Friday, May 08, 2020

cinta itu memberi...




Cinta ? Dimanakah cinta itu kini ? Lelah aku bertanya pada diriku sendiri. Kamu mungkin bertanya pula padaku, bagaimana mungkin seorang ibu, seorang istri bertanya dimana cinta ? Bukankah cinta itu sudah menjelma menjadi sebuah lembaga yang dirahmati Allah. Yang bernama Rumah tangga. Rumah yang ada tangganya. Tangganya itu adalah kekuatan hati untuk masuk kedalam. Kedalam mana ? Ya, dalam hati. Rumah adalah simbol sebuah ruang didalam hati. Di dalamnya ada mahligai untuk saling berbagi dalam susah maupun senang. Ah, bukan itu yang kumaksud. ! Jadi apa ? Itu , yang kumaksud , aku ingin Bang Udin ada di sampingku ketika dia melangkah. Aku ingin dia mengerti aku ketika aku tidak memahami. Kuingin dia menyediakan pundaknya ketika aku menangis dalam dekapannya. Kuingin dia ada seperti apa yang kumau. Itu aja.

Tapi itu yang tidak kudapatkan. Bukankah keinginan ku sangat sederhana. Kalau keinginan ku itu adalah ujud cinta yang kuharapkan, seharusnya aku mendapatkannya. Tidak perlu sulit atau memohon darinya. Ya. Kan. Aku mulai berpikir Bang Udin hanya mempermainkanku, mempermainkan aku sebagai ibu dari anaknya dan juga istri yang di nikahinya secara syah dihadapan Tuhan. Betapa tidak ? Setiap hari yang kurasakan, tidak ada lagi respect. Bila dia pergi , dia akan pergi begitu saja. Beli dia ada janji untuk pulang cepat , semudahnya dia melupakan. Bila aku ingin pergi keluar dan berharap di antarnya, seenaknya dia bilang sibuk. Ketika aku sakit perut, seenaknya dia bilang, cepat kedokter sambil melotot. Ketika aku lelah dengan anak anak di rumah, dia malah minta di pijit sepulang kerja dari Kantor. Bah, bukankah ini penjajahan era baru dari sebuah lembaga bernama Rumah tangga.

Kemarin , hari ini, dan mungkin besok aku akan tetap seperti ini. Selalu merasa kalah dan di kalahkan olehnya. Ingin aku marah tapi kepada siapa?. Tidak ada yang salah dari bang Udin. Dia setia dan tidak pernah selingkuh. Aku yakin betul itu. Karena aku tidak terlalu tolol untuk mengetahui dia selingkuh atau tidak. Selama pra nikah, aku mengenal Bang Udin dengan baik. Setelah menikah , aku hapal setiap gerak tubuhnya dan bahasa tubuhnya. Juga bahasa matanya. Aku tahu segala galanya untuk mengetahui pasti apa yang tidak terungkapkan dengan kata kata. Yang jadi masalah, Bang Udin terlalu bodoh mungkin. Ya bodoh, itu yang kumaksud. Dia tidak tahu bagaimana bersikap untuk sebuah cinta dan memahami arti di balik cinta itu. Dan menganggap cinta selesai ketika diucapkan ketika melamarku sebagai istrinya. Setelah itu , yang ada hanya rutinitas yang membosankan.

Bahwa aku ingin Bang Udin bersikap layaknya Romeo yang berhati lembut memahami aku. Membiarkan tangan kokohnya kupeluk. Membiarkan tubuhnya ku dekap manja dihadapan setiap orang. Membiarkan waktu sibuknya terluangkan untuk bersamaku pergi belanja dihari libur. Pergi kedokter untuk memeriksa kehamilanku. Mendengarkan keluhanku , kelelahanku dirumah, Tapi memang itu terlalu mahal baginya. Kini, sekarang, aku harus menentukan sikap. Aku harus menuntut hakku. Hak sebagai  orang yang katanya di cintainya. Hak untuk diperlakukan layak sebagai istri, sebagai mitra dan juga saebagai kekasih. Harus. Suka tidak suka harus dia hadapi sikapku ini. Agar aku tidak merasa kalah dan dikalahkan.Agar aku merasa ada equality.

Malam itu seperti biasa setelah Bang Udin lelah dengan kerjaanya yang di bawanya dari kantor. Setelah bercengkrama di depan Notebooknya. Bang Udin langsung ketempat tidur. Aku memunggunginya. Dalam beberapa detik ” Mah, urut dong” Bah, benarkan, Kebiasaan jelek penjajah datang lagi.

” Ogah. Aku capek ” Jawabku ketus sambil tetap memunggunginya.

” Tolong dong, ”

” Ogah.”

” Eh, kenapa sih. Ketus amat. ” Katanya sambil berusaha membalikan tubuhku menghadap kearahnya. Aku tetap bersikeras untuk memunggunginya. Tapi tangan kokohnya memang perkasa dibandingkan tubuhku yang mungil.

” Loh..kenapa ? mah ” Katanya dengan terkejut karena melihat airmataku berlinang. ” Kamu ada apa ?”

” Aku bosan, Bosan. ” Suaraku agak keras. Aku bangkit dari tidurku. Aku duduk menghadap kearahnya yang tetap rebahan dan kebingungan ” Setiap hari kamu perlakukan aku dengan seenaknya. Aku capek urus anak anak tadi siang, Aku capek urus rumah. Aku capek melayani Rini yang terus rewel. Aku capek antar pulang pergi Riki kesekolah dan kursus. Sementara kamu enak aja suruh aku mijit. Seenaknya sibuk dengan urusan kamu. ” Kataku dengan airmata berlinang.

Eh , Bang Udin malah bingung mendengar kata kataku. Kan benar, dia memang bodoh. Engga paham perasaanku. ” Oh itu. Ya aku tahu kamu capek. Ya udah. Kalau engga mau ngurut ya bilang aja. Aku mau tidur ah. ” Katanya sambil tengkurap. Benar benar ini orang tidak punya hati.

” Bangun ! Kataku sambil menarik tubuhnya dari telungkup paus. Tapi tubuhnya memang kokoh, Tak berdaya aku membalikan tubuhnya. ” Aku mau tidur, mah, Besok pagi aku harus datang lebih awal di kantor untuk persiapan rapat. ”

” Aku mau bicara ! Sentakku.

” Besok aja ya bicaranya. ”

” Sekarang ! Kataku berusaha membalikan tubuhnya

” Ya, Ya.. ” Dia kembali telentang. Rasanya aku ingin marah dan memukul tubunya sekencang kencangnya. Tapi senyumnya membuat aku luluh,. Oh Tuhan, ya senyum inilah yang membuat aku jatuh cinta. Senyum yang ringan tanpa beban apapun. Kadang terkesan manja di hadapanku. ’ Mau bicara yaaaa. Apaan sih ” katanya sambil berusaha menciumku. Tapi aku cepat mengelak. Bibirnya terus di mancungkan kearahku dengan mata terpejam. Terkesan lucu bagiku. Aku tak bisa meneruskan kata kataku. Tak terasa , entah kenapa akupun tersenyum sambil memeluknya. ” Eh udahan ya marahnya.” Katanya sambil membalas pelukanku. Dengan lembut dia berkata :

” Aku tahu kamu lelah dengan segala keseharian kamu. Aku tahu kamu inginkan kelembutan seperti ketika kita pacaran dulu. Aku tahu kamu inginkan kehangatan seperti ketika kita bulan madu dulu. Aku tahu itu. Tapi berjalannya waktu, bagi ku cinta bukan hanya sekedar kata kata, tapi perbuatan. Setiap hari aku bekerja keras, Itulah caraku mengungkapkan cinta itu. Bahwa aku tidak pernah berhenti mencintaimu. Marriage is not a noun. it's a verb. It isn't something I get. It's something I do. It's the way i love you every day

Aku tersentak...

Di hadapanku kini ada pria yang kokoh sebagai pelindungku, sebagai imamku dan juga belahan jiwaku. Tentu tidak mudah baginya untuk membuat rumah tangga utuh di tengah situasi dunia seperti sekarang. Aku tersenyum di hadapannya. Memberikan senyum terindah baginya, sebagai ujud keikhlasanku mendampinginya untuk menjaga amanahnya, menjaga hartanya, menjaga anak anak yang lahir dari rahimku. Itulah harus kulakukan kini dan besok. Cinta yang dulu kumaknai ketika awal bertemu dengannya harus ku defenisi ulang agar aku tak perlu lagi kecewa dan merasa kalah. Aku ingin menjadi pemenang dalam diriku dan untuk itu harus kuperjuangkan dengan segala susah payah sebagaimana suamiku berjuang memenuhi kebutuhan hidup yang tak ada lagi yang gratis…

Tanya?





Subuh itu Udin datang ke Masjid. Lebih dari setengah abad dia tidak berkunjung ke masjid ini. Karena lama rantau di arungi, jauh langkah di tempuh, membuat dia hampir melupakan tempat dia mengenal hakikat kehidupan. Tidak ada yang berubah sesungguhnya dari Masjid ini. Kalaupun ada penambahan bangunan di belakang , itu hanya untuk tempat wudhu dan toilet. Maklum, dulu semasa kecilnya tempat wudhu berdekatan dengan air pincuran bambu yang airnya berasal dari pegunungan. Tapi sekarang, air pincuran di tampung kedalam Bak dan orang berwudhu melalui kran yang menempel di bak itu. Namun, ada perubahan yang sangat mencolok. Jamaah sholat subuh hanya ada dua shap. Itupun kebanyakan orang tua. Kemana anak muda? 

" Lama tidak bersua. Kemana saja kau Din? Tanya teman sepermainannya. Yang kini tampak lebih tua dari usianya. 
" Merantau, Man. " Kata Udin sambil memeluk sahabat masa kanaknya. " Kok sedikt sekali yang jadi makmun sholat subuh ini? Saya membayangkan seperti kita kanak dulu. Selalu penuh padat oleh orang berjamaah" Sambung Udin.
" Entahlah. Din. Lambat namun pasti, surau semakin di lupakan anak muda."
" Apa sebabnya?
" Sejak Inyiak Labih meninggal sebagai Guru surau, di gantikan oleh guru dari Kota. Beginilah jadinya?
" Maksud kamu ?
" Kamu kan tahu. Dengan Inyiak, kita memahami agama dengan hikmah. Kalau dia bicara, yang terdengar adalah kesejukan. Kalau kita bertanya, jawabannya melapangkan yang sempit, meluruskan yang kusut. Jarang terdengar Inyiak menyebut firman Allah dalam  bahasa Arab. Selalu dia ungkapkan dalam bahsa ibu kita. Pahamlah kita setiap pituahnya.  Mengapa ? Dalam hidup ini banyak hal yang sulit di mengerti , bahkan terkesan paradox. Ingat engga kamu pituah inyiak, banyak orang yang "gila"alias irasional tapi kamu tidak boleh membencinya. Tetaplah mencintainya. Kadang kamu berbuat baik tapi orang lain menuduhmu pencitraan. Tetaplah berbuat baik. Jika kamu sukses akan banyak teman palsu dan musuh sejati disekitarmu. Jangan takut.Tetap capai kesuksesan. Seberapa besar kamu memberi bantu kepada seseorang, dia akan dengan mudah melupakannya karena beberapa sebab. Tetaplah memberi bantu. Kejujuran itu pahit dan kadang mebuat orang lain terluka.Jangan takut untuk bersikap jujur.

Apa artinya ? apapun yang terjadi itu bukanlah antra dirimu dengan orang lain tapi antara kita dengan Tuhan. Kita tidak boleh merubah jalan kebenaran yang ditetapkan oleh Tuhan hanya karena sikap orang lain. Kalau salah maafkan dan jangan ragu untuk memulai lagi agar kamu dan dia berubah menjadi lebih baik. Kalau kamu menghindarinya karena alasan tidak mempercayainya, membencinya karena perbedaan itu artinya kamu tidak berjalan dijalan Tuhan tapi dijalan kamu sendiri. Dijalan egomu. Selamanya kamu menilai dirimu sendiri dan lupa orang lain juga menilaimu,dan Tuhan maha tahu bahwa kamu terlalu mencintai diimu sendiri dan lupa bahwa sesungguhnya tugasmu harus mencintai orang lain,apapun kondisinya.

Mengapa ? Kita semua  harus mejadi agent perubahan terhadap lingkungan khususnya lingkungan terdekat kita. Bagaimana kita bisa merubahnya menjadi lebih baik bila kita tidak bisa merebut cintanya hanya karena kita tidak lagi bisa mempercayainya. Banyak orang berkata "dia jahat, tetapi engkau dapat menghindarinya. Islam berkata kepada pengikutinya " dia jahat, tetapi engkau dapat mengubahnya". caranya ? jangan berjarak tapi bersedekatlah, maafkan dan lupakan,perbaruilah..Mari menjadi agent perubahan untuk rahmat bagi alam semesta." Kata teman Udin dengan mimik menyimpan kerisauan.
"Memangnya sekarang apa yang di ajarkan oleh guru pengganti inyiak itu?
" Dua pertiga yang yang keluar dari mulutnya adalah firman Allah dan Hadih. Semua dengan bahasa arab. Dan kalau dia mentafsirkan, membuat apa yang kita pahami selama ini menjadi salah. Salah. Semua salah. Di bilang kita tidak kaffah. Pemerintah salah. Anak muda yang suka musik di bilang sesat. Perempuan yang tidak pakai jilbab di bilang kayu neraka. Memang tak banyak orang protes. Tapi lebih banyak yang diam namun lambat laun orang menjauh dari surau. "
" Kenapa sampai malas "
" KIta orang kampung Din. Adat kita melatih kita berpikir bebas untuk memahami agama. Kita beragama agar adat kita tegak. Adat kita bertumpu kepada Budi. Budi itulah keindahan yang membuat kita hidup damai. Bagi kita , syariat seperti sholat, puasa, dan lain lain adalah metode mendekati Allah. Jadi syariat itu, bukan tujuan tapi cara. Yang di tuju adalah Allah. Cinta Allah. Nah, Guru selalu mempermasalahkan syariat itu. Sementara tujuan tidak  dia perhatikan. Terbukti dia tidak malu kalau uang infak sadakah masjid mengutamakan honornya dari pada memeriahkan masjid. Ini kan lucu. Hakikat dakwah itu adalah ikhlas. Orang berdakwah karena ingin mendekatkan diri kepada Allah. Ingat engga kata Inyiak dulu, hidup hidupilah surau ini tapi jangan engkau mencari hidup dari surau ini. Inyiak mengamalkan apa yang dia katakan. Inyiak sehari harinya berdagang kain di pasar. Memang tidak membuat dia kaya tapi tidak membuat dia makan dari uang derma Masajid. "

Udin terdiam. 

Udin teringat pituah dari Inyiak ketika dia masih remaja. Inyiak mengajarkan manusia harus memikirkan diri sebagai manifestasi Tuhan. God as me. Tuhan sebagaimana saya. Sebagaimana paham wahdatul wujud, bahwa kehendak seseorang bersatu dengan kehendak Tuhan. Pada tingkat tertentu, menurut Inyiak, dalam pengalaman ruhani yang sangat tinggi, yakni paling ujung dari seluruh perjalanan sufi, manusia tidak lagi bisa membedakan mana dirinya dan mana Tuhan. Pada tahap ini kemampuan akal tak lagi berfungsi untuk membedakan antara khalik dan makhluk, antara Tuhan dan saya. Karena berbagai peristiwa di alam ini tak lepas dari hasil yang dibentuk oleh pemikiran kita, persepsi kita, maka kita harus bertanggungjawab atas berbagai peristiwa di sekitar kita.  Jodoh ,rezeki dan maut itu adalah takdir dari Allah. Benar, karena itulah keyakinan orang ber-agama. Namun persepsi tentang takdir soal ini harus dipahami dengan baik agar kita tidak putus asa ber-agama. Tidak berprasangka buruk kepada Allah.

Soal Jodoh? Inyiak mengajarkan bahwa benar jodoh itu telah di tentukan Tuhan namun engkau berperan membuat ketentuan Tuhan terwujud. Terwujudnya jodoh itu, cepat atau lambat atau tidak sama sekali berjodoh maka itu tergantung persepsi engkau sendiri tentang jodoh itu . Selagi jodoh itu atas dasar persepsi "keinginan"maka siap siaplah mendapatkan kesulitan mendapatkan jodoh, kalaupun dapat maka siap siap lah berselancar di gelombang panas. Tidak siap, maka perceraian terjadi. Tapi bila persepsi tentang jodoh adalah atas dasar "kebutuhan". Kebutuhan akan ibadah kepada Tuhan. Maka jodoh akan datang dengan mudah. Bila kelak terjalin ikatan maka dua akan dipersatukan Tuhan, yang sulit di mudahkan, yang sempit akan lapang. " Nah, jujurlah pada diri sendiri apakah persepsi jodoh itu atas dasar keinginan atukah kebutuhan? liatlah diri mu seutuhnya dan nilaiah sendiri, kemudian liatlah sekeliling mu siapa yang pantas untuk mua..tunggu dan itu akan datang dengan sendirinya..." Demikian pituan Inyiak yang tak pernah Udin lupakan.

Bagaimana dengan rezeki?  Inyiak pernah berkata bahwa Setiap makhluk di jamin rezekinya oleh Allah. Bumi di bentangkan Tuhan sebagai rezeki yang tak akan habisnya sampai hari kiamat. Ini jaminan Allah. Namun Tuhan tidak pernah kirim uang ke ke rekeningmu. Karena rezeki itu tidak di berikan begitu saja. Untuk makan saja engaku harus melewati proses dari menanam padi, merawatnya, memanennya, menggilingnya, dan memasaknya, kemudian menyuap nasi kemulut dan mengunyah untuk sampai keperut menjadi darah dan daging. Kalau persepsi engkau bahwa rezeki itu datang dari mujizat atau kemudahan dari Tuhan karena banyak zikir dan berdoa tapi miskin ikhtiar maka engaku akan kalah bersaing dengan orang yang tak beragama. Kalah dengan orang yang beragama ala kadarnya namun percaya bahwa Tuhan tidak memberi kemudahan proses untuk meraih rezeki.

Namun , Udin ingat nasehat Inyiak " Kalau persepsi engkau bahwa rezeki itu adalah atas dasar "keinginan" maka engkau tidak akan mendapatkan "rezeki" yang dimaksud Tuhan. Rezeki itu akan menyusahkan hatimu. Berlebih rezeki membuatmu rakus, sedikit rezeki semakin membuatmu kawatir akan hidup. Tapi kalau persepsi rezeki atas dasar " kebutuhan " maka rezeki itu akan datang sebagai rezeki yang menentramkan karena bila berlebih dia akan berbagi, bila kurang yang di raih kamu akan bersabar. Apapun itu baik bagimu, dan tentu  menyehatkan lahir batin."  Nasehat inilah yang membuat Udin cerdas menyikapi hidup. Cerdas merantau kemanapun dia pergi. Tak pernah merasa asing di bumi Allah dan tidak pernah sendirian di tempat ramai. Dimanapun dia di terima dengan tangan terbuka. Agama membuat dia mudah mencintai orang dan tentu banyak yang suka dengannya. Akibatnya rezeki yang jauh mendekat, yang tak nampak, muncul, yang sulit menjadi mudah.

Bagaimana dengan kematian?  Semua orang pasti mati.Ini takdir manusia dari Tuhan.Demikian pituan Inyiak.  Sehebat apapun engkau menjaga kesehatan maka kematian itu pasti terjadi. Namun bila persepsimu bahwa kematian itu hak Tuhan yang kapanpun bisa mati maka engkau akan lalai menjaga kesehatan sehingga merusak tubuhmu dengan sifat rakus dan tidak peduli menjaga kesehatan, dan berperang tanpa merperhatikan kekuatan diri, maka itu mati konyol. Tapi kalau persepsimu bahwa kehidupan adalah berkah Tuhan,yang harus di jaga sebaik mungkin, di syukuri maka engkau tahu menjaga tubuh agar tetap sehat dan menghindari bunuh diri karena hilang harapan. Karena engkau yakin bahwa dirimu, tubuhmu adalah amanah terindah dari Allah, yang harus engkau jaga sebaik engkau menjaga iman di dadamu. Dengan begitu Kehidupan akan menjadi nilaimu sesungguhnya untuk memaknai bahwa kematian adalah kebutuhanmu untuk paling dekat kepada Allah dalam cinta tak terbayangkan. Bukan kematian karena keinginan untuk mendapatkan sorga yang Allah janjikan. Matilah dalam keimanan, karena engkau hidup berakal.. 

" Benar Jodoh, rezeki maut adalah hak Tuhan namun engkau bertanggung jawab untuk mewujudkan takdir itu, dan untuk itu sebaiknya utamakan atas "kebutuhan", bukan karena "keinginan ". Demikian nasehat Inyiak. Udin meninggalkan surau itu setelah usai Sholat subuh. Jalanan masih sepi dan Udin merasa sangat kaya karena akalnya selalu hidup untuk memperkuat iman dan berjuang tiada henti agar  mencapai akhir sebaik baiknya kesudahan...

Thursday, May 07, 2020

Doa kami...




Saya bertemu dengan teman lama di Bandara. Walau kami jarang bertemu namun setiap saya ingat akan dia, saya selalu mendoakan dia. Kenangan dengan teman ini tidak akan pernah saya lupakan seumur hidup.  Saya teringat 30 tahun lalu. Ketika itu usia saya 21 tahun dan dia 25 tahun. Kedekatan saya dengan dia karena satu kelompok pengajian Tarikat. Kegiatan pengajian ini dilakukan dari masjid ke masjid. Kadang diadakan juga dirumah. Kegiatan pengajian kami tidak berafiliasi dengan ormas Islam dan tidak terlibat dalam aktifita politik. 

Walau ketika itu banyak kekuatan ormas islam bawah tanah yang berjuang untuk tegaknya negara Islam namun kami tidak terpengaruh. Padahal ketika itu hubungan antara umat islam dan Pemerintah sedang memanas karena dipicu oleh wacana akan di berlakukannya asas tunggal Pancasila. Kesan yang saya dengar memang di setiap masjid dan Mushalla setiap hari ada saja pengajian dengan mengundang ulama beraliran keras yang memang ahli mengagitasi umat untuk bergerak membela nama Allah dalam  perjuangan Jihad. 

Ketika itu ( 1984) saya dan teman itu berangkat ke Tanjung Priok bukan untuk pengajian tapi di dorong rasa ingin tahu ada apa sebenarnya. Karena tersiar kabar beberapa kelompok aktifis islam yang ada disekitar  Jakarta, Bogor dan Banten telah berdatangan ke Tanjung Priok, dengan maksud memberikan dukungan moral agar ulama yang di tahan Polisi karena pertikaian membela kehormatan masjid dapat di bebaskan.

Seusai sholat Jumat, massa mulai bergerak kearah pos Polisi Pocis Tanjung Priok dengan tujuan membebaskan ulama. Namun  entah mengapa ditengah kerumunan massa saya memperhatikan disebelah saya ada anak muda seusia saya dipunggungnya nampak ada yang menonjol dan ketika saya ikut berdesakan dengannya saya merasakan dibalik jaket levisnya itu adalah senjata mesin Serbu. Teman saya membisikan kepada saya bahwa sebaiknya kami keluar dari kerumunan karena intel Tentara sudah ada didalam kerumunan massa. Saya dan teman segera keluar dari kerumunan massa yang diperkirakan jumlahnya ribuan itu. Dengan susah payah kami berhasil keluar dari kerumunan itu. Saya dan teman langsung kembali ke Tanah Abang. 

Dari cerita teman lain yang menyaksikan keributan Tanjung Priok bercerita kepada kami sebagai berikut. Ribuan orang berkumpul dengan semangat membara, disemangati khotbah dari Amir Biki, Syarifin Maloko, Yayan Hendrayana, dll. Tuntutan agar aparat melepas empat orang yang ditahan terdengar semakin keras. Amir Biki dalam khotbahnya berkata dengan suara bergetar, “Saya beritahu Kodim, bebaskan keempat orang yang ditahan itu sebelum jam sebelas malam. Jika tidak, saya takut akan terjadi banjir darah di Priok ini”. Mubaligh lain, Ustdaz Yayan, bertanya pada jamaah, “Man anshori ilallah? Siapa sanggup menolong agama Allah ?” Dijawab oleh massa, “Nahnu Anshorullah ! Kami siap menolong agama Allah !”

Sampai jam sebelas malam tidak ada jawaban dari Kodim, malah tank dan pasukan didatangkan ke kawasan Priok. Akhirnya, lepas jam sebelas malam, massa mulai bergerak menuju markas Kodim. Ada yang membawa senjata tajam dan bahan bakar. Tetapi sebagian besar hanyalah berbekal asma’ Allah dan Al-Qur’an. Amir Biki berpesan, “Yang merusak bukan teman kita !”.  Di Jalan Yos Sudarso massa dan tentara berhadapan. Tidak terlihat polisi satupun, padahal seharusnya mereka yang terlebih dahulu menangani (dikemudian hari diketahui, para polisi ternyata dilarang keluar dari markasnya oleh tentara). 

Massa sama sekali tidak beringas. Sebagian besar malah hanya duduk di jalan dan bertakbir. Tiba-tiba terdengar aba-aba mundur dari komandan tentara. Mereka mundur dua langkah, lalu … astaghfirullah ! Tanpa peringatan terlebih dahulu, tentara mulai menembaki jamaah dan bergerak maju. Gelegar senapan terdengar bersahut-sahutan memecah kesunyian malam. Aliran listrik yang sudah di padamkan sebelumnya membuat kilatan api dari moncong-moncong senjata terlihat mengerikan. Satu demi satu para syuhada tersungkur dengan darah membasahi bumi. Kemudian, datang konvoi truk militer dari arah pelabuhan, menerjang dan melindas massa yang tiarap di jalan. Dari atas truk, orang-orang berseragam hijau tanpa nurani gencar menembaki. Tentara bahkan masuk ke perkampungan dan menembak dengan membabi-buta. Tanjung Priok banjir darah.

Pemerintah dalam laporan resminya yang diwakili Panglima ABRI, Jenderal L. B. Moerdani, menyebutkan bahwa korban tewas ‘hanya’ 18 orang dan luka-luka 53 orang. Namun dari hasil investigasi tim pencari fakta, SONTAK (Solidaritas Nasional untuk peristiwa Tanjung priok), diperkirakan sekitar 400 orang tewas, belum terhitung yang luka-luka dan cacat. Tapi menurut  teman saya yang selamat dari tembakan tentara mengatakan jumlah korban ribuan. Karena semua mereka yang duduk di jalan yang panjangnya lebih dari 2 KM  mati di tembaki oleh senjata mesin. 

Seminggu setelah itu, saya sedang ikut pengajian rutin di Masjid dikawasan Benhil di tangkap oleh aparat. Sempat merasakan 7 hari ditahan tapi rasanya seperti 7 abad. Karena 7 hari tidak ada hari tanpa siksaan. Semua tahanan ketika di periksa baik pria maupun wanita harus telanjang. Satu sama lain saling menyaksikan temannya disiksa. Dalam hati saya berdoa semoga ini tidak lagi terjadi kepada anak cucu saya. Semoga Allah memberikan ruang bagi anak cucu saya berjuang tanpa harus menerima kezoliman seperti ini. 

Sampai dua tahun setelah peristiwa pembantaian itu, suasana Tanjung Priok begitu mencekam. Siapapun yang menanyakan peristiwa 12 September, menanyakan anak atau kerabatnya yang hilang, akan berurusan dengan aparat.  Bahkan selama dua tahun itu terjadi penangkapan  kepada kader kader dakwah yang militan. 

Hal yang membuat saya tidak pernah lupa dengan teman itu adalah ketika kami di Penjara. Dia meminta saya untuk berzikir dengan zikir Nabi Yunus ketika didalam perut ikan Paus, Laa ilaaha illa anta. Subhaanaka, innii kuntu minaz zhaalimiin. Mengapa? Dengan peristiwa ini jangan cepat berbaik sangka bahwa kita di posisi yang benar sehingga pantas mati sahid, jangan berprasangka bahwa sikap kita benar dan di ridhoi Allah sehingga pantas masuk sorga. Apapun musibah itu adalah cara Allah mengingatkan kita bahwa ada kesalahan yang kita perbuat.  Samahalnya ketika Rasul kalah dalam perang Uhud. 

Benarlah , dua hari saya tidak pernah berhenti berzikir di dalam hati dengan doa nabi Yunus , bahkan ketika di periksa.  Keesokannnya saya di bebaskan begitu saja,teman saya juga. Ada ribuan yang masih ditahan dan tidak tahu bagaimana nasipnya. Tidak ada satupun ormas islam yang ada diluar bergerak  untuk membela segelintir kami.Tidak ada.  

Sejak itu saya dan teman memilih fokus dengan hidup kami. Belakangan saya tahu teman itu menjadi pengusaha perkapalan yang sukses. Tahun 2002 saya bertemu dengan teman ini di Singapore. Dia berkata  bahwa ternyata doanya ketika dulu di penjara terkabulkan. Apa doa itu? semoga Allah memberikan zaman kebebasan kepada generasi anak anaknya tanpa bau amis darah. Saya tersenyum karena doanya sama dengan doa saya.

Kini era reformasi. Berkah tak terbilang bagi generasi muda untuk ambil bagian dalam perubahan kearah yang lebih baik,khususnya kearah perjuangan tegaknya keadilan. Di era reformasi ini semua golongan dan agama punya hak yang sama untuk menjadi pemenang. Jangan sampai fanatisme membuat kekuatan syiar islam meredub karena sifat keras hati, dengan menebarkan kebencian kepada mereka yang berbeda. Demokrasi harus di sikapi dengan cerdas. 


Berjuang tidak bisa seketika sukses. Semua kita harus berproses. Setidaknya mari merubah paradigma dalam berdakwah. Syiar islam harus  dilantunkan dalam karya nyata, bagaimana menjadi unggul dalam putaran waktu melalui program kemandirian ekonomi di tengah masyarakat. Membina mereka keluar dari lubang kemiskinan melalui pendekatan Tauhid agar kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas  di maknai sebagai ibadah.  Melalui program dakwah karya nyata, lambat laun kepemimpinan Islam di rasakan rakyat untuk tertib dalam barisan shap , menjadi sekumpulan lebah yang hanya memberikan manfaat bagi semua. Hanya dengan dakwah seperti itu, proyek sosial islam yang mengusung rahmat bagi semua akan teraktualkan sebagaimana Rasul mencontohkan di Madinah ratusan tahun lalu.

Menjadi laki laki







Pedagang bubur ayam itu setiap pagi pasti lewat depan rumah saya.  Kadang saya beli kadang hanya tersenyum saat dia berhenti menawarkan dagangannya. Dari wajahnya dan tubuh yang ringkih, mungkin usianya diatas 70 tahun. Namun menurut istri saya yang pernah bertanya, usianya 65  tahun.  Kehidupan yang tidak ramah membuat wajahnya boros. 


Satu waktu dia hentikan gerobak dorong dagangnya depan rumah saya. “ Pesan semangkok pak “ kata saya. Dia menoleh“ Biasanya ibu kalau pesan pakai mangkok dari rumah. ? katanya dengan ramah.


“ Sekarang pakai mangkok bapak aja. Saya makan di teras ini. “ Kata saya ambi posisi duduk di kursi  Dengan sigap dia serahkan mangkok berisi bubur ayam. 


“ Udah berapa lama dagang bubur ayam pak? tanya saya dengan tersenyum dan mempersilahkan dia duduk di kursi. Dengan ragu dia duduk” Udah setahun pak Haji. “ Katanya.


“ Tadi dagang apa ?


“ Tadi saya dagang kelapa di pasar tradisional. Tetapi akhirnya modal habis untuk ngobati istri saya. 


“ Sekarang istrinya sehat? tanya saya.


“ Sudah meninggal pak Haji” Katanya dengan raut wajah menahan kesedihan. Saya merasa bersalah mengingatkan duka kepadanya. “ Maafkan saya pak..moga ibu mendapatkan tempat disisi Tuhan dengan sebaik baiknya tempat” Kata saya.


“ Amin Ya Rob.” katanya dengan wajah sedih.


“ Punya anak ? tanya saya lagi.


“ Hanya semata wayang. Perempuan. Sudah menikah. Punya dua cucu saya dari dia  “ Katanya tersenyum.  “ Setelah istri saya meninggal. Rumah saya jual untuk bantu anak saya beli rumah di Tangerang. Itu pesan istri kepada saya sebelum dia meninggal. Sementara saya tinggal sendirian di Rumah kontrakan di Bogor. Tanpa usaha dan kerja. Hanya habiskan sisa uang jual rumah. “


“ Oh..” suara saya tersekat di tenggorokan. 


“ Mau tinggal sama anak kawatir memberatkan dia. Kehidupan dia juga tidak baik amat. Suaminya buruh pabrik “ Katanya kemudian dengan wajah sendu dan kelabu. Tentu ada alasan lain yang tidak mungkin dia ungkapkan mengapa sampai anaknya tidak mengajaknya tinggal bersama.


Saya larut dalam haru. Di hadapan saya ada pria yang seumur dengan saya. Di masa tuanya miskin dan kesendirian. Namun tetap punya rasa hormat untuk  tidak memaksakan kehendak tinggal sama anaknya. Dia memaklumi keadaan anaknya. Begitulah laki laki..


“ Rumah bapak kan di Bogor. Gimana bisa dagang di daerah Tangerang ? Tanya saya.


“ Tahun lalu mantu saya meninggal karena kecelakan motor.   Saat itu yang saya pikirkan cucu saya yang masih balita  dan anak perempuan saya. Gimana hidup mereka?. Saya sampaikan rencana dagang bubur ayam kepada anak saya. Hasilnya untuk biaya hidup dia. Setiap hari sebelum subuh yang masak bubur dia. Yang dagangin saya. Setidaknya dengan kedua tangan saya ini bisa berharap kedua cucu saya bisa sekolah tinggi. “ Katanya. Sekarang dia tampak  bersemangat.


Saya termenung. Di hadapan saya ada pria sebaya saya yang harus berjuang dibatas usia yang tidak muda lagi. Dia tidak mengeluh dan tetap focus kepada solusi lewat ikhtiar walau apa adanya. Dia tetap punya hope…


“ Pak Haji..” Terdengar teguran ke saya yang membuat lamunan saya buyar. “ Maaf, saya harus jalan lagi. “ Kata pedagan bubur itu. 


“ Sebentar pak..” Kata saya segera masuk ke dalam rumah. 

“ Ini uang bubur dan ini uang untuk kedua cucu bapak. “ Kata saya menyerahkan 30 lembar uang merah. 


“ Engga usah pak Haji..” katanya terkejut dan segera menolak uluran tangan saya saat menyerahkan uang itu. 


“ Ini uang untuk cucu bapak. Beri kesempatan saya membantu anak yatim. Itu perintah Tuhan, pak. “ Kata saya tersenyum ramah. Dia rangkul saya.  


Kewajiban sebagai laki laki ada lima. Yang pertama adalah sebagai pemimpin rumah tangga. Kedua adalah menjaga dan melindungi perempuannya: ibu,  istri, anak perempuan serta saudari perempuan. Ketiga, menolong handai tolan yang kekurangan agar mereka tidak terkena kufur akibat kemiskinan. Keempat, menolong tetangga dan anak yatim, serta orang miskin. Yang kelima, mendukung setiap kebaikan. Demikianlah amanah Tuhan kepada setiap laki laki. Berat memang. 


Karenanya Tuhan ciptakan bahu lelaki kuat agar mampu memikul beban, didominasi oleh akal daripada perasaan agar cerdas melewati semua cobaan. Jangan pernah berhenti bekerja keras. Bila hidup lapang berlebih jangan hedonis tapi tetaplah hidup sederhana dan focus kepada amanah Tuhan. Bila hasil dan peluh tak sebanding, jangan bersedih. Ingatlah setiap keringatmu untuk menafkahi keluargamu itu sangat bernilai di hadapan Tuhan. Tuhan menilai bukan dari hasil tetapi dari niatmu. Setiap tarikan nafasmu dalam kelelahan dan derita akan dihitung sebagai pahala dan kelak di akhirat itulah yang akan menolong.


Menjadi pria itu adalah berkah dan juga cobaan sepanjang usia. Menikah itu sama saja melaksanakan setengah kewajiban agama. Mengapa? Dari rumah tangga itulah kita dilatih menjadi pemimpin mengemban amanah Tuhan untuk menjadi sebaik baiknya kesudahan…

Cinta sang koruptor




Bejo seperti biasa tersenyum ketika aku parkir kendaraan di pelataran cafe. Dia hanya tukang parkir. Namun dia bukan preman. Dia bekerja untuk seorang preman, dan mendapat upah sepertiga dari hasil uang parkir yang dikumpulkannya. Bejo punya impian. Dia hanya butuh sedikit modal untuk dagang asongan. Setelah itu dia berharap punya gerobak sendiri untuk jual nasi goreng. Dan selanjutnya, berharap bisa buka warung dengan beberapa orang karyawan. Syukur bila itu semua bisa membawa ibunya ke Makkah. Aku hanya tersenyum mendengar impian Bejo. Terlalu naif bagi seorang Bejo yang  berharap terlalu banyak di kota kapitalis seperti Jakarta ini. Tapi Bejo yakin.

“ Jo” Seru ku “ Aku mau cerita tentang tamu ku yang aneh” sambungku sambil menanti cafe itu buka. 

“ Cerita aja. “

“ Sejak kali pertama bertemu tamu itu, aku seperti ditelungkupkan pada seraut kenangan. Aku tak tahu, mengapa aku tiba-tiba seperti direnggut perasaan aneh dan ganjil. Aku seketika jatuh cinta. Apa yang kusuka dari tamu itu? Jujur, dua tahun lalu, tatkala aku lulus dari kuliah. Aku masih luntang-lantung, belum mendapatkan pekerjaan layak, dan kerap tidur di rumah teman. Hingga akhirnya, kehidupanku berubah setelah aku bertemu dengan seorang lelaki yang benar-benar asing bagiku. Lelaki yang kemudian menjadikanku istri simpanan. Ia hampir memberiku apa yang aku butuhkan kecuali kepastian…. Ia bisa datang satu minggu sekali, kadang bisa satu bulan sekali, atau bahkan dua bulan sekali. Ia datang ketika butuh, dan ia tidak pernah datang ketika aku sedang menginginkan kehadirannya.

“ Gimana awalnya kamu ketemu dia.” Kata Bejo.

“ Setelah cinta pertama ku kadas oleh pria yang akhirnya menikah dengan wanita lain. Aku tak tahu, bagaimana semua itu bermula. Ia tiba-tiba duduk di sebelahku, ketika aku sedang berpangku tangan di sudut cafe. Ia tersenyum, lalu mengajakku bercengkerama. Di hadapannya, aku seperti hilang kesadaran. Ia lelaki biasa, tapi tatapan matanya membuatku luruh. Dalam sekejap, persendianku seperti dialiri getaran aneh yang menjalar ke setiap pori-pori. Mata tamu itu seperti hamparan laut, tenang dan meneduhkan. Setiap kali aku melihatnya, aku serasa ingin menyelam ke dalamnya….Aku tidak bisa berkata-kata dan ketika lelaki itu menawarkan kebaikan untuk mengantarku pulang, aku tak kuasa menolak. Sejak itulah, aku sering jatuh sakit ketika ia lama tidak mengunjungiku….

“ Aku tahu tamu yang kamu maksud.” 

“ Kok kamu tahu ?

“ Sepertinya aku pernah lihat wajahnya di koran pagi.”

“ Oh gitu. DI mataku, tak ada yang istimewa pada lelaki itu. Ia biasa saja—seperti umumnya tamu lain. Hanya saja, mata lelaki itu selalu memukau dan membuatku serasa di tepi danau. Setiap aku menatapnya, aku seperti melihat hamparan air yang tenang. Bahkan, ketika aku sudah lama tidak bertemu dengannya, aku…. entah kenapa bisa jatuh sakit. Aku tidak tahu, kenapa semua bisa tak masuk akal. Dan ketika ia menjengukku, perlahan sakitku pulih. Meski ia datang hanya diam, tak pernah banyak bercerita dan bersenda gurau. Tetapi, kedatangannya telah membuatku bisa tersenyum. Ah, lelaki ini benar-benar aneh."

”Aku tak yakin kamu bisa jatuh cinta, Dan juga tidak mungkin dia jatuh cinta…,” ucap Bejo dengan enteng.

Aku diam, dan seperti tidak mau mendengar apa yang Bejo katakan. Dan aku tahu, dia tak sanggup untuk memahamiku. 

“ Aku, entah kenapa, merasakan telah meminta sesuatu yang tidak mungkin bisa ia penuhi. Selama ini, memang tidak pernah ada kesepakatan antara kami. Apalagi, setelah aku tahu ia lelaki yang sudah beristri. Itulah yang membuatku tak pernah menuntut apa pun…

”Sekarang gimana setelah kamu tahu itu ?”

Aku terdiam. Teringat di suatu malam, lelaki itu terbaring tepat di sisiku, kemudian menyibak selimut dan meringkuk bagai sepotong daging dalam kulkas. Tubuhnya dingin dan hampa. Tetapi semua berjalan cepat. Lelaki itu selalu mengerjakannya dengan kilat, sekejap kemudian ia sudah tersengal. Aku mendengar lenguhan panjang dan setelah itu, ia berbaring lemas di balik selimut. Hingga kemudian, seperti yang sudah-sudah, dering telepon selalu membangunkan tidur nyenyaknya. Ia terbangun, buru-buru menyibak selimut, meraih handphone dan berjalan dengan gugup ke arah jendela. Kulihat sisa embun meruapkan basah di sebagian lempeng kaca jendela saat ia mendengarkan dengan syahdu suara di seberang. Aku tahu, dia sedang mengangkat telepon dari istrinya. Tapi aku tidak mendengar jelas: suaranya pelan setengah berbisik. Setelah hening, lelaki itu berkata pendek, ”Aku harus segera pulang.” Aku tak mungkin mencegahnya pergi."

" Oh..." Bejo seperti paham dan berempati.

“ Entahlah Jo. “

Bejo hanya tersenyum. “ Kamu tidak pernah memiliki diri kamu sendiri. Tentu kamu tidak pernah tahu apa yang kamu lakukan itu benar atau salah.”

“ Jo, kamu jahat sekali. Segitunya kamu menilai saya.

“ Kenyataannya begitu.”

“ Kenapa ya Jo”

“ Wanita hanya sekali jatuh cinta selama hidupnya. Kalau ada cinta kedua atau ketiga, itu hanya karena keinginan untuk perlindungan rasa aman, seperti tersedianya kendaraan, ATM selalu ada isi, dan pakaian selalu baru, dan tempat kos daerah elite. Dan sekarang kamu bicara tentang cinta untuk itu semua ? Itu  bukan cinta. Itu hanya cara hidup rakus tanpa kerja keras dan pengorbanan.

“ Ah kamu, bisa aja Jo. Itu kan rezeki anak sholeh...”

" Apa yang kamu harapkan dari kemurahan seorang koruptor? Dia sudah mengkhianati negara dan juga keluarganya. Dia tidak akan pernah bisa mencintai siapapun kecuali dirinya sendiri. Apalagi dirimu?

***
Malam itu tamuku tidak jadi datang. Tanpa alasan yang jelas. Akupun tak ingin menghubunginya. 

“ Dia tidak akan datang , Mir “ Kata Bejo ketika aku akan masuk kedalam kendaraan.” 

“ Kok kamu tahu Jo”

“ Engga baca berita sore ? 

“ Ada apa ?

“ Tamu kamu di tangkap KPK. “

“ Ke tangkap tangan ya Jo”

“ ya begitu ceritanya.”

Aku terhempas lemas. Bagaimana dengan nasibku? Segala bayangan buruk datang menyelimuti pikiranku.  “ Sudah saatnya kamu kembali ke jalan Tuhan. “ Kata Bejo.

 Jangan petuahi aku perihal amal dan dosa. Usah pula berbuih ludah mendongengkan elok surga dan bengis neraka. Kelaparan lebih mengerikan dari kematian. Jika mati sudah ketetapan, lapar adalah bagian dari kekalahan. Aku pasrah dijemput maut kapan saja, tapi aku enggan mau mati dengan perut kosong. Maka biarkanlah aku dengan hidupku, Jo. Tolonglah sedikit empati disaat seperti ini.”

Aku terdiam dan menangis. Bejo ada benarnya. Kulajukan kendaraan menyusuri kemacetan Jakarta. Di tempat kos, aku menangis dalam kesendirian. Hujan di luar mungkin telah membuat banyak orang cemas karena tinggal di bantaran kali dan di rumah kumuh,, yang hanya masalah waktu akan didera banjir. Kemiskinan dan keterpurukan adalah ketidakadilan sistem. Dan itu hanya melahirkan kemakmuran diatas banyak penderitaan yang luput dicatat statistik. Sementara aku menikmati limpahan kemewahan dari  dana haram untuk pekerjaan haram. Kebodohanku adalah mempercayai cinta dari seorang koruptor. Tentu kebodohan rakyat yang mempercayakan kekuasaan kepada koruptor yang penuh retorika idealis dan bergaya humble. 

Benar kata bejo “ Kamu tidak pernah memiliki diri kamu sendiri. Tentu kamu tidak pernah tahu apa yang kamu lakukan itu benar atau salah.” Ya karena aku terjebak dengan kemanjaan dari sang koruptor. Bagiku itu pemberiaan besar tetapi sebenarnya uang receh bagi koruptor. Sama halnya uang Bansos. Toxin untuk bisa hidup struggle. Bagaimana dengan Bejo sendiri? Setidaknya dia punya impian dan memulainya dengan keringat halal dan tahu harga dirinya diperjuangkan melalui kerja keras tanpa menjauh dari Tuhan…

Monster pemangsa

  Sehabis meeting dengan Michael Chang, saya tatap James cukup lama. Dia sempat bingung dan salah tingka karenanya. Namun akhirnya  saya ter...