Tidak lebih 30 menit Wenny kembali kepada saya. “ Mengapa terlalu cepat ketemunya? Tanya saya.


“ Saya tidak suka mendengar keluhannya. Mungkin karena saya tidak respon dengan baik, dia milih akhiri pertemuan. Dia minta saya kembali table kamu.” 


“ Emang ada apa?Tanya saya penasaran.


“ Dia mengeluh dengan istrinya sekarang. Saya tidak suka dia curhat menyalahkan istrinya. Itu salah satu kelemahan dia. Karena itu ia tidak bisa berkembang. Ya begitu aja hidupnya. Selalu merasa paling benar. Paling pantas didukung dan diperhatikan “ Kata Wenny. 


“ Oh i see.”


“ Orang China punya prinsip. Orang mengeluh itu karena tabiat buruk. Tabiat pecundang. Apalagi keluhan itu dengan membuka aib orang lain. Itu lebih jahat. Tetapi lebih buruk lagi orang yang mendengar dan mendukungnya. Sampah semua. Saya kan bukan sampah harus ikut jadi bagian keluhan. Saya kan premium komunitas. “ Kata Wenny menyandarkan kepalanya kebahu saya.


“ Kenapa ?


“ Setiap aksi pasti ada reaksi. Itu hukum kausalitas. Apalagi terjadi pada orang dewasa. Pasti ada alasan. Suka tidak suka, bukan untuk dibahas. Itu soal pilihan pribadi. Dan sudah terjadi. Seharusnya focus ke depan. Move forward. Kalau waktu dihabiskan dengan mencari kuping orang untuk mendengar keluhan, merasa paling baik, lantas kapan mau belajar dari kejadian dan berubah jadi lebih baik? Kata wenny tersenyum. 


“ Mengapa kamu tidak membenci mantan suami kamu? bahkan beri dia uang lagi.” tanya saya. Ketika kami keluar dari cafe itu. Pulang ke apartement yang hanya berjarak 2 km. Kami pilih jalan kaki saja


“ Aku memberi dia uang karena aku ingin melupakan masalalu bersama dia. Soal hinaan dia terhadapku, itu jalan takdir yang harus aku lalui agar hidup lebih baik. Kadang Tuhan punya banyak skenario untuk cinta dan kasihNya. Jadi engga ada alasanku dendam atas hinannya. Aku hanya bersukur tidak jadi pembenci karena hinaannya. 


Bro, akan selalu ada musim semi setelah dingin menggigit. Aka selalu ada keindahan setelah hinaan yang sangat menyakitkan. Itulah kehidupan yang harus kita maklumi. Hidup tanpa benci itu. Yang ada hanya cinta. Sangat menyenanngkan ya, bro.” Kata Wenny melangkah ringan di musim dingin.


“ Kamu percaya dengan Tuhan ? tanya saya.


“ Tentu percaya. Bagi kami Tuhan itu ada dalam diri kami. Selagi kami tidak sombong maka Tuhan akan senantiasa ada bersama kami. “


“ Sombong itu pengertiannya luas. “ saya rangkul pundak Wenny seraya melangkah. “ Singkatnya adalah kesediaan kita untuk melepaskan sesuatu yang pada waktu bersamaan kita sangat membutuhkannya.  Karana yang paling benar dalam hidup ini adalah apa yang terjadi, bukan apa yang ada dalam pikiran kita. Sekuat apapun kita berusaha meraih dan mempertahankannya, yang terjadi, terjadilah. Itulah takdir. 


Sikap rendah hati menerima takdir itu adalah pengakuan akan kehadiran Tuhan dalam diri kita. Percaya Tuhan itu maha adil dan apa yang terjadi adalah pilihan kita sendiri. Kalau buruk ya itu pelajaran untuk kita memperbaiki diri dan kalau baik, ya bersukur. Semuanya baik. Dan karena itu kita akan baik baik saja.” 


Wenny semkin merapatkan tubuhnya ke saya. Terasa hangat. Karena saya hanya kenakan jas. Wenny gunakan longcoat. “ Saya boleh tanya? Kata saya.

“ ya tanyalah..”


“ Mengapa awal pertama kita berjumpa. kamu mau jadi sahabat saya..Apa yang mendasarinya.” Tanya saya. 


“ Mau tahu..? 


“ Ya. “


“ Ingat engga. Waktu musim panas di Shanghai. Tiga bulan kita kenalan. Saat kamu melihat kancing baju saya nomor dua dari leher terlepas. Kamu tanpa sungkan kacingkan baju saya. Itu keliatan nature sekali. Saat itu saya tahu. Kamu something else. Tahu cara menghormati wanita. Setelah  itu, kita semakin dekat. Setahun kemudian, kamu jadikan saya sebagai proxy. 


Tapi setelah saya jadi proxy kamu, kamu tidak pernah terpancing untuk menyentuh saya. Kamu sangat dingin. Beda dengan awal awal kita ketemu sebelum saya jadi proxy. Tapi perhatian tidak berkurang. Bahkan lebih. Kamu beri saya fasilitas apartemen. Terakhir kamu izinkan Yuan holding beli private jet untuk mobilitas eksekutif. Selalu ada untuk saya. Diusia menua kini, saya makin secure. Karena yakin kamu tidak akan berubah, tetap my man” Lanjut Wenny.  Saya senyum saja.

Risa bilang. Lanjut Wenny “ Kamu memang salesman yang punya leadership kuat. Dari kesederhaan sikap kamu, tidak sulit bagi kamu untuk  mengajarkan hal yang konstruktif kepada kami semua agar emosi tetap terjadi secara positip, menuntun kami untuk mengambil langkah keyakinan melalui sepatah kata tentang apa yang mungkin , menciptakan sebuah inspirasi. Semua itu  tercermin dari cara kamu berpikir, merasakan dan kemampuan kamu memfungsikan semua potensi positip, sebuah cara hidup dan cara menjadi yang transformative.”


***


Setiap tahun dapat untung. Saya tidak pernah menyuruh direksi dapatkan bonus dan deviden atas saham proxy dari cashflow perusahaan. Yang mungkin butuh 4 bulan baru dapat uang tunai. Saya bayar tunai di depan. Mereka tidak perlu tahu darimana saya dapat uang. Yang penting kalau cash flow sudah longgar, uang itu kembalikan kepada saya. Sementara teman saya banyak yang tidak peduli.” Kenapa harus bego kita talangani dulu uang bonus dan deviden. Suruh aja mereka sabar. Toh mereka yang kelola cash flow, bukan kita” Kata teman.


Papa saya almarhum pernah nasehati saya “ Jangan tunda uang pekerja. Sebelum keringat mereka kering, bayarlah. Karena mereka tidak bekerja dengan motivasi kaya raya. Mereka hanya ingin hidup layak dan bebas dari masalah uang. Karena itu mereka bahagia. Kalau kamu bayar hak mereka tepat waktu, kamu sudah melaksanakan agama dalam berbisnis. Bermanfaat bagi orang lain”


Kalau sampai sekarang James, Wenny dan Yuni , Florence loyal kepada saya. Bukan karena saya hebat dan penuh karisma. Tetapi karena saya mengutamakan hak mereka. Itu manusiawi kalau mereka juga lebih utamakan saya dalam bersikap dan bertindak. Dan kalau ada teman yang kecewa dan marah karena sikap saya membuat mereka tersingkir dan teracuhkan. Itu juga wajar. Karena sikap saya lebih kepada hasil. Marah mereka bisa saya maklumi. Biasa saja.


“ Kadang kita mikir. Kita bisa menikmati semua kemewahan dan status sosial karena sikap kamu. Kamu sangat menghargai effort kami, dan kamu membayarnya dengan pantas walau tanpa ucapkan pujian berlebihan. Sementara kamu sendiri hidup sederhana. Tidak pernah anggap sumber daya perusahaan sebagai milik pribadi.  Lebih 18 tahun, kamu sendiri tidak pernah dapat deviden. Tidak pernah dapat gaji dan honor. Semua dikembalikan ke perusahaan agar permodalan lebih sehat dan kuat” Kata Florence.


Makanya kami tidak pernah kecewa dan kesal atas sikapmu yang sangat reaktif. Cepat sekali marah kalau standar bisnis kamu dilanggar. Kami siap membayar kesalahan itu. Dipecat atau diacuhkan. Karena semua ukurannya laba.  Sikap kamu itu bukan karena arogan dan sombong, tapi lebih karena rasa tanggung jawab. Agar kami lebih peka terhadap perkembangan perusahaan, toh akhirnya kami juga yang akan nikmati. Kami rasakan perkembangan perusahaan membuat kami dan karyawan jadi nyaman hidup dan bekerja.” Kata Yuni.


Saya tersenyum. Mengapa ? apa yang mereka katakan itu bukan hal luar biasa. Bukan pujian yang membuat saya besar kepala. Tetapi itu wajar saja. Karena saya bukan orang pintar dan bukan berasal keluarga kaya yang berbisnis.  Saya orang kampung yang tidak terdidik hebat dan tidak kaya raya. Jadi wajar saja kalau saya menganggap mereka yang membantu saya adalah aset yang harus saya junjung dengan kedua telapak tangan saya. Berterimakasih tanpa batas…selalu. Selebihnya karena tahu diri saja. Bahwa saya nothing tanpa mereka


Friday, May 13, 2022

Jangan pergi lagi, Sa..

 






Tahun 2000. Saat akan duduk di cabin business class pesawat menuju Hong Kong. Mataku terarah ke cabin economy class. Aku seperti melihat wanita yang pernah hadir dalam hidupku. Saat aku mengenalnya usia ku barulah 22 tahun. Belum menikah. Kini usiaku 36 tahun. Telah menikah dengan dua anak. Masalalu yang mengguratkan tanya. Yang tak mungkin hilang begitu saja dalam memoriku. 15 tahun berlalu tidak terlalu lama dan bahkan 1 abad masih terlalu singkat sekedar melupakannya.


Aku berusaha melihat lebih jelas dengan melangkah di batas cabin. Benar. Itu Risa. Saat mata kami bersitatap. Aku bisa rasakan dia tersenyum walau tipis sekali. Aku mengangguk kearahnya tetapi dia dengan cepat menunduk. Apakah dia masih mengenalku? Aku kembali ke tempat duduk ku.


***

Tahun 1983 aku bekerja sebagai sales. Sering mampir ke pasar glodok. Kebetulan ada rekananku yang berdagang di glodok. Saat itulah aku mengenal Risa. Awalnya aku tertarik membeli tape kaset lagu barat tahun 70an yang dia jual di kaki lima. Dia sabar melayaniku walau aku hanya membeli satu kaset saja. Saat itu entah mengapa aku ingin menghapus keringat di keningnya. Bagiku dia cantik. Hanya Nampak tidak menarik karena dia hidup dari usaha kaki lima. Sebagai mana gadis tionghoa. Bahasa Indonesia nya agak cadel.


Setelah itu  kalau aku mampir ke Glodok, aku pasti menemui Risa. Lama lama kami jadi akrab. Aku senang berteman dengannya. Dia cerdas dan punya rasa hormat. Kalau dia mau dapatkan pacar kaya  atau menjual diri tentu tidak sulit dapatkan uang banyak.


Aku pernah ajak dia ketempat kosku di Cempaka Putih. Akupun pernah diajaknya ketempat kosnya di bilangan Mangga Besar. Jadi kami saling memaklumi bahwa kami anak rantau. Aku tak pernah mendengar dia becerita tentang masa depannya. Dia sepertinya tidak punya cita cita. Hidup mengalir saja.  Hanya karena kesibukan masing masing, kami jarang bersama sama. Tapi pernah sekali makan bubur ayam di Mangga Besar. Dia sanang sekali aku traktir. Pernah sekali aku ajak dia nonton di Bioskop Eldorado. Kencan yang kandas. Karena hujan deras.Jalana macet. Kami tidak bisa sampai di bioskop tepat waktu.


Suatu hari aku pulang ke tempat kosku. Dia sudah ada di teras paviliun. “ Aku tak bisa lagi bayar kos. Daganganku sudah habis untuk biaya berobat ibuku di kampung. Aku tidak tahu mau tinggal dimana? Katanya dengan tertunduk. Hampir tidak percaya dia datang kepadaku disaat dia tidak ada lagi tempat berteduh. Apakah dia mencintaiku. Atau hanya karena sahabat saja?  Aku berusaha abaikan pertanyaan itu. Aku bersyukur dia percaya kepadaku dan aku akan berusaha menjaga kepercayaan itu.


“ Kalau kamu tidak keberatan, Kamu bisa tinggal sementara di kamarku. Aku tidur di lantai. Engga apa apa ? Kataku.


“ Engga. “ Katanya tegas. “ Kamu tidur di ranjang. Aku tidur di lantai.” Lanjutnya dengan tatapan menghiba.


  Kalau engga, ya aku cari tempat lain saja.” katanya dengan putus asa. Aku tak ingin berdebat. Itu hak dia. 


“ Masuk lah Sa. “ Kataku membuka pintu paviliun. “ Sa, ini lemari. Kamu tempatkan pakaian kamu di lemari itu. “ kataku seraya mengambil tikar , sprey dan selimut dari dalam lemari. Risa dengan cepat mengambil itu semua dari tanganku. Di gelar tikar di lantai. Dia rapikan tempat tidurnya. 


“ Sa, itu ada kamar mandi. “kataku menunjuk kamar mandi disebelah kamar. “ Kamu bisa ganti pakaian tidur di kamar mandi itu. “ sambungku. Dia mengangguk. Ambil pakaian dari tasnya dan masuk kamar mandi. Dia mengenakan piyama.


“ Ale, aku tidur ya.” Katanya lembut. Aku mengangguk.  Aku sibuk membaca dan dia cepat sekali tertidur.  Sepertinya dia lelah sekali. 


Keesokan paginya. “ Aku mau ke glodok. Jadi calo aja dulu. Moga dapat peluang untuk makan.” katanya. Aku biarkan dengan rencananya. 


“ Sa, ini pakai uang  untuk transfor dan makan kamu. “ Kataku saat dia bersiap hendak pergi keluar. 


“ Ale..” Dia sempat berlinang airmata.


“ Terima aja Sa. Engga apa apa.” Kataku. Akhirnya dia terima uang Rp. 5000 dariku. Setelah itu, dia sibuk. Malam hari baru pulang ketempat kosku. Langsung tidur kelelahan. Itu berlangsung hari berlalu hari, minggu terlewati. Tak terasa 3 bulan berlalu kami tinggal sekamar. Namun tidak pernah bersentuhan. Kalaupun bertemu hanya pagi hari. Saat saya datang dia sudah tidur. Dan saat tidur, dia datang. Begitulah anak rantau. Harus kerja keras untuk makan.


Satu waktu. Aku dapat kabar. Risa di RS. Aku segera datang. Aku dapati kepalanya diperban. “ Aku dagang rokok asongan di depan gedung karaoke. Preman minta rokok tanpa bayar. Aku menolak. Dia marah. Dia pukul kepalaku pakai botol bir.. “ Katanya. Temanku cerita. Tidak ada orang yang berani melerai. Risa tidak melacurkan diri. Dia berusaha mempertahankan secuil hartanya yang jadi sumber penghidupannya. Walau disepak. Dia tidak menangis. Dia diam saja. Dia tetap kemasin barang daganganya.  Walau terhina dan terluka. Dia tetap berjuang pertahankan hartanya.


Pernah lebaran, dia  menemaniku pulang mudik ke sumatera. Dia sangat menghormati kedua orang tuaku. Namun ayahku menolak aku berteman dengan dia. Itu dikatakan terang terangan di hadapan dia. Risa hanya diam. Tak ada sedikitpun dia tersinggung. Setelah kembali ke Jakarta, dia tidak mempermasalahkan sikap ayahku. 


Hampir enam bulan dia tinggal satu kamar denganku. Akhirnya dia pergi dengan alasan dapat pekerjaan sebagai penjaga toko di Surabaya. Pamannya berbaik hati menampungnya. Aku tak bisa menahan kepergiannya. Aku hanya berdoa semoga dia baik baik saja. Aku berharap bisa bertemu kembali. Atau setidaknya bersurat kepadaku. Dua kali lebaran aku tidak datang. Karena hidupku dirantau sedang sulit. Namun dari kampung aku dapat surat. Kedua orang tuaku berterimakasih. Walau aku tidak datang tetapi kiriman uang tetap datang. Aku bingung. Siapa yang kirim uang itu. 


Stempel wesel dari Jakarta. Belakangan baru aku tahu. Ternyata yang kirim uang adalah Risa.  Itu artinya dia tidak di Surabaya. Aku berusaha mencarinya dan bertanya kepada teman temannya di Glodok. Tidak ada yang tahu dimana dia berada. Dia hilang begitu saja. Mau kirim surat tidak tahu dimana alamatnya. Lebih setahun aku tiap hari sempatkan datang ke Glodok. Berharap bisa bertemu Risa. Atau mendapatkan kabar tentang dia. Sampai akhirnya aku harus menyerah. Apalagi tahun 1985 aku sudah menikah. 


***

Setelah pesawat landing. Pintu pesawat terbuka. Walau business class lebih dulu keluar. Aku tidak segera berdiri dari tempat dudukku.  Setelah giliran ekonomi class diizinkan keluar. Aku berdiri menatap kearah ekonomi class dan melangkah kearah tempat duduk Risa. “ Lama ya engga ketemu. Kamu udah jadi orang hebat. “ Katanya tersenyum.


“ Ke Hong Kong ya Sa? tanyaku.


“ Ya” Katanya singkat.


“ Ada urusan apa  ? Tanyaku.


Dia tidak menjawab. Namun dia memagut lenganku melangkah keluar dari pesawat. Sama seperti 16 tahun lalu ketika kami masih melata di kaki lima. “ Aku jadi TKW, Ale” Suaranya terdengar lirih.


“ Bagaimana dengan anakmu? Tanyaku. Dia terkejut dan kemudian menggelengkan kepala. “ Aku tidak pernah menikah. “


“ Sudah berapa lama kerja di Hongkong?


“ Hampir 10 tahun.. “


Aku termenung. 


“ Megapa kamu menghilang dariku, Sa. Apa salahku? Bukankah kita sahabat.? Kamu pernah mengirim uang untuk keluargaku di kampung disaat aku terpuruk. Apakah itu tidak ada artinya bahwa kita memang sahabat” kataku


Risa hanya diam. Dia tidak ingin menjawab pertanyaanku. “ Berapa nomor telp kamu? Tanyaku. Risa dengan cepat mengambil pulpen dari balik tasnya. Dia menulis alamat dan nomor telp. Akupun memberikan kartu namaku. Aku mau antar dia ke tempat tinggalnya tapi dia menolak. Kami berpisah di gate bandara HKIA. Sejak itu dia tidak pernah telp aku. Akupun sibuk. 


***

Tahun 2005 aku kena Flue SARs. Saat itu sedang ada pandemi di Hong Kong. Kalau aparat tahu aku kena SARS, pasti aku di karantina. Semua sahabat aku telp tidak mau datang. Tentu mereka kawatir ketularan. Mereka hanya menyarankanku pergi ke RS atau hubungi pusat bantuan SARS. Temanku di China, bisa membatuku berobat tanpa harus ke rumah sakit. Masalahnya bagaimana aku bisa keluar dari gate Hong Kong -shenzhen yang punya detektor suhu  tubuh. 


Entah mengapa saat itu aku teringat Risa. Aku segera telp Risa. Aku tidak yakin dia mau terima telpku. Apalagi saat itu jam 2 pagi. Tubuhku panas dan sesak napas. Ternyata dia terima telpku. Dia berjanji akan ke tempatku. Benarlah. Dalam 30 menit dia sudah ada di apartemenku. Aku ceritakan alasanku tidak mau ke RS dan ingin ke China. Sampai pagi dia merawatku dengan mengompres kepalaku setelah memberi obat penurun panas. Jam 10 pagi dia bawa aku ke Shenzhen. Berkat parasetmol, aku bisa lolos melewati gate imigrasi yang dilengkapi detektor suhu tubuh. 


Di gerbang kedatangan sudah ada Wenny menantiku. Mereka berdua membawaku ke klinik khusus. Semalaman dalam perawatan aku tertidur pulas.  Besok paginya aku bisa sembuh. Ternyata itu klinik khusus pengobatan dengan candu. Sebelum aku berterimakasih, Risa sudah kembali ke Hong Kong. 


“ Semalaman Risa ada di samping tempat tidur kamu. Dia menangis dalam doa. Aku dengar doanya,” Tuhan, sembuhkan pria yang pernah menjaga kehormatanku ketika aku terpuruk dan terabaikan. Sembuhkan pria yang aku cintai dengan tulus. Aku tak berharap apapun, kecuali sembuhkan dia Tuhan.” Demikian Wenny mengulang doa Risa.


“ Bro, dia mencintai kamu dengan tulus. Dia mencintaimu karena Tuhan. Dia sudah menemukan Tuhan ketika dia bisa berkorban untuk cintanya dan tahu berterimakasih. Kalau orang sudah menemukan Tuhan lewat pengorbanan cinta, dia tidak butuh apa apa lagi..” Kata Wenny.


***


Aku berjalan kaki dari stasiun Hunghom ke apartement di Harbour View Horison. Tidak terlalu jauh. Tapi bagus untuk olah raga. Kaluar dari stasiun, masuk gedung Metropolis. Keluar lewat belakang, terus menyeberang jalan. Ada skybridge ke apartement. Ya kurang lebih 2 KM. Waktu itu tahun 2010. Bulan januari. Tempratur sore hari sekitar 18 derajat celcius. 


Sampai di halaman kawasan Apartement, aku melihat ada wanita mengenakan jaket musim dingin warna merah. Dia tersenyum.  "Risa !" Teriaku sambil setengah berlari mendekatinya


Dia tidak sanggup menatapku saat aku ingin mendekapnya. “Ale, aku datang hanya ingin pamit. Kontrak ku sudah habis. Aku mau pulang ke pontianak” Katanya menunduk.  “ Ale, jangan nanti jas kamu kusut..” Katanya berusaha menghindar. Saat itu aku memang dari kantor mengenakan jas Armany. Aku tidak peduli. Aku tetap peluk dia. Namun dia tetap ragu membalas pelukanku. Tetapi karena pelukanku makin erat. Dia balas juga. “ Jaket aku bau ya” Katanya menundukan wajah saat aku melepaska pelukan.


Aku raih tangannya untuk menyalaminya. Namun dia ragu menerima jabat tangan ku. “ Telapak tanganku kasar, Ale.” Katanya. Aku tidak peduli. Aku genggam telapak tanganya dengan kedua tanganku


” Kamu tetap Risaku. Tidak peduli keadaan kamu. Aku tidak pernah meninggalkan kamu, tetapi kamu yang pergi dariku. Itu faktanya.”Kataku tersenyum dan menuntunnya masuk ke apartement.


Saat di dalam apartement. Dia tidak berani duduk di sofa. “ Ale, biarkan aku pamit. Aku tidak pantas ada di apartement semewah ini. Biar aku nginap di mess konjen di Causeway bay. Besok aku pulang ya.” Katanya menunduk. Aku membayangkan lebih 20 tahun dia hidup selalu merendahkan diri kepada majikannya.


“ Sa. aku ada disini. Jangan pergi lagi ya. “ Kataku.”  Aku tetap Ale yang kamu kenal tahun 83. “ kataku menenangkan hatinya. Dia akhirnya bisa menerima untuk menginap di apartementku. Aku sediakan kamar khusus tamu untuk dia. 


Dini hari aku masih di kamar kerja. Sibuk dengan terminal trading. Saat keluar dari kamar mau buat kopi, aku ke melirik ke kamar Risa yang ada di sebelah kamarku. Dari kisi kisi aku lihat lampu kamarnya masih menyala. Aku intip dari lobang kunci. Dia tidur di lantai..” Sa, ini aku. Buka” Kataku seraya gedor kamarnya. Dia tersenyum ketika pintu tersibak.


“Ada apa ale?


“ Kenapa kamu tidur di lantai. Itu spring bed untuk kamu tidur dengan nyaman. “ 


Dia diam saja. 


“ Kenapa sa ? 


“ Aku tidak pernah tidur di tempat semewah ini, Ale. Maafkan aku. Aku lebih nyaman tidur di lantai” Katanya menunduk.


“ Sa, kita bukan tahun 1983. Tinggal di tempat kos kicil. Walau apa yang aku punya berubah tetapi aku tidak berubah. “ Kataku. 


Aku pergi ke ruang tamu. “Aku mau ngopi. “ 


 " Aku buatkan kopinya ya. " Kata Risa melangkah ke mini bar. “ Kenapa belum tidur? Ini udah jam 2 pagi.” Kata Risa bingung dengan wajah agak kawatir.


“ Aku masih harus kerja”


Dia hidangkan kopi untuk ku. Dia tidak mau duduk di sofa. Tetap berdiri. “ Ada apa Sa? Mengapa berdiri. Duduklah. Santai saja.”


“ Ale jaga kesehatan. Tidur lah” Katanya menunduk.


“ Ok aku tidur,“ Kataku. Aku berdiri dan tarik lengannya. “ temanin aku tidur. “ Kataku. Dia terkejut. Dia bersimpuh depan ku “ Nanti tempat tidur kamu kotor, Ale. Badan ku  kotor. Kamu pasti terganggu. ‘ Katanya. Keliatan sekali dari wajahnya kawatir. “ Usiaku hampir 50 tahun. Aku udah tua ale ..”Katanya dengan tatapan kosong. 


Aku tetap tarik tangannya. Itulah cara ku membangkit rasa harga dirinya. Dia tetap saja ragu masuk ke kamar. Dia lihat keseliling kamar. “ Ale, aku tidur di kamar ku saja ya” kembali dia berusaha menjauh dariku.


" Mengapa ? Kamu takut aku perkosa? Tahun 83 kita tinggal sekamar selama 6 bulan. Aku tidak pernah menyentuh kamu. Bahkan saat kamu sakit aku rawat. Aku sudah lihat tubuh kamu.  Mencuci celana dalam kamu. Apa aku sentuh kamu? kan engga. Sekarang kenapa kamu ragu, Sa..” Kataku dengan tetapan penuh tanda tanya. Risa bersimpuh di lantai. Dia menangis. Tanpa keluhan. Kepalanya menggeleng geleng. Aku dekati dan  peluk dia. “ Ada apa Sa..?”


" Sepanjang hidupku, aku tidak pernah diperlakukan seperti ini oleh orang lain, Ale. Hanya kamu yang memperlakukanku seperti ratu. Meskipun aku sekarang lusuh dan tua." Risa mengusap airmatanya. "Aku salah. Maafkan aku. Aku meninggalkanmu saat kamu membutuhkan dukunganku. Tentu saja tidak mudah bagimu untuk mendapatkan semua ini. Pasti banyak sekali kesulitan yang kamu lalui. Kau segalanya bagiku. Tapi entah mengapa aku tidak pantas mendapatkan apa yang kamu miliki...” kata Risa dalan bahasa inggris dengan terisak.


Aku dekap Risa "Aku mengerti Sa. Selama 10 tahun ini kamu telah menjalani hidup yang sulit. Tidak mudah bagimu untuk beradaptasi. Apalagi masuk dalam hidupku seperti sekarang. Tidak apa-apa, Sayang. Kita akan melewatinya perlahan-lahan. Sekarang mulailah meyakinkan dirimu sendiri. Bahwa kamu berada di tempat yang aman. Aku akan menjagamu. Selalu. Tidak akan ada yang memperlakukanmu seperti budak lagi." Kataku. Risa memeluk dengan erat. Dia menangis sedu-sedan. Dia tidak merintih dan mengeluh. Namun dari siikapnya aku tahu dia sangat menderita selama ini


Aku gendong dia ke tempat tidur. Sampai pagi aku dekap dia. Pagi terbangun. Lenganku terasa semutan. Karena dijadikan bantal oleh Risa. 


Aku  telp Wenny untuk datang ke Apartemen. Aku berencana menempatkan Risa tinggal bersama Wenny. Sebelum bertemu Wenny aku ajak Risa ke toko pakaian wanita. Bagaimanapun dia Risaku. Aku tidak ingin dia kumuh di hadapan Wenny. Aku minta pegawai toko itu memilihkan baju dan pakaian dalam untuk Risa. 


“ Ale engga usah. Mahal sekali harga bajunya. Engga usah aja, Ale.” Kata Risa bingung. Nangis lagi dia. Aku senyum dan minta pramuniaga sabar sebentar saat aku  bujuk dia  “ Kamu tenang saja.  Nurut saja apa kata pegawai toko itu.” Kata ku  menyerahkan AMEX Card ke petugas toko. 


Walau ragu, dia akhirnya mau juga dipilihkan pakaian oleh SPG. Waktu dia kenakan baju itu. Kecantikannya tidak hilang. Risaku kembali kepadaku. Dia punya kelas. Hanya derita sekian puluh tahun mengaburkan auranya. “ Ale, jumlah bill yang ale bayar tadi sama dengan gajiku sebagai nurse 2 tahun. “ Kata Risa dalam kebingungan.


***

Besok paginya Wenny sudah datang ke apartement.  Aku perintahkan Wenny untuk memikirkan masa depan Risa. Sementara dia tinggal sama Wenny. Risa terharu ketika meninggalkan apartemen ku. Dia hanya tamatan SMA, tapi dia fasih bahasa inggirs , mandarin dan kanton. Yang sangat membantu masa depan Risa di Hongkong adalah dia sudah punya PR. Jadi mudah merencanakan pekerjaan untuk dia di Hong Kong atau di negara lain. Sementara dia magang di holding di bawah pimpinan Wenny.


“ Kalau kamu benar benar mencintai B, dan kamu telah buktikan berkorban sekian lama demi kebahagiaannya. Maka mulai sekarang kamu harus lebih keras lagi dengan diri kamu. Belajarlah dengan keras. Kerja keras. Saya akan jadi mentor kamu. Karena itu tugas yang dia berikan kepada saya. Jadi jangan sekalipun kamu merasa rendah.


Tetapi kamu harus ingat. B secara personal sangat baik. Tetapi secara bisnis dia sangat keras. Kalau kamu tidak menguntungkan dia, pasti kamu dibuang dia. Dan dia tidak ingin itu terjadi. Jadi, pahami dia dan jaga jangan sampai dia menderita hanya harus buang kamu.” Demikian kata Wenny kepadaku saat kali pertama Risa magang di kantor wenny sebelum akhirnya bergabung di SIDC


Tahun 2011 Risa pindah ke Vietnam pada unit business SIDC bidang elektonik. Awalnya berkarir sebagai office manager. Tahun 2012 dia sudah pegang posisi GM. Tahun 2013 dia sudah direktur.  Benar kata Weny dia memang cerdas dan sangat mandiri.  Kalau kemudian Risa bisa sukses mengawali karirnya di usia 47 tahun, itu berkat Wenny yang jadi mentornya. Aku  tidak pernah terlibat secara langsung. Bahkan aku jarang ketemu dia. Selama 12 tahun dia berkarir di SIDC, aku hanya ketemu dia 4 kali. Di SIDC tidak ada yang tahu kalau Risa punya hubungan istimewa denganku. Tetapi pencapaiannya sangat luar biasa. Bahkan tidak masuk akal. 


Pernah ada kasus. Akibat kesalahan perusahaan kami di Ho Chin Minh yang bermitra dengan TNC Smartphone, kontrak supply chain dibatalkan oleh mereka. TNC tdak mau lagi ketemu. Marah besar  mereka. Aku tahu standar bisnis TNC. Risa telp CEO TNC, denied. Menurut cerita Risa. Dia butuh 3 minggu berusaha temui CEO. Dia pernah duduk lebih dari 7 jam di cafe untuk bisa bertemu dengan CEO. Ditolak. Dia pernah diusir oleh pengawal CEO. Padahal dia sudah berlutut depan CEO. Dia sebagai Direktur, hanya ingin sampaikan langsung permintaan maaf atas kesalahan perusahaannya, Apapun hukuman dia akan tanggung.


Akhirnya Risa dapatkan lagi kontrak itu. Setelah itu hubungan dia dengan CEO TNC semakin dekat. “ Saya pikir saya keras dengan diri saya sendiri. Tetapi Risa lebih keras. Saya rendah hati. Tetapi Risa lebih rendah hati. Padahal saya tahu, kamu punya resource untuk hadapi saya. Risa tidak mengeluh ke kamu. “Kata CEO TNC kepadaku. Itu alasannya mau melanjutkan kontrak. Risa berhasil merebut hati CEO itu. Risa tak terkalahkan. 


***


Tahun 2018 dalam pertemuan dengan seluruh anak perusahaan, Risa datang mewakili perusahaannya di Vietnam. Usai acara aku undang dia makan malam. Saat aku genggam erat jemarinya “ Ale aku sudah tua ya.  Udah lembek ya. “ Katanya tertunduk malu.


“ Tapi kamu tetap Risa ku. Itu tidak akan berubah. “ Kataku. Wenny bilang waktu aku sakit, kamu berdoa. Bilang kamu mencintaiku ya.” Lanjutku. Wajahnya bersemu merah. Dia cubit lenganku. Kini usianya 56 tahun. Kami menua namun tetap saling mendoakan. 


“ Walau hidupku mungkin tidak lama lagi. Aku bahagia, karena Ale tahu isi hatiku. You make my yesterday is gone. You have comply with your promise to me ” Katanya.   Aku peluk dia. “  Aku bahagia Ale. Kamu selalu menghormatiku dan membuatku sangat sempurna sebagai wanita.” Katanya berlinang airmata. 


“ Besok kamu akan pindah ke Shanghai. Jadi CEO Sub holding HightTech. “ Kataku. Risa terkejut dan cepat peluk aku. “ Jaga Kesehatan ya sa. Kalau kamu lelah dan mau pension, kabari aku. Aku sendiri yang akan jemput kamu untuk pulang ke Indo" Kataku. Pencapaian Risa memang luar biasa. Bukan karena nepotisme.  Apalagi kompetisi di SIDC sangat ketat untuk setiap posisi. Tapi memang kinerja nya hebat.




Ingin jadi sahabatmu saja..

  “ Proses akuisisi unit bisnis logistic punya SIDC oleh Yuan sudah rampung, termasuk Finacial closing. Kini saatnya kita lakukan pergantian...