Tuesday, May 27, 2025

Ojol dan Exploitasi lewat skema

 




Kadang dalam hidup kita perlu barang sejenak untuk menjauh dari keramaian. Namun tidak jauh dari keluarga besar. Begitu juga dengan saya. Pertama yang saya lakukan matikan hape.  Kemudian pergi ke tempat yang orang lain tidak mengenal saya atau tidak mungkin bertemu dengan orang lain yang mengenal saya. Di Hong Kong saya punya fave café untuk “me time”. Bukan café mewah. Café sederhana di kawasan Kowloon. Di Jakarta saya biasanya pilih masjid besar yang jauh dari tempat tinggal saya.


Dalam Me Time, saya lebih banyak tafakur.  Banyak berjalan banyak di lihat. Banyak membaca banyak ilmu didapat. Banyak membari banya mendapat. Lama hidup mendapat hikmat.  Bersusah susah dulu. Senang kemudian. Sakit dahulu, bahagia didapatkan. Begitu nasehat orang tua kita. Agar tidak kalah dalam derita. Tetap bersemangat tanpa buruk sangka Masa depan ditapak dengan suka cita. 


Hidup memang tidak ramah. Makanya tak perlu bicara remah remah. Focus kepada agenda besar. Untuk berani langkah besar. Banyak kisah sukses jadi iktibar.  Silahturahmi terjalin atas dasar cinta. Menawarkan peluang menjadi mitra. Bukan yang jadi tujuan harta. Tetapi keuntungan dalam prinsip setara. Negeri makmur karena kerja keras. Kemajuan tidak didapat dengan mudah. Berseluncur diatas gelombang ganas. Untuk jadi bangsa yang tak mudah menyerah. 


Kalau semua mudah. Tentu kemakmuran mudah didapatkan. Tapi itu harus dicapai dengan kerja berlelah. Sampai batas tak terganggungkan. Pemimpin harus bisa menginspirasi. Agenda besar dengan visi besar demi legacy generasi. Agar masa depan bukan sekedar penantian kosong. Karena omong kosong dan harapan kosong. Kerja keras dan berani adalah keniscayaan. Bahwa Tuhan benar mejamin rezeki makan. Tapi burung tidak pernah dikirim Tuhan makanan. Burung harus terbang melintasi pulau dan  benua untuk makan. 


Hikmahnya adalah percaya kepada Tuhan. Maka harus percaya kepada hukum ketetapan Tuhan. Tidak ada arti manusia tanpa kreatifitas. Kecuali hanya kumpulan manusia malas. Akan terhina oleh zaman. Yang tak pernah ramah kepada kaum rebahan. Banyak mimpi, miskin perjuangan. Negeri kita adalah negeri yang dirahmati Tuhan. Tapi kita kadang lupa nikmat Tuhan. Lupa bahwa hidup bukan soal menyembah Tuhan. Tapi bertahan ditengah keterbatasan dalam kesabaran. 


Setelah sholat isya. Saya duduk di teras Masjid. Ada driver motor ojek yang juga duduk diteras.  Jelas dari jaketnya. Nampak lelah. Yang memang lelah. Karena hidupnya di leverage pihak aplikator. Analoginya dalam perang. Para jenderal ada di garis belakang mengendalikan pergerakan pasukan di garis depan lewat platform IT system. Sementara pasukan di garis depan, menyediakan sendiri senjata dan peluru. Resiko tanggung sendiri. Kalau menang yang dapat nama markas komando. Yang naik pangkat duluan ya jenderal.


Sistem yang mengexploitasi dirinya untuk kepentingan aplikator. Menumpang tawa di tempat ramai. Nelangsa dalam kesendirian. Sabarkah dia? Atau pasrah tidak berdaya? Entahlah. Yang jelas,  Aplikator itu adalah bisnis model, yang lahir dari dapur financial engineering dan social engineering. Mereka hanya menyediakan platform IT system yang memungkinkan  antara driver dan konsumen berinteraksi secara real time menghasilkan cash-in. Ini memang bagian dari agenda pemain hedge fund yang ada dibalik business model.


Jadi, kalau ingin tahu bagaimana system kapitalis bekerja secara real dan vulgar, maka itulah yang terjadi pada Aplikator ojol. Mereka hanya berinvestasi dan menanggung biaya operasi pada system back office market place, sementara di front line pihak lain yang  menanggung investasi dan biaya operasi. Memang fee yang didapat Aplikator kurang dari 1/3 pendapatan driver, namun jumlah itu sangat besar bila dihitung dari total driver yang ada. 


Perputaran Cash dari business model ini sangat besar. Tentu sangat mudah di-kapitalisasi meningkatkan value saham, memperbesar asset dan mengalirkan uang investor dari bursa ke dalam brankas mereka. Artinya value dari business model ini tidak ada kaitannya dengan kesejahteraan dari driver sebagai basic revenue. Mengapa ? dari awal memang design business model meng-utilize sumber daya pihak lain untuk mendapatkan laba berlipat dengan resiko sekecil mungkin. 


Sebatas itu bisa dimaklumi. Karena begitulah value dari kehadiran technologi. Selalu pemenang adalah yang menguasai high tech. Namun yang jadi masalah adalah business model itu dengan mudah menimbulkan moral hazard. Mengapa? Perhatikan. Awalnya mereka tebas income driver sebagai mitra. Kemudian mereka IPO, spread ownership terjadi. Secara berlahan harga perdana terus turun mendekati gocap. Pemegang saham publik tekor.


Hingga laporan terakhir yang tersedia publik, GoTo (Gojek Tokopedia) belum pernah mencatatkan keuntungan (laba bersih positif) sejak merger dan bahkan sejak masing-masing entitas berdiri. Resiko itu semua ditanggung oleh mitra dan pemegang saham minoritas. Aplikator enggga merasa berdosa dan bersalah. Tentu mereka punya alasan macam macam. Tapi apakah driver punya hak melakukan audit? Tidak. Artinya, istilah mitra itu tak lain alasan mereka menganeksasi pihak yang lemah.


Kemudian selesai ? tidak. Tahap berikutnya adalah rencana aksi korporat dalam bentuk M&A. Merger and acquisition antara GoTo dengan Grab. Dua duanya sama saja. Belum mencatat net profit sejak berdiri. Grab punya falsafah. Growth first profit later. Ya resiko selama growth  dibebankan kepada investor dan mitra. 


" Perhatikan." Kata teman. " Keduanya bertujuan membangun new persepsi untuk terbentuknya harga saham pada proses book building setelah M&A dilakukan. Artinya M&A itu bertujuan memang exit dari kerugian dan cerita  lama, untuk masuk cerita baru, kelak akan exit lagi. Begitu aja terus seperti operasi ponzy. Agenda nya memang create money lewat skema ilusi dan business model aneksasi." Sambung teman.


Saya menghela napas dalam lamunan. Saya dekati driver ojol itu. Menyapanya dengan ramah seraya menyalaminya. “ Udah lama ngojek nya pak ?


“ Ya. Sejak saya di PHK 4 tahun lalu. “ Jawabnya tersenyum. “ Awalnya pendapatan lumayan. Namun dari tahun ketahun semakin banyak driver karena semakin banyak PHK. Pendapatan terus drop. Sekarang untuk dapattan Rp. 150.000 sehari susah banget. Kadang harus kerja dari pagi sampai malam. Belum tentu dapat Rp. 150.000. “ Sambungnya dengan wajah lesu.


“ Sudah berkeluarga ? tanya saya.


“ Udah. Tapi sejak tahun lalu istri saya pergi dari rumah. Tinggalkan saya. Dia memilih jadi selir orang lain. Anak perempuan saya dibawanya. Anak laki laki ikut saya. Saya ngontrak rumah. Untung anak laki laki saya walau kelas 3 SD dia sangat mandiri. Jadi saya bisa tinggalkan dia sendirian di rumah selama saya ngojek. “ 


“ Motor punya sendiri? Tanya saya lagi.


“ Ya pak. Tapi cicil di leasing. Masih tersisa Rp. 4 juta lagi baru lunas. “ Katanya. “ Kalau sudah lunas saya mau buka usaha tahu goreng aja. “ Lanjutnya. Saya melihat ada keberanian dia untuk   berubah. Ini sunattullah. Manusia pada akhirnya akan bereaksi dengan berani pada posisi sangat tak berdaya. Masa muda saya membuktikan itu. Jatuh bangun biasa. Terpuruk adalah bagian dari proses kehidupan. Yang semua orang pasti melewatinya.


Saya lihat kendaraan Awi untuk jemput saya sudah datang"  Bapak ada nomor rekening bank.?  “ Tanya saya. Dia agak terkejut menatap saya. “ Boleh saya tahu” lanjut saya dengan tersenyum. Dia beri juga nomor rekeningnya. “ Bapak yang sabar ya. Jaga Kesehatan. “ Kata saya seraya menyalaminya dan berlalu. 


“ Wi, kirim uang Rp 20 juta kepada rekening yang barusan gua SMS” kata saya sebelum kendaraan melaju. “ Siap” kata Awi. Moga driver itu baik baik saja. Hidup memang semakin sulit. Pemerintah diharapkan tempat berlindung bagi yang lemah namun tak berdaya dihadapan aplikator yang bagian dari network oligarki.

Monday, May 26, 2025

Danantara antara proyek mimpi dan reality


 




Usai mendampingi Awi d kantor Notaris. Saya bersama Awi dan Afin pergi makan siang di restoran Jepang di Kawasan PIK. Saya bertemu dengan Awong. “ Ale, mau kemana ? “ sapanya.


“ Mau makan. “ kata saya tunjuk restoran itu. 


“ Gua juga mau makan disana. Tapi gua lagi tunggu teman gua. “


“ ya gabung aja dulu sama gua. " Kata saya tebuk bahunya.


“Lue mau meeting atau santai saja” katanya melirik ke Awi dan Afin.


“ Santai lah. Ini orang gua. “ kata saya tunjuk Awi dan Afin. ‘ ayolah gabung aja.” Lanjut saya ajak Awong masuk ke dalam restoran. Kami pilih room agar enak ngobrolnya.


“ Kebetulan teman gua juga lue kenal.” Kata Awong.


“ Siapa ? 


“ Aming dan Anan. “ 


“ Oh mereka. Boss KL “ kata saya tersenyum. “ Lagi bisnis apa dengan mereka.?


“ Ya masih penjajakan. Kebetulan mereka sedang di Jakarta. Ya gua ajak makan lah.” Kata Awong.


Tak lebi 10 menit. Aming dan Anan sudah datang. Anan rangkul saya. Dia etnis india. Saya pernah ada bisnis dengan dia. Aming salami saya. Saya kenal cukup lama namun engga ada bisnis. Awi dan Afin diam saja melihat saya beramah tamah dengan Awong, Aming dan Anan.


“ Saya dengar kabar Danantara akan membangun refinery dengan kapasitas sekitar 500.000 barel. Itu akan  menjadi salah satu yang terbesar di Indonesia. Planning nya untuk memperkuat ketahanan energi nasional. “ kata Awong mengawali  bicara setelah ramah tamah dan order menu


“ Engga ada refinery yang profit kalau engga terintegrasi. Untuk bisa terintegasi perlu dukungan strategic partners mem- backup pasokan Crude oil, technologi petrokimia, logistic. Yang jadi masalah adalah engga ada yang bisa jamin pasokan crude dengan harga fixed price. Kalau harga floating, udah pasti engga secure. Mending beli BBM di pasar spot aja. “ kata Aming seraya ambil irisan tuna. “ Tanpa dukungan logistic yang kuat, sulit dapatkan pasokan crude yang on time production. Belum lagi  khusus petrokimia tidak mudah dapatkan support Teknologi.” Kata Aming.


“ Untuk proyek greenfield memang engga mudah dapat teknologi petrokimia. “ sambung saya.


“ Kenapa susah dapatkan teknologi nya ? tanya Awong.


“ Karena high tech dan sophisticated. Mencakup steam cracking, catalytic cracking, reforming, hydrocracking, alkylation, aromatics extraction. Pemainnya engga banyak di dunia seperti LyondellBasell, Shell, UOP/Honeywell, Linde, BASF, Technip Energies dan lain lain. Mereka big shot“ Kata Aming.


“ Oh baru ngeh saya. “ Awong mengangguk. “  Pantes Pertamina bangun refinery di BalikPapan dengan kapasitas 260.000 barel per hari. Itu hanya produksi  gasoline, diesel, avtur dan fasilitas peningkatan kualitas BBM agar sesuai Euro IV. Engga terintegrasi dengan Petrokimia. “ Kata Awong. 


“ Padahal cuan refinery itu justru ada pada Petrokimia. Kalau hanya fuel, yang tekor lah” Sambung Anan.


“ Ya wajar. Karena Pertamina engga qualified deal dengan mereka. Mereka sangat selektif memilih mitra.  Utamakan mitra yang sudah teruji melaksanakan praktek bisnis good governance. Dan terkait dengan geopolitik. Kalaupun setuju mereka menentukan term sheet. Diktator banget “ Kata Aming.


“ Padahal katanya Danantara akan dapat dukungan pembiayaan dari Sovereign Wealth Fund  dari UEA, Bukankah nama besar mereka cukup untuk memastikan rancana proyek refinery itu dapat dukungan dari vendor tekhnologi ? Kata Awong.


“ Engga juga mudah. Pembiayaan dan tekhnologi support  adalah dua hal berbeda. Yang pasti UEA tidak punya tekhnologi. Mereka juga tergantung dari vendor. Kalaupun katanya UEA siap biayai. Itu juga absurd. “ Kata saya. Aming dan Anan tersenyum.


“ Mengapa Absurd ? tanya Awong.


“ Standard compliance dana SWF itu sangat ketat dan sangat prudent. Maklum mereka tidak cari proyek untuk dapatkan uang. Mereka sudah punya uang. Prinsip mereka lets money working for them. Artinya kalau proyek bersifat greenfield, frontier market, atau belum proven kemungkinan besar ditolak kecuali punya mitigasi risiko yang jelas.” Kata saya.


“ Mitigasi resiko dalam bentuk apa “ tanya Awong.


“ Misal Danantara  minta pendanaan dari UEA. Pasti mereka minta jaminan pemerintah untuk cover resiko. Resiko bukan hanya proyek gagal tetapi juga resiko kalau gagal meraih return yang ditetapkan.” Kata saya. Aming dan Anan senyum aja.


“Wah itu udah seperti shark loan. Menjajah banget “. Kata Awong tersenyum masam


“ Money is the king. Bro. “ Kata Aming. 


“ And technology is a big shot“ Sambung Anan.


“ Daripada Danantara sibuk berencana untuk percepat investasi demi proyek. Akhirnya hanya bullshit. Kan wasting time. Engga reality. Terkesan mimpi. Mengapa tidak focus aja perbaiki menegement dan business model BUMN yang ada. Misal Perbaiki management Pertamina Holding agar qualified mendapatkan dukungan tekhnologi dan financial resource. Mulailah focus berinvestasi dibidang R&D agar bisa tumbuh berkembang tanpa tergantung asing “ Kata saya. 


“ Ya, engga ada yang shortcut. Semua perlu proses dan niat mau bertransformasi menjadi badan usaha dengan tatakelola clean berstandar good governance dan menjamin transfaransi. “ kata Aming. Anan tersenyum aja.


“ Ya sih. “ Kata Awong.  “ Tapi Chandra Asri bisa bangun Industri petrokimia. Darimana teknologi nya? Tanya Awong


“ Chandra Asri pakai teknologi UNIPOL. Untuk produksi PE atau polietilena. Sementara downstream petrokimia itu luas sekali. Bukan hanya PE. Misal yang high price seperti Polikarbonat untuk lensa, kaca tahan benturan. Epoxy resin untuk industri elektronik, pesawat, otomotif. Polyurethanes untuk busa, pelapis, isolasi “ kata saya.


Awong mengangguk dan terus menikmati makan siang. Awi dan Afin dari tadinya hanya menyimak.  Usai makan siang. Kami berpisah. Awong ikut dengan Aming dan Anan. Mereka saya kenal dalam bisnis oil and gas. Awong berbisnis agent trader. Semetara Anan melalui investment company nya di Hong Kong terlibat dalamn konsorsium pembangunan refinery oil di Nigeria yang di dukung oleh China. Aming sendiri punya bisnis logistik oil and gas


“ Dengar Ale ngobrol dengan teman temannya. Enak banget. Lama lama bisa pinter gua.” Kata Afin menatap Awi. “ tapi aneh nya dalam keseharian, Ale jarang bicara. Kalaupun ketemu dengan teman teman kita, dia lebih banyak diam dan tersenyum.” Sambung Afin.


“ Orang bijak berbicara pada pantas nya dia harus bicara. Kalau engga penting, ya lebih baik diam.” Kata Awi sok bijak. 


“ Gua hanya paham soal bisnis. Lainnya gua bodoh. Makanya soal hal lain, gua lebih baik diam agar tidak kelihatan bodohnya.“ Kata saya meluruskan.


Kadang Pemerintah kalau bicara proyek sepertinya terkesan too good to be true. Dengan adanya Danantara, sepertinya uang jadi mudah. Mudah juga bikin proyek. Padahal dalam bisnis apalagi proyek yang melibatkan tekhnologi tidak selalu uang menentukan. Diperlukan strategic partners yang reliable. Dan itu perlu track record good governance dan transfaransi. Mengapa tidak focus aja perbaiki kinerja dan perkuat business model BUMN agar berkelas dunia. Itu lebih realitis.

Sunday, May 25, 2025

10 tahun ditipu hilirisasi

 



Bagaimanapun peluang baterai kendaraan listrik yang menggunakan nikel sebagai bahan utama katoda masih cerah. Permintaan tinggi terutama untuk kendaraan listrik kelas atas seperti  Mercedes, BMW, Lucid, Rivian, hingga Tesla Model S/X. Di segment market ini baterai LFP atau Lithium Ferro Phosphate tidak bisa bersaing. Karena alasan high quality yang tentu high price. Demikian materi presentasi investasi yang saya hadiri bersama Florence di Perusahaan Asset Management. 


Selama presentasi di hadapan beberapa undangan, Maneger investasi berusaha menanamkan keyakinan bahwa peluang investasi pada sector hilir nikle masih cerah, terutama diversifikasi pada industry bahan material bateray seperti MHP atau Mixed Hydroxide Precipitate, NS atau Nikel Sulfat, dan PCM atau Precursor Cathoda Material. Nilai tambahnya juga sangat tinggi. Misal MHP sekarang harganya perton USD 10,000. Selama presentasi itu saya hanya diam menyimak.


Usai menghadiri presentasi. Saya ajak Florence mampir ke café untuk ngopi “ Mengapa kamu tidak antusias mendengar presentasi tadi ? tanya Florence.


“ Market untuk baterai jenis Nickel Mangan Cobalt tidak besar. Karena hanya untuk kendaraan mewah. Dan lagi untuk bisa deal dengan produsen kendaraan premium ketat sekali syaratnya. Mereka harus pastikan proses produksi baterai patuh kepada ESG. Itu engga mudah bisa comply. Apalagi di negara kita dimana tidak begitu concern dengan kerusakan lingkungan pada penambangan nikel dan smelting. “ kata saya.


“ Bagaimana dengan baterai LFP ? Tanya Florence.


“ LFP itu mengakibatkan game changer pada industry otomatif. Tadinya EV itu dianggap tidak marketable karena harga baterai yang sangat mahal. Makanya terpaksa banyak negara mendukungnya lewat subsidi  yang besar agar terjangkau bagi konsumen dan energi ramah lingkungan bisa di promote. Jelas tidak sustain. Nah LFP membuat baterai jadi murah. Kini 70% produksi global baterai LFP untuk EV ada di China termasuk  untuk Drone”


“ Gimana hitungan murah nya ? tanya Florence.


“Biaya produksi 1 baterai LFP sebesar 65% dari harga jualnya. Size nya beragam. Tergantung besaran energi KWH dan daya jarak tempuh kendaraan EV. Misal, Wuling itu baterainya kan 17 KWH untuk jarak tempuh 200KM, ya harga pasar baterai sekitar Rp. 26 juta. Biaya produksi baterai sekitar Rp. 16 juta. Gross Margin hanya 60%. Beda dengan bateri nikel yang marginnya tiga kali lipat.  “ 


“ Wah, pantas harga EV jadi marketable untuk mass production. Begitu juga dengan drone” Aling bengong. “ Pantas juga kamu tidak tertarik mendengar presentasi tadi.” Sambung Florence.


“ Saya pedagang. Walau saya berbisnis dengan mindset industry namun hitungan dagang tetap jadi sandaran utama. Karena pada akhirnya semua Capex dan opex harus ada return. Dan return itu ya dari market. Kalau market engga secure ya onani namanya.“ kata saya tersenyum.


  Artinya program hilirisasi era Jokowi itu salah. Mengapa ?


“ Saat kita mencanangkan hilirisasi nikel, itu tidak berbasis Riset konferehensif. Jadi kita tidak punya road map jangka Panjang terhadap sumber daya nikel yang kita punya. Makanya kita terkejut ketika ditemukannya baterai LFP sebagai subsititusi NMC. Padahal riset LFP itu di China sudah berlangsung sejak tahun 2001. Progress riset itu setiap tahun dilaporkan. Artinya kehadiran LFP itu bukan dadakan. Seharusnya kan kehadiran LFP itu diantisipasi dengan menerapkan quota agar produksi smelter dibatasi. Apalagi produk Nickel Pig Iron, Ferronickel, Stainless steel. Yang ongkos produksinya tinggi dan polutan. 


Ini malah pemerintah membiarkan pasokan nikel berlebih dengan membuka seluas luasnya izin smelter.  Akibatnya terjadi kelebihan pasokan. Harga Nickel Pig Iron, Ferronickel, Stainless steel jatuh di pasar dunia. Margin udah rendah banget. Engga feasible lagi untuk mencover capex dan opex. Mau dijual ke pabrik baterai? Nickel Pig Iron, Ferronickel kurang applicable untuk industry EV. “ kata saya tersenyum.


“ Duh, terus gimana dengan investasi hilirisasi nikel yang sudah berlangsung sekian tahun belakangan ini? Sunset ? tanya Florence.


“ Yang pasti sekarang kapasitas produksi smelter sudah drop dibawah 40%. Bahkan ada yang nyaris  bangkrut seperti PT Gunbuster Nickel Industry di Morowali Utara. Mungkin kalau 50% dari total smelter yang ada bangkrut. Harga akan normal kembali. Namun demand tidak akan sebesar sebelumnya. “ 


Florence terdiam. Saya seruput kopi. 


“Yang menyedihkan adalah sebagian besar smelter itu dibangun dengan skema inkind loan. Lender LN memberikan loan kepada projet sponsor dalam bentuk proyek jadi, yang pembangunannya dilakukan sepenuhnya oleh kontraktor yang ditunjuk lender. Semua hasil produks di offtake oleh lender sebagai bentuk pelunasan hutang. Jadi praktis semua DHE tidak kembali ke dalam negeri. Sementara pajak juga tidak significant pemerintah dapat. Karena adanya tax holiday “ Kata Florence  dengan raut sedih dan prihatin.


“ Kalau dihitung hitung. Sejak beroperasi, dua tahu lalu investasi smelter udah return semua. Jadi investor asing engga ada  resiko. Belum lagi investor asing  masih dapat cash lewat exit strategy dengan jual saham Smelter ke BUMN dan Swasta. Lucunya lagi aksi korporat beli asset smelter itu lewat kredit bank dan IPO. Kan boncos. “  Kata saya tersenyum


“ Ya amsiong dah. Tolol banget ya kita.” Kata Florence dengan wajah geram.” Belum lagi kerusakan lingkungan yagn ditimbulkan. Kalau dihitung kerusakan lingkungan engga sebanding dengan value yang kita dapat. “  


Saya senyum aja.


“ Bisa certitakan tentang Xiang Guangda. “ Pinta Florence.


“ Kenapa kepoan amat “ Kata saya tersenyum.


“ Ya penasasaran aja. Tsingshan kan salah satun Smelter nikel di kawasan industri Morowali yang membentang seluas 2.000 hektare dengan 44.000 pekerja. Dilengkapi bandara, pembangkit listrik dan pelabuhan.” Kata Florence.


“ Xiang Guangda dikenal Raja Nikel dan Big Shot. Dia Merintis karier awal sebagai mekanik di perusahaan perikanan negara. Kemudian dia keluar untuk wirausaha bidang pertambangan. Kerja keras dan kecerdikannya membuat dia menjadi raksasa. Untuk menjaga harga nikel tidak jatuh dimasa depan, Guangda deal dengan Glencore untuk trasaksi short di market. Berapapun volume, orang percaya kepada Guangda. Karena dia raja nikel dunia. “ kata saya.


“ Gimana teknis nya? 


“ Guagda pinjam nikel katakanlah 100.000 ton dengan harga $25,000/ton dari Glencore. Seperti biasanya kalau harga turun, katakanlah USD 15,000. Dia akan beli nikel itu dipasar sebesar 100.000 dan mengembalikan nikel itu kepada Glencore. Dia bisa untung USD 10,000/ ton. Hitung aja berapa profitnya kalau dikalikan volume 100,000 ton. Yang jadi masalah, Guangda apes. Perang rusia ukrania membuat harga nikel melambung sampai USD 100,000. Itu artinya kerugian 400 persen.


Sesuai kontrak, Glencore tagih kepada Guanda sebesar USD 10 miliar. Guangda engga ada duit. Dia terpaksa lepas sahamnya yang ada Tsingshan holding kepada Baowu Steel Group untuk bayar utang. Glencore dapat cuan USD 10 miliar ( 150 triliun rupiah)  dengan modal premi hanya 2,5 dollar/ton. “ Kata saya.


“ Itu kutukan dari Tuhan. Karena Guangda kaya mendadak dari smelter nya di Indonesia yang cost nya sangat rendah dibandingkan negara manapun. Sementara dia pesta dari tingginya harga nikel di pasar dunia.  Dia pecundangi pemerintah Indonesia, dan setelah kaya dia dipencundangi market “ kata Florence geram.


“ Glencore itu siapa ? tanya Florence.


“ Pemain hedge fund dalam perdagangan komoditas. HQ nya  di Baar, Swiss. Glencore menempati peringkat ke-415 di Forbes Global 2000 pada tahun 2021. “ kata saya. “ Memang pemain hedge fund itu mencari target orang yang mudah dapat kekayaan dan mindset kampungan. “ sambung saya.


“ Ya uang  jin dimakan setan” Kata Florence geram.


Mengapa ini semua terjadi?  Karena elite politik dan pejabat kita umumnya lack vision. Mereka hanya bekerja dengan mindset survival selama 5 tahun kekuasaan. Gimana cari duit sebanyak banyak untuk pribadi dan golongan. Bagaimana mendapatkan income untuk APBN agar bisa bayar utang. Mereka engga punya mindset growth.