Jangan pernah percaya pada apa pun yang anda lihat di bawah matahari Guangzhou. Mungkin anda pernah menganggap makhluk naga bersayap sebagai dewa penjaga keadilan di Cina. Tidak. Naga adalah icon keberanian untuk tabah. Orang berani mungkin banyak. Itu preman semua berani namu tidak tabah. Sikap kriminal itu adalah repliksi dari ketidak tabahan itu sendiri. Tidak banyak orang yang tabah melewati ketidak adilan. ? Tapi tanpa keberanian , tabah itu lebih kepada sifat pecundang. Orang miskin yang tabah adalah petarung. Tetapi bila dia tidak berhenti mengeluh, jelas dia pecundang. Orang berani jadi perampok atau korupsi, sebenarnya dia takut miskin dan lemah berkompetisi. Pecundang juga.
Pelacur termasuk paling berani, Dia siap melakukan apa saja, bahkan sampai batas kehormatannya. Sebenarnya itu dia lakukan karena tidak tabah mengatasi hambatan dalam dirinya. Sehingga dia terpaksa jual dirinya. Saya tidak terkejut ketika melihat wanita, sebenarnya cantik, tetapi seragam petugas cleaning service pembersih toilet itu menutupi aura kencantikannya. Kalah pamor dengan megahnya toilet. Wanita itu punya keberanian untuk tabah. Itu yang saya simpulkan kali pertama bertemunya di toilet.
Toilet kantor ini bersih. Aroma pewangi ruang terasa. Itu artinya tidak ada air kotoran yang tersisa di closed. Semua nampak besih. Lantai kering. Walau kantor ini menyatu dengan pabrik tetapi toilet khusus staf dan eksekutif terjaga dengan baik. Saya lihat dia dekat pintu masuk toilet. Tidak nampak dia santai. Walau dalam posisi duduk. Itu nampak dari matanya. Waktu keluar toilet, saya mangangguk. Dia tersenyum. Sore hari saya kembali ke toilet itu. Dia sedang membersihkan dinding kaca ruang antara toilet dan ruang westafel. Keliatan sangat serius dan teliti.
Keluar dari toilet saya melihat wanita itu sedang dimarahi oleh GM. Dia nampak membungkuk sebagai tanda menyesal dan minta maaf. Namun GM itu terus marah. Saya geleng geleng kepala saja. Padahal wanita itu mengingatkan tidak boleh merokok di ruang toilet. Sikap feodal masih ada di China. Orang yang lebih tinggi stratanya merasa berhak melanggar aturan atau tidak suka ditegur oleh orang yang lebih rendah strata sosialnya. Namun berkat kebebasan berkompetisi semua orang berjuang untuk naik kelas strata sosialnya. Bagi mereka bekerja adalah kehormatan. Tangan dibawah tanpa keringat dan skill adalah kehinaan.
“ Berapa gaji petugas cleaning service itu? tanya saya kepada GM pabrik di kamar kerjanya.
“ 800 Yuan” Katanya. Itu UMR China tahun 2006.
“ Tamat apa sekolahnya ?
“ Setara dengan SMA. Karena dia ambil pelajaran lewat kursus yang setara dengan SMA.” Kata GM. Saya mengerti. Dalam rangka kebebasan dan wajib belajar, semua orang tidak harus masuk sekolah formal untuk dapat ijazah. Tersedia banyak kursus untuk setiap mata pelajaran pada setiap tingkatan. Kalau mereka dapat tanda lulus pada setiap pelajaran itu, bisa dapat akreditas lulusan sekolah umum yang setara.
“ Mengapa harus membentak segala. Apa engga ada cara yang lebih baik ?
“ Dia wanita kampung. Memang lamban. “ Kata GM sambil lalu. Orang kota memang memandang rendah orang kampung. Karena sebagian besar pekerjaan di kota dikuasai oleh orang kampung yang merupakan pekerja urban. Mereka umumnya pekerja keras dan tidak pilih pilih kerja. Apapun selagi dapat uang, mereka kerjakan. Bagi rakyat China, kebebasan yang diberikan negara adalah kunci mereka mendapatkan kemakmuran dan kerhormatan pribadi. Itu harus mereka dapatkan dari bekerja dan berproduksi.
***
Malamnya saya makan malam dengan Direksi perusahaan. “ Cha, saya minta petugas cleaning service itu dijadikan karyawan magang di perusahaan.”Kata saya.
“ Cleaning service ? An ? “ Cha terkejut. “ Kenapa ? Dia kan pekerja kontrak .”
“ Ya. Beri dia kesempatan jadi staff kalau memang dia mampu. Coba aja.” Kata saya tersenyum sambil minum wine.
***
Setahun kemudian saya berkunjung lagi ke Guangzho. Di stasiun yang jemput saya, An. Dia membungkuk di hadapan saya dan mengambil tas traveling saya. Dia tuntun saya ke luar dari Stasiun kereta. Tak berapa lama kendaraan penjemput datang. Dia duduk di samping saya.
“ Kamu, AN kan.” Kata saya menegaskan bahwa saya tidak salah.
“ Ya. “
“ Bagian apa kamu kerja sekarang?
“ Staff PR. “
“ Bagaimana kamu bisa bahasa inggris.” Kata saya. Karena saya tahu staf PR harus bisa bahasa inggris. Engga banyak orang china, apalagi tamatan SMU bisa bahasa inggris.
“ Saya belajar sendiri. Dari buku.” Katanya berusaha ramah.
“ Berapa lama ?
“ 3 bulan.”
“ 3 bulan? saya terkejut. “ Belajar tanpa guru.? “
“ Ya. Saya sudah biasa belajar sendiri. Ijazah sekolah saya dapat berkat belajar mandiri.
“ Hebat kamu.” Kata saya.
“ Tuan “ serunya.” Saya orang miskin. Perusahaan sudah berbaik hati memberikan kesempatan kepada saya. Itu kerhomatan bagi saya. Tapi itu tergantung saya apakah saya pantas mendapatkan kehormatan itu.”
“ Masih sering direndahkan oleh teman kerja kamu?
“ Biasa aja. Selagi saya tidak pengalaman dan kemampuan kurang ya wajar orang rendahkan saya. Saya herus terima realita itu untuk memacu saya belajar lebi keras dan terus bekerja sebaik mungkin. Saya focus ke sana saja. Itulah dunia kerja, dunia kompetisi yang memang hanya diperuntukkan bagi orang orang yang kompeten saja, bukan orang lemah dan malas. “
“ Bagus, Kerja yang baik ya.” Kata saya menyemangatinya.
“ Ya tuan.” Dia tersenyum.
Waktu rapat dengan direksi dan semua manager “ Saya dapat laporan di kantor pusat. Kontrak dengan General Motor dihentikan. Ada apa? Kata saya langsung ke pokok persoalan. Semua terdiam.
“ Kami sedang berusaha untuk mengembalikan kontrak itu. Tidak perlu kawatir.”Kata Direksi.
“ Saya tidak kawatir kalau saya dapat jawaban yang objetif. Ada apa ? Kata saya menyipitkan mata.
“ Kami merasa tidak ada yang salah. Produk kita tidak berubah. Kualitas sama. Kami sudah lakukan audit management produksi. Semua baik. Kami juga bingung mengapa mereka batalkan sepihak.” Kata Direksi.
“ Cha, saya percaya kamu. Bagaimana saya bisa yakin dengan kamu kalau kamu sendiri tidak tahu, malah bingung.” Kata saya tegas. Saya tatap semua yang hadir dalam rapat itu. Mereka keliatan tegang. Setelah 5 menit hening. Terdengar suara dari salah satu staf yang duduk dibelakang Manager PR. “ Tuan, kami sudah minta kepemerintah untuk dapatkan perlindungan persaingan usaha. Mereka sudah audit business process kita. Mereka sudah katakan bahwa ada indikasi unfair business dilakukan oleh General Motor. Pemerintah minta kami ajukan protes secara resmi kepada General Motor. Pemerintah akan bantu.
Tetapi kami lebih memilih jalan persuasi. Saat sekarang sudah berlangsung 3 putaran perundingan. Kami yakin, minggu ini sudah ada kesepakatan. Mereka akan lanjutkan kontrak itu.” Kata staf itu. Saya terkejut. Yang bicara itu An. Dia bicara dengan tenang dalam bahasa inggris yang sempurna.
“ Mengapa kamu yakin akan selesai minggu ini? tanya saya. Saya tahu dari sorot matanya. An punya keberanian dan keyakinan untuk menyelesaikan tugasnya. Dia tabah menghadapi proses negosiasi dengan staf General motor yang berkelas dunia. Saya yakin dia akan perjuangkan sebagaimana dia memperjuangkan kehormatan dirinya yang hanya tamatan SMA.
“ Alasanya, pertama. Mereka tidak mau masalah ini sampai diselesaikan oleh pemerintah. Kedua, mereka baru tahu ternyata perusahaan ini berhubungan dengan anda.”
“ Ada apa dengan saya ?”
“ Walau saya tidak pernah singgung tentang anda, tetapi mereka bilang, standar anda sangat keras. Tidak akan ragu bawa kasus kepengadilan kalau dirugikan karena faktor unfair business” Katanya. Saya tersenyum. Tentu dia lakukan segala cara untuk melunakan hati mitra kami. Termasuk mungkin secara halus dia intimdasi mereka dengan adanya dukungan dari pemerintah dan reputasi holding. Saya tatap semua menager dan direksi. Mereka terdiam. Tidak ada yang memberikan tanggapan atas penjelasan dari An.
“ Bisa dapatkan laporan lengkap atas kasus ini? Kata saya. An langsung berdiri dari tempat duduknya seraya menyerahkan berkas laporan itu. Sangat siap dia. Luar biasa.
Saya berdiri untuk menyudahi rapat. “ Besok saya kembai ke Hong Kong. Terimakasih untuk pejelasannya. Saya tunggu laporan penyelesaian masalah ini” Kata saya.
Saya keluar dari ruang meeting diikuti oleh direksi. Di kamar direksi. “ Maafkan saya pak. “ Saya tahu General Motor itu relasi kantor pusat. Saya jaga dengan baik mereka. Ketika ada masalah, saya bingung. Saya tidak pengalaman dalam intrik bisnis. Apalagi berhadapan dengan perusahaan sekelas General Motor. Maafkan saya ” Kata Cha membungkuk.
“ Tidak perlu minta maaf. Saya senang karena kamu menjaga sistem perusahaan bekerja dengan baik. Kamu sukses mendidik An jadi profesional. Saya paham, kamu sebagai direksi engga mungkin menguasai semua persoalan. Karena focus kamu kepada seluruh proses management dan ketika ada masalah, kamu focus kedalam saja. Memang tidak ada masalah. Hanya karena faktor unfair business saja.”
“ Saya sudah dapat laporan dari PR soal kasus ini. Tetapi saya tidak yakin mereka bisa atasi. Makanya saya lapor ke Busines Development Group Holding di Hong Kong. Agar dikirim team kemari untuk membantu saya. Tetapi saya tidak sangka, justru anda sendiri yang datang. Maafkan saya “ Kata Cha.
“ Panggil An kemari” Kata saya. Tak berapa lama An datang. Saya tetap dia sejurus dengan tersenyum. “ Apa motivasi kamu menghadapi General Motor?
“ Pak Cha, ingatkan kami. Bahwa Kami staf PR adalah petugas yang berada di front line memberikan persepsi positif tantang perusahaan kepada publik dan mitra serta seluruh stakeholder. “
“Bagaimana kalian bisa berunding dengan General Motor. Kan butuh wawasan luas, termasuk aspek legal. “
“ Kami dibekali pelatihan cukup. Secara reguler kantor pusat di Hong kong kirim petugas training. Itu sebabnya kami menguasai product knowledge, business process dan kebijakan peerusahaan. Saya juga pelajari semua budaya kerja General Motor. Lakukan dest riset lewat internet untuk tahu kasus serupa yang pernah mereka lakukan. Saya juga pelajari aspek legal terhadap perlindungan atas unfair business. Saya datangi pejabat pemerintah untuk dapatkan arahan. Diskusi dengan dept legal di Holding. ” kata An. Saya tersenyum. Saya persilahkan An keluar.
Malamnya Cha temanin saya makan malam. “ Pak B, maaf. Waktu tempo hari kamu minta saya agar jadikan An staf perusahaan, Saya tidak yakin dia bisa lolos standar SDM yang ditetapkan Holding. Makanya saya hanya katakan singkat kedia, kalau kamu magang selama 3 bulan bagus dan bisa bahasa inggris, maka kamu akan dijadikan karyawan tetap. Saya yakin dia akan gagal. Karena engga mudah orang China bisa bahasa inggris. Apalagi hanya tamatan SMA” Kata Cha. Cha tidak salah. Begitulah aturan perusahaan. Tetapi yang hebat, bagi An itu adalah peluang sekaligus tantangan bagi dia untuk mendapatkan posisi dan kehormatan. Tentu tidak mudah bagi An membagi waktu kerja dan belajar dengan gaji UMR. Dan An terbukti berhasil.
***
Tahun 2014 posisi An sudah direktur. Tahun 2018 An pindah ke Vienam jadi direktur anak perusahaan bidang elektronik menggantikan posisi Risa yang pindah ke Shanghai jadi CEO Subholding bidang Hi-tech. “ Dua wanita tamatan SMA memimpin ratusan insinyur, luar biasa. “Kata James kepada saya beberapa bulan lalu ketika mengabarkan Risa jadi CEO subholding dan An jadi CEO anak perusahaan di Vietnam. Mereka berkompetisi berdasarkan kinerja dan teruji melewati semua proses rekruitmen yang ketat dari Holding.
Setiap orang punya kebebasan mau jadi apa. Itu soal pilihan. Setiap pilihan ada konsekwensinya sendiri. Kalau memilih jalan sulit dan beresiko tentu harus dengan effort besar. Itu tidak mudah. Jalan mudah memang tidak ada resiko. Tetapi tidak akan jadi apa apa dan bukan siapa siapa. Hanya membuang umur saja. Padahal hidup bukanlah mendapatkan apa, tetapi mau jadi apa. Dari sosok Risa dan An saya dapatkan hikmah. Selagi peluang terbuka maka semua orang berhak memperjuangkan keadilan bagi dirinya sendiri. Karena keadilan itu tidak gratis. Tetapi harus diperjuangkan secara terhormat..
10 comments:
Inspiring..👍👍👍
,👍👍🙏
,👍👍🙏
,👍👍🙏
,👍👍🙏
Wow, kalau bukan Babo yg nulis, pasti sdh dikira ini 100% fiksi. Salut atas intuisi B dlm head hunting. Berkat tapa 40 hari & malam. Salam untuk.An, i wish my son have just 10 % of her spirit.
Kisah yg inspiratif
Keren
Keren inspiratif
👍👍🙏🏻❤️🙏🏻
Post a Comment