Sunday, December 10, 2023

Saya tidak membenci Jokowi





Sebenarnya rencana pertemuan ini sudah lama. Itu dia sampaikan lewat email dan messenger. Tetapi saya tunda terus. Karena dia mendesak untuk bertemu dengan kalimat singkat di email“ Saya mau tahu aja mengapa bapak berseberangan dengan Jokowi. “  Akhirnya saya temui juga. Saya di dampingi oleh anak asuh saya. Sasa. Dia memang ingin sekali bertemu dengan sosok idolanya. Yanti usianya sekitar 45 tahun. Saya mengenalnya dari teman yang juga pengusaha. Saat itu dia butuh dana program sosial. Saya dan teman terlibat mendukung programnya. Dia cerdas dan punya reputasi bersih sebagai aktifis. 


Saya menjawab pertanyaannya. Dari awal saya mendukung Jokowi karena kebijakannya pada proyek infrastruktur adalah lebih kepada B2B. Ini menuntut kualifikasi menteri, direksi dan komisaris BUMN berkelas negarawan. Maklum B2B itu kemitraan international. Mereka harus paham hukum international dengan segala proses negosiasi yang rumit. Juga harus kuasai nation interest. Artinya proses pembangunan bertumpu kepada profesionalitas, bukan rente. Tapi nyatanya dari laporan yang ada, dari lima tahun berjalan, malah skema hutang diperbesar. Dan  periode kedua ini, cara cara hutang tetap dijadikan prioritas. 


“ Bisa cerahkan saya soal itu.” tanyanya.


Pada bulan Mei tahun 2017 Jokowi memimpin delegasi Indonesia menghadiri KTT BRI ( Belt Road Initiative ) di Beijing. Saat itu Jokowi dengan tegas mengatakan siap berpartisipasi dalam BRI, asalkan dengan syarat B2B. Mengapa? agar tidak membebani APBN dengan utang. Skema utang itulah yang dilakukan oleh 6 presiden sebelumnya sebagai solusi. Itu jelas membawa kita kepada situasi debt trap. Itu yang harus diubah. Nah B2B adalah strategi pembangunan memanfaatkan potensi sumber daya manusia yang ada, yang bukan hanya sebagai object tetapi juga subject pembangunan secara menyeluruh. Begitu kata konsepsinya.


Masih belum jelas. Baik saya tegaskan. Pembangunan itu merupakan proses transformasi masyarakat yang tidak hanya dilihat dari indikator pertumbuhan ekonomi saja, namun juga termasuk di dalamnya terdapat perubahan mental, sosial, struktur, hingga kultur dalam masyarakat. Ya social engineering. Setiap proses pembangunan memiliki tiga tujuan inti yaitu peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi; peningkatan standar hidup; serta perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial. Paham ya say.


Apa yang terjadi ? semua proyek B2B. Gagal terlaksana. Justru Proyek dengan skema soft loan diluar ketentuan Jokowi malah semua selesai dibangun. Apa artinya? proses pembangunan infrastruktur terlaksana tetapi tidak terjadi tranformasi ekonomi yang luas. Konsep good governance yang memadukan pendekatan berorientasi pasar untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi dan pemberdayaan civil society melalui demokratisasi tidak dijadikan solusi. Dengan soft loan, pemerintah jadi aktor utama, dan rakyat jadi piguran pelengkap penderita doang. Ya jokowi mengulang tragedi pembangunan. Pemimpin baik yang berujung menyedihkan.


Saya buka file notepad saya. Data  terakhir yang dirilis Bank Indonesia melalui Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (SULNI) April 2019, menunjukkan  status terakhir posisi utang luar  negeri pada Februari 2019 dari Pemerintah China sebesar 17,7 Miliar USD atau setara dengan 248,4 Triliun dengan kurs 14.000. Lebih spesifik di kelola Pemerintah sebesar 22,8 Triliun dan BUMN sebesar 225,6 Triliun. Itu setara dengan 42% total anggaran BRI untuk Indonesia. Indonesia juga diketahui telah menerima pinjaman senilai US$ 4,42 miliar  atau setara Rp 63 triliun pada periode yang sama melalui skema Official Development Assistance (ODA), serta pinjaman melalui skema Other Official Flows (OOF) sebesar US$ 29,96 miliar atau setara Rp 427 triliun. Indonesia termasuk 10 negara penerima pinjaman terbesar dari Tiongkok melalui dua skema tersebut.  Kan konyol.


Saya mendukung Jokowi bukan karena kultus Individu. Saya juga tidak berharap dapatkan rente ekonomi dari dia. Toh saya berbisnis di luar negeri. Saya dukung karena saya tahu, Jokowi berniat baik untuk Indonesia lebih baik. Kalau dalam perjalanannya saya kadang mengkritik Pemerintah, itu karena tanggung jawab saya kepada Tuhan.  Saya tidak ingin terjebak dalam politik suka tidak suka. Atau Kadrun vs Cebong. Engga. Saya focus kepada akal sehat. Mengapa? Sumber masalah terbesar Jokowi bukanlah di luar ring dia. Tetapi di dalam ring kekuasaan dia sendiri. Mereka inilah yang bertanggung jawab paling besar terhadap kegagalan program Jokowi.


“ Bukankah itu karena sistem negara kita yang brengsek. Terutama sistem multi partai. Yang membuat presiden tidak sepenuhnya  punya kendali atas programnya? Kata Yanti.


“ Kamu tahu. Dulu era Gubernur DKI, Ali Sadikin. Dia dikenal Gubernur yang raja tega dan keras. Tetapi dia imbangi kekuasaanya dengan membentuk LBH jakarta. Pemerintah DKI biayai LBH itu. Apa yang terjadi kemudian? Dari 600 kasus sengketa tanah antara pemerintah di DKI dengan rakyat, 200 dimenangkan rakyat. Karena itu dia dikenal Gubernur paling sukses yang pernah ada di republik ini. Apa kuncinya? pemimpin yang sukses bukan terletak pada sistem tetapi karena dia memberikan akses kepada civil society melawannya tanpa rasa takut. 


Tidak ada sistem yang sempurna di dunia ini. Karena bagaimanapun toh sistem itu dibuat oleh manusia. Makanya diperlukan kepemimpinan puncak dalam setiap negara. Tidak ada kepemimpinan yang bisa efektif melaksanakan fungsinya kalau check and balance tidak terlaksana. Makanya kritik itu sangat penting bagi pemimpin yang sadar akan fungsinya. 


Nah, yang jadi masalah pada periode pertama kekuasaanya adalah membungkam oposisi lewat sistem hukum dan politik. Adanya UU ITE, koalisi luas di DPR, UU ormas dan lain lain, itu bukti mesin kekuasaan bekerja efektif membungkam oposisi. Periode kedua kepemimpinannya oligarchi terbentuk sudah. Jokowi tidak sepenuhnya pengendali tetapi bagian dari yang dikendalikan oleh oligarchi. “ Kata saya.


“ Jadi kalau dia bicara perlunya kesinambungan pembangunan, sebenarnya adalah keberlanjutan sistem oligarchi itu.” Kata Yanti retorik. Saya senyum aja. Kata katanya lebih politis. Saya hindari menyimpukan hal seperti itu. “ Bukankah persepsi kepemimpinan negara itu lebih rumit dibandingkan memimpin perusahaan. Jadi tidak sederhana seperti pengertian kita” Lanjut Yanti.


“ Yang rumit itu mengelola bisnis, alasannya pertama, karena sumber daya terbatas. Dibatasi oleh aturan dan modal. Sementara pemerintah kan punya sumber daya melimpah. Dan aturan serta modal dia create sendiri. Kedua, bisnis itu walau legitimate, tetapi sulit mendapatkan trust. Butuh waktu lama membangun trust. Semetara negara kan berdiri sudah ada trust. Uang yang dicetak itu kan lambang trust. Ketiga, bisnis itu berkembang karena organisasi. Membuat organisasi itu established engga mudah. Perlu proses lama dan rumit sampai bisa jadi mesin pertumbuhan. Nah negara kan sudah punya organisasi lengkap dengan dukungan infrastruktur birokrasi,  konstitusi dan UU. 


Jadi mengelola bisnis itu jauh lebih rumit daripada negara. Apalagi mengelola bisnis multi national holding company yang melibatkan ratusan anak perusahaan. Itu benar benar seperti duduk diatas tungku. Sedikit saja hilang focus, bisa accident. Sedikit saja hilang trust, goncang likuiditas. Tapi mengelola pemerintah bisa jadi sangat rumit bila presiden tidak punya good attitude, well knowledge, strong passion dan vision.. Dia tidak bisa melakukan influence terhadap proses kepemimpinannya. Sehingga kepemimpinannya dirasakan tidak efektif. Terkesan autopilot atau wara wiri engga jelas, atau retorik omong kosong.


“ Dan karena itu bapak terus kritik “ Kata Yanti


Rakyat itu adalah  bagian dari civil society yang bertanggung jawab terhadap efektifitas Presiden. Kalau tidak ada kritik, terus memuji maka kita sama saja membiarkan diri kita dimangsa predator yang ada di lingkaran kekuasaannya, yang pada waktu bersamaan mereka hembuskan kesalahan kepada pihak di luar kekuasaan. Padahal ancaman itu dari mereka sendiri yang memegang sumber daya negara secara luas. Saya tidak mau begitu.  Kalau karena kritik saya itu, orang tidak suka, ya bukan urusan saya.  Saya menulis karena Tuhan, bukan karena berharap like atau dapat donasi dari iklan atau apalah.


Usai pertemuan itu, “ Emang salah Ayah apa sih. “ Kata Sasa mengerutkan kening. “ Orang cuman nulis doang . Engga suka ya jangan baca. Aneh saja. Era sosial media seperti sekarang ini orang masih baper dengan tulisan orang lain.” Lanjut Sasa. Saya tunjuk jidatnya. “ Selesaikan kuliah kamu dengan cepat, agar kamu tahu arti sebuah narasi.  “ kata saya. 


“ Siap ayah. 


Peradaban ini bergerak ke depan karena perubahan. Perubahan itu terjadi karena narasi. Makanya kemenangan presiden dalam proses politik,  tidak otomatis dia dilahirkan dari masarakat yang melek politik. Bisa jadi karena kebodohan kolektif, seperti terpilihnya Hitler, yang menang karena rakyat menolak narasi dan tumpul  dialektika. Makanya saya sekolahkan kamu tinggi agar menjadi bagian dari kaum terpelajar yang mengubah negeri ini menjadi lebih baik" Kata saya.

Friday, December 08, 2023

Mimpi abadimu..

 




“ Tidak mungkin dia akan bersedia bertemu kamu. Apalagi dia sekarang dalam genggaman pesaing kamu. Pemain hedge fund juga. “ Kata Tom kepada saya saat dalam kendaraan dari John F. Kennedy International Airport ke Conrad hotel di Manhattan NY. Tom sedang membahas target saya bernama Michael Sun. Dia warga Hong Kong. Memang bisnis ecommerce and logistic yang dia kembangkan sangat bagus value nya. Dia berniat akan IPO. Kedatangannya ke New York untuk menjajaki kemungkinan dua listing di Hangseng dan Wall Street.


Saya tidak begitu peduli dengan kata kata Tom. Orang AS memang mudah kalah dengan logikanya. Tida bagi saya. “ Temukan wanita ini. “ kata saya memberikan nama dan photo wanita itu. Tom memperhatikan dengan seksama. “ Saya kenal dia.” Kata Tom. Saya mengerutkan kening. Secepat itu. 

“ Dia photograper. “ kata Tom cepat. “ Ada apa dengan wanita itu ?

“ Dimana saya bisa temui wanita itu ?

“ Kebetulan dia adakan pameran selama seminggu di sini”

“ Bagaimana saya bisa ketemu dia ?

“ Nanti akan saya cari tahu. Beri waktu sampai besok pagi” kata Tom. Saya mengangguk. Keesokan paginya Tom datang ke hotel saat breakfast “ Namanya Diana. Dia seniman. Kamu punya alasan bertemu dengan dia. Karena kritikus,  Ricky seharusnya datang mengunjungi pameran tetapi mewakilkan nya kepada kamu. “Kata Tom menyerahkan buku profil tentang pameran.  Saya tidak perlu tanya bagaimana Tom mengatur itu. Dia memang punya team yang jago soal itu.


***

Layar kecil yang menggantung di langit-langit kereta yang saya naiki menunjukkan tujuan stasiun berikutnya. Union Square Garden. Saya sedikit bergegas keluar dari kereta. Udara tak tertahankan dinginnya. Saya naikkan syal di leher. Pipi saya terasa mengeras membeku. Keluar dari stasiun subway, saya segera melintasi taman Union Square dan menuju ke arah 12th Street. Diana menunggu saya di toko buku Strand. Kami berjanji bertemu di section fotografi. 


Saya segera naik ke lantai dua. Belum terlihat sesosok manusia pun di sana. Saya memutuskan untuk tetap menunggu. Di sana tampak sejumlah besar foto mayat korban peperangan. Bertumpuk seolah sisa jagalan.


“Indah bukan?” terdengar suara yang berdesis di telinga saya. Saya berbalik dan mendapati seorang wanita cantik. Rambutnya yang setengah ikal. Syal bercorak garis-garis abu-abu dan hitam tampak melingkar di lehernya. “Kamu Ricky ?” tanyanya.


“No… Saya Bandaro, Panggil saja B. Ricky tak bisa datang. Ia harus pergi ke LA  siang ini.”


“Oh. Segala rencana saya langsung terburai. “ Katanya dengan sedikit kecewa.


“Saya krtikus dan juga kolektor photo. “Kata saya sambil lalu dan memastikan dia tidak perlu kawatir.

“ Apa pendapat kamu tentang photo ini ? 


“ Terlalu cepat saya menilainya. Beri saya ruang dan waktu untuk menilai. “Kata saya. Dia menganguk. Tetapi dia tidak pernah jauh dari saya. Tak henti matanya memperhatikan saya mengamati setiap photo itu.  Saya sendiri bingung. Mau nilai apa? Saya tidak paham photo. Bagi saya photo hanya rekaman peristiwa bisu. Setiap orang punya alasan berbeda menilai sebuah photo.


“ Ini photo saya ambil di Rwanda saat perang saudara. “ katanya. 


“ Ya sayang sekali  tekhnik angle foto nya terlalu focus kepada wajah kosong anak anak. Terlalu mendramatisir keadaan. Seharusnya, angel photo jangan close up. Agak menjauh dari wajah duka anak anak itu. Sehingga ada ruang tersisa yang bisa bercerita banyak hal” kata saya sekenanya. Dia melotot. Hampir tidak percaya akan kritik saya terhadap karya hebatnya. “ Ternyata anda lebih tajam dibandingkan Ricky. Saya harus belajar banyak dari anda” Katanya.  Tapi saya tandai dalam brosur photo itu. Terbeli! 


“Kamu membuatku tersanjung. Jarang kritikus berani membayar mahal setelah mengkritik habis”


“Saya hanya berusaha bersikap adil. Setidaknya saya menghargai niat dan tujuan kamu mengambil photo pada moment yang menyentuh rasa kemanusiaan.”


“Hmm… aku menghargai kejujuranmu untuk sebuah pertemuan pertama.”


“Yeah… itu aku,” ujar saya sambil tersenyum. Saya menjadi merasa sedikit menguasai keadaan.


Kami pindah ke sebuah kedai kopi di dekat situ. Sambil melihat orang-orang yang berjalan melintas bergegas melawan angin dingin, kami terlibat pembicaraan tentang pekerjaannya. Pentato dan pelukis tubuh. Sebuah pekerjaan yang menurutnya paling banyak berhubungan dengan kaum perempuan.


Perbincangan kami sangat menyenangkan. Terutama karena saya tak perlu mengisahkan tentang saya atau tentang dia. Kami mengomentari orang-orang yang lewat di depan kami, hingga mengapa orang-orang New York rata-rata menyebut pekerjaan mereka sebagai seniman. “Sebenarnya itu alasan bahwa mereka itu pengangguran. Tapi tentunya itu tak berlaku untukmu. Aku pernah melihat koreografimu tahun lalu. Karena itulah aku sangat ingin terlibat dalam effort mu,” kataku sambil menyeruput kopi latte.


Waktu serasa menguap saat bersamanya. Saya lirik jam tangan, dan ternyata sudah pukul 11 malam. Harus saya akhiri pertemuan dengannya sangat mengasyikkan. Ia segera menyadari keinginan saya untuk beranjak. Sebelum pergi, ia berjanji besok pagi photo yang sudah saya beli akan diantarnya ke Hotel.


“Ok akan sangat senang kalau kamu sendiri yang antar.” kata saya.


“Ok kalau begitu. Kita masih akan bertemu lagi?”


“Yup,” kata saya sambil memberikan senyum tipis.


“We’ll see,” bisiknya di telinga saya.


Keesokan paginya dia tidak datang mengantar photo yang saya beli. Sorenya ada orang yang mengantar photo itu ke kamar saya.. Saya pergi cafe malam hari. Benarlah, Saya lihat Diana sedang bersama Michael Sun. Dia agak terkejut ketika melihat saya dari kejauhan. Tapi dia tidak berani tersenyum ke arah saya. Dia tidak perlu bertanya mengapa saya ada di tempat semewah ini. Toh saya bukan hanya kritikus tetapi juga kolektor photo dan lukisan.  Saya sudah pelajari karakter Michael Sun. Michael suka pacar yang cantik dan cerdas. Namun tidak mungkin membuat Diana nyaman. Michael bukan teman yang enak diajak bicara. Dia intropet namun jenius soal IT.


Kami bertemu lagi sepekan kemudian. Diana tampak berbeda. Tidak secara fisik. Lebih sebagai ekspresi. Meski ia tersenyum saat melihat saya, arah matanya seperti menembus tubuh saya. Saya biarkan ia terdiam cukup lama sambil memandangi burung-burung merpati yang berkumpul di dekat kakinya saat kami duduk di sebuah bangku di Central Park.


“Kamu pasti heran kenapa aku seperti ini,” cetusnya pelan seolah ia masih berada dalam dimensi waktu yang berbeda dengan tubuhnya yang saat ini duduk di sebelah saya. Saya hanya mengangkat bahu. Karena bagi saya, ia toh tak akan peduli dengan reaksi saya.


“Aku ingin bisa bermimpi lagi. Ada yang mencuri mimpiku. Aku baru menyadarinya setelah pertemuan kita. Sampai di rumah, aku ingin mengingatmu dalam mimpiku. Tapi aku tahu, aku tidak memiliki mimpi. Terakhir kali aku memilikinya saat aku berusia sepuluh tahun. Setelah itu aku tak pernah bisa bermimpi.” Katanya. Saya terkejut. Secepat itukah reaksinya. Terlalu melankolis dia. “ Sejujurnya tidak pernah ada orang tertarik membeli photo karyaku dengan harga yang aku tetapkan. Hanya kamu yang berani beli. Walau kamu kritikus tetapi kamu telah menjadikanku sempurna dengan mimpiku.” lanjutnya.


“Oh ya …?”


“Aku tak tahu. Mungkin penting. Untuk saat ini. Karena menurutku, hanya itu satu-satunya cara untuk menyimpan dirimu.” Dia akhirnya mengangkat kepalanya yang dari tadi tertunduk memandang ujung sepatunya yang menyaruk-nyaruk tanah. Kini ia memandang saya. Kami saling berpandang. Lama. Saya sendiri tak menghitungnya dalam hitungan detik, menit, atau jam.


Melihat matanya saya merasakan sunyi yang berkabut. Membutakan namun tak menyesakkan. Terasa dingin, namun tak sampai menggigil. Kami mengalihkan pandang saat setitik salju jatuh di pipi saya. Tangannya yang tak berkaus, terasa hangat saat mengambil sebutir salju itu. Kami melewatkan hari itu dengan memandang salju yang berjatuhan. Semua putih.


Kemudian Diana bercerita banyak hal secara detail tentang obsesi Miachael Sun yang ingin menikmati kemelimpahan wallstreet. Dia juga memberi tahu nama beberapa orang penting yang sering dijamu oleh Michael Sun di Restoran berkelas. Semua informasi mengalir begitu saja. Saya tak perlu rekam pembicaraannya. Saya sudah kuasai dengan cepat informasi itu. 


“ Dari semua itu, Sun tidak peduli dengan obsesiku. Dia hanya pikirkan obsesia dia saja. Aku dipaksa mendengar semua keluhannya dan mimpinya. Lama lama aku bosan. Tetapi aku tidak siap untuk mandiri tanpa Sun. Dengan kamu beli photo buah karyaku, aku punya keyakinan aku akan sukses. Aku siap untuk meninggalkannya. “ Kata Diana.


***

“ Pastikan Solomon keluar sebagai standby buyer untuk listing Sun di Wallstreet. Kalau dualisting gagal. IPO nya di Hangseng akan sulit dapatkan harga terbaik. Kemungkinan kalau dipaksakan akan jatuh cepat harga sahamnya. Kamu bisa hit dia di Hanseng. Atau giring dia kesudut untuk no another alternative to objection” Kata saya. 


“ Siap B “ kata Tom. 


Saya kembali ke Hong Kong setelah 10 hari business trip di New York. 


Tiga bulan kemudian. Michael Sun datang ke Tom. Setelah gagal dualisting dia berusaha meng- enrichment neracanya lewat peningkatan Aset. Dia perlu Hutang konversi dengan exit starategi lewat  IPO. Dia tidak punya banyak pilihan saat Tom ajukan debt trap agreement. Karena itu pada saat IPO, kami dapat kuasai sahamnya dengan pengembalian 10 kali lipat dari jumlah utang konversi. 


***

Setahun kemudian atau tahun 2011, saya bertemu lagi dengan Diana di pameran Photo international di Swiss. Dia peluk saya.  “ I miss you” katanya. Malamnya kami bertemu di cafe untuk dinner. Di panggung terdengar lagu dilantunkan biduanita. Its just like i dreamed it would be. Maybe we are frozen in time. You are the only one i can see. I have looked all my live for you. Now you are here" Otomatis saya menyambut lagu itu pada penggalan "Now you are here"  Dia merona wajahnya. 


Kembali ke hotel. Sambil tetap menyusupkan kepalanya di dada saya, dia berbisik. “Seumur hidupku, aku ingin terlihat indah. Begitu indah untuk bermimpi tentangmu.” Malam itu saya akan menjadi mimpi Diana untuk selamanya. Karena setelah itu saya tutup file tentang dia. Setidaknya saya tahu dia sudah mandiri dengan passion dia. Dia akan baik baik saja.

Sunday, December 03, 2023

rendezvous dengan sahabat.

 




Kemarin saya dampingi Lina meeting dengan relasi dari luar negeri di Ritz. Setelah usai kami keluar dari lounge itu. Namun saya di panggil teman teman yang sedang rendezvous. Saya mampir di table mereka. “ Ini Ale, yang nulis di blog soal kerugian BUMN karya. “ Kata Dharma kepada temannya yang lain. Mereka menyalami saya. Dharma teman lama saya. Dia melirik Lina. “ Kenalkan ini direksi gua” kata saya kenalkan Lina.


“ Bro, kenapa BUMN karya itu semua merugi. Dan akhirnya terjebak utang. Kan mereka dapat konsesi bisnis dari negera. Tanpa tender lagi. Emang business infastruktur engga nguntungi ya. Kalau engga nguntungi kenapa dipaksa ? Tanya Dharma.


“ Ya karena spending lebih besar daripada income.”Kata saya tersenyum. “ Itu gua tahu. Secara substansi apa penyebabnya ? tanya Dharma.


“ Infrastruktur seperti jalan tol, pelabuhan, bandara, itu kan kalau dilaksanakan dengan skema Publik Private Partnership kan berkaitan dengan business model. Business model nya pasti bukan public service provider tetapi dari value project provider. Contoh jalan tol, itu business modelnya selalu business pengembangan kawasan industri atau logistik. Bukan jalan umum dan berbisnis dari tarif. Nah dikita kan jalan toll itu dianggap sebagai business tarif. Visinya kontraktor, bukan developer. Makanya wajar kalau BUMN karya merugi.” Kata saya.


“ Oh jadi salah persepsi ya. “Kata Dharma,


“ Ya karena salah persepsi tentu salah juga konsepsinya. Pasti salah perencanannya. “ Kata saya. “ Dan itu terjadi pada hampir semua kebijakan pemerintah pada bidang ekonomi.”


“ Ya seperti program hilirisasi mineral tambang. Yang terjadi bukan downstream tetapi upstream. Hanya mengubah bahan baku ke bahan setengah jadi untuk kepentingan industri downstream luar negeri.” kata Dharma.


“ Mengapa ? Tanya temannya.


“ Kan ditengah tengahnya ada business midstream, pendapatannya dari volume exploitasi mineral tambang, ya otomatis terjadi pengerukan SDA secara ugal ugalan. Lupa dech merealisasikan rencana bangun downstream dalam negeri. Yang ada hanya cerita doang. “ Kata saya.


“ Midstream itu apa ? tanya salah satu mereka.


“ Midstream Itu business jasa, seperti pelabuhan khusus, pembangkit listrik, stockpile, trading, tongkang, hauling road, yang semua dikelola secara rente. Modalnya hanya lobi dan elus telor pejabat dan aparat. Ya leverage kekuasaan untuk dapatkan uang mudah. Mudah jadi sultan “ kata Dharma dengan tersenyum. Saya minta izin untuk pergi. Mereka menyalami saya.


“ Antar saya ke PIK, Ada janjian dengan Ibu Florence, Awi dan teman taman. Kami mau rendezvous. Maklum jumat malam. Ketemuan para opa opa dan oma“ Kata saya saat masuk kendaraan.


“ Siap pak.” Kata Lina lajukan kendaraan.


 “ Pak, tadi teman bapak pengusaha ? tanya Lina.


“ Bukan. Dia dosen PTS dan juga konsultan” Kata saya.


“ Yuan juga punya kan business minerall tambang” kata Lina.


“ Ya tapi lewat skema countertrade aja. Engga punya konsesi tambang, apalagi smelter. Dan itu yang lakukan unit business industri downstream di China dan Kanada.” kata saya.


“ Dan itu ide dari bapak?


“ Engga. Itu sistem Yuan bekerja sendiri. Saya malah engga tahu banyak. Seperti mereka kuasai PI tambang di Afrika, Brazil, itu kan yang create divisi Sumber daya Yuan Holding. Anak perusahaan hanya menjalankan visi Holding saja.” Kata saya.


“ Ya. Dan visi itu berasal dari bapak lah.” kata Lina tersenyum.


‘ Itu sepenuhnya management process aja. Sama seperti kamu di GI. Kan mayoritas saham punya Yuan. Apa pernah Yuan holding campuri masalah internal kamu.?


“ Ya engga pernah. Tapi kan juklak VISI dan MISi detail sekali dari Yuan. Lina kan pernah ikut training soal visi dan misi itu di Singapore di kantor regional Yuan. “


“ Ya itu namanya management process dari adanya sistem.” Kata saya.


“ Dan karena itu bapak bisa santai dan perusahaan terus berkembang tanpa kehadiran bapak di kantor. Dan semua direksi loyal kepada bapak” Kata Lina tersenyum. Saya belai kepalanya yang sedang setir. “ Mereka aset saya dan saya jaga mereka dengan cinta. Termasuk kamu. Makanya cinta pula yang saya dapat.”


“ Termasuk kalau lagi marah. Itu marah cinta ya pak” kata lina.  " Bapak kalau lagi marah wajahnya serem dan kata katanya menyakitkan hati" Lanjut lina. Saya senyum kecut. " Bukan serem. Memang wajah saya sangar dan tidak melankolis seperti Jokowi.”


***


Sampai di cafe kawasan PIK. Saya turun dari kendaraan dan Lina kembali ke kantor. Saat saya masuk ruang cafe, AWi dan Florence udah di table. Teman teman lain belum datang “ Gua heran ya, Kenapa lue engga berubah, Masih aja main bisnis elus telor pejabat” kata Florence ke Awi saat kami duduk santai.  Awi senyum sambil isap rokok.

  

“ Ling, gua kasih tahu, Ini agak panjang ceritanya. Sehingga lue bisa simpulkan sendiri dibalik sikap gua itu.” kata Awi.


“ Ok ceritalah “ kata FLorence, Saya mau ketawa lihat Awi serius.

 

“ Dulu tahun 85 hanya karena gua jual togel di Medan.  Polisi tangkap gua. Gua masuk bui 3 tahun. Sementara bandar Togel di Singapore itu orang indonesia. Dia aman saja. Bahkan setiap weekend Jaksa agung, polri  dan politisi makan malam dengan dia di singapore. Sementara gua hanya calo togel omzet hanya paling tinggi Rp. 5000 seminggu malah di penjara. Eh Soeharto sendiri malah izinkan judi SDSB dan setelah gua keluar dari penjara malah pemerintah keluarkan lagi izin Judi Forkas.  Sakit engga? Kata Awi..


“ Gara gara penjara itu rumah tangga gua nyaris karam. Keluar dari penjara engga ada sedara mau bantu, hanya Ale orang yang baru gua kenal yang bantu gua. Dia beri gua modal untuk jadi agent Forkas di Daerah. Akhirna modal itu kandas. Karena bandar kabur. Gua malah dituduh jual forkas palsu. Polisi tangkap gua lagi. Sementara bandar enak aja hidupnya di Jakarta. Ale bantu gua bebas. Engga dikit uang dia habis untuk bantu gua. 


AKhirnya gua terpaksa hijrah ke kamboja. Itu karena gua malu jadi beban Ale. Dia  terlalu baik sebagai sahabat dan gua selalu bikin dia repot. Hanya dalam setahun gua udah bisa buat Gank sendiri. Dari awlnya debt collector sampai bisa buat Casino gelap di Boarder Kamboja. Dengan uang yang ada, gua bayar politisi untuk dapatkan izin casino. Dan gua bayar desersi tentara Kamboja untuk bantu operasional.  


Setelah gua sukses di luar negeri. Gua pulang tahun 93, Gua dapati Ale bangkrut. Tahu apa sebabnya? karena dia jadi berubah idealis. Engga mau lagi main seperti awal gua kenal dia. Tadinya dia jago elus telor pejabat. Dia berubah jadi alim banget. Gua beri dia uang banyak malah dia tolak. ALasanya dia engga mau terima uang dari judi. Walau dia bisa bangkit lagi tapi tahun 96 dia bangkrut lagi. Nah setelah itu dia mulai marah dengan situasi. Otak reptilnya keluar. Dia ajak gua bisnis janket. Sebenarnya bantu orang Indonesia termasuk kroni soeharto bawa kabur uang ke luar negeri dengan alasan janket. Sampai tahun 97 , miliran dollar gua dan Ale geser uang clients ke luar negeri. Karena itu rupiah terus jatuh kurs nya dan akhirnya tumbang pada 98. Dari bisnis janket itu kita dapat cuan besar untuk kerja benar. Tahun 2000 kita start bisnis ikan dan berkembng seperti sekarang” kata AWi.


“ Terus kenapa masih aja mentiko? 


“ Itu karena pemerintah dan sistem kekuasaan itu sendiri. Di era Megawati dan Gus Dur orang jarah aset BPPN. Kalau kita engga ikutan ya kita ketinggalan. Era SBY orang jarah APBN, ya kita engga ikutan. Karena kita bisnis tanpa APBN. Tetapi Era Jokowi , balik lagi seperti Soeharto. KKN balik lagi. Misal, kalau kita engga kuat lobi ya mana mungkin pabrik makanan kita bisa untung. Itu kan dari  gandum, biji plastik, gula, garam kan impor. Pemerintah atur quota. Kita engga dapat quota, laba kita dijarah oleh kartel imporir. Ya terpaksa main juga. 


Kita main shadown banking untuk trading oil karena semua orang main, ya kita ikut main. Kalau engga, bisnis logistik kita dibidang kapal tanker bisa dijarah labanya oleh pemilik cargo. Kan bego.  Bayangin aja. Mereka dapat quota impor BBM modalnya elus telor doang, dan kita yang invest kapal terpaksa bagi fee ke mereka. Terus kita main PI dan Countertrade tambang. Karena semua IUP udah dikuasai pemain yang dekat dengan penguasa. Ya terpaksa kita jarah juga lewat countertrade. “


“ Jadi main kotor karena orang lain juga kotor. Yang korban rakyat banyak. 80% rakyat hidup dengan pendapatan dibawah RP. 4 juta perorang.” kata Florence mencibir.


“ Udah dari sononya nasip mayoritas itu jadi korban. Sejak peradaban modern terbentuk, pemenang itu hanya segelitir orang doang. Selebihnya jadi pecundang. Ini kan soal pilihan. Kita patuh kepada penguasa, termasuk penguasa yang kadalin SDA dan begoin rakyat. Gua engga ada urusan soal moral politik. itu urusan elite politik.Yang penting gua engga di posisi pecundang dan korban. Orang lain?  EGP aja.” Kata Awi. Florence melirik ke saya. Dia akhirnya mengangguk dan berusaha maklum. 


Saat bicara itu David datang ikut gabung di table. Tak berapa lama Afin juga datang. Rame dah.


“ Gua  engga ngerti. Mengapa orang begitu memuji Jokowi. Padahal tak ada prestasi dia selama jadi Presiden. Ketahanan pangan gagal. Tol laut gagal. Utang awal dia berkuasa Rp. Rp 2,600 triliun. Kemarin Juni posisi utang kita sudah Rp7.800 triliun. Atau selama dia berkuasa nambah utang Rp. 5200 triliun. Itu sama saja utang selama Jokowi berkuasa dua kali lebih besar dari utang 6 presiden sebelummya.  Dia besar karena buzzer doang. Kerjanya merusak, bukan membangun atau memperbaiki.” kata Afin.


David melotot. Maklum dia jokower. 


“ Ah lue Fin banyak cakap kau. “ Kata David kencang. “ Takut lue karena hilang harapan Paslon lue menang?. Periode pertama lenyap dia.” Kata David. Awi dan Saya  tertawa. 


“ Yang pertama tertawa yang terakhir menangis. Yang pertama merayakan pesta selalu pecundang akhirnya” Kata Afin.


“ Tapi lue engga baca tuh approval rating Jokowi tinggi. Diatas 70%. Kurang apa lagi untuk membuka mata lue.” Kata David.


“ Duh itu karena belanja Subsidi BBM  diatas 15% dari total belanja Pemerintah Pusat. Jumlanya diatas Rp. 2.500 triliun. Belum lagi belanja sosial mencapai Rp. 1200 triliun lebih dan belanja subsidi non energi mencapai Rp. 780 trilun.  Itu mengalahkan anggaran untuk infrastruktur. Ya wajarlah 70% rakyat puas. Tetapi itu semua racun untuk ketahanan negara dan upaya kemandirian. Pahami itu “ Kata Afin.


“ Dasar lue ya tak pandai berterima kasih kepada Jokowi yang sudah berjasa membangun negeri ini” kata David.


“ Eh kenapa gua harus berterimakasih ke Jokowi? Emangnya di biksu kerja bakti “ Afin melotot. “ Dia kerja dibayar mahal dan dapat fasiltas mewah tinggal di istana. Kemana pergi naik pesawat ke presidenan. Kalau memang dia kerja baik ya sudah seharusnya Ngapain harus terimakasih.” kata Afin.


“ Tanpa dia tak terbangun jalan toll dan infrastrutkur ekonomi..” Kata David coba yakinkan Afin..


“ Ah dasar bego lue ya Vid, “ Sergah Afin” Itu infrastruktur dibangun oleh BUMN dan dapat dukungan fasilitas dari APBN. Tahu lue, kalau tidak ada kader PDIP yang berjuang di DPR mana pula APBN bisa disahkan untuk ongkosi resiko proyek.  Engga mungkin infrastruktur terbangun. Artinya itu uang dari rakyat. Jokowi  hanya wara wiri seperti orang sibuk di hadapan rakyat. Padahal dia engga paham apa yang dia kerjakan. “


“ Tapi kan hebat itu” sergah David.


“ Hebat? “ Afin mencibir”  Kalau dia bangun infrastruktur itu dari surplus pendapatan APBN itu baru hebat. Tapi sejak era dia tak pernah APBN surplus. Selalu defisit dan selalu utang untuk tutupi defisit. Apanya hebat? Kalau sekedar belanja siapapun bisa”


“ Kalau siapapun bisa kenapa presiden sebelumnya tidak lakukan?Tanya David.


“ Presiden sebelumnya tahu diri. Engga tega menambah beban utang negara. Bagi mereka kalau belum bisa bikin surplus APBN setidaknya tidak bebani rakyat dengan utang bertambah besar. Paham kau” kata Afin.


“ Tapi sejak Jokowi program hilirisasi nikel terbangun” kata David ngotot.


“ Ah Lue Vid. “ Afin kibaskan tangan ke David. “ Makanya banyak membaca. Jangan tiktok dibanyakin. “ David mencibir 


“ Hilirisasi itu adalah amanah konstitusi pasal 33 UUD 45 dan dilaksanakan awalnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009. 80%  smelter yang sudah beroperasi di Sulawesi sekarang, izinnya di era SBY. Justru tahun 2017 jokowi keluarkan aturan mengizinkan ekspor konsentrat mentah. Baru tahun 2021 aturan itu dicabut. Eh sekarang dia jual cerita seolah suskes hilirisasi karena dia. Orang awam boleh dibegoin. Tapi gua sih ogah.“ Lanjut  Afin. Kami tertawa melihat Afin dan David bertenkar soal omong kosong.


Florence menatap saya sejurus. Dia tersenyum.“ Mengapa lue tidak peduli dengan penampilan berkelas. Padahal lue punya kalau mau. Capek gua mikir. Beda banget dengan gaya usia lue dibawah 35 tahun. “ kata Florence. Saya diam saja.   " Ayolah bro, jawab pertanyaan Aling itu. Kita kita juga mau tahu alasan lue. Selama ini kita segen tanya" kata David. Tetapi karena rasa ingin tahu nya sangat besar dan dia sadalah sahabat saya lebih dari 35 tahun. Tentu dia berhak tahu sikap saya. Karena selama ini saya memang tidak pernah berekspresikan sikap saya dengan kata kata.


“Dulu betul." kata saya mulai cerita'  Ketika jaya ya,  penampilan saya keren  dihadapan teman, sababat, keluarga, pejabat. Tapi itu  tidak ada artinya saat saya bangkrut. Semua bantuan kasih saya kepada mereka tidak membekas. Saya tetap aja dianggap sampah dan bad news. Pernah saat saya bangkrut. Sedara istri saya baru beli kendaraan baru. Saya ikut numpang mobilnya pulang. Karena rumah kami satu arah. Saya diturunkan dia di terminal buss. Padahal saya sedang bersama Balita saya dan istri. Dia tidak peduli.


Pernah saat saya bangkrut, jas yang diberi teman, dia minta lagi. Karena dia perlu untuk anak buahnya. Padahal dulu waktu dia bangkrut saya beri uang untuk beli susu anaknya. Pernah  istri diundang  temannya untuk antar pakaian dagangannya.  Karena suaminya  tidak suka  ruang tamu rumahnya berantakan. Dagangan istri saya dilempar keluar pagar. Padahal stri saya dagang untuk beli beras. Saya pernah berkali kali memohon maaf kepada kondektur buss karena tidak mampu bayar ongkos. Sering juga di bully. Saya terima itu.” kata saya. Florence berlinang airmata.


“ Saya benci penampilan mewah. Karena itu adalah kebohongan terencana. Yang melihat pura pura hormat dan kita menikmati ilusi kehormatan itu. Sangat naif kalau kita perlu kehormatan karena penampilan. Dan itu adalah sisa budaya feodal yang harus kita perangi. Kita tidak bisa mengubah dunia tetapi kita bisa mengubah diri kita sendiri, hiduplah dengan sederhana. Maka kesombongan berkurang di muka bumi ini.


Makanya di Hong Kong di kamar kerja saya ada kamar ganti pakaian. Pakaian kantor ya tentu saya sesuaikan dengan rating perusahaan. Tetapi keluar kantor untuk urusan personal saya gunakan pakaian sederhana. Saya tidak merasa rendah tidak punya member club golf. Saya tidak merasa kecil tidak masuk anggota Moge dan club kendaraan mewah. Saya tidak merasa miskin tinggal di perumahan yang bukan kelas real estate. Bahkan sampai tamat SMU kedua anak saya tidak tahu apa kerjaan saya. Karena saya menolak tamu bisnis datang ke rumah saya.


Di usia menua ini saya dapatkan hikmah. Ternyata reputasi itu bukan diukur dari pemampilan. Tetapi sejauh mana saya  bisa menjaga kepentingan stakeholder. Baik stakeholder bisnis maupun personal. Tidak penting walau mereka tidak pandai berterima kasih. Tetap jaga. Teman palsu pasti ada, tetap jaga. Sedara merepotkan pasti ada, tetap jaga. Pemerintah yang tidak adil selalu ada, tetap jaga. Sahabat pemarah dan istri tukang ngomel selalu ada. Tetap jaga. MItra yang brengsek selalu ada, tetap jaga. 


Semua itu bukan antara saya dengan mereka. Tetapi antara saya dengan  Tuhan saja. Saya perlu reputasi di hadapan Tuhan, bukan manusia yang serba palsu. Dan apa yang terjadi? ternyata di usia menua ini teman semakin berkurang. Yang terisa hanya sahabat. Yang tidak bertanya berapa harta saya dan berapa uang saya di dompet. Hanya inginkan tetap bersama dengan saya. Diantaranya  kalian ini sahabat saya dan tentu juga istri saya di rumah..” kata saya. Aling berlinang air mata dan teman teman tertegun mendengar cerita saya. Berkumpul dengan sahabat masa muda memang menyenangkan. Kami seperti kembali muda. Usia kami sudah diatas 60 tahun.  Teman sudah banyak berkurang. Yang tersisa hanya sahabat..

Uang kuliah Mahal...

  Saya ada janji dengan teman banker untuk meeting di sebuah Hotel. Dengan menggunakan taksi saya menuju tempat meeting itu. Saya merasakan ...