Langit merah jambu menyelubung Pulau Seribu. Malam merangkak begitu lamban di antara deru terbang burung layang-layang. Hening mengepung diriku yang terkurung di sebuah cottage. Baru semalam aku berada di sini. Aku teringat dengan kampung halamanku, yang ada di kaki gunung di Sumatera. Memang tidak ada laut, tapi selalu kurindukan. Kehidupan desa itulah yang aku rindukan. Tidak ada kemunafikan. Hidup berjalan begitu harmonis antara alam dan manusia. Pagi bangun sebelum ayam berkokok. Pergi ke ladang bersama kerbau. Soren kembali ke rumah dalam kelelahan. Tidak ada waktu mau ngerumpi, menghidupkan intrik antar teman. Rutinitas yang tidak membelenggu.
Besok siang akan ada pertemuan dengan elite partai di Pulau ini. Tepatnya arisan kaum bedebah. Mengapa ? Mereka bertemu dengan motif sama dan pendapat juga sama. Dan berakhir pendapatan sama, tentunya. Disamping kamarku ada Mira. Aku tahu, dia sudah bersuami dan punya anak dua saat pertemuan terakhir beberapa tahun silam. Tetapi sejak dia bergaul dengan politisi. Hidupnya berubah. Uang mengalir deras ke rekeningnya. Tetapi suaminya pergi darinya dan dua anaknya dibesarkan oleh kedua orang tuannya. Uang ternyata membuat dia berjarak dengan orang yang dia cintai.
Terdengar langkah ke arah kamarku. Itu pasti Mira. Benarlah. Dia masuk ke kamarku yang memang tidak terkunci. “ Belum tidur kamu “ Sapanya dengan rokok mild dijepit di sela jari lentiknya.
“ Belumlah.” Kataku tersenyum. Dia duduk di teras cottage itu menemaniku menikmati malam.
“ RUU bypass itu sudah aku pelajari. Sudah pula dimuat ke dalam DIM. Jadi mudah dipilah dan dibicarakan dengan cepat. Semua elite partai sudah sepakat untuk menjadikan ini jalan mereformasi ekonomi.”
“ Darimana kamu dapatkan semua informasi itu ? Emangnya gampang revisi puluhan UU dalam satu paket RUU Bypass ? Kataku skeptis.
“ Ah itu sebenarnya kan sudah direncanakan secara detail oleh presiden sebelumnya. Bahkan sudah ada kajian akademisnya. Tinggal ganti judul aja. “
“ Tetapi bagaimana dengan procedur pembuatan UU. Apa iya bisa selesai cepat. Merevisi satu UU saja butuh waktu tahunan, apalagi puluhan.”.
“ Di republik ini tidak ada yang tak bisa diatur. Tuhan dan kunci sorga aja bisa diatur apalagi soal hanya regulasi.” Katanya tersenyum. Aku terdiam.
Memang RUU ini sangat bagus. Terutama bagi kami pengusaha dan expert yang diaspora di luar negeri. Kami punya financial resource dan market resoruce serta tekhnologi resource. Tentu kami ingin pulang ke tanah air membangun negeri. Apalagi presiden sekarang tidak terkait dengan masa lalu yang korup. Sangat benci bisnis rente dan mendukung ekonomi kreatif untuk memanfaatkan sumber daya dalam negeri.
“ Gimana apa sudah confirmed soal dana politk golkan UU ini” Kata Mira tersenyum indah kearahku. Dia berdiri dari duduknya dan menghampirku. Jongkok depanku. Wajahnya sangat dekat dengan wajahku. Putih dan bibir tipis, Memang menggoda.
“ Engga usah kawatir. Sekarang timing-nya. Itu para elite bersama pengusaha rente udah kekenyangan mereka. Udah engga peduli lagi dengan agenda reformasi ekonomi. Karena harga sawit jatuh. Mereka engga lihat lagi jutaan hektar lahan sawit itu sebagai sumber uang. Harga minyak mentah dan batubara udah jatuh. Engga lagi menguntungkan. Jadi walau RUU bypass itu akan merampas lahan mereka, mereka engga peduli amat.” Katanya memegang bahuku dengan kedua lengannya. Seakan memohon agar aku percaya dia dan tidak ragu jadi koordinator tarik uang dari teman teman.
“ Tetapi mengapa mahal sekali? Sampai triliunan? Kataku mengerutkan kening.
“ RUU tanpa uang bukannya RUU namanya tetapi skripsi, say. “Katanya satire.
“ Semahal itu ?
“ Lah satu RUU saja disahkan perlu uang engga sedikit. Apalagi ini akan merevisi 72 UU. Kalikan saja uangnya. “Katanya tertawa dan aku tersenyum, tepatnya menyeringai.
“ Kamar kamu nyaman. Mengapa kita harus beda kamar.? Kata Mira. Dia pergi ke tempat tidur. Merebahkan dirinya dengan mata terpejam. Aku diamkan saja. Lebih baik di teras menatap bintang dan mendengar deburan ombak bertemankan wine. Keesokannya elite dari semua partai termasuk tokoh agama datang ke pulau itu. Walau pertemuan ini terkesan Sersan, namun Mira bisa buktikan kekuatan akses politiknya.
***
Setahun kemudian aku bertemu Mira di Singapore. “ Semua informasi dari teman teman kamu valid. Aku datangi mereka satu persatu. Mereka semua setuju sokongan bantu dana pembuatan RUU. Rata rata mereka sumbang USD 2 juta. Terbukti RUU itu selesai jadi UU. Walau demo terus terjadi. Itu engga ada urusan. Sekali elite politik setuju, semuanya jadi mudah. Yang menentang dianggap melawan konstitusi.” Kata Mira waktu kami makan malam di Marina bay.
“ Jadi kamu happy ya. Semua lahan akan jadi milik negara lewat Bank Tanah. Sistemnya bagi hasil dengan negara. Rasio GINI lahan turun, akan lebih adil. Peluang bisnis rente akan menyempit. Itu akan jadi peluang siapa saja yang mau kerja keras. Presiden sekarang akan dicatat sejarah sebagai presiden yang sukses melaksanakan agenda reformasi ekonomi secara total. Dalam 20 tahun kedepan indonesia akan menjadi raksasa ekonomi. Masa depan ekonomi akan cerah.” Kata Mira lagi. Aku tersenyum
Dalam hati aku berdoa semoga benar. Soal uang keluar untuk para bedebah itu tidak penting amat. Apalah arti pengorbanan untuk kemerdekaan ekonomi. Dan itu lagi itu hanya uang. Bukan pengorbanan nyawa seperti perjuangan kemerdekaan mengusir kolonial.
***
Berkali kali aku telp Mira. tetapi telpnya off. Sepertinya dia ganti nomor atau tidak mau ditemui. “ Ada apa? Begitu mudahnya. Hanya anak remaja dan mahasiwa yang gugat , hakim konsititusi memutuskan UU itu inkonsititus. Alasan cacat formil.” kata saya dalam pesan singkat.
“ Maaf bro. Aku lagi di Paris. Kamu kan tahu, sekarang harga sawit, minyak, batubara melambung tinggi. Relokasi industri baterai sedang trend. Bisnis digital membentuk cluster jadi oligarki baru. Jadi mereka anggap UU itu harus dibatalkan. Karena merugikan masa depan bisnis rente. Maklum, lahan dan izin konsesi bisnis diperlukan agar mudah digadaikan ke bank. Dengan UU itu kan engga bisa digadaikan ke bank. Paham ya Bro. Mudah? itu dari awal memang dirancang mudah dibatalkan. Kangen bro. Kapan ke Paris.? “ Jawaban pesan singkatnya dengan nada tidak merasa bersalah. Yang salah aku. Karena begitu naifnya percaya utopia.
" Mereka telah tabuh genderang perang dengan kami. Permainan belum selesai. Engga ada uang keluar sia sia. Kami tidak pecundang. " Jawabanku lewat pesan singkat.
" Merevisi UU itu dengan cara merevisi UU Pembentukan Perundang Udangan agar asas formil UU terpenuhi, engga mudah Bro. Itu sama saja mengubah prinsip demokrasi dari UUD 45 yang sudah diamandeman. Kecuali kita kembali ke sistem Demokrasi terpimpin Orla. Kalaupun sebelum revisi masih berlaku UU itu, namun tidak lagi ada unsur kepastian. Karena dua tahun tidak selesai revisi itu, maka UU Itu batal permanen. Udah ya. " Reply Mira. Mungkin Mira tertawa membaca pesan singkat itu. Mentertawakan kenaifanku. Negeri ini punya segala galanya. Yang tidak ada adalah niat baik. Itu karena kaum terpelajar, termasuk togoh agama tidak berakhlak. Orang kaya rakus. Orang bodoh yang dungu. Kalau Cina, apapun bisa dibuat tetapi Indonesia apapun bisa dibeli termasuk kekuasaan dan Tuhan.***
Disclaimer : Nama dan tempat adalah fiksi belaka.