“ Jangan sampai engga datang ya. “ Kata teman SMA ku waktu di kampung. Pesan itu disampaikan via BBM. Ketika itu aku sedang di luar negeri. Sebetulnya aku malas untuk reunian. Semua teman SMA ku melanjutkan pendidikan sampai Universitas. Sementara aku tidak. Pasti mereka akan bertanya” Kuliah di mana ? Sudah S2? Dimana S2 nya.? Kalau itu ditanya, aku harus bilang apa. Toh dari sejak SMA aku memang bukan anak yang masuk hitungan mereka. Aku dari keluarga miskin dan otak pas pasan. Sudah pasti mereka tahu aku, keadaanku, dan pertanyaan itu seakan hanya ingin mempertegas bahwa aku berbeda dengan mereka. Aku bukan generasi first class.
Tapi entah mengapa aku sempatkan juga datang. Itu karena dalam pesan singkat tertera “ Bunga, datang loh dari Palembang. Dia kangen kamu katanya “ Benarkah? apakah ini hanya dagelan saja. Aku yakin tidak ada yang tahu kalau dulu waktu SMA aku sering mencuri pandang kepada Bunga. Aku menaruh hati dan cukup puas sampai pada perasaan. Tanpa ada keberanian untuk menyampaikan perasaanku. Rahasia perasaanku tersimpan rapat. Tak ada yang tahu. Mengapa sampai ada pesan seperti itu. Menyebut nama Bunga? Ah mungkin kebetulan saja. Tapi ini mendorongku untuk datang reunian.
Sampai di Jakarta, aku langsung terbang ke kotaku tempat reunian. Aku sempat telp sahabat SMA ku untuk memastikan aku sudah di Bandara menuju Kotaku. Dia senang sekali. Setiba aku di kotaku, aku sengaja tidak memberi tahu orang tuaku. Aku memilih tinggal di Hotel. Rencana keesokan harinya aku kembali ke Jakarta. Keluar dari gate bandara, seseorang berjalan menghampiriku. Wajanya berbalut senyum. Wanita berkerudung. Aku membalas senyum seadanya.
“ Bimo ya? Katanya bertanya kearahku.
“ Ya..” aku masih bingung. Siapa wanita ini.
“ Duh lupa ya. Aku Bunga.” Katanya. Itu seperti geledek di siang bolong. Benarkah ini Bunga. Mengapa sekarang dia berbeda?. Oh ya , dia pakai jilbab. Muslimah kah dia?
“ Keren kamu Bimo” katanya membuyarkan lamunanku. “ Makin gagah dibandingkan waktu SMA. Aku yakin kamu pria terkeren di reunian nanti” Katanya
“ Ah engga juga. Ini kebetulan aja aku pakai jas. Maklum aku dari luar negeri langsung ke mari. Aku tetap seperti dulu yang kamu kenal”
“ Engga. Kamu berubah total. Benar benar berubah. Kulit kamu engga lagi keling. Udah putihan. Kaya china kamu”
“ Bisa aja kamu.”
“ Eh benar. Kokoh ku mungkin lebih gelap dari kulit kamu”
“ Loh katanya kamu di Palembang.”
“ Ya. Tadi pagi datang. Aku sengaja jemput kamu. Aku kangen kamu Bimo. Kamu engga kangen? “ Katanya yang membuat aku terkejut. Mengapa dia berbeda sekarang. Dulu dia sangat berjarak dengan aku.
“ 20 tahun kita engga bertemu. Kamu sudah punya anak berapa ? kataku mengalihkan pembicaraan. Dia terdiam lama. Ada mendung di wajahnya.
“ Aku tidak pernah menikah, dan tidak pernah punya pacar.”
“ Kenapa ? Kataku terkejut.
“ ya engga ada jodoh. Mau gimana lagi.”
“ Jangan begitulah. Kamu itu cantik. Pintar dan keluargamu orang kaya. Engga mungkin engga ada pria yang mendekati kamu.”
“ Faktanya ya aku sampai sekarang masih jomblo. Udah ah bicara soal keluarga. Kan ini acara reunian. Engga ada hubungan dengan keluarga. Kita bertemu tentang kita yang remaja dulu pernah bersama sama. Ya kan.” Katanya. Aku mengangguk.
***
Setelah reunian itu, tiga bulan kemudian aku dapat telp dari Bunga. Bahwa dia sudah pindah di Jakarta. Perusahaannya memindahkan dia ke Kantor Pusat. Berharap bertemu denganku. Kami bertemu disebuah cafe pada sore hari.
“ Aku punya rahasia yang harus aku sampaikan. Mohon aku dimaafkan.” katanya.
“ Rahasia apa sih. Ngomong apa Dan lagi emang kamu pernah ada salah denganku. “ Kataku tersenyum.
“Ingat engga waktu SMA kamu menulis cerpen untuk lomba tingkat sekolah. “
“ Ya ya aku ingat. Tapi engga jadi aku ikut lomba. Cerpenku ditolak oleh guru bahasa. Kalau engga salah, ibu guru bilang tuisanku tata bahasanya banyak salah. Juga penulisan kalimat kata penghubung dan kata keterangan, salah semua. Terus gimana kamu bisa tahu cerpe aku itu ?
“ Rudi yang kasih ke aku sambil mengolok ngolok kamu. Katanya dia dapat dari kamu.”
“ Entah aku lupa.”
“ Tetapi setelah aku baca, tulisan itu bagus sekali. Makanya aku kirim cerpen kamu ke majalah remaja untuk lomba menulis. Itu bukan karena aku plagiat tetapi aku engga terima kamu diolok olok oleh teman. Aku ingin buktikan tulisan kamu bagus. Soal tata bahasa aku perbaiki sendiri. Terbukti kemudian cerpen kamu dapat penghargaan dari majalah sebagai cerpen remaja terbaik tentang spiritual.”
“ Oya aku ingat. Pernah ditempel di majalah dinding sekolah. Penghargaan itu atas nama kamu.”
“ Terus kenapa kamu engga protes?
“ Aku malah senang. Karena aku lihat kamu bahagia sekali dengan ucapan selamat dari teman teman.
“ Begitu? mengapa ?
“ Aku naksir berat sama kamu. Tetapi itu dulu. Aku malu untuk menyampaikannya. Aku sadar diri. Aku dari keluarga miskin, dan kamu orang kaya”
“ Ih segitunya pikiran kamu.”
“ Faktanya memang begitu.”
" Sekarang here i am" katanya. Dia tersenyum dengan wajah merona
" Sekarang semakin jauh untuk kugapai. You are too perfect. "
" So...."
“ Jadi engga perlu minta maaf soal cerpen itu. Justru itu kenangan terindah bagiku. pernah membuat orang yang aku cintai bahagia.”
Setelah itu apabila aku sedang di Jakarta, aku menyempatkan untuk bertemu dengannya. Dia teman ngobrol yang sangat mengasyikan. Entah mengapa kadang kalau sedang gundah karena masalah bisnis, ,aku telp dia. Dengan sabar dia menerima telpku. Kadang tengah malam, dia tidak merasa terganggu menerima telpku.
Begitu besar perhatiannya kepadaku namun aku tetap mengganggap dia ayam merak yang engga mungkin berdekat dengaku yang ayam kampung. Hubunganku dengan dia tetaplah sebagai sebuah persahabatan. Tetapi bagiku indah sekali. Kadang, ada keraguan untuk telp dia bila aku sedang di luar negeri. Namun entah mengapa seketika ada SMS masuk dari dia. Selalu mengingatkan aku untuk menjaga kesehatan. Cukup tidur dan istirahat.
Suatu waktu ketika aku di kantor di Luar negeri, aku dapat telp dari dia. Kami bicara sekitar 15 menit. Aku terpaksa sudahi telp karena ada jadwal meeting. Berjanji akan telp kembali. “ Engga usah, Bimo. Utamakan kerjaan kamu. Yang penting jangan lupa istirahat. Ya.” Katanya. Sejam setelah aku keluar dari kantor, aku dapat telp dari seseorang. “ Nak Bimo, Bunga dipanggil Tuhan.” terdengar suara wanita menahan tangis.
“ Ah yang benar, bu. Baru sejam lalu dia telp saya.”
“ Ya itu kami tahu. Kami semua mendengar dia telp Nak Bimo.”
“ Maaf, anda siapa ?
“ Saya mamanya.”
Aku terduduk lemas di kantor. Segera aku berangkat ke Airport untuk terbang ke Jakarta. Dari keluarganya aku tahu ternyata Bunga mengidap kanker sudah 3 tahun. Mengapa dia tidak pernah cerita bahwa dia sedang sekarat. Mengapa?
Keluarganya memberikan surat kepadaku. “ Bunga, titip surat ini untuk kamu “ kata mamanya. Aku segera membuka surat itu. Airmataku jatuh. Dalam surat itu dia menulis singkat sekali. “ Aku berdoa kepada Tuhan agar jemputlah aku pulang setelah aku bertemu dengan cintaku. Cinta pertamaku. Aku tahu Tuhan tidak pernah salah menitipkan perasaan cinta kepada manusia. I do love you, Bimo. You take care my dear..”
Keluarganya memberikan surat kepadaku. “ Bunga, titip surat ini untuk kamu “ kata mamanya. Aku segera membuka surat itu. Airmataku jatuh. Dalam surat itu dia menulis singkat sekali. “ Aku berdoa kepada Tuhan agar jemputlah aku pulang setelah aku bertemu dengan cintaku. Cinta pertamaku. Aku tahu Tuhan tidak pernah salah menitipkan perasaan cinta kepada manusia. I do love you, Bimo. You take care my dear..”
No comments:
Post a Comment