Tuesday, August 16, 2022

Drama keadilan?



Club Societeit Concordia, sebuah  klub mewah yang beranggotakan para saudagar zaman Kolonial. Sebagian besar adalah kalangan elite yang berasal dari Eropa. Mereka punya tempat  hiburan eksklusif, pramuria kelas premium dan makanan serta minuman mahal. Berbeda dari tempat hiburan lainnya, tempat ini juga menyediakan perpustakaan dan meja baca, dengan banyak buku dan jurnal. 


Setiap Brinkman datang ke club ini dia merasa pecundang. Betapa tidak. Semua pria anggota club menceritakan tentang kehebatan Fientje di tempat tidur. Dia tidak bisa marah. Hanya sebatas geram saja. Karena Fientje bukan miliknya.


Fientje adalah komoditas kapitalis. Pelacur yang memang menjual sumber dayanya untuk uang. Usianya 19 tahun. Parasnya blasteran, campuran pribumi  dan Eropa. Kulitnya putih, Matanya bulat dan hidung mancung. Rambutnya panjang, hitam, serta ikal berombak. Senyum mengalahkan semuanya.


“ Apa sih masalah kamu?, kenapa terlalu terbawa perasaan dengan seorang pelacur. Fientje bukan siapa siapa. “ kata Ivan sahabat Brinkman ketika dia minta pendapat. 


“ Aku tahu dia pelacur. Aku tahu dia menawarkan tubuhnya kepada siapa saja. Tapi masalahnya bukan sekedar dia pelacur. Aku merindukan wanita berparas Eropa dengan kepribadian wanita pribumi. Di rumah,  aku tidak merasa pria seutuhnya. Posisi equality terhadap istri tidak membuatku nyaman. Apa arti kekuasaan dan uang kalau akhirnya kita tidak berdaya dihadapan istri, wanita yang kita ongkosi hidupnya. “ kata Brinkman. Dia mengusap kepalanya dan tertunduk seperti menahan kesal dan bosan”  Terutama ditempat tidur. Kering. Membosankan. “ kata Brikman. Dia terdiam sejenak. 


“ So…” Irvan ingin tahu suasana hati Briekman.


“ Kamu tahu artinya kekuasaan pria? Kata Brinkman. “ Ketika aku  masuk kamar tidur, Fientje  mencuci kakiku. Menggunting kukuku. Mengelap dadaku  dan semuanya. Setelah itu dia membersihkan dirinya. Berias dan seharum mungkin. Dia menyerahkan tubuhnya dengan total. Tidak berusaha lead. Tetapi ketika dia kusentuh, dia lead tanpa ragu untuk memanjakanku dan memuaskanku. Wajahnya sangat dekat denganku. Itu wajah Eropa, Ivan! Sementara sepanjang hidupku tak kudapati wanita Eropa seperti itu. Mereka ingin dilayani dan mudah mengeluh ditempat tidur. “ lanjut Brinkman. 


Ivan hanya tersenyum. Dia tahu Brinkman sedang memasuki usia krisis rumah tangga. Biasa itu terjadi ketika memasuki usia perkawinan diatas 15 tahun. Dia tidak hendak berusaha meyakinkan Brinkman, tentang rumah tangga bukan melulu soal sex tapi sentuhan persahabatan jiwa. Itu lah yang membuat hubungan nyaman. Kalau ukurannya sex, itu tak akan bertahan lama. Sama halnya orgasme yang hanya berselang sekian detik saja. Setelah itu sepi dan lelah.


***

Sekian bulan kemudian, lewat koran pagi. Ivan membaca berita “ ditemukan mayat wanita dalam karung tersangkut di pintu air di daerah Senen, Batavia. Menurut berita itu, walau kulitnya putih dipastikan mayat itu  bukan orang china. Namanya Fientje. Wanita penghuni rumah bordil mewah di Batavia. Ruempol, komisioner besar polisi memimpin penyelidikan dan penyidikan kematian pelacur ini.


“ Sebenarnya tidak ada yang istimewa. Fientje hanyalah seorang pelacur. Mengapa harus repot. “ kata Brinkman kepada Ivan. “ media massa saja terlalu mendramatisir keadaan. Engga jelas lagi fakta dan fiksi” lanjutnya.


“ Ya ini fenomena tentang keadilan yang sudah lama diragukan oleh rakyat. Berita ini seperti wahana rakyat menumpahkan ketidakpercayaanya kepada penguasa Belanda. Apalagi mereka sudah bosan baca berita pemberontakan kaum pribumi. Selalu kalah di medan perang dan kalah di pengadilan. 


Mereka udah bosan baca berita cerita seks, sensasi, dan kekerasan. Mereka butuh oase ditengah kehausan akan rasa keadilan. Mereka muak dengan hukum pemerintahan kolonial yang tidak ramah kepada rakyat pribumi. Tajam kebawah tumpul keatas” kata Ivan.


Polisi sudah tahu siapa pembunuh sebenarnya. Apalagi Fientje adalah pramuria terkenal dikalangan elite Belanda di Batavia. Hampir semua mereka pernah merasakan kehangatan tubuhnya. Mereka juga tahu kedekatan Brinkman dengan Fientje. Namun mereka tidak  yakin bahwa ada perasaan khusus Brinkman kepada Fientje.  Semua elite aparat hukum berusaha saling menutupi kasus ini. Maka skenario dibuat sedemikian rupa atas kematian Fientje itu.  Seakan kematian Fientje disulut perasaan dendam dan marah oleh seorang Centeng yang tak mau tubuh Fientje dibagi ke pria lain. Tak lupa media Massa juga ceritakan kehidupan glamor Fientje dengan para elite Eropa. Rakyat tetap tidak percaya skenario itu.


“ Cobalah kalian pikir. Tersangka pastilah orang Belanda. Hukumnya dari Belanda. Polisi dan hakim juga Belanda. Yakin akan ada kebanaran yang diungkapkan. ? Kata rahmat sahabat Ivan dari kaum terpelajar pribumi yang sering jadi narasumber kolom berita koran. “ Hukum kolonial hanya di design untuk menjerat rakyat jelata, bukan elite kolonial “ lanjut rahmat. Ivan hanya diam. Ada benarnya tapi bisa saja itu dibawa dalam dialektika. Bahwa keadilan itu tidak bisa memuaskan semua orang. Masalahnya selalu yang tidak puas adalah rakyat jelata. Penguasa selalu baik baik saja. 


***

Berita koran sore mengejutkan Ivan. Apa pasal? Brinkman ditangkap karena diduga sebagai pelaku pembunuhan. Nama Ruempol komisaris besar polisi menghias berita koran. Polisi hebat. Berpihak kepada keadilan. Walau elite Eropa sekalipun, kalau salah tetap harus dihukum. 


Rakyat menantikan proses penyidikan sampai ke pengadilan. Setiap proses penyidikan, hasilnya pasti menimbulkan spekulasi di tengah menyakat yang sudah terlanjur tidak percaya kepada pemerintah. Apalagi semua tahu. Dari polisi sampai elite poltik pasti terkait dengan Brinkman. Brinkman juga menebar uang kepada siapapun yang berwenang menangani kasus ini. Sebagian besar polisi Batavia sudah dibelinya.


Darimana Brinkman punya uang banyak? Dia pengusaha besar Eropa yang punya koneksi kuat dengan elite kerjaan Belanda. Hampir semua bisnis pedagang china di Batavia mendapatkan rente dari kedekatan Brinkman dengan kekuasaan. Termasuk bisnis candu, yang sangat digemari oleh orang kaya. 


Dia juga menjadi mediator keluarga kerajaan di Jawa untuk dapatkan upeti lebih dari pejabat kolonial. Pada waktu bersamaan membujuk kerajaan menghabisi pangeran yang pro ke rakyat jelata.  Tentu banyak masalah rumit mengenai politik antara pemerintah kolonial dengan kerajaan dapat diselesaikan oleh Brinkman. Itu berkat candu, uang dan wanita yang mudah didapatnya dan dibagikannya.


Dengan sigap Brinkman menangkal tuduhan yang ditujukan kepadanya. Ia segera dibawa ke pengadilan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pada masa itu, seorang Belanda tulen diadili karena membunuh seorang indo tentu sangat luar biasa. Mungkin bagi Brinkman, nyawa seorang pribumi tidak ada harganya. Terlebih ia juga dibela pengacara terkenal, Mr Hoorweg. Brinkman sempat sesumbar bahwa rekan-rekannya di Societeit Corcondia bakal membelanya habis-habisan. Namun jaksa tidak peduli. Proses jalan terus.


Akhirnya setelah melalui proses pengadilan yang panjang, Gemser Brinkman di pidana dengan pasal Pembunuhan berencana. Ia diancam hukuman mati. Apa motifnya ? lantaran cemburu. Gemser Brinkman rupanya ingin menjadikan Fientje de Feniks sebagai gundik atau isteri gelapnya. Namun, mucikari Fientje menolak dan Fientje lebih memilih terus menjalani pekerjaannya sebagai pramuria. Penolakan ini rupanya membuat Gemser Brinkman gelap mata. Ia mencekik Fientje sampai tewas. 


Keterangan saksi Raonah, seorang pelacur pribumi, turut menguatkan keterlibatan Gemser Brinkman. Raonah mengaku pernah melihat Gemser Brinkman dan Fientje bertengkar.  Raonah menyatakan bahwa ia melihat Gemser Brinkman mencekik Fientje de Feniks di sela-sela bilik bambu. Kesaksian Raonah itu lebih meyakinkan hakim daripada kesaksian lain,  yang mengatakan pembunuhan dilakukan orang bayaran, yaitu centeng  Silun dan dua anak buahnya. Mereka menghabisi nyawa Fientje de Feniks sekaligus membuang mayatnya di Kali Baru Batavia. Karena itu, Pak Silun juga ikut tertangkap. Ia sangat menyesal, terlebih bayaran yang diterimanya baru uang muka.


***

Ivan bertemu dengan Ruempol di Club Societeit Concordia. “  Sangat tragis nasip seorang Brinkman. Dia kaya, terpandang, terpelajar, punya koneksi luas. Akhirnya terhina oleh hanya seorang pelacur “ kata Ivan. Ruempol hanya tersenyum sambil melirik pemain piano yang sedang melantunkan lagu klasik. Dia meneguk minumannya dan menghela napas.


“ Dengan kasus ini kita memberikan panggung teater terbaik kepada rakyat kolonial. Bahwa apa yang mereka ragukan selama ini bahwa hukum tajam ke bawah, kini kita buktikan bahwa hukum tetaplah sandaran untuk mendapatkan keadilan bagi siapa saja, bahkan untuk seorang pelacur sekalipun. Politik perlu drama kolosal agar orang tetap percaya dengan pemerintah dan melupakan realitas bahwa mereka sedang dijajah oleh sistem kekuasaan. Kini atau nanti andaikan bangsa ini merdeka, keadaan itu tetap akan ada. 


Selagi poltik sebagai panglima maka selama itu pula kekuasaan perlu drama. Ya sekedar cara menghapus trauma dan ingatan bahwa kekuasaan itu menindas dan berbohong.” Kata Ruempol.  Ivan teringat Brinkman. Selama menanti eksekusi hukuman mati, dia akhirnya memilih jalan  bunuh diri.. Kadang sesama elite saling menghabisi atas nama hukum. Itu juga demi mempertahankan legitimasi di hadapan rakyat. Apakah itu tanda sebuah perubahan ? No way. Just drama!  Mengapa ?  Sistem kolonialisme menjadikan politik sebagai panglima, selama itu pula tidak akan ada keadilan bagi rakyat.

Saturday, August 13, 2022

Sarbon Connection.





Dukanto baru saja menjabat sebagai Panglima Donkis. Dia teringat pesan singkat usai dilantik oleh Donata, presiden Donkis. “ Pastikan legitimasi kekuasaan bisa membersihkan lembaga yang korup. Terutama lembaga yang seharusnya menjadi benteng kepercayaan publik kepada hukum dan keadilan” kata Presiden Donkis. Dokanto cukup paham siapa yang dimaksud oleh presiden Donata.  Di mejanya ada map tebal berisi laporan lengkap berjudul “ Sarbon pengendali jenderal dan politisi. “ Laporan itu sudah dibacanya berkali kali. Dia sedang berpikir keras bagaimana mengatur strategi dan taktis untuk melaksanakan perintah Donata.


“ Pak, Daniel sudah datang. Dia siap menghadap” Kata ajudannya. 


“Suruh dia masuk” 


“ Siap pak” 


Tak berapa lama tamu yang disebut Daniel itu datang menghadap dengan sikap sempurna” Palajari dokumen ini semua. Tugas kamu selesaikan dengan baik. Ingat kamu tidak bisa melibatkan markas. Kamu harus bekerja sendiri. Kamu bisa gunakan sumber daya yang ada di markas ini untuk suksesnya tugas kamu.” 


“ Siap pak. Laksanakan” Kata Daniel


“ Ya udah. Laksanakan segera “ Kata Dukanto mengibaskan tangannya.


“ Siap pak.” Kata Daniel dengan sikap sempurna dan mundur tiga langkah. Memberikan sikap hormat dan balik badan menuju pintu keluar. Saat itu juga dia menjadi orang bebas. Melepas atribut laskarnya. Waktunya lebih banyak berbaur dengan masarakat sipil. Secara berkala dia membuat laporan kepada panglima Donkis. Invstigasinya tetang target operasinya semakin tajam dan luas.  Dia sudah bisa memetakan dengan baik setiap masalah yang ada dilingkaran targetnya.


***

“ Anda sudah baca berita dari media lokal prihal kematian petugas policia Santos?. Saya ada informasi untuk anda “Tulis Daniel pada pesan singkat kepada Marceli. Dia tahu Marceli adalah pengacara hebat. Dia pernah membongkar kasus korupsi yang melibatkan konspirasi partai.  Dia orang baik dan idealis. Dan punya karakter kuat sebagai putra daerah. Kebetulan Policia yang meninggal adalah satu marga dengannya.


“ Siapa anda dan apa informasi itu?


“ Sebaiknya kita bertemu. “ Kata Daniel. Tapi Merceli masih sungkan untuk membalas pesan singkat itu. “ Kita bertemu di hotel Sambora. Jam 7 malam. Datanglah karena Tuhan” Pesan singkat datang lagi. Entah mengapa ketika membaca “ datanglah karena Tuhan” membuat dia segera membalas “ Saya akan datang” 


Jam 7 Marceli datang ke hotel Sambora. Dia berdiri di tengah lobi mencari tahu tamunya. Dia lupa menanyakan ciri ciri orang yang akan bertemu dengannya. “ Pak Marceli, saya tunggu di kamar 303” pesan singkat datang ke hapenya. Marceli pergi ke tempat lift untuk menuju kamar lantai 3. 


“ Terimakasih pak Marcel udah datang” Kata Daniel menyambut kedatangan Marcel ketika pintu tersibak. “ mari pak duduk di sofa ini saja. Kita bicara “ Lanjut Daniel. Marcel duduk dengan ringan. 


“ Ini dokumen semua yang perlu bapak ketahui. Informasi ini sangat bapak perlukan kalau jadi pengacara keluarga Santos. “ kata Daniel menyerahkan map tebal. 


“ Saya belum jadi pengacara. Saya baru dapat berita pagi ini” 


“ Ya saya tahu dari akun sosmed bapak. “


“ Saya tidak tahu apakah keluarga santos akan tunjuk saya sebagai pengacara.” 


Daniel hanya tersenyum. “ Silahkan bapak pelajari dokumen itu. Saya berdoa saja untuk bapak”  Kata Daniel.


“ OK. Boleh tahu anda siapa ?


“ Saya dapat tugas dari boss saya dan boss saya dapat tugas dari Pak Donata. Bapak boleh ragukan saya. Tetapi jangan ragu kepada Tuhan. “ Kata Daniel.


“ Baik saya akan pelajari dokumen ini semua” kata Marceli. Dalam suasana kikuk itu, Marceli minta izin segera undur diri. Daniel menyalami Marceli dengan hangat. “ Itu nomor hape saya. Saya akan ada selalu untuk bapak. “ Lanjut Daniel ketika mengantar Marceli kepintu kamar.


***

Kantor Policia distrik mengumumkan lewat media massa bahwa kematian Santos karena baku tembak dengan sesama rekannya yang jadi ajudan Sarbon. Penyebabnya? Santos yang juga ajudan pribadi Jenderal Sarbon melakukan pelecehan seksual terhadap istri Sarbon. Teriakan minta tolong dari istri Sarbon itu mengundang rekan Santos, Erphan yang ada di rumah. Namun upaya untuk mencegah pelecehan seksual oleh Erphan itu dijawab dengan tembakan oleh Santos. Maka terjadilah baku tembak. Erphan dikenal jago tembak. Dia dengan mudah menghabisi Santos. 


Jadi kasusnya adalah pelecehan seksual oleh Santos. Sementara kasus kematian Santos  tidak ada. Itu dianggap upaya bela diri oleh Erphan. Marceli cepat mengetahui bahwa itu semua bohong. Karena dia sudah lebih dulu ketahui dari dokumen yang dia dapat dari Daniel. Bahkan walau dia tidak dapat laporan resmi autopsi mayat Santos, namun dia dapatkan semua photo cedera phisik selain luka tembakan.  “ Kami ada orang dalam yang memberikan bukti berupa photo mayat itu. “ Kata Daniel ketika Marceli tanya. Ini membuat dia yakin bahwa Daniel bukan orang biaasa. Dia semakin yakin untuk jadi petarung membela kebenaran.  


Marceli mengajukan diri sebagai sebagai pengacara keluarga Santos. Mereka bersenang hati menerimanya. Sebenarnya kasus ini sederhana. Mengapa ? Pelaku ada. Korban ada. Saksi ada, istri Sarbon, ART, dan semua mereka yang ada di rumah. TKP ada. Tapi yang jadi masalah adalah TKP sudah di rusak. Bahkan CCTV di rumah rusak karena petir. Hasil autopsi yang direkayasa. Marceli sadar ini perjuangan tidak mudah. Dia tahu ini menyangkut Sarbon, Jenderal Policia. Walau pangkatnya tidak bintang 4 dan berada satu tingkat dibawah Chip,  namun dia punya posisi yang sangat berkuasa sebagai ketua special task force untuk kasus perjudian, narkoba dan money loundry. 


Kekuasaan Sarbon sebagai ketua Task Force memungkinkan dia bisa mengendalikan semua jajaran policia di seluruh wilayah Donkis. Belum lagi aliran dana gigantik dari sindikat yang dapat perlindungan dari dia, memungkinkan dia bisa membayar loyalitas para policia korup, termasuk politisi. Sehingga banyak kasus besar dapat dia selesaikan dengan penuh rekayasa. Juga pengusaha yang terlibat dalam sindikat yang dekat dengan elite politik selalu setia bersamanya.


***

Tak berlangsung lama setelah diangkat sebagai Pengacara keluarga Santos, Marceli membentuk team untuk keadilan atas kematian Santos. Dia segera laporkan pembunuhan berencana kepada Policia tingkat pusat. Media massa meliput secara luas. Maklum kematian Santos ini membuka tabir apa yang selama ini ditutupi tentang kebobrokan segelintir aparat Policia.  Setiap hari publik lewat sosial media membicarakan kasus ini. 


Sampai akhirnya datang ancaman kepada Marceli. Dia tahu yang mengancam itu adalah Sarbon Connection “ Tidak perlu takut. Team saya selalu ada dekat bapak. Kami punya cara sendiri untuk melindungi bapak” Kata Daniel menguatkan Marceli. Benar, acaman itu terhenti begitu saja. Tapi mereka datang lagi dengan menawarkan uang besar agar Marceli menghentikan perannya sebagai pengacara atau ikut skenario mereka. Tapi ditolak tegas oleh Marceli dan team.


Proses perjuangan membela kebenaran itu terus berlangsung. Suara publik semakin gaduh. Semua lembaga negara yang mengawasi Policia dan komisi hak asasi manusia sepertinya dalam posisi ragu untuk bersikap benar. Elite Poitik bungkam. Mereka berusaha berlindung dibalik presedur penyidikan oleh aparat Policia, yang harus dihormati. Publik tidak boleh berspekulasi. Namun publik sudah terlanjur antipati dengan ulah segelintir Aparat policia itu. Keadaan ini memaksa Presiden Donkis mendesak Policia agar kasus dibuka seterang terangnya. Jangan ada yang ditutupi.


“ Tenang aja pak. Besok Presiden akan undang Panglima Laskar dan Chip Policia untuk datang ke istana. Setelah itu keadaan akan berbalik kepada kebenaran yang kita harapkan. Sabar aja. Tetap tenang mengikuti kasus ini secara normatif” Kata Daniel. Marceli percaya karena apapun yang dia suarakan pasti didengar Chip Policia dan selalu berpihak kepada team Marceli. Bahkan permintaan autopsi ulang dan penghargaan kepada mendiang  Santos. Kasus diserahkan dari policia wilayah ke pusat. Semua dipenuhi. Itu artinya Daniel bukan bekerja sendiri. Ada kekuatan besar di belakangnya. Kekuatan yang ingin membersihkan Policia dari gerombolan kriminal.


***

Benarlah. Pada hari yang sama dipanggilnya Chip Policia dan Panglima Donkis ke Istana, hari itu juga Sarbon ditangkap dan selang beberapa hari kemudian,  Sarbon dinyatakan sebagai tersangka. Semua skenario Sarbon atas kejadian kematian Santos dapat dipatahkan oleh team khusus penyidik. 


Petugas penyidik dari Markas policia menyebut sebelum pembunuhan terjadi, Sarbon terlebih dahulu memasuki rumah dinas. Semua saksi kejadian menyatakan Santos tidak berada di dalam rumah. Tapi di taman pekarangan depan rumah. Menurut para saksi, Santos memasuki area dalam rumah dinas saat dipanggil oleh Sarbon. Itu menyimpulkan bahwa tidak ada kasus pelecehan seksual dan ancaman pembunuhan terhadap istri Sarbon sebagai alasan terbunuhnya Santos.


Dampak dari kasus ini juga dilakukan pembersihan di jajaran elite Policia.  Ada 56 petugas Policia yang kena jaring sebagai bagian Sarbon connection. 31 aparat terkait dugaan ketidak profesionalan dalam menangani kasus kematian Santos yang terjadi di rumah dinas Sarbon.


***

Daniel bertemu lagi dengan Marceli setelah pertemuan kali pertama mereka. “ Kalau kasus pelecehan seksual tidak ada. Tentu pengakuan Sarbon bahwa dia merencanakan pembunuhan karena membela marwah keluaga, tidak ada relevansinya. Motifnya jelas lebih besar dari sekedar pembunuhan Santos. Tentu sesuatu yang besar berkaitan dengan dana triliunan dari bisnisi ilegal seperti Judi online, narkoba dan pencucian uang. Ya seperti yang saya tahu dari dokumen yang bapak beri tempo hari” kata Marceli.


Daniel terdiam lama namun matanya tajam menatap Marceli. Akhirnya dia tersenyum. “ Ya pak Marceli. Tugas bapak cukup sebagai pengacara Santos. Apa yang bapak inginkan sebagai pengacara keluarga sudah tercapai. Kami akan kawal sampai ke pengadilan. Sarbon terancam hukuman mati. Nama baik keluaga Santos bisa dipulihkan.. Cukup sampai disitu saja. Nah, masalah lain seperti bisnis ilegal yang berkaitan dengan Sarbon Connection, biarlah itu jadi urusan saya dan team.


Setidaknya dengan keberanian bapak menjadi pembela kebenaran, saya dan team punya pintu masuk secara politik untuk memburu pengusaha yang ada dalam lingkaran Sarbon Connection. Konstitusi kita kuat untuk memburu mereka. Presiden sudah perintahkan agar kami membersihkan lembaga dari konspirasi kriminal yang bisa merusak generasi emas bangsa ini. “Kata Daniel.


“ Tapi pak” kata Marceli mencoba bicara lebih jauh..


“ Pak Maceli, kita harus hadapi Sarbon Connection ini dengan pedang hukum. Kita harus mulai dari pembersihan kelembagaan. Kemudian pembersihan aparat dan selanjutnya biarkan sistem yang bekerja.  Kita harus percaya kepada sistem. Kan engga bisa kita lakukan dengan cara barbar. Paham ya pak”


“ Gimana kalau hanya ganti orang,  tetapi sistem tidak bisa mengubah yang  brengsek? Tanya Marceli.


“ Sekarang era demokrasi. Semua orang bebas bicara. Lewat kasus ini Tuhan sedang buka aib bangsa ini. Aib para penegak hukum bangsa ini. Aib kita semua yang hipokrit. Kasus kematian Santos, adalah teater kebobrokan sistem hukum di negeri ini. Betapa tidak? semua aparat bicara tentang prosedur dan meminta rakyat harus patuhi prosedur hukum. Sepertinya prosedur adalah kata kunci yang paling ditakuti oleh pejabat itu. Bahkan bicara terbuka dan jujur kawatir melanggar prosedur. Tapi sebenarnya itu semua hipokrit. 


Kita mau ngomong apa lagi? situasi inii sudah jadi lingkaran yang saling sandera.  Betapa tidak. Pengusaha terhubung dengan partai, partai terhubung dengan pejabat, pejabat terhubung dengan ormas, dan diantara saling menyandera. Kompromi diantara mereka adalah keniscayaan. ya semacam crime connection yang mengakibatkan justice delayed is justice denied. Ya, Negeri Donkis ini para pajabat sampai politisi, pengusaha hidup mewah dari kriminalitas. Negara adalah satu entitas imajiner yang dipakai mereka untuk hidup dengan ongkos orang lain.  Merka adalah teroris peradaban. Kalau tidak dihentikan, daya rusaknya sangat massive bagi rakyat.


Pak Presiden sudah menegaskan bahwa Policia tidak boleh anti kritik. Dengan adanya keterbukaan ini, maka tidak ada lagi aparat merasa bebas melakukan apa saja. Kontrol rakyat akan sangat efektif mengawasi mereka. Dan semua menyadari bahwa kita mencintai Policia, mencintai kebenaran agar keadilan tegak. Semoga tidak pernah ada lagi Santos santos lain. Cukuplah Santos saja.” Kata Daniel. 


Marceli mengangguk. Dia paham dan tetaplah kepada Tuhan dia berharap dengan doa. " Tuhan jaga negeri kami. Kuatkan kami untuk mengutamakan kebenaran agar keadilan menang. Hanya dengan cara itu kami bisa menjaga negeri ini tetap berdiri kokoh dan generasi anak cucu kami bisa berharap, bahwa kami akan baik baik saja"


Disclaimer:  Fiction only.

Monday, August 08, 2022

Keadilan harus dimenangkan


 


Tahun 2007 pernah kejadian di China. Seorang wanita meninggal di dalam kamar hotel. Tidak ada saksi apapun. CCTV yang ada di hotel itu rusak. Yang dijadikan tersangka adalah Room Service hotel. Karena dia kali pertama yang berada di TKP dan melaporkan kematian itu kepada Polisi. Sebenarnya kematian wanita desa yang datang ke kota itu tidak ada yang istimewa. 


Namun ketika berita kematian sampai di desa tempat kelahirannya. Penduduk desa heboh. Apa pasal ? karena wanita itu adalah seorang guru desa yang sedang berjuang di kota untuk dapatkan uang,  untuk membangun sekolah SD yang rubuh karena badai hujan. Pembicaraan penduduk desa ini mengundang wanita lain dari kota untuk menulis  di blog kisah tentang wanita guru SD itu.


***

XIa cantik. Dia wanita yang cerdas. Setamat dari Sekolah Guru di kota. Dia kembali ke Desa, di Provinsi Gan Shu untuk berbakti kepada tempat kelahirannya. Dia percaya bahwa China hanya bisa maju bila generasi china adalah generasi terdidik. Karena itu pendidikan adalah keniscayaan bagi semua orang China. Suatu ketika Xia mendengar ada lowongan guru sukarelawan di desanya. Xia melamar dan diterima.  Namun Xia sedih. Kondisi bangunan phisik sekolah tidak layak untuk belajar. Apalagi saat badai besar mengguncang China. Ruang kelas hancur berantakan. Murid-muridnya pun diliburkan. Berharap pejabat di kecamatan punya kepedulian untuk perbaiki sekolah. Namun tidak kunjung datang bantuan dana. Akhirnya kepala Sekolah mengutus Xia berangkat ke Kota, bertemu pejabat. Merundingkan bantuan bencana alam untuk bidang pendidikan.


“Kenapa harus saya, Pak,” kata Xia kepada kepala sekolah.


“Pejabat kota berjanji akan memberi bantuan kalau kamu sendiri yang datang,” jawab Pak Kepala Sekolah.


Xia pun berjalan kaki sepanjang 10 Km ke kantor Kecamatan. Setiba di sana, ” kalau mau ambil, ambilah. Uang ada di kamar itu.” Kata pejabat kota. Dengan polosnya Xia ke kamar itu, seketika pejabat memeluknya dengan erat. Dia diperkosa. Keperawanannya direnggut. Yang didapat hanya janji bahwa pejabat itu akan memberikan bantuan dana perbaikan sekolah. Xia terdiam. Dia tidak menangis walau perih tak tertanggungkan. Dia tidak menangis. Biarlah, Inilah harga yang harus aku bayar untuk pendidikan murid muridku. Katanya dalam hati dalam perih." Biarlah aib ini kupendam sendiri. " Katanya dalam buku hariannya.  Tapi nyatanya. Bantuan tidak kunjung datang. Selama enam bulan, ada sepuluh kali dia  menagih janji pejabat itu. Tapi tetap saja, janji tinggal janji.


Saat semester baru. Xia kembali sedih. Banyak muridnya yang tidak bisa melanjutkan sekolah.  Sekolah rusak. Tidak bisa digunakan untuk belajar. Sementara anak anak terpaksa diarahkan orang tua bekerja di sawah. Jumlah murid terus menerus berkurang. Xia kehilangan cara untuk memberikan harapan kepada muridnya untuk kembali sekolah. Penduduk desa yang miskin tak bisa berbuat banyak. Sementara dia sebagai orang terpalajar merasa punya tanggung jawab moral untuk china yang lebih baik di masa depan. 


Xia pun bercermin di kamarnya. Dia mengikat rambutnya dengan kuncir dua. Dia keluar rumah.  pergi ke kota. “ Ya, menjual tubuhku memang salah, tapi bukan alasan yang buruk bila semua jalan tertutup. “ Katanya dengan air mata berlinang. Kepala sekolah menangis sedih saat Xia melangkah pergi meninggalakn desa. Mereka hanya bersitatap. Tidak ada yang bisa dikatakan. Batas antara harapan dan putus ada sangat tipis. Kalau aku harus hancur untuk muridku, itu lebih baik. Tidak ada perjuangan setiap genrasi tanpa pengorbanan.  


Pekerjaannya adalah pelacur di kota. Dalam diary Xia menulis, tamu pertamanya lebih parah dari pejabat kota yang merenggut kegadisannya. “Namun, paling tidak tamu itu yang pertama memberiku uang,” tulis Xia. Dia mengirimkan semua penghasilannya ke desa untuk biaya perbaikan desa.. Biaya hidup dia buat seirit mungkin. Pak Kepala Sekolah yang dipercaya mengelola penghasilannya menggunakan uang itu benar-benar untuk membangun sekolah. Dengan uang itu, sekolah telah berubah drastis. Bulan pertama, ada papan tulis baru. Bulan ke dua, ada bangku kayu. Bulan ke tiga, setiap murid mempunyai buku masing masing. Bulan ke empat, setiap murid mempunya dasi masing masing. Bulan ke lima, tidak ada seorang murid pun yang datang ke sekolah tanpa alas kaki. 


Bulan ke enam, Xia kembali mengunjungi sekolah. Xia disambut dengan gembira oleh para murid. Melihat kegembiraan dari para murid muridnya, Xia tidak berkuasa untuk menahan tangis. Dia menangis. Pada bulan ke tujuh, sekolah telah mempunyai lapangan bermain yang baru. Pada bulan ke delapan, sekolah membangun lapangan basket. Pada bulan kesembilan, setiap murid mempunya pensil yang baru. Pada bulan ke 10, sekolah mempunyai bendera nasional sendiri. Setiap murid bisa menaikan bendera setiap harinya. Xia merasakan semua kisah sedih dan penderitannya terbayar sudah.


***


Saat pemakamannya, para murid dan ratusan penduduk desa Gan Shu yang menghadiri pemakamannya tak kuasa manahan tangis. Kala itu, mereka hanya bisa menyaksikan foto hitam putih Xia dengan rambut ikat kepang, yang tersenyum bahagia. Kala itu usia Xia baru 21 tahun. Cita-cita membangun ruang kelas yang bagus dilengkapi dengan dua unit komputer pun dibawanya ke alam barzah.


***


Namun kisah tentang Xia tersebar keseluruh China. Semua media massa memuat berita tentang pengorbanannya. Tetapi tidak juga mengundang perhatian aparat untuk menyelidiki kematian guru itu. Kemudian wanita lajang yang menulis kisah Xia itu tampil dengan gagah berani. Dia harus menghadapi pengadilan publik sebelum dia berhadapan dengan hukum negara. Apa pasalnya ? Karena dia menolak penggusuran sekolah oleh developer untuk dibangun kawasan komersial. 


Setiap ada kesempatan, dia datangi rumah orang tua murid agar memberikan dukungan. Dia sadar bahwa tanah sekolah itu milik negara, namun cara cara pengambil alihan itu tidak sesuai dengan aturan Hukum. Tapi semua orang tua murid takut. Karena kawatir dianggap melawan idiologi partai Komunis. Maklum developer didampingi pejabat partai dalam aksi pemaksaannya.


Wanita itu mencerahkan kepada semua orang " Kalau negara akan menggusur sekolah ini, kita semua harus patuh. Tapi kalau ada  pengusaha memaksa kita merelakan lahan sekolah digusur, itu harus dilawan. Walau pengusaha di dampingi pejabat partai. Jangan mau dibohongi orang pakai idiologi partai “ Karena kata katanya itulah , pengusaha marah, dan memprovokasi pejabat lokal partai, bahwa wanita itu telah menghina partai. 


Namun wanita itu tidak peduli. Dia tetap memberikan pencerahan kepada siapa saja tentang hak hak yang harus diperjuangkan. Pejabat lokal partai mulai gerah dan menggunakan keahlian propagandanya untuk menggiring kader partai di seluruh desa menjadikan guru sekolah itu pesakitan. Entah darimana orang banyak datang melakukan demo ke balaikota agar wanita itu di hukum karena telah menghina partai.


Pejabat kota dalam posisi sulit untuk menghukum wanita itu. Karena tidak punya kesalahan apapun, kecuali karena dia memprovokasi orang banyak jangan patuh kepada oknum partai. Tidak ada satupun kata kata wanita itu menghina negara. Hanya oknum yang dipermasalahkan. Namun gelombang demo yang tiada henti, akhirnya Polisi terpaksa menahan wanita itu dengan tuduhan menghina Partai atau negara.


Di hadapan  hakim tunggal, wanita itu tanpa rasa takut siap di adili. 


" Saya hanya punya dua pilhan untuk kamu" Kata hakim " pertama, membebaskan kamu karena memang kamu tidak terbukti menghina partai atau negara. Namun orang banyak terutama kader partai  akan menilai pemerintah kalah dengan seorang wanita. Kedua,menghukum kamu tapi sekolah itu tidak jadi di gusur karena secara hukum memang pejabat kota belum memberikan otoritas kepada pengembang."Sambung hakim. 


Wania itu terdiam sambil memperhatikan kelanjutan kata kata Hakim.


" Pertanyaan saya , mana yang kamu pilih? Tanya hakim.


" Demi sekolah dan kebenaran , hukumlah saya. Saya siap menerima”


" Kamu tahu, bahwa hukuman menghina partai adalah hukuman mati.”


' Itu lebih baik bagi saya. Apalah arti kehidupan bila kebenaran harus di korbankan. " Kata wanita itu dengan tegas.


Ketika menuju regu tembak, wanita itu tidak nampak takut. Dia tersenyum. " Saya tidak pernah menghina negara. Tidak pernah. Saya tidak hendak menghalangi orang kaya. Tidak mencuri dari siapapun. Saya hanya ingin kehormatan negara tegak karena hukum jadi panglima. Kalau karena itu saya harus mati, biarlah. Setidaknya saya tahu arti sebuah kebenaran itu memang teramat mahal yang harus diperjuangkan dengan penderitaan sampai batas tak tertanggungkan. Saya hanya tidak ingin China runtuh karena kebenaran dipermainkan.“


Namun sebelum matanya ditutup, Panglima Miiter tingkat kota datang kelokasi eksekusi mati bersama hakim. Hakim itu memerintahkan agar proses eksekusi mati dihentikan. Wanita itu harus dibebaskan. Keesokannya Hakim bersama Militer menggiring elite partai lokal bersama pengembang ke kantor polisi. Proses pengadilan berlangsung cepat. Semua mereka di hukum mati. 


Bukan itu saja. Wanita itu berjuang dengan gigih menuntut keadilan terhadap kematian guru sekolah di kamar hotel. Pemerintah pusat bentuk team khusus. Proses penyidikan terhadap kematian guru sekolah itu dilanjutkan. CCTV kuridor hotel dapat ditemukan. Team khusus mengenal siapa pria tamu guru sekolah itu. Pria itu adalah pengelola kasino gelap. Bersama pria itu ada dua orang pria lagi yang semua adalah polisi. Wanita itu gangbang oleh mereka di kamar hotel dan setelah itu dibunuh. Team khusus bisa dengan cepat menemukan pelaku pembunuhan wanita itu. 


Namun kasus kematian guru sekolah itu terus dikembangkah terutama Motif atas pembunuhan tersebut. Team khusus berhasil membongkar kasus besar dibalik kematian guru sekolah itu. Ternyata antara gangster yang berkedok pengusaha plamboyan dan aparat hukum sudah terjalin ikatan konspirasi melakukan perbuatan kriminal. Judi gelap, prostitusi,  perdagangan wanita, penyerobotan tanah.


Dari kepala polisi tingkat wilayah, tingkat pusat ditangkap. Ada puluhan para perwira polisi dan pengusaha digiring depan regu tembak. Mereka semua dihukum mati lewat proses pengadilan cepat. Yang menarik kata kata hakim " Kalau negara tidak bisa menegakan hukum maka  kebenaran tenggelam.  Berikutnya yang terjadi adalah kehancuran , bukan hanya partai komunis tapi peradaban juga akan runtuh". Setelah itu tahun 2013 China mencanangkan reformasi pertanian dan revitalisasi desa. Tahun 2018, 800 juta rakyat berhasil diangkat dari kubangan kemiskinan. China sukses menjadi negara besar karena hukum tegak, kebenaran dibela dan  keadilan menang. 


Sunday, August 07, 2022

Shanghai malam hari






James melaporkan kepada saya bahwa Li Wei, CEO unit bisnis SIDC bidang Elektronik gagal mendapatkan kontrak supply chain pada Industri telpon selular di Hangzhou. “ Anggaran untuk persiapan menjadi rekanan Apple habis. Dia panik. Apa yang harus dilakukan? Tanya James. Saat itu tahun 2013. Li wei memang berencana mendirikan pabrik supply chain untuk industri Selular. sebenarnya program expansi dari yang sudah ada di Shenzhen.


Saya temui dia di kantornya di Shanghai. Dia terkejut saat saya masuk ruang kerjanya. Dia langsung berlutut depan saya.” Maafkan saya B. Saya rencana mau datang sendiri ke Hong Kong melaporkan. Tapi saya bingung sendiri. Rasanya saya lebih baik bunuh diri daripada menanggung malu atas kegagalan ini.” Katanya dengan menundukan wajah. Saya mengerutkan kening. “ Berdiri kamu! Kata saya. Dia mendongak dengan wajah pucat.  Dan kemudian berdiri dengan tetap menundukan wajah


“ Kamu pikir saya pecundang dihadapan kamu yang cantik? mau saja investasi besar tanpa mikir. ingat! Saya tidak pernah tertarik dengan kamu kecuali respek atas struggle dan effort kamu yang besar untuk sukses. Kemana spirit itu sekarang? Kata saya. Dia terdiam. “ Jawab! “ Bentak saya. Dia menangis.  “ Lain kali saya tidak mau mendengar keluhan dan putus asa seperti ini. Paham!  Dia mengangguk.  Hening. Saya biarkan dia dengan terisak isak. Setelah itu saya keluar ruangan.” Temui saya jam 7 malam di lobi hotel. Temanin saya makan malam “ kata saya saat keluar ruangan. 


***

Jam 9.00 malam Li Wei mendampingi saya makan malam bersama  relasi saya. Langit gelap, dan perut kami sudah kenyang sehabis makan malam berkelas. Penuh dengan makanan dan anggur yang kaya dan mahal. Kami memutuskan untuk berjalan beberapa blok ke timur yang akan membawa kami ke Wai Than. Pada malam hari, Wai Than diterangi dengan cahaya spektakuler. Bangunan bersejarah era kolonial di seberang kawasan pejalan kaki Wai Than sangat mempesona.


Memang di seberang Sungai Huangpu terdapat banyak gedung pencakar langit, termasuk Menara Mutiara Oriental, yang terus berganti warna lampunya. Beberapa perahu ada di sungai dan semuanya juga menyala. Ini adalah cara yang menyenangkan untuk menghabiskan malam dengan berjalan-jalan di sepanjang kawasan pejalan kaki di tepi sungai sambil mengagumi cakrawala Shanghai yang mengesankan.


Saat kami menaiki tangga kecil untuk mencapai kawasan pejalan kaki. Di belakang kami terdengar suara dan tawa berbaur dengan deru lalu lintas di jalan. Pencakar langit Pudong yang futuristik menjulang di atas air dengan lampu berkedip, warna pelangi memantulkan riak dan gelombang dari kapal kargo yang lewat di bawah. Seperti Times Square tepi laut. Li Wei lebih banyak diam. Mungkin dia masih grogy karena tadi siang saya marah.  Dia antar saya sampai loby hotel. 


Keesokan pagi dia sudah ada di loby menemui saya. “ mari temanin saya sarapan pagi, Kata saya melangkah cepat. Dia setengah berlari mengikuti langkah saya ke restoran. Dia pergi ke table buffet ambil secangkit kopi untuk saya. Dia letakan di meja saya. Saya asik baca news lewat gadget. Kemudian dia datang lagi bawa roti lapis dan omelet. Dia memang tahu kebiasaan saya sarapan pagi. Tak berapa lama petugas restoran mengantar tamu ke table saya. Li Wei membungkuk depan orang itu. “ Saya diminta Pak Hwang ketemu anda. Kami sudah setuju menunjuk perusahaan anda sebagai salah satu rekanan kami. “ Katanya kepada saya. 


“  Kenalkan “ kata saya lirik Li Wei,” ini direktur saya. 


“ Saya sudah kenal pak” katanya melirik Li Wei. 


“ Tadinya kami tolak proposal kemitraan karena satelah kami audit fasilitas pabrik  ibu Li Wei di Shenzhen tidak memenuhi qualifikasi  kami. “ katanya.  Kemudian dia menjelaskan apa saja kekurangan kami dan harus kami perbaiki. Li Wei menjawab tegas akan segera penuhi standar kualitas yang ditetapkan. Kemudian dia minta izin undur diri karena harus balik ke kantor.


” Saya tunggu ya  bu di kantor untuk teken kontrak” Katanya pada Li Wei saat akan pergi. Saya senyum saja.


“ Terimakasih B. “ kata Li wei berlinang airmata. Saya tatap dia dengan seksama. Dia salah tingkah. 


“ Wei, saya datang ke China tidak untuk jadi pecundang. Sejak tahun 2004 setelah bangkrut di Indonesia, saya memindahkan bisnis ke China, tepatnya di kota Shenzhen. Saya mengawali bisnis management supply service. Saya menyewa mesin di pabrik orang lain untuk proses produksi barang jadi. Omzet export saya lebih besar dibandingkan dulu ketika  punya pabrik di Indonesia. Bukan hanya di China, tapi juga di Korea. Setelah itu barulah saya bangun pabrik sendiri lewat kemitraan dengan mereka yang punya talenta berproduksi dan passion sebagai wirausaha.  “ Kata saya. Wei menyimak.


“ Lantas apakah kamu pikir itu mudah? tidak. Saya tidak datang ke China dengan modal melimpah. Tidak. Setahun berbisnis di China, modal saya habis. Saya terpaksa menguras tabungan di Jakarta dan hutang ke sahabat saya untuk bertahan. Saya pernah tidur di pabrik orang. Pernah berlutut di tengah hujan deras di hadapan boss pabrik. Pernah jatuh di jalan karena asam lambung akibat lapar. Akhirnya saya bisa sukses untuk ekspor perdana. Setelah itu berikutnya lebih mudah. “ kata saya menatapnya dengan tajam.


” Tahu apa artinya? kamu mitra bisnis saya. Bukan karyawan saya. Rasa tanggung jawab itu jangan jadi beban tapi harus menjadi semangat kamu untuk tahan terhadap segala cobaan dan tekanan. Engga boleh cengeng dan engga boleh mudah mengeluh. Laba yang kita raih adalah buah dari struggle dan  survival. Bukan proses yang mudah. Kalau mudah semua orang pasti ingin jadi pengusaha. Nyatanya lebih banyak yang jadi pegawai. Paham” kata saya. Dia mengangguk. Saya tunggu reaksi dia.


“ Saya terlalu inferior dihadapan kamu dan terlalu berhutang budi. Mungkin itu membuat saya selalu merasa tidak berguna hidup ketika gagal. “ Katanya berlinang air mata.  Saya memberi tissue untuk dia usap airmatanya.


“ Saya teringat kali pertama bertemu dengan kamu.  “ Kata Li Wei dengan mengusap airmatanya” Saya pedagang jagung rebus di kaki lima. Miskin dan kumuh. Seminggu sekali kamu datang belanja dan selalu borong dagangan saya. Dan dua tahun kemudian, kita bertemu lagi disaat yang tak terduga di KTV. Kamu tidak menyentuh saya namun kamu memberi tip besar sehingga saya punya alasan untuk berhenti dari KTV dan melanjutkan sekolah. Dan setahun kemudian kita bertemu lagi. Saat itu saya sebagai salesman. Setelah 1 bulan kamu pelajari business plan yang saya tawarkan, kamu setuju bermitra dengan saya.  Dan setelah 5 tahun, saya yang tadinya miskin dan menjadi something. Punya pabrik supply chain, menjadi mitramu. Maklumi ya B.. “ Katanya. 


“ Pinsip saya. “ kata saya. “ Saya tidak memberi kepada mereka yang memelas. Dan kamu datang ke saya selalu dengan effort besar. Walau kamu sangat sulit, kamu tidak pernah mengeluh dan minta dikasihani.  Saya bertemu dengan kamu itu diatur Tuhan. Kamu adalah jalan saya mendapatkan rezeki Tuhan. Dalam dirimu ada kekuatan besar dan itu peluang besar. Apa itu?  Mindset petarung dan survival. Saya butuh mitra seperti itu. Jadi kalau akhirnya saya memberi, sebenarnya saya menolong diri saya sendiri.” Saya rentangkan tangan saya. Dia menghambur dalam pelukan saya. “ Jangan pernah menangis lagi depan saya. Ingat! Cukup sekali ini saja. Selanjutnya pastikan terus laba tercipta“ Kata saya mengusap airmatanya. Dia mengangguk dan tersenyum. 


“  B, kemarin malam kita dinner dengan Pak Hwang ya” Katanya. Saya mengangguk. “ Dia CEO BUMN China bidang investasi riset New Technologi. Dana venture yang dikelolanya diatas USD 1 trilion. Saya perhatikan kamu sangat tulus melayani dia makan malam. Bahkan terkesan sangat menghormatinya.”  Lanjutnya


“ Kedua orang tua saya mendidik saya. " kata saya kemudian melantunkan pantun Minang. " Jika buyung pergi ke lapau. Hiu beli belanak beli. Ikan panjang beli dahulu. Jika buyung pergi merantau. Ibu cari dun sanak cari. Induk semang cari dahulu. " Saya tahu Li Wei tidak paham bahasa mingang. "  Hwang itu orang tua dan menjadi mentor bagi pengusaha yang bergerak dibidang hightech. Tentu suatu keberkahan bila saya bisa mengenalnya.  Saya tidak pernah dapatkan modal ventura dari dia. Tapi mengenalnya saja udah pintu rezeki untuk saya bisa melewati hidup berkompetisi, dan menjadi pelindung bagi direksi saya. Hubungan itu saya jaga seperti saya menjaga kedua orang tua saya…” kata saya. Li Wei mengangguk.


" Mengapa kamu tidak menikah lagi? Kan kamu masih muda" kata saya. 


Li Wei menggelengkan kepala. 


" Cukup sekali menikah dan gagal. No more. Saya focus kerja dan besarkan anak tunggal saya saja.."


" Selalu ada second chance my dear..cobalah dan beranilah.." Kata saya. Dia tetap menggeleng gelengkan kepala. .


" Dari kamu saya dapatkan lebih dari yang diperlukan oleh seorang wanita terhadap pria. Kamu selalu ada untuk saya. Kamu mentor saya, dan disaat tersulit, kamu selalu jadi malaikat penolong saya. Kadang dalam bisnis kamu sangat keras, tidak punya empati, tetapi setelah itu kamu kembali menjadi pria yang hangat dan penuh cinta kasih." Kata Wei merebahkan kepada ke dada saya.. Saya menghela napas.

Kelas Menengah di Indonesia.

  Saya datang ke Cafe itu dengan agak males. Karena ini cafe anak muda yang ada di jantung kota di puncak office tower. Entah mengapa Alisa ...