Friday, January 20, 2023

Indonesia akan baik baik saja.

 




Scoth, warga negara AS. Usianya kini 82 tahun kurang 10 hari. Aku tahu karena namanya masuk dalam list database email “ Happy birthday”, yang  untuk secara otomotis mengirim ucapan selamat ulang tahun pada tanggal kelahirannya. Minggu lalu dia kirim email bahwa dia akan datang ke Jakarta. “ You should note that one of my agendas for coming to Jakarta is to eat satay on Jalan Sabang or Blora. What is it? Sate Pak Kumis ya. “ Katanya. Saya tersenyum. Ingat kebersamaan dengan dia awal tahun 90 saat dia bekerja sebagai ekpatriat untuk Pak Harto bidang SDA khususnya Minyak dan Gas.


Sebenarnya kali pertama perkenalanku dengan Scoth hanya kebetulan saja. Saat itu aku sedang berusaha dapatkan proyek logistik Pertamina. Angkutan Pipa dari Tanjung Priok ke Sumatera. Aku mengundang makan malam pejabat Pertamina. Di acara makan malam itulah aku berkenalan dengan Scoth. Dia hadir bersama pejabat Pertamina.  Dalam suasana santai itu, pembicaraan tidak jauh dari sex dan kesenangan tempat wisata. Dia mengeluhkan staminanya yang rendah. AKu tidak melihat dia sedang mentertawakan dirinya, tetapi sebuah kejuuran. Bahwa pada akhirnya wanita lebih memilih stamina dari ukuran penis pria. 


“ Saya sudah berobat ke tempat terbaik, tetapi tidak ada hasilnya” katanya. Keesokan harinya, aku datang ke kantornya memberikan jamu khusus pria. Awalnya dia ragu tetapi entah mengapa dia tersenyum. “ Saya tidak yakin jamu  ini bisa memulihkan stamina pria. Tetapi saya tahu kamu tulus. Tidak ada salahnya saya coba” katanya.


Aku memang gagal dapatkan proyek logistik Pertamina itu tetapi hubunganku dengan Scoth tetap berlanjut. “ Setelah konsumsi jamu yang kamu beri itu, terbukti stamina saya pulih. Terimakasih.” katanya. Entah mengapa dalam setiap kesempatan dia telp aku untuk menemaninya santai di cafe Hotel. Belakangan dia menikah  di usia 53 dengan wanita asal Yogya. Tinggal di Kemang. Tahun 1996 dia kembali ke AS, bersama istrinya.  


Tahun 2005 aku kembali berkomunikasi dengan dia. Posisinya salah satu direktur di DTC New York. Lembaga Clearing dibawah otoritas bursa AS. Dia senang ketika tahu aku lulus kursus singkat Financial Engineering yang diadakan lembaga multilateral tahun 1997. Sejak itu dia jadi mentorku bidang Financial dan investasi. Kalau aku berkunjung ke Amerika, selalu dia undang makan malam di rumahnya yang luas di Virginia.


***

Aku menawarkan diri untuk menjemputnya di Bandara, tetapi dia sarankan aku bertemu dengannya di Hotel saja. Aku maklum dia sudah jadi orang penting di Washington.


“ Hi, Pak Scoth… Aku telp dia setelah sampai di hotel tempat dia menginap. “ Saya sudah ada di lobi pak.” 


“ Segera saya turun.” katanya singkat. Keluar dari lift aku setengah berlari ke arahnya. Dia merentangkan kedua tangannya. Aku peluk dia.  Aku menyerahkan sekotak Cigar kegemarannya. Cigar itu aku beli khusus di Singapore. Satu kotak ada 10 batang. Harganya USD 100. Dia senang. “ Kamu selalu ingat merek cigar kesukaan saya. “ katanya.


Aku tidak bertanya soal apa misinya ke Indonesia. Sebenarnya ini kunjungi pertama kali dia ke Jakarta sejak tahun 1996. Kebetulan aku sedang di Jakarta. 


“ Bagaimana bisnis kamu di China? Tanyanya di ruang cigar Hotel. Kami bicara santai


“ Sejauh ini baik baik saja terutama sejak selesai restruktur tahun 2018, saya sekarang bisa lebih tenang menikmati hidup“ Kataku. 


“ Berapa persen CIG kuasai saham holding kamu sekarang?


“ 40%. Sisanya 30% investor istitusi AS dan 30% PIC saya. Saya tetap pemegang saham yang punya hak istimewa” 


“ Bagus B. Untuk orang ASIA, kamu termasuk hebat. Apalagi kamu bukan keluarga tajir dan tanpa terkait dengan Politik. Tanpa terafiliasi dengan group perusahaan raksasa. Setidaknya kamu berhasil mendesign model business yang tidak terikat dengan modal dari China dan juga AS. Mereka menghormati kamu karena memang kinerja business kamu sangat sustainable dan dikelola sangat profesional, Ya bisnis berbasis People, Profit dan Planet” Katanya tersenyum. Kami menikmati kebersamaan itu sampai jam 7, Kemudian aku ajak dia makan sate di Jalan Sabang. Walau usianya diatas 80, namun langkahnya masih tegap dan tidak terkesan dia loyo. “ Saya masih bisa main tenis dan naik gunung. “ katanya. “ Hidup sehat itu bukan banyak olah raga tetapi banyak bersukur. “ lanjutnya.


***

“ Apa yang kamu dengar dari elite CHina soal kerjasama dengan Indonesia, terutama dalam proyek BRI” Tanyanya saat kami makan sate di jalan Sabang.


“ Pihak China sedikit kecewa dengan Jokowi. Karena kesepakatan OBOR yang ditanda tangani di Beijing pada awal kekuasaan Jokowi  tidak berjalan sesuai harapan China. Perjanjian itu tidak mencakup aset strategis seperti pelabuhan, juga tidak melibatkan jenis sovereign guarantee seperti negara lain yang terlibat dalam proyek OBOR. Jokowi menempatkan persyaratan pada proyek OBOR, yang tentu akan memaksimalkan keuntungan ekonomi bagi Indonesia. Kemudian  China mengubah OBOR jadi BRI, tetap saja Jokowi tidak berubah sikap. Kini mungkin udah sampai tahap frustrasi.”


“ Ya. Yang saya tahu. Pembiayaan investasi BRI umumnya menggunakan Preferential Buyer's Credit (PBC) yang mensyaratkan 70 persen material proyek berasal dari China dan pekerja China dipekerjakan di proyek tersebut. Namun, Indonesia menetapkan bahwa proyek BRI harus menggunakan teknologi ramah lingkungan, haarus mempekerjakan tenaga kerja lokal, harus ada transfer teknologi dan menciptakan nilai tambah bagi industri hulu dan hilir Indonesia untuk mengurangi ketergantungan pada industri ekstraktif.” Kata Scoth, benar dia lebih paham. “ Tapi faktanya kebijakan Jokowi itu tidak sepenuhnya dilaksanakan. Bawahanya tidak loyal dengan niat baiknya. Dia lemah dan terlalu banyak kompromi” Lanjutnya.


“ Bagaimana sikap AS atas peran investasi China yang naik berlipat sejak Jokowi berkuasa ? Tanya saya. Moga dia tidak tersinggung.


“ Sejak kejatuhan Soeharto, secara terprogram AS memang lambat membantu  ekonomi Indonesia. Elite AS sangat percaya indonesia adalah mitra yang setia. Apalagi sebagian elite militer Indonesia sekarang kan pernah belajar di West point. Sebagian besar elite politik Indonesia juga adalah alumni dari beasiswa AS. Kami tidak perlu kawatir indonesia akan terjebak dalam poros Beijing. 


Tapi sejak China semakin agresif terhadap proyek BRI nya, maka bagi AS ini serius. Karena berkaitan dengan visi regional AS tentang FOIP. Makanya sejak oktober 2018, AS menggunakan US Development Finance Corporation untuk menggandakan portofolio investasi pemerintah AS di Indonesia. Program ini akan dilaksanakan tahun 2024. Untuk itu kami menggunakan sumber daya kami termasuk mitra kami di kawasan seperti  Jepang dan Australia. “


“Mengapa segitunya? sampai ada program segala ?


“ Ya untuk menciptakan Blue Dot Network. Untuk mempromosikan kepatuhan terhadap norma internasional dalam pembangunan infrastruktur. Terutama berkaitan dengan ESG.” 


“ So..mengapa harus tunggu tahun 2024?


“ Untuk bersaing dengan BRI secara paling efektif, Washington perlu melanjutkan rebranding FOIP. Ini penting sebagai syarat program bantuan itu memang untuk kepentingan geopolitik kami, dan tentu untuk kepentingan ekonomi Indonesia. Dalam jangka panjang, Amerika Serikat juga perlu mempercepat kebijakan industri yang menutup kesenjangan teknologi 5G dengan China. “ Kata Scoth. Saya paham apa yang dimaksud dengan rebranding FOIP. Itu artinya AS perlu pemimpin baru yang pro dengan visi geopolitik dan geostrategis AS pada FOIP.


“ B, serunya. “ Indonesia negara besar dan sangat berpengaruh terhadap program global sustainable growth. Kebijakan Jokowi tidak pro kepada perbaikan iklim. Indonesia tertinggal dalam pengembangan energi terbarukan. Indonesia baru memanfaatkan sekitar 2 persen dari potensi gabungan sumber energi panas bumi, matahari, angin, air, dan biomassa, dan hanya 12 persen listriknya berasal dari energi terbarukan. Sebagai perbandingan, lebih dari 20 persen listrik di Filipina berasal dari energi terbarukan.


Kualitas udara dan air semakin penting seiring dengan meningkatnya urbanisasi. Sebuah studi tahun 2018 oleh Greenpeace dan IQAir menyimpulkan bahwa Indonesia memiliki polusi udara terburuk di Asia Tenggara dan yang terburuk ke-11 di dunia, dengan tingkat polusi empat kali lebih buruk daripada ambang batas Organisasi Kesehatan Dunia untuk udara bersih. 


Studi lain yang diterbitkan oleh Nature Communications pada tahun 2017 menemukan bahwa Indonesia menempati peringkat kedua secara global untuk jumlah sampah plastiknya yang berakhir di lautan, sementara empat sungai di negara tersebut termasuk dalam 20 sungai paling tercemar di dunia. Jadi wajar kalau kami harus ambil bagian dalam proses politik di Indonesia. Setidaknya presiden nanti adalah presiden yang bisa melaksanakan visi kami, khususnya soal FOIP dan Iklim.” Kata Scoth.


Usai makan sate aku mengantarnya ke Hotel. “ B, sebenarnya dari awal kami mendukung Jokowi. Kami terinspirasi dengan design kerjasama antara Beijing-Jakarta dan kaitanya dengan AS. Terutama menjadikan indonesia sebagai Poros Maritim dunia. Itu sangat strategis sekali, Kami tahu itu program PDIP.  Tapi politik di Indonesia di era reformasi sudah sangat bar bar. Mungkin lebih buruk dari era Soeharto. Institusi demokrasi lumpuh karena korupsi. Skandal terbunuhnya Josua ajudan Jenderal  pada institusi Polisi itu membuktikan bahwa Jokowi tidak lagi full control. Ada kekuatan oligarki mengendalikan Polisi untuk bisnis ilegal dan pencucian uang. Ini secara moral berbahaya untuk kelangsungan demokrasi.


Sementara Program geotrategis dan geopilitik Jokowi tidak mencapai target idealnya, dan kini membuat hubungan Beijing dan Washinton tidak nyaman. Satu sama lain saling tarik di FOIP. Masih ada waktu sampai tahun 2024 untuk memperbaiki. Sudah saatnya Jokowi lebih mendengar Partai-nya daripada oportunis disekitarnya. “Kata Scoth dalam kendaraan. Saya diam saja dan berdoa. Semoga indonesia baik baik saja.

No comments:

Post a Comment