Saturday, November 20, 2021

Jalan Tuhan, bukan jalan Agama.



 



Tadi siang dia berjanji akan datang. Yang saya harapkan selalu di kafe itu senyumnya akan mengembang. Ketika melihat saya. Karena berdekatan dengan sahabat, katanya. Biasanya kami akan menghabiskan waktu dengan percakapan. Tapi akhirnya saya lebih banyak mendengar. Dia memang hebat, moderat atau bisa juga sesat. Kaya akan ilmu dan sangat realistis. Rasional. Ketika melihat hidupnya baik baik saja. Padahal sebagai pengusaha dia hidup serba tidak pasti. Saya berpikir apakah benar dia baik baik saja?


Dulu setahun sebelum jatuhnya Soeharto, dia sangat sibuk sebagai anggota Pokja merancang UU berkaitan dengan gerakan muamalah umat. Saya sebagai mahasiswi dan aktifis keagamaan mendukungnya. Sangat mendukung. Bagi saya, UU itu adalah jalan bagi umat menguasai ekonomi nasional menurut akidah. Kalau secara ekonomi sudah mengikuti tuntunan agama, maka ridho Allah akan datang. Semua akan serba mudah. Benarlah, UU itu disahkan setelah Soeharto jatuh. Tapi saat itu dia sudah tidak lagi aktif sebagai anggota Pokja. Ketika saya mengucapkan selamat. Tidak ada reaksi apapun dari dia. Karena dia sudab sibuk dalam dunia kapitalis. Membangun usaha di luar negeri. Namun dia tetap idola saya.


Tahun 2006 saya menikah dengan pria yang juga tokoh agama. Dia tidak datang. Namun dia mengirim karangan bunga dan SMS, mengucapkan selamat. Tak lupa mendoakan. Sejak itu saya tidak lagi berkomunikasi dengan dia.  Tahun 2009, saya bercerai. Karena tidak siap dipoligami. Saat itu saya dihujat tidak taat kepada suami. Tidak ingin mendapaktan kunci sorga. Tidak siap diuji keimanannya, lebih mencintai Allah atau manusia?. Memahami agama dan sorga, terlalu rumit bila syarat harus berbagi ranjang dengan orang asing. Saat terasing di linkungan orang sholeh, saya merindukan dia. Kami mulai kembali berkomunikasi. Dialah orang yang mau mendengar kekecewaan saya dan dia memaklumi sikap saya.


Bukan itu saja. Sebagai janda dengan satu anak. Saya lebih memilih sibuk dalam kegiatan sosial keagamaan. Tak ingin menikah lagi. Setiap ada kegiatan sosial , setiap saya SMS dia, selalu dijawab “ Rin, saya udah transfer uangnya. Semoga sukses ya”. Suatu saat saya utarakan kesulitan keuangan. Karena pecah kongsi dengan teman dalam bisnis penyewaan Perlengkapan perkawinan. “Rin, saya udah kirim uang”. Tanpa disadari saya merasa dia sudah jadi tempat sandaran hidup. Walau dia bukan suami, tetapi dia selalu ada untuk saya, dan selalu mengerti saya.


***


Namun secara prinsip pemikirannya membuat saya berjarak dengan dia. Saya bukan orang yang mengerti bahasa isyarat. Apalagi kalau itu mengandung makna filosofis berat. Saya cuma tahu karena saya merasa. Bukan karena teori-teori yang tercantum dalam buku-buku kaum sekular. Keadaanya jelas. Dalam dunia kapitalis. Setiap orang adalah pedagang. Bisa untung, bisa juga rugi. Masalahnya, umat selalu rugi. “ Kalian tidak rugi, hanya tidak meraih seperti harapan. Mungkin juga terlalu besar harapan. Sehingga disebut rugi. Kalau kalian memang rugi, sudah lama kalian kelaparan dan berhenti berharap. Mati sebelum ajal datang. Nyatanya sekarang semua baik baik saja” Katanya dengan enteng. 


“ Kamu tidak bisa menyederhanakan masalah. Ini masalah umat. Masalah mayoritas penduduk negeri ini. Soal keadilan“ Kata saya.


”Kenapa harus rumit memikirkan hidup ini. Kalau sebotol Jonny Walker bisa menyelesaikan. ” Katanya


”Hah?!” Saya terkejut. Sejauh itukah dia berubah. Kemana idola saya yang dulu? yang selalu bersemangat untuk jalan kebenaran.


“ Kenapa kamu berubah? Kata saya.


“ Tidak ada yang berubah. Saya masih tetap di jalan Tuhan. Bukan jalan Agama. “


“ Murtad kamu! Kafir kamu. “ Kata saya keras.  Dia tersenyum. Kemudian tertawa. Seperti tidak merasa tersinggung. Apakah dia tidak bisa lagi membedakan salah dan benar.? Namun sebelum saya meragukan sikapnya dia dengan santai menjelaskan. Adakah pelajaran berharga dari Rasul tentang kekalahan yang menyakitkan ? Adakah pelajaran berharga dari Rasul. Rasa senang atas kemenangan berakhir kepada kekalahan yang mempermalukan ? demikian pertanyaan yang diajukannya. 


Ia melanjutkan, setelah mencapai kemenangan dalam perang Badar, pasukan Nabi penuh percaya diri tampil gagah berani menjemput sahid dalam perang Uhud. Nabipun mengatur strategi dengan begitu rapinya. Diminta semua pasukan mentaati taktik dan strategi itu dengan sebaik baiknya. Ketika perang berlangung. Dalam posisi diatas angin atas musuh, terjadi kekacauan barisan pertahanan. Pasukan pemanah yang diminta untuk tetap di posisinya di atas bukit, turun kebawah untuk ikut memperebutkan harta rampasan. Pada saat itulah kaveleri musuh dibawah pimpinan Khalid Bin Walid melakukan pukulan balik.


Tanpa terduga , serangan dari balik bukit pasukan kavelery musuh itu membuat kacau pertahanan pasukan muslim. Keadaan menjadi terbalik. Kalau tadinya Pasukan Islam sudah hampir mencapai kemenangan, kini tersudut. Akhirnya mengalami kekalahan. Dalam perang Uhud itu, banyak sahabat Rasul yang gugur termasuk pama Rasul, Hamzah. Nabipun mengalami luka luka dalam perang itu. Bahkan sholatpun Nabi harus sambil duduk karena banyak luka ditubuhnya. Paham kamu? Itu artinya Nabi kekasih Allah saja tunduk dengan sunnatullah. Siapa kita ? yang berharap mirracle melawan kezoliman.


Ini sebuah pembelajaran yang sangat mahal bagi kaum muslim ketika itu. Bahwa disiplin dalam perjuangan adalah kunci sebagai pemenang. Ya, dalam kehidupan sekarang ini, dalam situasi pribadi maupun organisasi maka kedisiplinan sangat penting. Dunia ini adalah the battle of life. Hanya mereka yang cerdik, disiplin dan terorganisir baiklah yang akan tampil sebagai pemenang. Itu yang tidak dimiliki oleh pemimpin umat. Lihatlah. Begitu banyak ormas. Itu artinya sulit dipesatukan dalam barisan yang sama. Liatlah fakta, begitu banyak aliran dalam agama. Bagaimana mau disiplin barisan. ? Ya kalau kalah, itu sudah sunattulah. “ Katanya. 


“ Saya sedikit tercerahkan  walau tidak sepenuhnya menerima. Masih banyak yang dipertanyakan sikap kamu? Kata saya.


”Kenapa perlu dipertanyakan, Sayang. Perubahan yang seperti kamu mau tidak akan terjadi. Sehebat apapun Agama, politik, sains tidak akan mengubah peradaban. Yang bisa mengubah itu adalah Tuhan. Perubahan yang lebih baik terjadi karena  pada diri setiap orang ada Tuhan. Masalahnya kita mentuhankan selain Tuhan. Kita mentuhankan agama. Itu yang salah. Paham ya sayang. “ Katanya.


Tapi di manakah sekarang ia? Saya lirik jam. Sudah sejam berlalu. Dia tidak juga datang. Saya merindukannya. 


”Hah?!” Terkejut saya ketika bahu ditepuk seseorang.


”Boleh saya ambil bangku yang tak terpakai?”Katau pengunjung kafe.


”Hah?!”


Saya tidak bisa menentukan. Saya sudah menunggu satu jam dengan perut kosong. 


”Boleh saya pakai bangkunya, Mbak?”


”Maaf, ada yang saya tunggu.” Kata saya. Memang saya butuh dia, butuh tempat bersandar.  Saya tidak akan kecewa kalau akhirnya dia tidak datang. Karena kalau saya SMS, dia selalu jawab “ Rin, saya udah transfer ya.” 

Friday, November 19, 2021

Tabah dan berani.





Jangan pernah percaya pada apa pun yang anda lihat di bawah matahari Guangzhou. Mungkin anda pernah menganggap makhluk naga bersayap sebagai dewa penjaga keadilan di Cina. Tidak. Naga adalah icon keberanian untuk tabah. Orang berani mungkin banyak. Itu preman semua berani namu tidak tabah. Sikap kriminal itu adalah repliksi dari ketidak tabahan itu sendiri. Tidak banyak orang yang tabah melewati ketidak adilan. ? Tapi tanpa keberanian , tabah itu lebih kepada sifat pecundang. Orang miskin yang tabah adalah petarung. Tetapi bila dia tidak berhenti mengeluh, jelas dia pecundang. Orang berani jadi perampok atau korupsi, sebenarnya dia takut miskin dan lemah berkompetisi. Pecundang juga. 


Pelacur termasuk paling berani, Dia siap melakukan apa saja, bahkan sampai batas kehormatannya. Sebenarnya itu dia lakukan karena tidak tabah mengatasi hambatan dalam dirinya. Sehingga dia terpaksa jual dirinya. Saya tidak terkejut ketika melihat wanita, sebenarnya cantik, tetapi seragam petugas cleaning service  pembersih toilet itu menutupi aura kencantikannya. Kalah pamor dengan megahnya toilet. Wanita itu punya keberanian untuk tabah. Itu yang saya simpulkan kali pertama bertemunya di toilet.


Toilet kantor ini bersih. Aroma pewangi ruang terasa. Itu artinya tidak ada air kotoran yang tersisa di closed. Semua nampak besih. Lantai kering. Walau kantor ini menyatu dengan pabrik tetapi toilet khusus staf dan eksekutif terjaga dengan baik. Saya lihat dia dekat pintu masuk toilet. Tidak nampak dia santai. Walau dalam posisi duduk. Itu nampak dari matanya. Waktu keluar toilet, saya mangangguk. Dia tersenyum. Sore hari saya kembali ke toilet itu. Dia sedang membersihkan dinding kaca ruang antara toilet dan ruang westafel. Keliatan sangat serius dan teliti. 


Keluar dari toilet saya melihat wanita itu sedang dimarahi oleh GM. Dia nampak membungkuk sebagai tanda menyesal dan minta maaf. Namun GM itu terus marah. Saya geleng geleng kepala saja. Padahal wanita itu mengingatkan tidak boleh merokok di ruang toilet.  Sikap feodal masih ada di China. Orang yang lebih tinggi stratanya merasa berhak melanggar aturan atau tidak suka ditegur  oleh orang yang lebih rendah strata sosialnya. Namun berkat kebebasan berkompetisi semua orang berjuang untuk naik kelas strata sosialnya. Bagi mereka bekerja adalah kehormatan. Tangan dibawah tanpa keringat dan skill adalah kehinaan.


“ Berapa gaji petugas cleaning service itu? tanya saya kepada GM pabrik di kamar kerjanya.


“ 800 Yuan” Katanya. Itu UMR China tahun 2006.


“ Tamat apa sekolahnya ?


“ Setara dengan SMA. Karena dia ambil pelajaran lewat kursus yang setara dengan SMA.” Kata GM. Saya mengerti. Dalam rangka kebebasan dan wajib belajar, semua orang tidak harus masuk sekolah formal untuk dapat ijazah. Tersedia banyak kursus untuk setiap mata pelajaran pada setiap tingkatan. Kalau mereka dapat tanda lulus pada setiap pelajaran itu, bisa dapat akreditas lulusan sekolah umum yang setara.


“ Mengapa harus membentak segala. Apa engga ada cara yang lebih baik ? 


“ Dia wanita kampung. Memang lamban. “ Kata GM sambil lalu. Orang kota memang memandang rendah orang kampung. Karena sebagian besar pekerjaan di kota dikuasai oleh orang kampung yang merupakan pekerja urban. Mereka umumnya pekerja keras dan tidak pilih pilih kerja. Apapun selagi dapat uang, mereka kerjakan. Bagi rakyat China, kebebasan yang diberikan negara adalah kunci mereka mendapatkan kemakmuran dan kerhormatan pribadi. Itu harus mereka dapatkan dari bekerja dan berproduksi.


***


Malamnya saya makan malam dengan Direksi perusahaan.  “ Cha, saya minta petugas cleaning service itu dijadikan karyawan magang di perusahaan.”Kata saya. 


“ Cleaning service ? An ? “ Cha terkejut. “ Kenapa ? Dia kan pekerja kontrak .” 


“ Ya. Beri dia kesempatan jadi staff kalau memang dia mampu. Coba aja.” Kata saya tersenyum sambil minum wine.


***

Setahun kemudian saya berkunjung lagi ke Guangzho. Di stasiun yang jemput saya, An. Dia membungkuk di hadapan saya dan mengambil tas traveling saya. Dia tuntun saya ke luar dari Stasiun kereta. Tak berapa lama kendaraan penjemput datang. Dia duduk di samping saya. 


“ Kamu, AN kan.” Kata saya menegaskan bahwa saya tidak salah.

“ Ya. “ 

“ Bagian apa kamu kerja sekarang?

“ Staff PR. “

“ Bagaimana kamu bisa bahasa inggris.” Kata saya. Karena saya  tahu staf PR harus bisa bahasa inggris. Engga banyak orang china, apalagi tamatan SMU bisa bahasa inggris.

“ Saya belajar sendiri. Dari buku.” Katanya berusaha ramah.

“ Berapa lama ?

“ 3 bulan.”

“ 3 bulan? saya terkejut. “ Belajar tanpa guru.? “ 

“ Ya. Saya sudah biasa belajar sendiri. Ijazah sekolah saya dapat berkat belajar mandiri. 

“ Hebat kamu.” Kata saya.

“ Tuan “ serunya.” Saya orang miskin. Perusahaan sudah berbaik hati memberikan kesempatan kepada saya. Itu kerhomatan bagi saya. Tapi itu tergantung saya apakah saya pantas mendapatkan kehormatan itu.”

“ Masih sering direndahkan oleh teman kerja kamu? 

“ Biasa aja. Selagi saya tidak pengalaman dan kemampuan kurang ya wajar orang rendahkan saya. Saya herus terima realita itu untuk memacu saya belajar lebi keras dan terus bekerja sebaik mungkin. Saya focus ke sana saja. Itulah dunia kerja,  dunia kompetisi yang memang hanya diperuntukkan bagi orang orang yang kompeten saja, bukan orang lemah dan malas. “ 

“ Bagus, Kerja yang baik ya.” Kata saya menyemangatinya.

“ Ya tuan.” Dia tersenyum.


Waktu rapat dengan direksi dan semua manager “ Saya dapat laporan di kantor pusat. Kontrak dengan General Motor dihentikan. Ada apa?  Kata saya langsung ke pokok persoalan. Semua terdiam. 


“ Kami sedang berusaha untuk mengembalikan kontrak itu. Tidak perlu kawatir.”Kata Direksi.


“ Saya tidak kawatir kalau saya dapat jawaban yang objetif. Ada apa ? Kata saya menyipitkan mata.


“ Kami merasa tidak ada yang salah. Produk kita tidak berubah. Kualitas sama. Kami sudah lakukan audit management produksi. Semua baik. Kami juga bingung mengapa mereka batalkan sepihak.” Kata Direksi. 


“ Cha, saya percaya kamu. Bagaimana saya bisa yakin dengan kamu kalau kamu sendiri tidak tahu, malah bingung.”  Kata saya tegas. Saya tatap semua yang hadir dalam rapat itu. Mereka keliatan tegang. Setelah 5 menit hening. Terdengar suara dari salah satu staf yang duduk dibelakang Manager PR. “ Tuan, kami  sudah minta kepemerintah untuk dapatkan perlindungan persaingan usaha. Mereka sudah audit business process kita. Mereka sudah katakan bahwa ada indikasi unfair business dilakukan oleh General Motor. Pemerintah minta kami ajukan protes secara resmi kepada General Motor. Pemerintah akan bantu. 


Tetapi kami lebih memilih jalan persuasi. Saat sekarang sudah berlangsung 3 putaran perundingan. Kami yakin, minggu ini sudah ada kesepakatan. Mereka akan lanjutkan kontrak itu.” Kata staf itu.  Saya terkejut. Yang bicara itu An. Dia bicara dengan tenang dalam  bahasa inggris yang sempurna.


“ Mengapa kamu yakin akan selesai minggu ini? tanya saya. Saya tahu dari sorot matanya. An punya keberanian dan keyakinan untuk menyelesaikan tugasnya. Dia tabah menghadapi proses negosiasi dengan staf General motor yang berkelas dunia. Saya yakin dia akan perjuangkan sebagaimana dia memperjuangkan kehormatan dirinya yang hanya tamatan SMA. 


“ Alasanya, pertama. Mereka tidak mau masalah ini sampai diselesaikan oleh pemerintah. Kedua, mereka baru tahu ternyata perusahaan ini berhubungan dengan anda.”


“ Ada apa dengan saya ?”


“ Walau saya tidak pernah singgung tentang anda, tetapi mereka bilang, standar anda sangat keras. Tidak akan ragu bawa kasus kepengadilan kalau dirugikan  karena faktor unfair business” Katanya. Saya tersenyum. Tentu dia lakukan segala cara untuk melunakan hati mitra kami. Termasuk mungkin secara halus dia intimdasi mereka dengan adanya dukungan dari pemerintah dan reputasi holding. Saya tatap semua menager dan direksi. Mereka terdiam. Tidak ada yang memberikan tanggapan atas penjelasan dari An.


“ Bisa dapatkan laporan lengkap atas kasus ini? Kata saya.  An langsung berdiri dari tempat duduknya seraya menyerahkan berkas laporan itu. Sangat siap dia. Luar biasa.


Saya berdiri untuk menyudahi rapat. “ Besok  saya kembai ke Hong Kong. Terimakasih untuk pejelasannya. Saya tunggu laporan penyelesaian masalah ini” Kata saya.


Saya keluar dari ruang meeting diikuti oleh direksi. Di kamar direksi. “ Maafkan saya pak. “ Saya tahu General Motor itu relasi kantor pusat. Saya jaga dengan baik mereka. Ketika ada masalah, saya bingung. Saya tidak pengalaman dalam intrik bisnis. Apalagi berhadapan dengan perusahaan sekelas General Motor. Maafkan saya ” Kata Cha membungkuk.


“ Tidak perlu minta maaf. Saya senang karena kamu menjaga sistem perusahaan bekerja dengan baik. Kamu sukses mendidik An jadi profesional. Saya paham, kamu sebagai direksi engga mungkin menguasai semua persoalan. Karena focus kamu kepada seluruh proses management dan ketika ada masalah, kamu focus kedalam saja. Memang tidak ada masalah. Hanya karena faktor unfair business saja.” 


“ Saya sudah dapat laporan dari PR soal kasus ini. Tetapi saya tidak yakin mereka bisa atasi. Makanya saya lapor ke Busines Development Group Holding di Hong Kong. Agar dikirim team kemari untuk membantu saya. Tetapi saya tidak sangka, justru anda sendiri yang datang. Maafkan saya “ Kata Cha. 


“ Panggil An kemari” Kata saya. Tak berapa lama An datang. Saya tetap dia sejurus dengan tersenyum. “ Apa motivasi kamu menghadapi General Motor?


“ Pak Cha, ingatkan kami. Bahwa Kami staf PR adalah petugas yang berada di front line memberikan persepsi positif tantang perusahaan kepada publik dan mitra serta seluruh stakeholder. “


“Bagaimana kalian bisa berunding dengan General Motor. Kan  butuh wawasan luas, termasuk aspek legal. “


“ Kami dibekali pelatihan cukup. Secara reguler kantor pusat di Hong kong kirim petugas training. Itu sebabnya kami menguasai product knowledge, business process dan kebijakan peerusahaan. Saya juga pelajari semua budaya kerja General Motor. Lakukan dest riset lewat internet untuk tahu kasus serupa yang pernah mereka lakukan. Saya juga pelajari aspek legal terhadap perlindungan atas unfair business. Saya datangi pejabat pemerintah untuk dapatkan arahan. Diskusi dengan dept legal di Holding.  ” kata An. Saya tersenyum. Saya persilahkan An keluar. 


Malamnya Cha temanin saya makan malam. “ Pak B, maaf. Waktu tempo hari kamu minta saya agar jadikan An staf perusahaan, Saya tidak yakin dia bisa lolos standar SDM yang ditetapkan Holding. Makanya saya hanya katakan singkat kedia, kalau kamu magang selama 3 bulan bagus dan bisa bahasa inggris, maka kamu akan dijadikan karyawan tetap. Saya yakin dia akan gagal. Karena engga mudah orang China bisa bahasa inggris. Apalagi hanya tamatan SMA” Kata Cha. Cha tidak salah. Begitulah aturan perusahaan. Tetapi yang hebat, bagi An itu adalah peluang sekaligus tantangan bagi dia untuk mendapatkan posisi dan kehormatan. Tentu tidak mudah bagi An membagi waktu kerja dan belajar dengan gaji UMR. Dan An terbukti berhasil.


***

Tahun 2014 posisi An sudah direktur. Tahun 2018 An pindah ke Vienam jadi direktur anak perusahaan bidang elektronik menggantikan posisi Risa yang pindah ke Shanghai jadi CEO Subholding bidang Hi-tech. “ Dua wanita tamatan SMA memimpin ratusan insinyur, luar biasa. “Kata James kepada saya beberapa bulan lalu ketika mengabarkan Risa jadi CEO subholding dan An jadi CEO anak perusahaan di Vietnam. Mereka berkompetisi berdasarkan kinerja dan teruji melewati semua proses rekruitmen yang ketat dari Holding. 


Setiap orang punya kebebasan mau jadi apa. Itu soal pilihan. Setiap pilihan ada konsekwensinya sendiri. Kalau memilih jalan sulit dan beresiko tentu harus dengan effort  besar. Itu tidak mudah. Jalan mudah memang tidak ada resiko. Tetapi tidak akan jadi apa apa dan bukan siapa siapa. Hanya membuang umur saja. Padahal hidup bukanlah mendapatkan apa, tetapi mau jadi apa. Dari sosok Risa dan An saya dapatkan hikmah. Selagi peluang terbuka maka semua orang berhak memperjuangkan keadilan bagi dirinya sendiri. Karena keadilan itu tidak gratis. Tetapi harus diperjuangkan secara terhormat..

Saturday, November 13, 2021

Negeriku elok, rakyatku bego.


 


Istri berkenan mengantar saya meeting di Hotel Bintang V di kawasan Sudirman Jakarta. Sore  itu jalanan jakarta macet. Hujan turun rintik rintik. Sebentar lagi mungkin akan turun hujan besar.


“ Lihat mereka naik motor dan melihat awan gelap. Rasanya seperti nasip rakyat negeri ini. Seperti kura kura, tepatnya. “ Kata istri sambil setir kendaraan.


“ Kenapa kura kura “ Kata saya tersenyum. Teringat pendapat sains bahwa manusia itu termasuk keturunan langsung spesies kura-kura yang diamati Charles Darwin ketika merumuskan teori evolusinya pada abad ke-19. 


“ Papa lihat aja kura kura itu. Ia botak dan bermata besar. Dia tidak bisa melangkah cepat. Cangkangnya adalah pikirannya. Nasipnya hanya bisa melotot melihat bintang di langit. Jangankan ke bintang, melangkah saja sudah terlalu berat dengan angan angannya.


“ Bagaimana dengan pejabat ? apa analoginya?


“ Pejabat itu seperti burung pemakan bangkai. Walau retorikanya indah, penampilannya keliatan bersehaja, namun dia tetaplah pemakan bangkai. “ Kata istri tersenyum. 


Langit mulai menggelap. Nampak keriuhan kendaraan yang memadati jalan Daat Mogot menuju Grogol. Entahlah, kenapa saat itu saya menganggap lucu analogi istri itu.  Tetapi juga terkesan sangat miris. Orang minang berguru kepada Alam. Selalu punya cara mengungkapkan pikiranya lewat metapora.  Bakat itu ada pada istri saya. Saya terdiam dan akhirnya tertidur sampai dibangunkan istri ketka sudah sampai. “ Mama shopping. Nanti kalau sudah selesai meetingnya, telp mama ya. Biar mama jemput di lobi Hotel” Kata Istri berpesan.


***

Pertemuan itu diadakan di Restoran Jepang yang berada di dalam hotel Bintang V. Memilih restoran jepang untuk bertemu pejabat dan anggota Dewan, karena ada kamar tertutup untuk makan. Lebih privasi daripada di Lounge Executive yang terbuka sebagai ruang publik. Pertemuan ini diatur oleh teman. Dia pengurus ormas keagamaan. Dia akan membawa anggota DPR , dan direksi BUMN, serta pejabat yang ada di ring kekuasaan Presiden. Saya datang, mereka sudah ada lebih dulu di tempat.


“ Maaf, kita datang lebih awal dari waktu yang ditentukan. Kawatir hujan dan jalanan macet. “ Kata teman tersenyum. Setelah ramah tamah barang sebentar, kemudian direksi BUMN berkata “ Pak, tanah ini milik perusahaan dengan izin PIR. Mereka siap jual dengan harga per hektar Rp. 150 juta. Harga jual sesuai SPK ke proyek KEK sebesar Rp. 500 juta perhektar. Ya hanya USD 3,5 per meter. Nothing lah bagi investor asing.” Kata teman. Dia tahu karena saya punya akses kepada investor asing.


“ Soal izin dan pembebasan lahan engga usah kawatir. Orang kita semua. Gampang aturnya” Kata anggota DPR yang ikut hadir dalam rapat itu. Dia berharap saya tidak ragu. Saya tatap mereka satu persatu yang hadir dalam rapat itu. Ada peluang dan ada akses politik untuk menjamin bisnis ini jalan. Dua hal itu memang yang diharapkan investor asing. Mereka paham menarik hati investor asing. “ Ini proyek B2B. Kewajiban BUMN menyediakan lahan dan investor sediakan proyek financing. Fair enough. Kita hanya butuh pengakuan saja dari investor soal harga itu, biar mudah jadikan lahan itu sebagai setoran modal” lanjutnya. 


Saya tahu bahwa tanah itu walau akan jadi modal disetor BUMN lewat skema financing, namun uang beli tanah itu berasal dari PMN, dan akan menambah pemupukan modal bruto negara. Karena PMN itu berasal dari APBN. Tetap saja uang APBN dibancaki 4 kali lipat dari harga sebenarnya.


“ Saya tidak menjanjikan apapun. Nanti saya kabarin kalau investornya bersedia dengan proposal itu. “ Kata saya bersikap normatif. Namun sebenarnya saya muak. Yang pasti investor akan apraisal harga tanah sebagai bentuk setoran modal pada proyek. Engga sulit mereka dapatkan konsultan lokal untuk tahu harga mark up 5 kali lipat. Kemungkinan besar mereka tidak setuju.


“ Nah itu tugas yakinkan investor. Setelah itu kita bagi uangnya” Kata teman. Saya senyum aja. Hanya berlanngsung 1 jam rapat. Saya keluar setelah bayar bill kena Rp. 8 juta untuk empat orang makan.


Saya segera berlalu di restoran itu menuju Mall. Di jalan aya bertemu dengan teman lama. Dia pengusaha tambang. Terpaksa ngobrol sebentar. Kami masuk cafe. Pesan kopi ” Gila harga batu bara naik. Keren dah. Pesta lagi kita” Katanya tersenyum. 


“Tapi gimana dengan kewajiban Domestic market obligation (DMO). Kan  kontraknya longterm semua. Harga kan engga otomatis naik sesuai harga international” Kata saya. Karena kawatir kalau kenaikan batu bara itu akan mempengaruhi harga DMO. Akan menambah cost produksi PLN. Makin rugi aja PLN.


“ Ah gampang itu. “ Katanya tersenyum.


“ Gampang gimana? “ Kata saya terkejut. “ Kalau semua perusahaan tambang batubara melakukan ekspor, PLN bisa tumbang. Dan lagi engga mungkin PLN naikan harga pembelian batubara sesuai harga international. Kalaupun naik, ya tarif listrik juga harus naik. Itu bisa berdampak politik. Apa pemerintah mau.? Lanjut saya berargument.


“ Ya suruh aja BUMN tambang batubara jual ke PLN. Kan harga engga perlu naik. Swasta biarkan ekspor semua. Dapat cuan gede “


“ Gimana sih? Apa iya direksi BUMN tambang batubara mau?


“ Ah tinggal kita ganti direksi BUMN holding tambang. Ganti yang nurut sama kita”


“ Gila luh.”


“ Bukan gila. Negeri ini kita punya. Suka suka kitalah. Kan ada istilah you win you take all” Katanya tersenyum. Saya juga tesenyum tetapi tepatnya menyeringai. Dan segera berlalu seraya berjanji untuk ketemu lagi lain waktu. Saya bayar bill untuk dua cangkir  seharga Rp. 150.000. Ya, untuk makan malam saja habis uang Rp. 8 juta atau sama 3 kali upah UMR sebulan. Bill minum kopi aja sama dengan makan dua keluarga miskin sehari. Ketdak adilan itu fakta, bukan fiksi. 


Bayangan saya kepada omongan istri tadi. Rakyat memang kura kura. Kecerdasan dan kecepatan melangkah kalah dengan politisi. Mudah di-provokasi soal kebenaran dan kesalahan. Ya pejabat negeri ini adalah burung pemakan bangkai. Ketika rakyat berhadapan satu sama lain perang di sosial media, mereka berputar putar di atas seraya menyanyikan lagu “ Negeriku elok dan rakyatku bego.” Tiga hari kemudian saya baca berita " Direksi Holding Tambang diganti semua oleh Menteri. " Saham perusahaan tambang batubara melambung. Pesta dimulai. Tapi saya yakin tidak ada pesta tanpa akhir. Hanya masalah waktu.

Friday, November 12, 2021

Mencitai karena Tuhan.

 





Di sampingku nampak pria itu tertidur dalam posisi telentang. Dia memang selalu tidur begitu. Tidak pernah memeluk guling. Tak ada nampak dia terlelap dalam kelelahan.Kecuali kepasrahan. Padahal dia bekerja mungkin 18 jam sehari. Pria itu adalah suamiku. Namanya Hardi. Aku memanggilnya Bang Hardi. Kami sama sama orang Sumatera. Kalau hidup penuh rencana dan pernikahan adalah teraktualnya rencana jadi kenyataan, namun menjadi istri Bang Hardi tidak direncanakan. Terjadi begitu saja. Aku dalam posisi tidak bisa memilih dan entahlah bagi Bang Hardi. Mungkin dia beruntung mendapatkan aku istri yang cantik.

Seharusnya pria yang tidur di sisiku adalah Bang Maskur. Tetapi Bang Maskur pergi meninggalkanku setelah 6 tahun pacaran dan tentu menikamati prawanku. Apapun alasanya, aku tetap tidak bisa menyalahkan Bang Hargi.  Ternyata setelah 15 tahun aku menikah dengan Bang Hardi, dia tidak pernah menikah. Itu artinya perpisahan denganku adalah penyesalahan tak bertepi bagi Bang Maskur.


Teringat kali pertama aku bertemu, disaat aku sedang galau kehilangan Bang Maskur.  Ada sejuta tanya yang tidak pernah bisa aku jawab sendiri. Mengapa cinta suci yang dijaga bertahun tahun akhirnya kandas. Setelah Bang Maskur tamat kuliah di Jakarta, dia kembali ke kampungnya. Hanya karena orang tuaku tidak merestui hubungan kami. Mengapa begitu lemahnya bang Maskur memperjuangkan cintanya.? Padahal aku ada disampingnya untuk menghadapi segala rintangan. “ Restu orang tua, adalah ridho Tuhan. Tak elok kita mementingkan diri kita sendiri. Tanpa orang tua, kita tidak akan pernah ada. “ Demikian bang Maskur.


Bang Hardi tidak segagah Bang Maskur. Dia tidak terpelajar. Hanya tamatan SMA. Sementara Bang Maskur sarjana.  Kulit Bang Hardi gelap. Bang Maskur putih. Bibir merah. Karena Bang Maskur  tidak merokok. Beda dengan Bang Hardi yang merokok. Bang Maskur sangat pintar membuatku tertawa. Sementara Bang Hardi adalah pria pendiam. Satu satunya yang menarik dari Bang hardi adalah senyumnya. Dia mudah sekali tersenyum dalam situasi apapun. Walau dia tidak pintar agama seperti Bang Maskur namun dia pria yang taat beragama. Usia bang Hardi terpaut 1 tahun dariku. Aku lebih tua darinya.


***


Malam pertamaku dengan Bang Hardi tanpa kesan. Bahkan bukan malam yang kunantikan sebagaimana pengantin baru. Wajah masamku menyambutnya masuk kamar tidak membuat Bang Hardi tersinggung. Dia senyum saja ketika masuk kamar. Aku tidur memunggungi dirinya. Sejam dan dua jam dia tidak berusaha menyentuhku, dan akhirnya aku terlelap. Namun tengah malam, aku tahu dia terbangun. Mungkinkah dia menuntut haknya untuk menggauliku? ah tidak. Ternyata dia sholat malam. Terus dilannjutkan dengan zikir sampai datangnya sholat subuh. Aku baru bangun, setelah dia usai sholat subuh. Itu berlangsung 1 tahun, dan akhirnya aku luluh. Dia sentuh aku setelah aku membuka diri untuk disentuhnya.


Pagi pagi dia sudah di dapur dengan dibantu oleh satu orang anak buahnya. Sebetulnya itu bukan anak buahnya. Tepatnya ponakannya. Masak menu makanan untuk warung makanya di Pasar, terminal Bus. Aku hanya rebahan di ruang tamu.  “ Yan, mau teh ya. Aku buatkan.” kata Mas Hardi dengan senyum. Itu kebiasaanya setiap pagi untukku. Pergi ke pasar jam 7 pagi dan kembali pulang jam 10 malam. Waktu berlalu bersama Bang Hardi memang membosankan. Menjadi lebih terasa hidup setelah anak kami lahir satu demi satu. Anak tertuaku , Herman. Bungsu Wati. Setiap hari waktuku hanya sibuk dengan anak. 


Selama berkeluarga, memang aku tidak pernah merasakan kekurangan materi walau kami tidak pernah kaya. Tidak pernah ada kemampuan piknik keluar negeri. Tidak punya tabungan. Apalagi asuransi. Bahkan seragam sekolah anak anak, dia jahit sendiri. Satu waktu setelah Herman tamat SMU dan diterima di Universitas negeri. Aku mulai bingung. “ Bunda sudah ingatkan dari dulu. Ayah kamu miskin. Jangan bermimpi jadi Sarjana. “ Kataku. Aku ingin anakku realistis.


“ Kenapa kita harus miskin, Bunda, Sial banget nasip aku. Teman temanku orang tuanya gembira mendengar anaknya diterima di Universitas. “


“ Herman, Ayah bangga sayang. Bangga sekali kamu diterima di PTN. Ayah akan siapkan uang kuliah kamu dan ayah akan terus dukung kamu sampai tamat. “ Kata Bang Hardi. Tetap tersenyum. Tidak ada kesan sama sekali dia ragu dalam kemiskinannya.


Setelah itu dia pergi keluar rumah. Entah darimana dia dapat uang. Malam itu dia serahkan uang kepadaku.” Ini uang untuk Herman. Uang itu cukup untuk bayar kost nya dan biaya kuliahnya.” Katanya.  Belakangan aku tahu dia pinjam uang ke rentenir. Tiga bulan setelah itu, warungnya disita oleh rentenir. Bang Hardi berdagang buah di Pasar. Karena kami harus kirim uang Rp. 1 juta sebulan untuk anak kami ngekos di Malang, bang Hardi malamnya kerjanya di konveksi jahit kodian. Upahnya untuk biaya Herman. Hasil dari dagang buah untuk biaya hidup kami. 


Dua tahun kemudian, Wati tamat SMU. Diterima di UI. Dia terpaksa ngekos di DEPOK karena jauh dari rumah kami. Bang Hardi terus bekerja keras demi anak anaknya. Untung kami tidak perlu sewa rumah lagi karena sudah lunas dicicil. Suatu hari aku bertemu lagi dengan Bang Markus lewat pertemanan di Sosial Media. Ternyata dia merindukanku. Bang Markus tinggal dan bekerja di Riau sebagai PNS. Dia sudah berkeluarga. Menurutnya perkawinannya tidak bahagia. Dia tidak pernah bisa mencintai istrinya. Aku jadi tempat curhatnya. Setahun setelah pertemuan kembali itu, cinta yang dulu bersemi kini membara. 


Setelah berpisah dengan Maskur, barulah 15 tahun kemudian dia menikah. Itu bukti dia tidak pernah bisa melupakan aku. Aku percaya tentang ketidak bahagiannya. Seperti yang aku rasakan kini. Punya suami tetapi bukan yang pria yang aku cintai. Orang barat berkata, lebih baik hidup sehari dengan orang yang dicintai daripada hidup 1000 tahun dengan orang yang tidak dicintai.  Bukankah hidupnya hanya sekali. Untuk apa membuang umur dalam derita dan kepasrahan. 


Kedua anakku mendukung hubunganku dengan bang Maskur. Apalagi setelah tahu bang Maskur pejabat dan berjanji akan menceraikan istrinya. Mungkin karena mereka selalu dekat denganku dan tahu perasaanku“ Kenapa  bunda menikah dengan ayah yang miskin. Pahal bunda cantik.” kata putriku. Mereka terpengaruh suasana hatiku yang tidak mencintai ayahnya. Apalagi aku sampaikan itu ditengah kemiskinan kami. Lingkungan pergaulan anak juga mempengaruhi. Walau suamiku miskin tetapi tidak pernah membuat anak anak lapar dan tidak bisa bergaul dengan teman temannya orang mampu.


“ Bang.” kataku suatu malam. “ Ceraikan saja aku bang.” 


“ Yan, ada apa kamu. “ Kata Bang Hardi dengan wajah tidak percaya atas apa yang baru saja aku katakan. “ Apakah abang ada salah? Kalau ada salah, maafkan abang.” Lanjut bang Hardi berusaha tenang.


“ Aku tidak pernah bisa mencintai abang. Walau aku berusaha, tetapi tidak pernah bisa, bang. “Kataku terbata bata. Bang Hardi diam. Lama dia terdiam.


“Aku beri waktu kamu berpikir 1 bulan.  Untuk sementara aku jatuhkan talak 1. Kalau kamu berubah pikiran, kita rujuk lagi.” Kata Bang Hardi dengan tersenyum. Sebulan kemudia, aku tetap tidak berubah pikiran. Akhirnya kami proses perceraian itu di pengadilan. Di pengadian, Mas Hardi tetap tenang. Dia tidak satu kalipun menyalahkan ku sebagai istri yang tidak pernah menghormatinya. Tidak pernah membuatkan kopi untuknya. Yang sering menolak  berhubungan di tempat tidur. 


Usai sidang di pengadilan agama, aku dijemput dengan kendaraan oleh Bang Maskur. “ Yan, kamu tidak berhutang apapun kepadaku. Aku menikah karena Tuhan, dan apa yang kulakukan seama ini juga karena Tuhan. Justru maafkan aku bila tidak bisa memmbahagiakan kamu. Apa boleh kita tetap bersahabat setelah ini. Sebagai sahabat, aku akan selalu ada untuk kamu bersandar dan tubuhku akan selalu ada untuk kamu berlindung.  Boleh ya”  Kata Bang Hardi. Tetapi aku diam saja seraya memagut lengan Bang Maskur dan  terus melangkah kearah kendaraan.  Dari jauh aku lihat Bang Hardi jalan kaki keluar dari Gedung Pengadilan. 


Entah sadar atau tidak. Dia tersenyum menatap kearah kendaraanku. Pria yang 21 tahun bersamaku. Walau tidak romantis, tetapi dia tidak pernah membentakku. Dia memang tidak kaya. Tapi dia senantiasa bekerja keras untuk mendapatkan rezeki halal, demi tanggung jawabnya sebagai suami dan ayah bagi anak anaknya. Bang Hardi tidak salah. Yang salah aku gagal mencintainya.


***


Ternyata Bang Maskur tidak pernah mampu menceraikan istrinya. Aku disewakan rumah di Riau. Hanya setahun dia bertanggung jawab mengirimi uang belanja dan biaya pendidikan anak anaku. “ Aku sedang diperiksa oleh Kejaksaan soal kasus Bansos. Mungkin sebentar lagi kasusku akan sampai ke KPK. Maafkan aku, Yan.” Kata Bang Maskur. Saat itu aku benar benar bingung. Seumur hidupku tidak pernah bisa mandiri. Bagaimana aku menghidupi anak anakku. Aku kembali ke rumah orang tua. Papa sudah lama meninggal. Tinggal ibu yang hidup dari pensiunan guru. Tabungan pemberian dari bang Markus, akhirnya habis. Herman akhirnya berhenti kuliah. Ternyata pemberian uang oleh bang Markus  selama ini membuat dia salah gaul. Wati juga.


Bang Hardi dengar kabar Herman punya masalah melarikan anak perempuan orang.  Dia datang ke Malang. Dia selesaikan dengan  menikahkan mereka. Mereka semua tinggal bersama bang Hardi. Wati hilang tanpa ada berita. Tiga bulan kemudian, bang Hardi kabarkan kepadaku bahwa Wati sudah pulang.  Namun dalam keadaan hamil tampa suami. Aku bisa bayangkan betapa berat beban dihadapi Bang Hardi.“ Mereka baik baik saja. Yan sehat?.” Katanya kalau aku bertanya soal anak anak. Sangat sederhana sikapnya. Tidak ada keluhan dan tidak pernah dendam.


***

Lima tahu setelah aku bercerai dengan Bang Maskur, aku sakit keras terbujur di Rumah sakit. Saat itu Bang Hardi datang bersama anak anakku. Tadinya anak anakku tidak mau lagi bertemuku. Karena ketika mereka ada masalah, yang datang bukannya aku, tetapi Mas Hardi. Mereka melewati masa masa sulit itu bersama ayahnya,  sementara aku menjauh. Tetapi lambat laun bang Hardi bisa melunakan hati mereka. Aku tahu, Herman sudah bekerja. Dari perkawinanya aku dapat cucu satu. Wati jugah sudah menikah. Pacarnya kembali ke-dia. Suaminya putra orang kaya dan bekerja sebagai direktur di perusahaan keluarganya.  Setelah sembuh, aku diboyong wati ke rumahnya. 


Tiga bulan setelah aku keluar dari Rumah Sakit. Anak anak memintaku agar kembai ke ayahnya. Aku setuju untuk menikah kembali. Ya Bang Hardi memang bukan yang pertama dihatiku, tetapi dia memberikan cinta terbaik untuku. Kini bang Hardi bukan hanya suamiku, tetapi ia juga adalah sahabatku. Dia akan selalu ada di sisi ku dan menua bersama. Terimakasih Bang Hardi.

Monster pemangsa

  Sehabis meeting dengan Michael Chang, saya tatap James cukup lama. Dia sempat bingung dan salah tingka karenanya. Namun akhirnya  saya ter...