Dulu tahun 82 saya merantau di Jakarta. “ Bermurah hatilah dengan induk semang. Perbanyak sabar menghadapinya. Bahkan sampai batas tak tertanggungkan. Terus ringankan melangkah. Jangan berhenti. Mungkin kau gagal di satu tempat. Jangan sedih. Itu artinya kau harus pindah ke tempat lain. Rezeki itu luas seluas bumi dibentangkan Tuhan. Bangunlah lebih dulu dari ayam. Jangan tinggalkan sholat dalam situasi apapun. “ Nasehat mandeh saya.
Saya hanya tamatan SMA. Di Jakarta hanya seminggu. Saya langsung cari kerjaan. Saya keliling pasar Tanah Abang dan Senen cari kerjaan. “ Saya dari kampung. Saya bisa menjahit dan masak” Kata saya ke setiap kios. Bukan ijazah yang saya sodorkan. Baru sejam datangi kios kios. Saya sudah dapat kerjaan sebagai pejahit kompeksi dan plus tempat tinggal. Alhamdulilah. Saya tidak tanya berapa upah saya. Barulah belakangan saya tahu, honor saya Rp. 500/kodi.
Hari minggu libur. Engga kerja. Ya saya keliling ke rumah makan padang.Bukan mau makan. Tapi tawarkan diri jadi tukang masak. Dapat lagi kerjaan sambilan selain penjahit kompeksi. Saya kerja dari jam 11 malam samapai pagi. Honornya Rp. 2000. Sebagai pendatang baru punya income dari menjahit dan masak, seminggu Rp. 7.000. Ya Alhamdulilah. Sebagai indikator. Harga emas dulu 1 gram Rp. 7800.
Dari uang itu saya tabung sebagian untuk kursus pembukuan Bond A dan B. Setahun kerja di konveksi, saya mulai berani mandiri di jalanan. Saat itu saya jadi calo tekstil. Menghubungkan pedagang di Kota dengan Tanah abang dan Mayestik. Ya namanya hidup di jalanan. Bukan hanya calo tekstil, apapun peluang saya kerjakan. Yang penting dapat uang. Kadang saya jadi guide tourist asing di Pelabuhan SUnda kelapa.
Hari minggu saya pergi ke Pelabuhan Sunda Kelapa. Tujuan saya jadi guide tourist. Ya hanya itu kerja yang tidak perlu melamar dan tidak perlu modal. Yang penting bisa bahasa Inggris. Biasanya saya duduk depan pos Pelabuhan. Kalau ada tourist datang. Saya berusaha mendekati dan menyapanya. Kalau disambut. Ya saya bantu temanin dia selama melihat objeck wisata Kapal Phinisi.
Dengan bekal brosur dari dinas Pariwista DKI, saya punya referensi cukup tentang sejarah pelabuhan Sunda kelapa, berserta perahu Phinisi. Umumnya tourist dari Eropa dan AS. Dari Asia jarang kecuali dari Jepang. Mereka senang mendengar uraian sejarah saya itu. Setiap pertanyaan mereka saya bisa jawab dengan lugas. Kalau mereka mau membeli souvenir, saya arahkan ke pasar ikan, di kota Tua. Setelah selesai, kadang mereka hanya mengucapkan terima kasih. Tanpa membayar. Saya senyum aja. Kadang ada yang memberi Rp. 1000. Suka suka mereka aja.
Ada tourist Jepang. Wanita. Usianya sekitar 30an. Dia datang sendirian ke Palabuan Sunda Kelapa. Katanya, dia terpisah dengan teman temannya yang pergi ke Museum. Saya antar melihat object wisata. Dia minta saya antar ke kota tua. Ya saya antar. Engga mau naik taksi. Maunya jalan kaki. Ya saya ikuti kemauannya. Dari pagi saya belum makan. Ini sudah jam 4 sore. Lapar minta ampun. Saya minta izin sholat di masjid. Dia malah mau nungguin saya sholat. Usai sholat lanjutkan perjalanan ke kota tua. Depan museum BI, saya ceritakan sejarah tentang uang rupiah.
Saat itu perut sudah lapar. Badan keringat dingin. Sementara uang di kantong hanya Rp. 200. Untunglah dia katakan mau kembali ke Hotel. Jadi tugas saya selesai. Dia pergi begitu saja. Tidak beri saya uang satusen pun. Saya pergi kewarung pinggir jalan. Beli bubur kacang ijo. Tapi belum sempat masuk warung. Ada wanita dan anak kecil keluar dari stasiun. Balitanya digeletakan begitu saja di pinggir jalan beralaskan kain. Ternyata kelaparan. Saya beli bubur kacang ijo dan serahkan ke wanita itu.
" Kamu sendiri engga pesan bubur ? Tanya yang dagang saat saya bayar bubur Rp. 200.
" Saya tidak punya uang lagi pak" kata saya.
" Lue bego. Udah tahu miskin mau aja berbagi makan sama orang miskin. Kamu pasti dari kampung ya"
" Ya pak."
" Ini Jakata. Kejam lebih kejam dari ibu tiri. Apapun orang jual untuk makan. "
Saya diam saja. Saya belai kepala anak balita itu. " Lindungi anak ini ya Tuhanku." Kata saya dalam hati. Nasehat ibu saya, kalau kamu tidak cukup membantu orang, berdoalah kepada Tuhan. Tuhan akan sempurnakan kebaikan kamu.
Saya tetap lapar. Engga ada ongkos untuk pulang ke Tanah Abang. " Sabar kan hatiku ya Tuhan. Tetapkan hatiku kepada Mu selalu." Hanya doa itu cara saya bertahan dari lapar.
Saya sholat maghrib di jalan Lada, kota tua. Tetap di masjid sampai isha datang. Di masjid itu saya bertemu dengan seseorang yang mengenal saya. “ Kamu kan yang sering bawa tourist ke tempat dagang saya.” Katanya.
“ Ya Pak ” Kata saya. Karena memang saya sering lihat dia kalau antar tourist beli souvenir. Setelah sholat isha, dia beri saya uang Rp. 5000. “ Ini uang komisi kamu antar tourist ke tempat saya. Maaf kalau kurang. Mohon di ikhlaskan. “Katanya.
“ Wah ini sudah alhamduillah pak. Saya engga ngarep dapat komisi.” Kata saya. Dia senyum aja.
Saya keluar dari masjid itu dan terus melangkah ke stasiun kota. Depan Kantor BNI, saya naik metro mini jurusan Tanah Abang.
Sampai di tempat kos, saya tulis surat ke ibu saya. “ Nasehat amak selalu aku ingat. Sholat tak pernah kutinggalkan. Kapanpun kalau pesan Tuhan datang kepadaku untuk kuberbagi, aku laksanakan. Walau aku harus kelaparan. Ternyata benar kata amak. Kalau kita dekat kepada Tuhan, dan murah berbagi karena Tuhan, maka Tuhan yang akan jaga hidup kita. Terimakasih amak. Doakan ananda selalu.
***
Ale, sedang apa kau ? Tanya Midan saat datang ke tempat kos saya.
“ Aku mau kirim lamaran kerja di perusahaan ini “ Kata saya memperlihatkan iklan koran seperempat halaman. Midan perhatikan iklan itu. “ Tak paham aku Ale. INi bahasa inggris. Emangnya kau paham bahasa inggris?.” Tanya Midan.z
Berkat ijazah Pembukuan Bond A/B. Saya diterima kerja di perusahaan jepang. Bukan sebagai book keeper tapi sebagai salesman. Ya alhamduilah. Harapan saya bisa belajar bagaimana menjual secara modern. Tahu tentang produks, pasar dan menagement. Saya datang dengan sepatu karet. Celana dril dan baju putih yang sudah kusam. Hanya itu yang saya punya. Jam test 12.40 Siang. Saya datang terlambat 10 menit karena harus sholat jumat. Di dalam ruangan. Ada empat orang pelamar yang menghadap petugas wawancara. Dia tidak marah saya terlambat. Malah tersenyum.
“ Anda tahu bahwa interview ini untuk pekerjaan marketing atau salesman. Yang lulus akan ikut training?.” Kata yang wawancarai dalam bahasa inggris. Mereka semua mengangguk. Saya duduk menyamping dari pewawancara itu. Yang lain duduk berhadapan dengan pewawancara itu. Selanjutnya wawancara semua dalam bahasa inggris.
“ Pertanyaan sederhana saja. Dengarkan baik baik. “ Kata pewawancara seraya memperhatikan kami berempat.
“ Mana lebih dulu bijaksana atau kepintaran? Silahkan jawab. Terserah siapa yang mau jawab duluan“ Kata Pewawancara itu.
“ Menurut saya, bijaksana adalah hasil dari kepintaran. Kan engga mungkin orang bodoh bisa bijaksana. Jadi pintar lebih dulu daripada bijaksana.” Kata salah satu pelamar.
“ Kamu, salah. Keluar dari ruangan ini. Dan jangan kembali lagi. Kamu gagal. “ kata pewawancara itu. Pelamar itu keluar dengan wajah lesu.
“ Menurut saya, “ kata pelamar lainnya “ Harusnya pintar lebih dulu agar bisa bersikap bijak.”
“ Keluar kamu. Kamu gagal. “ kata pewawancara. Pelamar itu keluar dengah wajah lesu.
Pelamar tinggal dua.
“ Menurut saya, pertanyaan ini tidak bijak dan tidak terlalu pintar untuk mengetahui kualitas seseorang.”
“ Keluar kamu! Kata pewawancara dengan nada keras. Pelamar itu keluar dengan wajah kesal.
“ Menurut saya.” Kata saya, kemudian terdiam sejenak. Mikir.
“ Apa ? cepatlah jawab. Jangan terlalu lama mikirnya.
“ Bijaksana lebih dulu.” Kata Saya.
“ Mengapa ?
“ Orang bijak tahu salah benar. Orang pintar hanya tahu salah atau benar saja.”
“ Dari sekian banyak pelamar, hanya kamu yang jawabnya tepat sekali. Bagaimana kamu bisa menjawabnya”
“ Tuh …” Kata saya nunjuk kertas putih diatas meja di depan pewawancara itu.
“ Eh kamu ngitip jawaban saya ?
“ Ya. “
“ Itu curang.” Kata pewawancara itu dengan suara keras.
“ I'm trying to be wise. What else can I do? Right or wrong, you be the judge. " Kata saya
Pewawancara itu terdiam dan tersenyum. Nah baru keliatan cantik dia.
“Do you know me.” Kata pewawancara itu.
“No, I don't. “ Kata saya.
“ Come on. Try to recall well.
“ I don't remember. “ Kata saya tegas.
“ A year ago you were my tour guide. At that time I traveled to Sunda Kelapa Harbor. Did you remember? “ Kata pewawancara itu berusaha ingatkan saya.
“ There are too many foreigners I've met. I just focus on my work. That's why I don't remember each one.”
“ Excellent. You are the right person to join our sales team. “
Test attitude dan pelatihan dilewati dengan sukses. Saat saya udah resmi jadi pegawai. saya mendatangi pewawancara itu. “ tempo hari kamu belum bayar fee guide saya. ? Kata saya
“ Loh katanya engga ingat.?
“ Jawaban wawancara memang begitu. Tapi bagaimana saya lupakan kamu. Karena hanya kamu yang tidak bayar fee guide saya. “
Saat wanita itu akan bayar, saya tersenyum. “ engga perlu bayar. Artinya kamu suka saya. Makanya kamu ingat saya.” kata saya
“ Dan kamu hanya ingat uang saja “
“ Ya karena saya pria. Tanpa uang saya tidak bisa menaklukan wanita. “ Kata saya dan akhirnya dia menjadi sahabat saya. Dari sana saya mulai meyakinkan diri saya bahwa saya sudah berada di pentas bisnis formal. Saya tidak lagi dijalanan…Tentu saya perlu perluas pergaulan dan jaringan bisnis.
Saya tulis surat kepada papa saya di Lampung. " Papa selalu menasehati aku untuk hidup berakal agar mati beriman. Dan itu akan selalu kuingat. Pikiran menyesatkan namun akal menerangkan jalan. Tak ada yang kusut tak selesai selagi akal berfungsi.
Source “ my diary.
7 comments:
Terimakasih Uda babo.. telah berbagi nasehat dari amak Uda.. bahagia sekali masih punya amak
Subhanallah
Subhanallah…. Perbuatan baik tidak ada yang sia-sia 👍🤲🏻
Pesan mande, sungguh benar adanya
Saya sangat menyukai alinea penutupnya...Subhanallah...walhamdulillaah...wala ila ha ilallaah...wallaahu akbar...
Doq tidak menghianati hasil
💯❤menginspirasi & menguatkan❤💯🤝🔥🔥🔥
Post a Comment