Monday, November 13, 2023

Tidak lagi mengkawatirkan Ale.

 




Desember 2001. Ayahku warga negara Jerman dan ibuku dari Solo. Kedua orang tuaku udah meninggal. Aku sebatang kara. Aku duduk termenung depan jendela apartemen yang menghadap ke harbour Kowloon. Ale sudah pergi. Tadi malam dia datang menemuiku di sini. Aku memaksanya menerima tawaran Daniel untuk menjadi mitra Global. Dia akan dapat gaji 6 digit setahun dalam USD. Statusnya akan berubah. Dia naik kelas sebagai executive kelas dunia. Menurutku itulah yang terbaik bagi Ale. Saat itu Aku bicara sangat kasar dan terkesan merendahkannya. Aku berharap Ale bangun dari tidur panjangnya. Tapi Ale hanya diam saja.


Dia lahir dari keluarga miskin. Kalau dia berhasil menjadi pengusaha kelas menengah. Itu karena dia gigih sekali. Aku tahu  itu kali pertama mengenalnya tahun 92. Dia distributor Film impor. Dia merasa puas. Padahal yang kaya raya dari bisnis film impor adalah kartel importir film. Yang lebih kaya lagi adalah yang punya hak monopoli impor. Mereka itu adalah kroni dan keluarga Soeharto. Ale, berada di strata paling bawah. Labanya tentu kecil karena harus memberi fee kepada kartel importir dan pemegang monopoli. Dia terima itu dengan naif. Padahal  dia menanggung resiko paling besar. 


Tahun 1996 aku ikut test international untuk berkerja pada bank asing di Hong kong. Aku lulus test. Aku harus pindah kerja dari Bank di Jakarta ke Hong Kong. Malam perpisahan di Bali. Aku ingin pastikan hanya pria yang aku cintai yang berhak menyentuhku.  Dalam pelukanku, berkali kali aku minta Ale menyusulku ke Hong Kong kalau terjadi  chaos politik di Jakarta. Ale, seperti biasa dia tidak pernah mau menentangku. Dia hanya senyum tanda dia berusaha mengerti aku. Dengan sikapnya itu aku tidak pedui walau dia sudah menikah. Toh aku hanya ingin mencintainya tanpa harap untuk memilikinya.


Tahun 2001 Ale datang menemuiku di Hong Kong. Saat itu posisi ku sebagai direktur Bank kelas dunia. Sedang Ale dalam keadaan bangkrut. Dia perlihatkan proposal mengakuisisi asset lewat BPPN.  Benar benar naif. Tapi dia gigih sekali melewati semua hambatan fundraising. Dia memang kuasai procedur kepatuhan keuangan international dan dia memang mumpuni soal itu. Akhirnya gagal. Itu karena pengaruhku sebagai banker, yang membuat dia gagal mendapatkan trust dari AMG. Tujuanku agar Ale menerima tawaran Daniel untuk bermitra dan melupakan obsesinya sebagai pengusaha. Sudah cukup kegagalan demi kagagalan yang dia alami di Indonesia. Itu bukti takdirnya bukan menjadi pengusaha.


Apakah aku salah memaksakan kehendak kepada Ale, sahabat yang juga kekasihku. Pria satu satunya yang pernah menyentuhku. Tentu aku berhak apa yang terbaik untuk Ale. Aku tidak berharap dia akan menafkahiku dari uangnya. Tidak juga berharap dia selalu ada di dalam selimutku. AKu hanya inginkan dia jadi pria yang aku banggakan. Seperti yang kumau. 


Belakangan Daniel sukses mengakuisisi aset yang dulu Ale mimpikan. Itu berkat informasi yang kuberikan kepada Daniel. Ale pasti tahu. Dia pasti kecewa. Tapi mengapa dia tidak beri aku kesempatan untuk menjelaskan alasanku. Bahwa semua yang kulakukan karena mengkawatirkan pilihan jalan hidupnya. Dan itu karena aku mencintainya. Entah mengapa airmataku jatuh. Aku membayangkan dia akan menderita pulang ke jakarta  dalam keadaan gagal. 


Tahun 2008. 

Sudah 7 tahun aku dan Ale tidak pernah kumunikasi. Kami disconnect. Aku berusaha mencari tahu keberadaannya di Jakarta. Tetapi tidak ada temanya yang bisa memberikan informasi. Telp rumah tidak bisa dihubungi. Mungkin sudah pindah. Email kukirim tak terbilang banyaknya. Tapi tidak pernah di reply. Aku pernah datang ke Jakarta. Seharian aku menanti di lobi hotel tempat kami sering nongkrong tahun 92. Pegawai hotel yang aku dan ALe kenal memang mengatakan Ale tidak pernah datang lagi ke hotel itu.


Aku tidak pernah bisa melupakan Ale. Kalau tadinya aku merasa tidak bersalah. Tetapi lambat laun aku mengutuki egoku. Sahabat macam apa aku ini. Dia sedang berproses dan aku dengan kekuasaanku mengintervensinya. Ale tidak pernah melukai perasaanku dengan kata katanya yang kasar. Justru kadang emosiku tidak stabili berhadapan dengan dia. Kadang kata kasar dan merendahkannya berlompatan begitu saja. Itu karena aku sangat mencintainya dan setia akan cintaku itu. Walau aku bukan istrinya tetapi aku tidak pernah menyerahkan tubuhku kepada pria lain. Ale tidak pernah berdebat denganku, atau mengungkapkan ketidak sukaannya terhadap sikapku. Dia tidak pernah bercerita tentang kesulitannya dan rasa putus asanya. Kalau dia inginkan sesuatu, maka itu benar benar rasional. Dan diapun tidak pernah kecewa andai ditolak. .


Di tengah sesal tak berujung itu, aku berusaha berdamai denga diri sendiri. Akhirnya aku bisa focus ke pekerjaanku. Namun itu  membuat aku tenggelam dalam spiritual. Setiap malam aku berdoa memohon ampun kepada Tuhan atas kesalahanku yang telah mengkhianati Ale. Tak lupa aku mendoakannya. Setiap akan tidur wajah Aleng selalu membayang. Wajah yang bersehaja dan pribadi yang kokoh bagaikan batu karang di tengah samudera. ' Esther, maafkan aku kalau kadang membuat kamu tertekan karena sikapku. Maklumi aku orang kampung yang tidak terpelajar seperti kamu. " Katanya satu waktu. Kalau ingat kata kata itu, aku langsung menangis. Aku hanya berharap sebelum ajalku datang, aku ingin bertemu dan memeluknya. Itu aja. 


April musim semi. Jam 8 malam. Bel apartemenku berdering. Aku melihat ke layar TV. “ Ale! Ya Ale. Aleku. “ Aku berlari ke arah lift. Aku tidak ingin menantinya datang ke lantai apartement ku. Aku harus menjemputnya di loby. Aku terkejut. Aleku sudah ada di depanku. Dia tidak lagi murung dan kumuh. Aku menghambur dalam pelukannya. Baru kusadari aku turun ke lobi mengenakan lingering tanpa alas kaki.


Dari penampilan dan ceritanya.. Aleku sudah jadi elang.  Dia tidak pernah ungkit kesalahan masa laluku terhadapnya. Tidak juga menceritakan penderitaanya karena pengkhianatanku. Seperti biasa dia memang selalu pandai memaklumi sikapku, sahabatnya. Tahun 2011 dia lunasi utang pembelian apartemenku. Caranya memberi sangat halus. Holding Company yang dia dirikan menunjuk aku  sebagai konsultan keuangan. Padahal sejatinya dia lebih hebat dari aku soal Financkial engineering. Tapi begitulah cara Ale mencintai. 


Tahun 2013, kembali Daniel menjebak Ale dalam akuisisi tambang di Mongolia. Ale menolak tawaran Daniel melepas aset holdingnya dengan kompensasi lebih dari cukup untuk Ale hidup damai tujuh keturunan.  Aku meradang dan marah kepada Ale. Karena aku yakin Ale akan kalah. " Siapa sih kamu. Hanya pendatang baru dalam dunia investment holding. Kamu tidak punya network kuat di pemerintah. Kamu tidak punya pengalaman bersengketa di pengadilan international. Sementara Daniel itu putra dari konglomerat financial international. Aku yakin kamu akan kalah dan semua yang kamu kumpulkan bertahun tahun dengan kerja keras akan habis. Kembali kere. Tolol kamu. Tidak cerdas mengukur diri kamu sendiri. " Kataku saat itu. Ale hanya diam. Dia tidak mau bertengkar denganku.


Aku tahu Ale perlu dukunganku sebagai banker kelas dunia. Tetapi justru aku menjauh dari dia dan memberi peluang Daniel mengalahkannya dengan cepat. Tujuanku agar Ale tidak banyak dikorbankan dan memaksa Ale ke proses out of the court. Tapi Ale tetap melawan. Karena itu tahun 2013 Ale terpaksa tidak boleh memimpin holding yang dia dirikan sampai kasus itu selesai. Saat itu aku kembali berharap Ale mau mengalah dan menerima kompesasi Daniel.  Ale hanya diam. Dia pergi dariku. Dia menolak terima telp aku. Tidak membalas emailku. Semua direksinya menolak untuk menyampaikan alasanku. Bahwa aku tidak mendukungnya karena aku tidak ingin dia terluka. Terlalu berat lawannya. Aaku disconnect dengan Ale. Selama kasus itu Ale di Jakarta.


Tahun 2018 atau lima tahun sejak dia tersingkir dari holding company nya. Ale bisa memenangkan kasus itu di pengadilan. Karena kasus itu, Ale justru dapat trust luar biasa dari SWF China dan perbankan international.   Dia semakin kuat. Dia kembali menguasai Holding Company nya. Dengan situasi diatas angin itu, ia punya peluang untuk menghabisi Daniel. Tetapi Ale tidak lakukan itu. Dia memaafkan Daniel. Dan kembali kepadaku tanpa pernah menyasali sikapku yang menjauh disaat dia terpuruk, dan sangat membutuhkan aku disisinya.


Tahun 2020.

Aku sudah pensiun dari Bank di Hong kong. Aku pulang ke Indonesia. Ale sudah persiapkan jauh sebelumnya untuk aku tinggal di Bali. Itu seperti janjinya tahun 1996. “ Esther, aku berjanji akan beli rumah dan tanah di Bali ini untuk masa tua kamu…” Dan Ale memenuhi janjinya. Kini usiaku 60 tahun. Aku sibuk menulis dan melukis, jadi dosen terbang, pembicara seminar international banking and law. Aku memang tidak bisa membuat Ale seperti yang aku mau. Tetapi lewat tangan istrinya. Wanita sederhana. Yang tidak sekolah tinggi sepertiku.  Ale berproses menjadi pria melebihi ekspektasiku.  Dan memang seharusnya dari awal aku tidak perlu mengkawatirkan Ale. Siapalah aku..

8 comments:

Anonymous said...

baru kali ini saya baca tilisan dari sisi lain nya babo..
terimakasih sudah berbagi

Anonymous said...

wooooww

Anonymous said...

woooow

Anonymous said...

Perjalanan panjang yg berliku dari seorang yg bukan siapa2, hingga menjadi pengusaha sukses kelas dunia. Sehat selalu babo EJB.

Yurzinal said...

Waduh..ternyata begitu kisah sebenarnya, justru kesulitan yg teramat sangat melewati batas mengasah Babo jadi elang yg perkasa👍😍

Anonymous said...

Kisah yg sangat menarik. Benarlah, tidak ada jalan bertabur bunga untuk menuju kesuksesan dan kebahagiaan. Menempuh jalan terjal berliku. Dan itu yg dialami oleh Om Babo. Saya ikut bangga.

Anonymous said...

Kisah yang sangat menarik...

Anonymous said...

Seperti menampar diri saya utk segera bangun dari tidur panjang..

Harta hanya catatan saja

  Saya amprokan dengan teman di Loby hotel saat mau ke cafe “ Ale, clients gua punya rekening offshore di Singapore. Apa lue bisa monetes re...