“ Mengapa kapitalisme disalahkan ? tanya Evina saat meeting di kantor Yuan. Dia CEO pada perusahaan di Singapore. Dia sangaja datang ke Jakarta untuk meeting. Aku didampingi team legal Yuan, Yuni, florence dan Awi. Dia punya dasar akademis untuk membela kapitalisme terutama karena dia memang sekolah business di universitas bergengsi. Aku ? hanya orang kampung yang tidak pernah mengecap bangku universitas.
“ Tidak ada yang bisa disalahkan kalau kapitalisme berati peningkatan prokduktifitas dan efisiensi, berdampak kepada keadilan sosial bagi semua. " Kataku tersenyum
" So.." Kejar Evina. Sepertinya dia melihat sikap retorik ku.
" Yang jadi masalah adalah produktifitas dan efisiensi meningkat hanya untuk kemakmuran segelintir orang. “ Kataku sekenanya.
“ Segelintir orang gimana? katanya mencibir.” Setiap produksi barang dan jasa ,membutuhkan angkatan kerja dan tentu memberikan peluang orang mendapatkan income.” Sambungnya dengan rasional.
“ Benar “ Jawabku tegas. “ memberikan dampak bagi tersedianya angkatan kerja, ya kan.? Kataku tersenyum.
" Ya benar dan multiplier effect “
" Itu kalau produksi dan jasa berkaitan dengan industri kreatif. Ya itu benar ! Tapi bisnis yang berkaitan dengan SDA dan ekstraksi itu tidak berdampak luas bagi semua. Justru pengangguran terbuka maupun tersembunyi merupakan hal yang penting dipertahankan, karena hal ini menekan upah dan Yield bagi negara. Itu juga merupakan konsekuensi dari kekuatan pasar dan anarki produksi berbasis SDA” sambungku
“ Loh tanpa eksploitasi SDA bagaimana negara mendapatkan akses kepada sumber daya keuangan, seperti pajak, retribusi, bagia hasil dan lain lain, untuk ongkosi ekspansi sosial? Kamu terlalu naif dan terjebak dengan pemikiran kiri” Katanya
“Mungkin saya naif. Tapi apakah saya boleh bertanya kepada kamu yang percaya kepada kapitalisme. “ Kataku
“ Silahkan ?
“ Kapitalisme mengxploitasi SDA secara massive, menebang hutan, mencemari sungai dan udara, dan kemudian menyerahkan tanggung jawab kepada negara untuk membayar tagihannya. Apakah ada hitungan jujur soal social cost yang hilang akibat hutan ditebang, udara tercemar, sungai tercemar. Apakah sepadan dengan yang diterima Negara?
" Ya itu pasti ada hitungannya. Lebih besar manfaatnya untuk negara. "
" Nah mari lihat data. Faktanya hanya 1% populasi yang menguasai sumber daya negara. 9% merasa nyaman namun dilanda kawatir jatuh miskin. 90% rakyat dengan income sebulan kalah dengan tariff semalam kencan dengan escort kaum the have. Social Gap dan Capital gap semakin lebar. Semakin besar dana Perlinsos digelentorkan setiap tahunnya. Sampai mati rakyat tetap akan jadi sampah.“ Kataku.
“ B, kenapa sih kamu sinis amat dengan kapitalisme. Bukankah kamu juga pengusaha dan bagian yang menikmati kemakmuran dari sistem kapitalisme. Yakin deh. Tahun 2045 kita akan jadi negara besar dan makmur” Kata Evina merengut. Kalah duel dia dengan ku.Sekarang gunakan pertanyaan retorik menyudutkan ku. Aku diam aja. Untuk apa bicara banyak. Toh ini hanya omongan selingan pengantar core business meeting.
***
Kini aku sedang dalam perjalanan ketemu teman untuk buka bersama di kawasan kota tua, Jakarta. Kuingat kelakuan masa remajaku di Kampung. Teman teman nongkrong malam minggu. Mereka bingung cari minuman. Mau sokongan engga cukup uang. Biasanya ada teman pedagang ikan, yang bandari. Tetapi ini dia tidak datang. Aku pergi. Kemudian tak berapa lama aku kembali lagi bawa satu botol anggur. Teman teman senang sekali. Minuman itu di tempatkan dalam ember. Kemudian dicampur dengan Minuman fanta. Mereka pada minum. Aku engga ikutan minum. Aku senang melihat teman teman bahagia dalam kemiskinan kami.
Keesokan paginya waktu kerja bakti di kampung. Temanku Asiong teriak teriak ke kami. “ Pada setan semua lu orang. Kuburan engkong gua di bongkar. Ampe anggur untuk dia lue orang ambil. “ Kata Asiong menangis. Teman temanku saling pandang. “ Anggur ? Anggur apa? Kata mereka saling tanya. Keesokan malam aku beli anggur di pasar. Aku masukin lagi anggur ke dalam peti. “ Kong maafin saya. Maafin. “ Kataku. Kisah ini aku ceritakan ke teman teman. Mereka tetap tidak percaya. Karena tidak rasional.
Apakah aku tidak ada rasa takut ? Ah tentulah. Angin yang membentur bulu tengkuk terasa lebih dingin dari biasanya. Gugup campur cemas, bergetar jemariku saat menggali kuburan dari samping untuk mengambil botol anggur yang ada dalam peti. Antara bergumam-berbisik, kuminta maaf pada engkong yang belum seminggu tertidur dalam peti. Malamnya mataku sulit terpejam. Rusuh hati bukan karena takut kepada arwah mayit, tetapi aku telah mengecewakan Asiong sahabatku. Aku tidak tahu sebegitu besarnya cinta Asiong kepada engkongnya, bahkan sudah jadi mayit pun tidak membuat cinta itu rasional. Dia tahu engga mungkin Engkong nya bisa minum anggur lagi, tetap dia tidak peduli itu, dan marah kalau anggur itu diminum orang lain.
Bagi orang kebanyakan tindakan itu tidak rasional tetapi sebenarnya karena mereka tidak punya nyali mengambil botol anggur di dalam peti mati di malam hari. Mereka tahunya kuburan itu tempat angker, rumah segala jenis hantu, nanti kualat, kesambet makhluk halus, dikutuk arwah yang murka. Ada pula yang mencetus, kelak aku akan diganjar di neraka; botol-botol itu akan ditancapkan ke anusku. Pikirku, Aku memang salah karena tidak menghormati kepercayaan Asiong kepada makam Engkong nya. Ada nilai yang harus dijaga dan tidak selalu diukur dengan materi. Kalau aku tidak paham itu, aku bukan manusia. Yang sok alim mengguruiku: jangan menumpuk dosa. Ah, soal itu, biar Tuhan yang menimbang. Aku pasrah, toh aku sudah kembalikan dan selesai.
***
Saat aku sampai di restoran, teman temanku sudah kumpul semua. Mungkin hanya aku yang muslim dan puasa. Teman teman hanya datang karena aku undang. Mereka semua sahabat semasa muda saat masih jadi salesman. Masa muda kami diisi dengan kerja keras, kini kami menua dalam keadaan santai. Setelah menanti setengah jam, hidangan datang dan waktu buka puasa masuk. Kami makan dengan santai.
“Dengar kabar PT. Refined Bangka Tin kena kasus Timah. Itukan punya TW. “ Kata akhiat.
“ Bego, lue. Bukan. Itu punya Harvey Moeis .” kata Abeng.
Aku tersenyum. “ Refined Bangka Tin itu benar tadinya punya TW tetapi tahun 2016 dijual. Data yang gua dapat dari bursa London, FastMarkets, pembelinya adalah Roberto Bono. Tetapi secara legal nama Roberto tidak ada dalam akte perusahaan. Yang ada nama Harvey Moeis.” Kataku.
“ Kenapa dijual? Tanya David. “ Kan itu perusahaan untung besar. Bahkan katanya produsen Timah terbesar di Indonesia. Aneh aja, apalagi sekelas TW mau lepas asset yang sumber cuan gede begitu.” Sambung David. Aku senyum aja. Ngapain kepoin bisnis orang lain. “ Ya mungkin masalah Politik. Mungkin TW engga kuat menghadapi tekanan dari luar. Ya terpaksa dia lepas atau di-cak ulang biar aman. BIsa jadi pemilik legalnya Moeis. “ Kata Afin.
“ Aneh aja.”Kata Akhiat. “ Kita kan tahu, Roberto teman baik sama TW. Koneksi Roberto kan luas banget dengan aparat. Lue ingat engga dulu kasus sengketa perdata rebutan saham TPI. Mbak Tutut aja dibuat keok sama dia.Dia juga temanan dengan Ketua BIN “ Sambung Akhiat.
“ Emang gimana sih sebenarnya modus operasi penambangan Timah di Bangka Belitung itu sehingga katanya merugikan negara mencapai Rp 271 triliun “ Tanya David. Semua saling tatap. Maklum sebagian besar temanku itu pengusaha pabrikan. Ada yang punya pabrik obat nyamuk, pabrik makanan kering, pabrik bakso dan ada juga yang punya pabrik kimia. Tetapi gimanapun mereka berbisnis dengan basic pengalaman mereka sebagai salesman. Mereka kurang gaul di luar bisnis mereka.
“ Gini” Kata ku” Ada tiga jenis skema bisnis disana. Pertama, penambang yang kerjasama dengan PT. Timah sebagai kontraktor penambangan di wilayah IUP PT, Timah. Nah ini tidak semua hasil tambang itu dikirim ke PT. Timah. Ada juga yang dikirim ke Smelter Swasta. “ Kataku
“ Kedua ? tanya David.
“ Penambang yang punya Izin Pertambangan Rakyat atau IPR. Mereka dapat SPK untuk mengirim biji TImah ke Smelter PT. Timah. Tetapi faktanya sebagian besar mereka engga kerja di kawasan IPR. Ada banyak yang kerja di luar kawasan IPR, bahkan menjarah wilayah IUP PT. Timah. Nah mereka gunakan SPK itu untuk mengirim biji Timah ke Smelter. Tapi tidak semua ke PT. Timah ada juga ke Smelter Swasta.” Kataku.
“ Ketiga.? Tanya David.
“ Penambang yang punya iUP dan juga punya Smelter. Mereka membentuk konsorsium yang kerjasama dengan PT Timah. Konsorsium ini sebagai outsourcing untuk exploitasi dan Smelting Timah. Ongkos smelting kalau engga salah pernah sampai USD 4 /kg. Padahal kalau PT. Timah smelting sendiri, ongkosnya hanya USD 0,7/kg. Masalahnya tidak semua biji timah yang masuk berasal dari tambang legal, tetapi juga ada dari modus yang seperti skema pertama dan kedua. Mereka punya quota untuk ekspor Timah sendiri tanpa melalui PT. Timah.” Kataku.
“ Kita bisa bayangkan. PT. Timah itu memiliki konsesi dengan IUP 472.000 hektar. Sementara gabungan semua Swasta hanya punya konsesi luas IUP-nya tidak mencapai 18.000 hektar. Tetapi jumlah ekspor jauh lebih banyak Swasta. Ambil contoh selama 2022 total ekspor timah Nasional mencapai 74.408 metrik ton. Dari jumlah itu, PT Timah Tbk hanya mengekspor 19.825 metrik ton, sementara gabungan smelter swasta mencapai 54.255 metrik ton. “ Lanjut ku
“ Jadi, yang aneh itu. PT. Timah kan pemilik konsesi terbesar di Indonesia tetapi nilai ekspor jauh lebih rendah dari Swasta sekelas PT. Refined Bangka Tin. Dah tuh rugi lagi. “ Kata David. “ tidak perlu sekolah tinggi untuk tahu bahwa telah terjadi perampokan SDA Timah secara TSM. Terstruktur, Massive, sistematis. Aneh aja kalau tidak ada aparat dan pejabat pusat terlibat. “ Sambung David. Mereka menyimak sambil geleng geleng kepala.
“ Lue kanapa engga ikutan Ale ? tanya Akhiat.
“ Gua engga punya kemewahan untuk kerja seperti itu. Apalagi itu bukan hal yang sulit selagi punya koneksi ke aparat dan pejabat. Itu bukan kerja tetapi ngerjain. Kalau kita belum bisa berbuat banyak untuk negara, setidaknya janganlah menjarah sumber daya negara. Engga baek” kata saya. Mereka manggut. “ Tetapi walau sesulit gimanapun dan bahkan kurang fasilitas negara, kita jabanin. Apalagi peluang itu tidak diminati banyak orang. Karena resiko besar. Itu akan memacu talenta kreatifitas dan effort kita akan pasti berbalas manis dan indah saatnya nanti“ Sambung Akhiat.
Aku teringat kata Florence tadi saat meeting. " Tindakan lue kadang engga ransional. “ Kata Florence." Gua engga mau katakan lue bego. Karena dari tindakan yang tidak rasional itu lue bisa mengakhirinya dengan baik. Itu bukan karena lue lucky, tetapi ya memang nekat. Ukuran lu bukan orang lain tetapi diri lue sendiri. Lue memang tidak punya kemewahan mengambil peluang bisnis yang diminati dan diburu orang banyak. Semakin besar resiko dan semakin sedikit orang menjamah peluang itu, maka itulah peluang bagi lue. Hanya itu yang pantas untuk lue, begitu sikap tahu diri lue. “
***
Usai makan malam. Aku diantar David ke Citraland Mall. Istriku janji akan jemput ku di sana. Di jalan aku mampir ke ATM yang tidak jauh dari restoran itu. Saat keluar dari ATM. Aku melihat wanita berusaha mempertahankan dagangan asongannya yang akan dirampas seorang Pria kekar.. aku berusaha mendekat. Wanita itu menggedong balitanya. Dia berkali kali terjatuh bersama balitanya. “ Maaf, ada apa ini” Kataku mendekat dan mendirikan wanita itu seraya mengambil balitanya ke dalam pelukanku. Balita yang menangis itu melihat kepada ibunya. Aku tatap tajam pria itu. Entah mengapa dia pergi berlalu.
“ Ada apa bu ?” kataku menyerahkan kembali balitanya yang ada dalam pelukanku.
“ Saya tidak bisa bayar uang lapak. Karena seminggu saya engga dagang. Anak saya sakit. Gimana saya mau bayar? uang sewa kamar di bawah kolong jembatan layang aja udah nunggak. Hari ini engga bayar, saya pasti diusir. Tinggal di jalanan saya.” Katanya berlinang air mata. Seraya menghapus airmatanya. Saya tahu inilah kehidupan di jalanan. Tidak ada bedanya dengan sistem oligarchi. Ada preman atau private yang menggunakan tangan kekuasaan formal untuk menjarah. Dan membagi hasil jarahan itu kepada elite partai dan penguasa. Selagi para preman itu loyal, mereka akan aman aman saja.Tetapi kalau tidak loyal, mereka akan dikorbankan oleh elite atau penguasa. Selalu pada akhirnya mereka jadi pecundang.
Aku beri wanita itu uang sebesar Rp. 5 juta. Itu uang yang baru saja aku ambil dari ATM. Dia terkejut. Tangannya gemetar saat menerima uang dariku. Aku belai kepala balita dalam gendongannnya. “ Siapa namanya bu?
“ Rahmat, pak “
“ Adik ganteng. Yang sehat ya sayang. Cepat besar agar kelak kamu jadi tongkat ibumu “ Kataku membelai kepala anak itu.
“ Terimakasih pak..” Ibu itu menangis, Dia masih terlalu muda untuk menghadapi realita hidup yang kejam. Pria yang tak bertanggung jawab kepada wanita yang dia hamili dan pemerintah yang zolim kepada rakyat miskin yang memilihnya. Akupun berlalu dari wanita itu dan berdoa semoga dia baik baik saja.
Di dalam kendaraan. “ Cepat sekali response lue Ale. Kalau gua engga akan berani begitu. Apalagi menghadapi preman tadi “ kata David “ Dan lue tanang sekali menghapinya. Sampai dia keder sediri.”
“ Vid “ seruku “ Menurut KPK, kalau saja di dunia pertambangan ini, kita bisa menghapus celah korupsi, maka setiap kepala orang Indonesia itu setiap bulan akan mendapatkan uang Rp 20 juta rupiah tanpa kerja. “ Kataku. “ Nasip derita nestapa tidak akan terjadi seperti pada ibu dan anak itu.” Sambungku.
“ Ya Ale. “ Kata David mengangguk. “ Kadang kita masabodoh dengan politik. Toh siapapun presiden itu tidak ada pengaruh langsung dengan bisnis kita. Itu karena kita sudah established. Orang seperti kita ini hanya 5% dari populasi negeri ini. Tetapi bagaimana dengan mereka yang 95% populasi negeri ini, yang masih berjuang? Karena pilihan politik yang salah, menempatkan para bandit diatas singgasana kekuasaan. Yang terjadi adalah penjarahan SDA dan menghilangkan harapan mereka yang masih berjuang dalam kemiskinan..” Sambung David. Aku terhenyak.
3 comments:
Mantap opini koh Davids di paragraf akhir, negeri ini mengangkat MALING untuk jadi pemimpin.
Mungkin saat ini masih di dalam hati berkata 'Hanya di pengadilan Allah nantinya kita baru bisa mendapat keadilan putusan untuk harta2 negara yang dicuri/dikorupsi para maling/koruptor ini' :(
Rakyat sendiri menggadaikan 100 rebu tiap 5 tahun melalui francaise partai politik , jangan salah .. butterfly effect pendertiaan dimulai ketika 100 rebu diterima sebagai pragmatisme dalam memilih bergajul politik wakil dari francaise partai politik ..
Kita sebagai rakyat yang memahkotai predator dan destruktor sebagai wakil kita atas imbal 100 rebu tiap 5 tahun , pragmatisme kita lah belenggu sebenarnya ..
Roberto temenan dengan ketua BIN.
Preman membagi hasil jarahan kepada elite partai & penguasa.
Ketua BIN...preman...partai.
Partai mana yg dekat dengan ketua BIN?
Post a Comment