Friday, August 09, 2024

Kerakusan memangsanya

 



Pagi pagi kemarin saya harus ke Singapore untuk lunch meeting dengan relasi SIDC dari NY. Saya naik pesawat ekonomi class. Saat nunggu di ruang tunggu boarding. Ada pria dengan Card tag berlogo Yuan. Saya cepat sekali kenal logo itu. Saya dekati dia dan tersenyum. Dia mengangguk. Sepertinya dia etnis Tionghoa. “ Kamu orang Indonesia ? tanya saya dalam bahasa inggris. Khawatir dia orang Singaporean.


“ Saya orang Indonesia. Katanya dalam bahasa Indonesia. “ Tepatnya Kerawang.” sambungnya.


“ Ada apa ke singapore ?


“ Tugas kantor pak.” katanya dengan ramah. " Bapak ?


“ Saya ada rapat bisnis dengan teman di Singapore. " Jawab saya. " Kamu kerja di PMA ya” kata saya melirik tag card dia.” Udah berapa lama.?


“ Ya Pak. Udah 5 tahun sejak tamat kuliah di Bandung. Tadinya kerja di Singapore, sejak dua tahun lalu kantor buka perwakilan di Indonesia, Ya saya ditugaskan di Jakarta.” 


“ udah berkeluarga. ? Tanya saya. Dia menggeleng dengan sopan. 


“ Kenapa ?


“ Saya masih ada tanggungan. Mama, dan 4 adik saya yang masih kuliah dan sekolah. Papa meninggal 5 tahun lalu.”


“ Oh maaf.” Kata saya.


“Engga apa apa pak.”


“ Emang nggak ada pacar ?


“ Pernah punya pacar. Tetapi kandas. Mungkin dia nggak mau dibebani oleh adik adik saya. ya biasa lah. “ Katanya tersenyum. Obrolan ringan tetapi berkesan.


Saat boarding. Kami berpisah. Dia duduk di Business class dan saya ekonomi class. Saya maklum, Yuan punya standar bagi staf nya dalam melakukan business trip. Sampai di Changi dia tersenyum saat antri di Imigrasi.  “ Pak, bapak ke mana arahnya ? tanyanya ramah.

Saya sebut alamatnya. “ Wah bareng saya aja pak, Kita satu arah. Kantor saya di raffles . Saya dijemput kendaraan kantor”


“ Terimakasih nak. ENgga apa apa saya naik taksi aja”

Dia tersenyum.


Saya baru saja bertemu anak muda yang rendah hati dan bertanggung jawab serta tahu diri. Saya bersukur ternyata standar kepatuhan rekrut karyawan Yuan dilaksanakan dengan konsisten oleh Wenny.


***


Saya datang 2 menit sebelum jadwal. Tom sudah berdiri depan dekat pintu masuk. Lunch meeting di Singapore sudah diatur oleh AMG dari Unit Business SIDC. Ada enam orang. 3 dari team Tom dan 3 lagi dari Team Mathius. Saya mengangguk tersenyum kepada Mathius. 


“ B, saya dan kamu sudah kerjasama lebih dari 10 tahun. “ Kata Mathius. “ product hedge fund saya sekarang runtuh. Saya perlu rescue B. “ Sambungannya. Mathius memang pernah dua kali kerjasama dengan saya dalam mendukung product hedge fund tambang dan Big Pharma. 


“ Its over. “ Kata saya rentangkan tangan.


“ Tapi B. “ Katanya dengan sedikit tinggi tones. “ Anda yang jebak saya dalam berinvestasi di BioEnergy, dan setelah itu anda keluar lebih dulu. Sekarang anda seenaknya angkat bahu”


Saya senyum aja. Itu persepsi dia terhadap saya. Itu hak dia. Dia bukan orang bodoh dan bukan anak anak yang bisa dijebak.


“ Masalahnya sudah terlalu besar outstanding kamu. Itu karena kamu provokasi market lewat keterlibatan Green Fund. Padahal tidak ada kaitannya. Sekarang nilai hedge fund kamu runtuh seiring jatuhnya saham BioEnergy. Idealisme zero emisi itu cukup ada di kapala aktivis dan politisi, bukan pada kita. Kita harus realistis. Engga bisa resiko zero emisi dibebankan kepada investor. Itu tanggung jawab negara. " Kata saya.


“ Ok lah. Terus, gimana solusinya? saya butuh solusi dari anda sebagai teman” Katanya merendah.


“ Its over. “ Kata saya tegas. “ Itu jawaban saya sebagai solusi. Kamu harus tahu kapan berhenti dan berakhir. Anak buah kamu nggak paham tentang resiko buying time ini. Kamu terus diyakinkan mereka bahwa kamu bisa mengatasi semua hal. “ Sambung saya. 


“ Apakah anda sudah baca proposal restruktur asset kami” tanya anak buah Mathius.


“ Tentu saya sudah baca, makanya saya datang dalam rapat ini agar kalian berhenti dalam permainan. Dalam situasi likuiditas sedang lancar, engg ada masalah. Tetapi sekarang likuiditas ketat, proposal itu bullshit “ kata saya. Mereka terdiam. 


Saya berdiri dan segera menyalami Mathius dan timnya. “ Lanjut aja makan siangnya. Karena saya sejak pensiun sudah tidak lagi makan siang.” kata saya tersenyum.


***

Mathius mengejar saya sampai pintu Lift. “ Saya ikut kamu.” katanya. Saya senyum aja. Dalam lift. “ temanin saya minum kopi di sheraton” kata saya. 


“ Kamu tetap bugar. Kelihatan tadi  dari belakang, jalan kamu masih tegap dan ringan. Apa resep nya?


“ Jangan terlalu berpikir tentang hal yang belum terjadi. Waku kita, berkah kita hanya ada pada hari ini. Lakukan setiap hari yang bisa menyelesaikan masalah atau setidaknya mengurangi masalah. Jangan gantung masalah. Karena itu akan memakan diri kita sendiri pada akhirnya.” Kata saya. Mathius mengangguk. Saya tahu berat bagi dia untuk menerima kenyataan. Tetapi saya yakin perjalanan hidupnya sampai diatas tidak mudah. Dia sudah sangat siap jatuh untuk bangun kembali tentunya. Hanya saja sekarang usianya sudah menua. Dia kurang percaya diri bisa memulai dari nol lagi.


Kami memesan kopi dan duduk santai di lounge.“ Ingat kali pertama kita kerjasama. Tepatnya 15 tahun lalu. “ Kata Mathius.” Kita create product hedge fund untuk proyek mining dan Pharma. Dua tahun yang terasa dua abad prosesnya. Kita menikmati sukses bersama. Namun akhirnya saya memilih keluar. Kamu bayar share saya. Saat itu saya marah. Anggap kamu terlalu idealis. Karena konsisten mengembangkan proyek real tanpa hendak terjebak dengan pasar instrument derivative. Padahal saat itu pasar sedang bergairah terutama setelah kejatuhan Lehman dan program QE dilaksanakan AS. Saya baru sadar kini. Kamu benar. Itu menjadi sesal yang tidak bertepi. “ Kata Mathius.  Dengan wajah sedih. 


“ Apa yang saya pahami. “Kata saya.” Dunia hedge fund tak ubahnya dengan dunia politik. Bukan soal data tetapi soal bagaimana data itu bisa dinarasikan untuk menutupi kebenaran. Atau tepatnya, jangan biarkan kebenaran menghalangi cerita yang bagus, terutama jika cerita itu melipatgandakan keuntungan. Persepsi itulah yang dibangun sehingga pasar terjebak untuk dimangsa. Saya tidak bisa menghindari itu sebagai upaya survival. Tetapi saya tahu kapan harus mengakhirinya. “ kata saya.


“ Apa esensi yang kamu pahami itu ?


“ Uang mudah akan mempermudah kerakusan memangsa kita. Bahkan orang baik bisa berubah jadi setan. Jadi kita harus tahu diri. Jangan sampai melewati batas.” Kata saya.


“ Ya paham. Bahkan sangat paham jika akhir-akhir ini semuanya terasa lebih mahal. Coba dech sejak pandemi dimulai. Pada tahun 2020, ketika virus corona membunuh jutaan orang dan melumpuhkan usaha kecil di seluruh negeri, para Big Corp melihat peluang untuk mendapat untung. Smithfield dan Tyson adalah contoh utama. Dengan alasan Pabrik pengemasan daging bekunya tidak bisa bekerja penuh dengan alasan COVID. Tidak aman bagi pekerja. Dengan kelangkaan pasokan itu. Harga jadi mahal berlipat. Pada waktu bersamaan tanpa diketahui publik, mereka tetap saja ekspor ke luar negeri, bahkan jumlahnya lebih besar dari biasa nya. Setelah COVID apakah harga turun? tidak. Bahkan bukan hanya daging yang naik, hampir semua produk pangan naik di tingkat eceran. Terus naik sampai sekarang.


Invasi Rusia ke Ukraina menjadi dalih lain yang mudah untuk mendapatkan keuntungan, kali ini untuk kenaikan harga BBM dan gas. Resiko ketegangan geopolitik itu terus didengungkan dan diulas oleh para influencer lewat media massa. Hal ini mendorong harga komoditas energi jadi naik berlipat. 


Pada waktu bersamaan memaksa pemerintah mendorong bank melonggarkan likuiditas untuk meningkatkan persediaan BBM dan operasi explorasi migas. Pasar modal dan keuangan jadi bergairah. Value saham jadi naik berlipat. Para investor dan pemegang saham menikmati pesta windfall itu. Dan negara juga dapat pajak dari Windfall itu. Tetapi yang jadi korban adalah konsumen. Karena walau harga komoditas di pasar dunia turun, namun harga tidak pernah lagi turun di tingkat eceran. 


Disisi lain ecommerce marketplace menyeret orang banyak keserakahan yang tak terkendali. Mempengaruhi setiap orang dan setiap keluarga. Sampai akhirnya baru disadari bahwa pendapatan mereka tidak cukup lagi untuk membayar harga harga yang terus melambung. Daya beli menurun. Kelas menengah berkurang. Saya tidak tahu apakah saya bertambah usia sehingga otak saya sulit mencerna atau dunia yang semakin tua. Dunia berubah atau kita yang berubah? Kata Mathius


“ Sebenarnya secara phisik tidak ada yang berubah. Gunung tetap di tempatnya. Laut tetap di samudera. Benua tidak bergeser.  Porsi makan setiap orang tidak berubah. Yang berubah itu adalah tingkat kerakusan orang. Terutama skala rakus itu dari tahun ketahun terus meningkat dan modusnya semakin sophisticated, kadang pemerintah korup juga terlibat melakukannya lewat state capture. Karena kerakusan itu membuat nilai nilai yang diagungkan semakin lama semakin berkurang, terutama nilai nilai keadilan.  Bayangkanlah. Penjualan Lamborghini saat COVID mencapai rekor tertinggi. Ketika semua orang prihatin dan negara dihantam resesi karenanya. Pencapaian hasil seperti itu sungguh mengejutkan. Di situasi apapun orang kaya semakin kaya, dan yang miskin semakin miskin. 


Ekonomi suram bukan karena ketegangan geopolitik, perang dagang antara China dan AS, pengaruh krisis  tahun 2008. Bukan itu akar masalahnya.  Bahwa sumber masalah adalah imbalance economy. Dan itu akibat kerakusan olikargi kapital yang sudah menjelma menjadi monster dan sangat berkuasa di hadapan negara manapun. 


Bukan hanya pebisnis yang berada di arena kapitalis yang memang sudah rakus, tetapi juga mereka yang memperjuangkan nilai nilai agama terjebak dalam kerakusan itu. Lihat aja disaat umat hopeless dengan kehidupan yang terasa tidak adil, para pemuka agama menikmati kelimpahan dari donasi atas nama Tuhan. Tak ubahnya dengan pemerintah. Atas nama pertumbuhan berkelanjutan  berdasarkan prinsip welfare state, mereka mengumpulkan uang selain pajak lewat skema asuransi jaminan sosial dan tabungan kesejahteraan. Bukannya menambah kemakmuran malah membuat yang makmur jadi miskin dan yang miskin jatuh melarat. “ Kata saya.


Sudah saatnya saya harus kembali ke Bandara. Karena jadwal terbang saya ke Jakarta tiga jam lagi. “ Saya harus kembali ke Jakarta. “ Kata saya. Mathius rangkul saya. Dan saya bisikin” Kamu sahabat saya. Jangan takut jatuh. Jatuh itu pesan cinta dari Tuhan. Agar kamu kembali kepada fitrah-mu. Kamu akan tetap sahabat saya. Saya akan selalu ada disisimu.” Mat berlinang air mata.

6 comments:

Anonymous said...

👍kerren...

Kino said...

Top

Anonymous said...

Seharusnya tulisan2 seperti ini diwajibkan di baca generasi muda

Anonymous said...

Sahabat sejati

Anonymous said...

Terimkasih bacaannya

Anonymous said...

Seandainya orang seperti babo ada banyak....punya pola pikir yg sama pasti negara ini baik baik saja...

Mengapa Hijrah ke China.

  Sore itu saya makan malam dengan Florence dan Yuni. Kebetulan Yuni ada business trip dari Hong Kong ke Jakarta. Yuni kini CFO Yuan Holding...