Friday, June 14, 2024

Hipokrit tersembunyi

 




“ Sebaiknya tunda aja dulu kepergian ke Pyongyang” Kata Chang. “ Korea Utara salah satu negara yang paling tertutup di dunia. Mereka menganut sistem politik satu-partai di bawah front penyatuan yang dipimpin oleh Partai Buruh Korea dengan ideologi Juche, yang digagas oleh Kim Il-sung..” Sambung Chang seakan mengingatkan saya untuk tunda pergi sendirian. Sebaiknya pergi bersama rombongan yang sudah diatur oleh CWDP


“ Saya harus datang lebih dulu sebelum team dari CWDP datang.” Tegas saya. Saya tidak anggap saran Chang itu sesuatu  serius. Apalagi, kunjungan ini sangat penting sebagai lobi. Membujuk otoritas Korut agar memenuhi standar kepatuhan program pembiayaan dibawah Housing development program untuk rakyat miskin. Ini sangat sensitip dibicarakan secara formal. Kedatangan saya informal tentunya. 


“ Ok lah.” Kata Chang sepertinya menyerah. Dia tahu saya dipercaya sebagai lead dalam proyek ini, tentu saya inginkan semua rencana berjalan dengan baik. “ Saya akan atur kamu masuk Pyongyang. “ Sambung Chang dengan tersenyum. Saya tahu Chang punya koneksi luas di Korut, terutama kalangan politik. Politik Korea Utara terhubung dengan China yang menjadi undertaker politik, miiter, ekonomi dan sosial. Sistem kekuasaan hanya menjalankan agenda China saja, yang didukung oleh 10 orang super elite, yang tidak ada dalam daftar pejabat formal, namun sangat menentukan. Dalam situasi itulah, para elite dengan mudah mengamankan agenda China, yaitu menjadikan Korut halaman belakang, backyard  yang kokoh dari infiltrasi AS.


Pada tahun 2008 pagi hari dari Beijing dengan pesawat saya terbang  ke Shandong, sebuah kota di Timur Laut China yang berbatasan dengan Korea Utara. Perjalanan memakan waktu 1,5 jam. Sampai di Shandong, ada orang menjemput saya di Bandara. Dia bekerja di konsulat Korea Utara di Shandong. Dia memang ditugaskan oleh Chang untuk mempersiapkan keberangkatan saya ke Pyongyang. Saya harus menanti semalam di Shandong untuk dapatkan Visa masuk. 


Dengan pesawat tua buatan Rusia, saya terbang ke Pyongyang. Di dalam pesawat para penumpang sebagian besar adalah pria Korea Utara dan mereka termasuk high class yang populasinya di Korut sebesar 0,001%. Kebanyakan mereka mengenakan jas dengan pin warna merah. Setelah mengamati lebih dekat saya baru menyadari bahwa pin itu bergambar wajah mendiang Kim Il Song, presiden pertama Korea Utara yang mendapat julukan ‘Bapak Korea’. Pin merah yang disematkan pada baju hanya contoh kecil bagaimana Kim Il Song dan putranya Kim Jong Il menguasai rakyat Korea Utara.


Butuh waktu 1,5 jam penerbangan. Setiba diPyongyang Sunan International Airport angin sejuk membelai wajah saya. Petugas bandara mengambil telepon seluler saya untuk diperiksa. Mereka memeriksa semua isi tas dan menyita buku-buku atau barang-barang yang dianggap tidak pantas dibawa masuk ke negeri itu. Keluar dari gate , ada poster bertuliskan nama saya dari seorang wanita cantik berpenampilan sederhana. Saya melambaikan tangan. Dia membalas tersenyum. 


“ Kenalkan, nama saya Mss. Myung” Katanya memperkenalkan diri “ Saya ditugaskan oleh atasan saya untuk mendampingi anda selama kunjungan. Selamat datang di Pyongyang” sambungnya. Bahasa inggris nya bagus. Saya sadar bahwa Myung walau nampak ramah dan cantik, tetaplah dia bagian dari Militer Korea utara.

Saya tinggal di Sosan hotel, ini hotel bintang 4 dan termasuk modern. Chang memang tidak menyediakan akomodasi hotel bintang 5 di Pyongyang. Karena akupasinya rendah dan pasti engga bersih. Dalam perundingan dengan elite partai dan pejabat kementerian di hotel. Mereka tidak begitu mengerti segala protokol kepatuhan pendanaan proyek. Namun apapun mereka tanda tangani selagi tidak ada asing terlibat dalam proyek. Semua harus dikerjakan oleh perusahaan Korea Utara. Soal pengawasan, mereka hanya setuju bila itu dilakukan oleh China, bukan negara lain. Pembicaraan cepat sekali berlangsung. Mereka tandatangani disclaimer akan kepatuhan standar bantuan pembiayaan proyek.


Pejabat korut mengajak saya meninjau kawasan yang akan dijadikan proyek perumahan. Di sela sela waktu kunjungan itu, saya sempatkan melihat lihat dari dekat kota Pyongyang. Kota ini memang berkembang sebagai kota metropolitan. Banyak gedung pencakar langit bergaya retro-futuristik, dengan kurva dan kaca. Bangunan-bangunan yang lebih tua telah dicat ulang dengan corak permen berwarna merah, seafoam hijau dan biru langit. Kalau dari udara memang kelihatan indah. Cara terbaik menyembunyikan ketimpangan kaya dan miskin. 


Tak lupa Ms Myung ajak saya ke Bukit Mansudae, yang berisi patung perunggu Kim Il-Sung dan Kim Jong-Il setinggi 22 meter.  Di pintu stasiun kota ada The Arch of Triumph, sebuah monumen besar dan mengesankan yang dibangun pada tahun 1952 untuk memperingati perlawanan Korea terhadap Jepang. Myung menceritakan dengan detail kisah perang melawan Jepang itu. Saya tahu itu propaganda hapalan. Setelah itu, kami mengunjungi Lapangan Kim Il-Sung, alun alun yang biasa diadakan pawai. Kesannya tidak meriah. Sepi aja.


Berkesempatan mengunjungi demilitarization zone, yaitu sebidang tanah yang membentang di sepanjang Semenanjung Korea. Ini digunakan sebagai zona penyangga antara Korea Utara dan Selatan, dan memiliki panjang 160 mil dan lebar 2,5 mil. Kami secara khusus mengunjungi Joint Security Area, yang terletak di desa Panmunjom; di dalam area itu terdapat deretan bangunan yang digunakan untuk pertemuan antara Korea Utara dan Selatan.


MRT mereka hebat. 90% orang pyongyang menggunakan angkutan umum. Taksi juga ada. Orang kaya boleh punya kendaraan pribadi. Tetapi itu harus benar benar kaya dan dekat dengan elite kekuasaan. Di trotoar orang berjalan tidak nampak tergesa gesa seperti di Jepang atau Hong Kong. Penampilan mereka terkesan konservatif. Hampir tidak pernah melihat wanita berpakaian modis.

Selama kunjungan di Pyongyang, walau Guide dan pejabat pemerintah berusaha menggambarkan kemajuan Korea Utara dengan menjadikan Pyongyang sebagai tolok ukur modernisasi Korea Utara yang bergerak menjadi negara makmur, namun ketika melihat Mall yang besar sepi pengunjung dengan SPG yang kaku, tempat wisata yang bersih dan hebat namun sepi pengunjung kecuali hari libur, itupun 80% adalah keluarga tentara. Apa yang mereka katakan itu hanyalah propaganda dan menjadikan Pyongyang sebagai panggung teater kebohongan, dimana para elite penguasa tinggal di istana megah di tengah rakyat yang miskin.


Sebenarnya menurut Chang, walau yang berkuasa adalah elite namun mereka menjadikan presiden sebagai wayang. Ya semacam oligarki. Para oligarki itu menjauhkan Presiden dari informasi terupdate.  Menjauhkan presiden dari buku buku. Bahkan sejak remaja sudah ditanamkan sifat ambisius ayahnya dan tentu kalau sudah ambisius cenderung psikopat, yang salah satu tabiat buruknya adalah megalomania. Ingin terus dipuja dan engga mau disalahkan. Bergaya apa saja minta dipuja. Anggaran biaya program pemujaan Presiden mencapai 30% dari APBN, termasuk pengadaan rumah gratis, RS dan bansos agar rakyat terus memujanya.


Kita tidak bisa menyimpulkan kemegahan kota metropolitan di Pyongyang dengan kehidupan malamnya sebagai indikator makmur dan kekuatan ideologi seperti billboard Kim di setiap sudut kota. Semua nampak kaku dan sepi serta gelap. Banyak gedung tinggi namun tidak terawat dengan baik. Satu satunya yang menarik adalah wanitanya, seperti Myung. Kulitnya putih dan halus. Exciting.


 “ Seumur hidup, saya tidak akan bisa menabung untuk dapatkan uang sebanyak ini.. “ Kata Myung  saat menerima uang 10.000 yuan dari saya di bandara keberangkatan. Kebersamaan selama 5 hari ternyata membuat dia menjatuhkan airmata saat akan  berpisah dengan saya. “ saya akan selalu merindukan anda “ katanya berbisik. Saya tak akan berjanji yang tak mungkin saya tunaikan. Tak ingin lagu “ nizen me shuo” terjadi padaku. 


***


Sampai di Beijing saya di jemput Chang di Bandara. “ Saya dengar misi anda sukses. “ Katanya tersenyum. “ Apa kesan anda terhadap Pyongyang? tanyanya.


“ Pembangunan fisik oklah walaupun terkesan hipokrit. Tetapi disana tidak ada pembangunan peradaban. Politik isolasi merupakan cara penguasa memperoleh kekuasaan mutlak atas rakyatnya” Kata saya.


“ Mereka para elite itu terjebak dengan penyakit mental ambisius. Presiden dan para elite meracuni anak anaknya dengan budaya hedonis dan gila pujian. Kelak mereka akan melanjutkan kekuasaan itu dengan cara ambisius juga. Ya semacam politik dinasti. Dan karenanya negara itu tidak akan pernah bergerak kemana mana.  “ kata Chang dengan sambil lalu. 


Saya tersentak. Ambisi? Sebenarnya ambisi itu bagus kalau dibekali dengan pengetahuan mumpuni dan good attitude. Karena dalam hidupnya. Tak perlu motivasi dari orang lain, tak perlu situasi yang membuatnya terpaksa melakukan sesuatu, ambisi dalam dirinya akan membuatnya terus bergerak dan berkembang melewati segala  hambatan dan tantangan. One of the amazing things about someone with ambitions is the optimism. Sikap otimis tersebut bisa berakar dari rasa percaya diri yang tinggi atau pengetahuan yang dimilikinya.


Namun kalau orang ambisi tanpa pengetahuan dan spiritual yang cukup, maka ia disebut orang ambisius. Pastinya tidak tahu diri. Dia selalu percaya dengan saran dan pendapat yang memungkinkan dia bisa memuaskan keinginannya. Tidak peduli bagaimanapun caranya. Dalam hal Politik Korea utara, presiden dan elite tidak merasa risih hanya jadi alat kepentingan Beijing. Mereka menindas ke bawah, ke kiri dan kanan namun menjilat keatas, dalam hal ini ke China. Saya melirik ke Chang yang duduk bersama saya dalam kendaraan ke hotel. Sebelah saya inilah predator sebenarnya. Dan para elite korut adalah hipokrit yang tersembunyi.


***

Walau awalnya lancar tetapi selanjutnya tidak mudah meyakinkan pemerintah agar mereka setuju dengan standar kepatuhan dana Hibah, yaitu program berkelanjutan untuk lingkungan sehat seperti pendidikan, kesehatan, sarana ekonomi mandiri. Saya perlu waktu 2 tahun meyakinkan pemerintah Korut. Mungkin karena kegigihan saya meyakinkan mereka. Sampai akhirnya pejabat Korut luluh hati. Karena saya tidak pernah menyangkal setiap sikap mereka yang sangat paranoid terhadap bantuan asing. Saya hanya meluruskan saja. Itupun dengan hati hati. Selama proses negosiasi itu, saya ditemani  Myung yang bertindak sebagai asisten dan juga translator. 


Barulah tahun 2011 bisa disetujui proposal proyek itu. Saat proyek dibangun saya tidak lagi aktif sebagai volunteer karena kesibukan bisnis. Ternyata setelah proyek di Samjiyon selesai. Mulai mengalir deras dana NGO ke Korea Utara. Mereka copy paste dengan program yang saya buat. Jalan kemanusiaan bagi rakyat miskin korut terbuka sudah.


Tahun 2013 saya dapat kabar dari sahabat saya di UNF kalau Myung masuk program isolasi di kamp kerja pertanian. Saya putuskan untuk rescue dia. Akses politik ke China terpaksa saya gunakan untuk membebaskan Myung. Dan dia bisa kembali ke keluarganya setelah  setahun lebih dalam isolasi. Bahkan dia dapat kehormatan dengan jabatan bagus. 


“ Saya tadinya tidak yakin akan bertemu lagi dengan kamu. Ternyata kamu yang jemput saya dari kamp isolasi. Padahal saya sudah hopeless, tinggal menunggu ajal“ Kata Myung menangis saat saya jemput dari kamp isolasi. 


“ Awalnya tidak ada NGO Filantropi yang mau terlibat. Tetapi setelah kamu memulai, jalan untuk kemanusiaan bagi rakyat miskin Korut tercipta.“Kata Myung berusaha melupakan deritanya dengan melihat kenyataan proyek itu menjadi inspirasi bagi NGO lain. Saya berusaha tidak baper. Saya hanya ingin jadi sahabatnya saja.

No comments:

Post a Comment